#ongoing cerita bersambung ceritabersambung cerbung
Explore tagged Tumblr posts
noznez · 3 years ago
Photo
Tumblr media
CHAPTER 4
“Ra, tolong ambil jeruk ya, Mamah mau ambil susu kotak dulu”
“Oke Mah”
“Setengah kilo aja ya Ra”
“Siapp!”
Iswara telah menapakan kakinya di kota Jakarta. Kota yang kata kebanyakan orang adalah tempat beradu nasib. Hiruk pikuk di Jakarta langsung menyambutnya ketika ia keluar dari pintu tol. Bunyi klakson memekik kedua telinganya.
Kedua orang tuanya memutuskan untuk mampir sejenak ke swalayan, membeli barang keperluan. Iswara yang diperintahkan untuk mengambil setengah kilogram jeruk pun langsung ke tempat tujuan.
Buah-buahan pun terlihat berwarna warni dimatanya. Ada apel, kiwi, pulm, strawberry, dan berbagai macam buah yang dapat memikat mata siapapun yang melihat. Iswara pun mengambil kantong plastik yang telah disediakan dipinggir rak buah tersebut. Tidak tahan akan berbagai macam buahan di depan matanya, ia pun mengambil beberapa kiwi, dan satu pack buah strawberry sebelum mengambil buah jeruk. Tangannya kini penuh dengan buah-buahan. Iswara tersenyum simpul melihat tingkahnya sendiri ‘Niat ngambil jeruk malah jadi merembet kemana-mana.’ Gumamnya dalam hati.
Ia pun menghampiri bapak-bapak yang siap menimbang buah yang dibeli oleh konsumen untuk diberi label dengan harga yang ditentukan.
“Terima kasih ka” ucap bapak-bapak tersebut
Brukk..!!
Semua kantong plastik berisi buah itu jatuh ke lantai ketika Iswara membalikan badan
Ck.!
Siapa si ini yang nubruk badan gue, kasar banget
“Eh-- biar Saya bantu ka”
Iswara yang memungut plastik-plastik yang berisi buah itu tidak menghiraukan wajah si pemilik suara.
“Maaf ya ka, ini belanjaannya” ucap seorang laki-laki yang menyodorkan plastik buah milik Iswara.
“Lain kali hati-hati ya mas” ucap Iswara tersenyum simpul, ia pun meninggalkan laki-laki itu.
Jangan berekspektasi lebih bak film FTV. Mereka akan saling bertatapan dan saling jatuh cinta. Hal tersebut tidak ada dikehidupan seorang Iswara.
Ia terlalu cuek untuk merasakan yang namanya jatuh cinta. Bukan karena ia tidak normal, tapi ia berprinsip untuk tidak berpacaran sampai usianya menginjak 20 tahun atau seminimnya sudah memasuki masa perkuliahan.
Iswara bukanlah perempuan remaja yang pemalu, dan bersikap dingin. Ia cukup terkenal di sekolahnya yang lalu- di Bandung. Selain cantik dan cerdas, dirinya juga ramah terhadap orang lain. Tanpa memandang bulu dan status sosialnya, siapapun yang berniat untuk berteman dengannya akan disambut baik.
Tidak heran jika dirinya banyak disukai teman di sekolahnya,baik perempuan ataupun laki-laki.  Dari yang tampan sampai tidak sekalipun. Tapi jangan pernah untuk menaruh hati dengannya atau mereka akan terjebak Friend Zone
“Raaaa… Hallooo, Do you miss me? Udah di Jakarta Ra?” suara Soraya memekikan telinganya
“Udah nih, macet banget Jakarta” Iswara meletakan handphone-nya di meja belajar dan menekan speaker untuk berbicara dengan Soraya. Tangan-tangannya sibuk merapihkan baju-baju yang masih di dalam kardus. Beberapa perintilan barangnya berserakan di atas lantai.
“Kan gue udah bilang tinggal di Bandung aja, kalo perlu tinggal di rumah gue juga enggak papa Ra hehehe”
“Ah dasar lo, ada-ada aja. Mending lo bantuin gue beresin kamar”
“Aduh enggak terbiasa nih sama debu” ucap Soraya dengan tertawa
“Siall.. Oh iya, besok gue mulai masuk ke sekolah baru. Gimana yaaa.. gue nervous banget!”
“Rileks Ra… Lo kan pandai bergaul, Eh Ra, jangan lupa ya kenalin gue temen baru lu yang ganteng”
“Pacaran sama mangkok bakso aja lo sana hahaha pacaran mulu otak lo.” Ucap Iswara dengan tawa terbahak-bahak. Soraya pun mendengus mendengar ucapannya
“Ra, emang lo enggak ada niatan buat pacaran apa? Kan seru tau, nih ya gue kasih tau, kalo lo pacaran jadi punya motivasi hidup Raa” ucap Soraya menasehati
“Anjir, terus sekarang gue keliatan lesu apa?”
“Gue tahu Ra, lu kesepian” ucap Soraya cekikikan
“Gue gantung lo ya di pohon pisang”
“Terus lo bisa dianter jemput”
“Ada Ojek Online”
“Bisa makan berduaan, nonton bareng-“
“Enggak, enggak, enggak”
“Terus lo bisa ngebucin Ra”
“Ha? Bucin? Bahasa apaan tuh?”
“Idihh, lo hidup dijaman apa sih Ra… Bucin tuh Budak Cinta”
“Ewwwhhh… Gaya loo..”
“Lo jangan sok jijik gitu ah Ra, sampe gue tau lu disana punya gebetan, lo harus bayarin gue makan selama seminggu ya, Ra”
“Aduh sultannn, ampunn.. Saya tidak mampu” ucap Iswara dengan meniru nada memelas
“Hhahaha sialan lo, Ra. Gue yakin Ra, sebelum lo masuk kuliah pasti ada satu orang laki-laki yang berhasil memikat hati lo” 
“Ramalan lo udah gue pastiin bakal meleset, Ya. Eh gue mau beres-beres kamar dulu nih, barang-barang gue masih banyak yang di dalam kardus. Tar kita lanjut ngobrol lagi yaa.. Selamat malam Queen Soraya”
“Yehh, enggak percaya ramalan gue nih anak hahaha.. Oke deh, selamat rapih-rapih Raraaaa. Good night” ucap Soraya dan mematikan sambungan telepon itu lebih dulu. Iswara pun melanjutkan aktifitasnya, merapihkan baju ke dalam lemari.
……
Semua mata dalam ruangan itu tertuju pada satu orang yang sedang berdiri di depan sana. Seorang perempuan yang kini terlihat kikuk dan sesekali menatap kedua kakinya, seperti mencari-cari kotoran disisi sepatunya.
“Dik, tulis nama lengkap mu dipapan tulis ya” ucap seorang Kaka pembina pramuka yang pada hari itu sedang mengajar.
Perempuan itu menulis namanya diatas papan tulis yang masih bersih
ISWARA ADRIANI BIMAJA
“Baik Adik-adik ini adalah teman baru kalian. Siapa eh- namanya?” ia pun menoleh ke papan tulis, membetulkan kacamatanya dan membaca tulisannya tersebut seraya menganggukan kepalanya.
“Iswara, ya?” tanyanya untuk memastikan. Yang ditanya menganggukan kepala
“Biar lebih sah, Iswara silahkan perkenalkan namanya sendiri ke teman-teman barumu. Dan kamu boleh cerita sedikit kemereka alasan kamu pindah sekolah ya”
“Hallo teman-teman semuanya. Perkenalkan nama Saya Iswara Adriani Bimaja, kalian bisa panggil Saya Iswara. Saya pindahan dari Bandung. Lalu karena orang tua Saya kerja di Jakarta maka Saya pun ikut pindah ke Jakarta juga.” Jelasnya dengan singkat dan dengan alasan yang klasik
“Panggil Sayang boleh enggak?” teriak salah satu anak laki-laki yang duduk di posisi belakang
Semua anak-anak langsung teralihkan kearah anak itu “Ewwwhhh..” ucap mereka serempak
“Chiko… kebiasaan ya nih anak. Iswara, hati-hati ya nanti kamu di modusin si Chiko”
Semua anak-anak tertawa mendengar ucapan si Kaka pembina pramuka, beberapa anak menanggapi ucapannya.
“Siap-siap Iswara. Dimintain jajanan chiki yang lo makan”
“Jauh-jauh weh dari Chiko, banyak maunya.”
“Bawel banget dia”
“Jorok dia”
Yang dibicarakan hanya cengar cengir di belakang sana, sambil menatap Iswara. Kulitnya putih, badannya jangkung, bibirnya merah dan tebal.
 “Enggak dong, kan entar aku jagain kamu, Sayang~ ” ucapnya seraya mengedipkan satu matanya. Hal itu sukses membuat Iswara bergidik ngeri. Bulu kuduknya naik semua.
“Chiko, cukup ya.. Iswara karena hanya ada satu bangku kosong di belakang, terpaksa kamu duduk disana ya” ucap Kaka Pembina pramuka itu seraya menunjuk kearah bangku kosong yang hanya beda satu baris dengan Chiko.
“Sayang aku jadi anak basis belakang” ucap Chiko menggoda
“Chiko duduk ditempatnya ya. Sarah, itu jagain temen kamu. Kasian Iswara baru pindah udah di godain terus”
“Iya Ka siap! Emang bener-bener nih anak ya, udah gue bilangin jangan suka jail” anak perempuan itu menggeplak kepala Chiko agar bisa diam dan duduk kembali kebangkunya.
Iswara pun berjalan kebangku yang dimaksud. Teman sebangkunya menyambut dengan hangat dan terbuka.
“Hai, kenalin gue Vina. Salam kenal ya” ucap perempuan berkerudung itu, manis dengan senyum simpulnya. Seraya menjulurkan tangannya untuk bersalaman.
…...
“Baik, Adik-adik karena waktu Saya sudah habis, dan pembelajaran materi minggu ini sudah selesai. Saya akan memberikan kalian tugas ya. Tenang, tugas ini tidak akan kalian kerjakan sendiri, melainkan kelompok. Silahkan cari gerakan dari lagu The Messenger Of Piece yang tadi Saya putar. Saya kasih waktu 2 minggu. Untuk sistem penilaian, semua kelas akan di gabung di lapangan. Maksudnya, pada saat kalian tampil, kalian juga akan dilihat oleh anak-anak dari kelas lain. Persiapkan diri kalian ya. Ada yang ingin ditanyakan?”
“Sekelompok berapa orang, Ka?”
“Lima orang ya”
Kaka Pembina pramuka pun pamit mengakhiri pertemuan hari itu. Anak-anak kelas tersebut mulai sibuk mencari teman sekelompoknya. Iswara yang baru masuk hari pertama masih beradaptasi dengan situasi kelasnya, walaupun ia sudah mulai berkenalan dengan beberapa anak. Hingga tiba-tiba ada yang datang menghampiri meja bangkunya.
“Sekelompok sama gue yuk”
Iswara pun mendongakan kepala kearah asal suara.
.........
1 note · View note
noznez · 3 years ago
Photo
Tumblr media
CHAPTER 3
“Nggg..  jadi gini ren, ada yang mau aku sampaikan” ucap salah seorang perempuan dengan gugup, ia memakai kacamata dengan kepala menunduk, memainkan jemari-jemarinya, menyembunyikan kecemasan. Butiran air keringat mulai memenuhi keningnya.
Yang diajak bicara hanya menaikan sebelah alisnya, menandakan jawaban “iya”, menunggu ucapan anak perempuan itu lebih lanjut
“Jadi Ren.. a-aku su-suka sama kamu dan a-aku sudah lama nyimpan perasaan sama kamu, jadi-“  ucapnya gugup. Kalimat yang dilontarkannya pun tidak beraturan. Ia menelan ludah untuk beberapa detik
“Kamu mau enggak jadi pacarku?” tanyanya dengan frontal
Laki-laki tersebut tidak menampakan wajah terkejut sedikitpun, ekspresinya datar. Seakan perkataan tadi hanyalah perkataan yang biasa ia dengar. Pandangannya lurus, ia berdeham untuk beberapa saat.
“Maaf, Laras. Saya belum bisa berkomitmen dengan siapapun. Permisi.” ucap Putu Daren Abirama dengan santai, Seorang laki-laki yang beberapa menit lalu ditembak oleh Laras. Laras adalah salah satu tetangga Daren yang kebetulan satu sekolah dengannya. Daren kerap kali mengantarkan Laras pulang ke rumah, itu pun juga suruhan Ibunya, sebagai bentuk balas budi karena Ibunya Laras kerap kali mengantarkan makanan ke rumahnya. Saking tiap hari diantar jemput, Laras menaruh hati dengannya. Tapi tidak untuk Daren. Ia tidak menganggap Laras lebih dari seorang tetangga. Pernah pada suatu waktu, saking Daren begitu cueknya, belum sempat Laras naik ke atas joknya, ia  sudah melajukan motornya. Meninggalkan Laras.
Lain kejadian, ada seorang perempuan yang ketika hanya dibantu berdiri ketika jatuh di lapangan besoknya langsung mendekati Daren. Ini adalah ketiga kalinya ia ditembak seorang perempuan. Saking antinya ia dengan berpacaran tiga kali ditembak, empat kali juga ia menolak perasaan perempuan, aneh bukan? Daren bukanlah tipe laki-laki yang mempunyai kulit putih, ia cenderung memiliki kulit yang eksotis, matanya belo tapi senyum manis dan mata kecoklatannya mampu membuat para wanita menyukainya. Ia memilili sebuah kharisma.
“Bay!” teriaknya, memanggil seorang laki-laki yang sedang berjalan menuju ke arah kantin, berbeda dengan Daren. Bayu ini memiliki wajah yang oriental. Kulitnya putih dan matanya sipit. Pada saat awal masuk sekolah banyak temannya yang tertipu bahwa ia campuran Indonesia-Jepang. Padahal Bayu asli orang Indonesia. Alias blasteran Batak-Sunda. Bayu pun menoleh “Hoit!”, ia pun menghampiri sumber suara.
 “Dari mana aja lo? Gue tungguin dari tadi” ucap Daren, mendorong sedikit pundak Bayu.
“Abis dari toilet coy”
“Makan yuk gue laper”
“Ayok, pakde bakso buka engga ya? Udah lama engga makan bakso”
“Buka, udah yuk makan”
“Bakso telor ya?”
“Enggak. Gue mau bakso urat aja ah”
“Ngapainnnn, lu mah udah banyak uratnya noh! Apalagi kalo lagi marah” ucap Bayu, tertawa terpingkal-pingkal
“Enggak nyambung lu jamblang!” ucap Daren yang ikut tertawa
“Ah enggak kompak nih”
“Idihh lu kata lagi kuis Family 100 kudu kompak”
Mereka pun melesat menuju kantin. Definisi tampan tanpa melihat warna kulit. Yang satu eksotis yang satu lagi berwajah  oriental. Tidak hanya dari perawakan, Daren dan Bayu adalah dua orang yang memiliki karakter dan selera yang selalu bertolak belakang. Seperti sekarang ini. Ketika Bayu memilih untuk tidak memakai sambal sama sekali, Daren justru menuangkan sambal ke dalam mangkoknya. Percis seperti kebanjiran kuah sambal.
“Untung mental Pakde penjual bakso kuat coy, kalo enggak, kayaknya dia bakal gulung tiker deh. Gimana engga shock liat lu nuang sambel gitu” ucap Bayu, melihat ngeri Daren ketika menuangkan sendok kedelapan yang berisi sambel itu.  
Beberapa mata perempuan memandang mereka. Melihat dua orang laki-laki yang sedang celingak-celinguk mencari tempat duduk. Mereka pun menawarkan tempat duduk untuk bergabung makan bersama.
Bayu yang memang dasarnya mempunyai sifat yang ramah merespon baik tawaran mereka. Tak heran jika Bayu dengan mudah memacari para perempuan di sekolah. Tentu saja sifat Daren bertolak belakang dengan temannya. Daren tidak merespon tawaran untuk duduk makan bersama, ia justru terus berjalan dengan ekspresi datar, mencari bangku kosong yang tidak ada satu orang perempuan pun. Meski demikian, Bayu tetap setia dan sabar menghadapi temannya itu. Dari kejauhan salah satu teman mereka berdua melambaikan tangan. Memberi petunjuk bahwa disini ada tempat kosong. Mereka pun menghampirinya. Sekumpulan laki-laki berkumpul disana. Percis seperti sarang preman.”Yah Ren, ini mah gue engga bisa cuci mata” bisik Bayu. Daren pun menempati bangku makan yang masih kosong. Disana, ada beberapa anak laki-laki yang sedang bermain games atau bahasa kekiniannya mabar alias main bareng. Makan jajanan kantin bahkan sampai ada yang sembunyi-sembunyi untuk merokok. Agar tidak ketahuan guru.
“Coba Ren mana kuah bakso lu, gue mau nyobain”
“Pedes, tar lidah lu kebakar”
“Enggaaak, mana sini coba”
Bayu pun mengambil satu sendok kuah mangkok bakso Daren.
“Gila!! Ini sih simulasi siksa kubur. Pedes banget woy!!” ucapnya seraya menyambar gelas es teh manis dari sembarang orang
“Enggak seleranya, enggak omongannya, sama-sama pedes. Konsisten banget lu Ren” ucap Bayu. Daren tertawa mendengarnya sekaligus tertawa melihat temannya itu masih mengibaskan kedua tangan kearah mulut, Bayu kini terlihat seperti memakai liptint.
“Hu..ha..hu..ha Ren pedes banget anjir”
“Kan udah gue bilang jamblang”
Bayu yang terbiasa mendengar panggilan‘Jamblang’ dari mulut Daren, bukannya marah, ia justru tertawa setiap mendengar panggilan itu.
“Eh Ren, ngomong-ngomong, gue mau nanya sesuatu ke lu” ucap Bayu yang masih kepedasan.
Daren menaikan sebelah alisnya menunjukan kode “ya, boleh”
“Anjrit! Bahkan sama gue aja lu masih sempet-sempetnya make kode sinis lu Ren”
“Hahaha maaf Bay, gue refleks kaya gitu. Lu mau nanya apa Bay?”
“Dasar cucu Firaun” ucap Bayu mendegus kesal, ia lalu melanjutkan omongannya
“Ren sebenernya alasan lu engga mau pacaran tuh kenapa sih? Atau, kenapa setiap ada yang deketin, lu malah menjauh? Aduh bentar-bentar, kalo gue inget-inget, mereka baru niat deketin aja langsung lu tolak”
“Pertanyaan lu engga bervariasi Bay” ucapnya yang kini sedang memotong bakso uratnya.
“Anjir gue serius! Rata-rata yang mau deketin lu itu cantik-cantik Ren. Mubadzir tau” ucap Bayu menggebu-gebu. Ia bahkan lebih semangat jika ada perempuan yang kerap kali mencoba mendekati Daren.
“Sama seperti jawaban gue yang sebelumnya. Mereka cerewet Bay, pala gue pusing”
Bayu yang sudah tahu jawabannya tetap masih ketawa mendengar hal itu
“Bisa-bisanya dideketin perempuan cantik malah pusing” ucap Bayu menggelengkan kepala
“Lu sering pulang sama Laras, gimana perasaan lu sama dia Ren?”
“Engga ada rasa, tadi dia nembak gue, Bay”
“Terus lu jawab apa?”
“Gue tolak” ucapnya dengan enteng
“Gue makin yakin Ren kalo lu utusan Firaun, perempuan sepintar dan semanis Laras aja lu tolak. Bener-bener kejam” ucap Bayu, dengan mimik seperti ia yang ditolak.
“Hahaha. Lebay lu Bay. Lagian lu tahu, kalo gue sama dia sebatas tetangga yang kebetulan satu sekolah” ucap Daren menepak pala Bayu
Mereka pun kembali ke kelas untuk mengerjakan ujian selanjutnya. Kertas dibagikan pada setiap anak. 50 Soal di depan mereka dan harus dikerjakan dalam waktu 60 menit. Bayu yang menengok kearah Daren menunjukan mimik muka bantuin gue woy, tetapi pada akhirnya mereka berdua dapat mengerjakan dengan baik. Selang 15 menit sejak ujian dimulai, salah satu laki-laki masuk ke dalam kelas , matanya sayu, rambutnya berantakan.
“Maaf bu, saya telat. Saya abis dari, mm.. dari kamar mandi Bu” ucapnya dengan mimic wajah mencari alasan. Pengawas ujian yang saat itu galak, bangkit dari kursinya dan menghampiri anak itu.
“Anak yang telat apalagi berbau rokok seperti kamu, silahkan untuk keluar dan tidak akan saya ijinkan untuk mengikuti ujian” ucap Pengawas ujian bak seorang cenayang yang sudah mengetahui kondisi dan alasan yang dibuat anak itu. Ia pun mendecak kesal dan langsung keluar meninggal pengawas ujian. Anak-anak yang melihat kejadian tersebut tidak lagi terkejut. Karena hampir disetiap ujian ia melakukan hal yang sama. Anak itu bernama Febri. Seorang siswa yang suka melakukan onar, dalam sebulan saja ia sukses mengerjai beberapa anak. Dari mengumpati sandal anak rohis, sampai memalak beberapa anak di parkiran Mpok Sa’adah. Halaman rumah yang dijadikan tempat parkir untuk anak sekolah. Hobi Febri benar-benar diluar nalar. Seminggu tiga kali, ia kerap keluar masuk ruang BK. Masih suatu misteri kenapa anak seperti Febri belum melangkahkan kaki untuk keluar dari sekolah. Tapi ada anak yang segan untuk Febri jaili, yaitu Daren. Sebandel apapun Febri, ia tetap tidak berani jika harus menjaili Daren. Mereka berdua tidak pernah mengobrol sepatah kata pun, dan Daren senang akan hal itu. Ia tidak peduli jika Febri berbuat onar separah apapun asal tidak mengusik hidupnya.
Ujian akhir semester telah selesai, dan hari libur akan segera datang. Anak sekolahan yang kebanyakan senang bahwa liburan segera datang sudah menyusun rencana berpergian dengan keluarga, teman ataupun pacar. Hal itu justru dirasakan terbalik oleh Daren. Ia tampak tidak semangat. Dengan gontai ia menuju kea rah gerbang sekolah
“Woy! Lemes amat kayak cakwe enggak laku” ucap seseorang yang menepuk pundak Daren dari arah belakang
“Udah selesai ujian nih. Main PS yuk ke rumah gue”
Daren yang semula tidak semangat langsung menerima tawaran tersebut. Mereka pun menuju parkiran Mpok Sa’adah.
0 notes
noznez · 3 years ago
Photo
Tumblr media
CHAPTER 1
Iswara Adriani Bimaja. Ketika orang-orang memanggilnya dengan nama Iswara, hanya segelintir orang yang memanggilnya dengan sebutan Rara, orang-orang tersebut adalah keluarga intinya dan para sahabatnya di sekolah . Perempuan remaja yang kini sedang melihat pantulan dirinya di depan cermin. Memasukkan baju seragamnya ke dalam rok, merapihkan kembali anak-anak rambut yang keluar dari jepitan rambutnya. Memoles bibir berwarna salmon tersebut dengan lipbalm agar terlihat lebih segar. Tidak ada hari paling membahagiakan kecuali hari ini ucapnya dalam hati. Hari terakhir ujian akhir semester. Ia tidak sabar untuk meletakan tumpukan bukunya ke dalam rak, membuang  coretan hitung-hitungan yang telah memenuhi meja belajarnya dan tidak perlu membeli kopi panas agar tetap terjaga dimalam hari. Isi kepalanya sudah berisi rencana-rencana yang akan dilakukan usai ujian bersama 4 orang sahabatnya.  Bergosip di kafe terdekat, pergi belanja ke mall untuk sekedar membeli skincare ataupun hunting makanan disekitar Dago, Bandung. Tetapi tetap saja hatinya belum tenang sepenuhnya, matematika segera menanti. Ia pun mengambil tas coklatnya dan melesat ke lantai bawah.
“Selamat pagi mamah ku yang cantik, muach!” sapanya, seraya meletakan tas disebelah sisi bangku.
“Ih kamu  Ra,  pipi Mamah kan keringetan, kamu engga liat nih ” ucap Ratih, Mamah Iswara.  Ia masih sibuk menyiapkan sarapan pagi, bulatan merah terlihat dari celemek hitamnya, noda dari cipratan saus tomat.
“Mamah Ratih masak apa hari ini?” ucap Iswara, seraya membuka selembaran kertas berisi rumus matematika yang masih dia hafalkan.
“ Taraaa…!! Spaghetti Bolognese!” ucap Ratih dengan  tangan kanan memegang gagang Teflon dan satunya lagi melebarkan tangan ala chef distasiun tv.
“Sini sini biar juri Rara yang nilai masakan Chef Mamah Ratih” ucap, Rara dengan berkacak pinggang
Ratih pun menuangkan masakan tersebut kepiring Iswara.
“ Jadi gimana Ra, ujian kamu lancar? Eh.. udah selesai kan?”
 Iswara pun meraih sendok dan garpunya, menggulung spaghettinya yang masih berasap dan mulai melahap makanan tersebut. “Mmm.. nyam nyam, Mamah engga liat nih disamping piring aku ada apa? Nyam.. nyam.. Ini catatan rumus matematika aku mah” ucapnya, dengan mulut penuh spaghetti.
“Ih kamu  nih kebiasaan deh, telan dulu yang ada dimulut kamu, Ra. Baru jawab pertanyaan Mamah. Ujian Matematika kah? “
“Hehehee iya mah, ujian  hari terakhir” ucapnya, seraya mengisi gelas kosongnya dengan air, meminumnya dan mengelap sisa-sisa butiran air disekitar mulutnya
“Mamah udah bisa nebak  nih, pasti kamu mau main sama keempat temanmu itu kan? Ingat ya, jangan pulang larut malam
“Iya Mah”
“Karena ada yang mau Mamah dan Papah bicarakan untuk Rara”
“Apa itu Mah?” tanyanya dengan sedikit mengeriyitkan dahi
“Lihat saja nanti malam” ucap Mamah Ratih dengan mata sebelah dikedipkan, tersenyum simpul dan kembali ke dapur untuk mencuci panci bekas rebusan spaghetti.
“ Siappp… Rara engga pulang larut malam palingan subuh mah baru pulang”
“Raraaa…” ucap Ratih menoleh kearah Rara dengan mata melotot.
“Ampun mah ampun cuma bercanda hahaha… udah ya mah aku berangkat dulu. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam, hati-hati Ra”
“Aduhhh… Raaaa, mampus deh gue belom belajar, gimana nih Ra gue semalem ketiduran gara-gara capek, tuh diajak nge-gym sama temen lo yang lagi obsesi banget buat kurus.” ucap Andin, dengan merapihkan poninya yang pendek, ia memincingkan matanya kearah Soraya.
 “Heh! Tapi kan gue bayarin ya ndin, tau engga harga 1x gym lo kemaren seharga biaya makan lo sebulan” ucap Soraya sambil cekikikan.
“Ishhh, tanggung jawab ya kalo nilai matematika gue hari ini jeblok.” ucap Andin dengan gaya melipat tangannya seakan peduli dengan nilai-nilai ujiannya, padahal setiap ujian pun ia memang tidak pernah belajar. Iswara yang mendengar kedua temannya itu menggelengkan kepala dengan senyuman simpul.
Dari kejauhan terlihat Chaca dan Siska, mereka pun menghampiri ketiga temannya. “Kita kira udah mulai ujian loh” ucap Siska, menyandarkan badannya ketembok
“Pasti lo semalem ga belajar ya Ndin” ucap Chaca menepuk pundak Andin dan duduk disebelahnya, ia sudah bisa menebak cerita temannya. Lima hari ujian. Lima hari pula Andin tidak belajar. Selalu ada saja alasannya.
“Gara-gara Soraya tuhhh” unjuk Andin menggunakan mulut
…..
Suara bell berbunyi, mereka berlima pun masuk ke ruang ujian. Posisi Andin berada tepat di depan meja pengawas. Ia melihat keempat temannya yang menahan tawa dengan tatapan awas aja lo nanti. Tetapi Andin mampu mengerjakan ujiannya dengan lancar karena selain dianugerahi kepintaran dari kedua orang tuanya, ia adalah tipe anak yang sudah belajar dari jauh-jauh hari. Iswara, Chaca, Soraya dan Siska pun nampak lancar mengerjakan soal matematika tersebut. Pengawas yang menjaga pada hari itu tidak terlalu galak atau bisa dikatakan cuek, hal tersebut membuat beberapa anak bisa bertukar jawaban dengan temannya yang lain. Mereka pun mengumpulkan tugas dengan tepat waktu saat sang pengawas ujian meminta mereka untuk berhenti mengerjakan soal.
 ….
 “Guyyysss kita selesai. yeayyyy… Saatnya…”
“Refreshing!!!” ucap mereka berlima seraya melemparkan selembaran kertas jadwan ujian mereka ke udara.
“Weh, weh nyampah weh” ucap Chaca ketika melihat diseberang lapangan ada penjaga kebersihan yang sedang memantau mereka. Niat ingin seperti difilm-film, mereka justru mengambil lagi kertas mereka berserakan di tanah dan membuangnya ke tong sampah. Mereka pun melesat keluar gerbang sekolah bersiap jalan-jalan, merayakan kelarnya ujian akhir semester dan merencanakan kemana tujuan pertama mereka. Soraya meminta mereka untuk menunggunya di depan gerbang selama 10 menit. Tidak lama, sosoknya muncul dengan membawa sebuah mobil mini cooper berwarna merah “Guys ayok naik” ucap Soraya yang sudah muncul dibalik kaca mobilnya.
“Gila lo Ya, bawa mobil tanpa SIM, kalo ditilang gimana woy” ucap Iswara
“Mobil nyokap lo kenapa di bawa lagi sih woy” ucap Chaca cekikikan.
“Udah itu urusan nanti, ayok naik cepetan” ucap Soraya dengan setengah berteriak
Mereka mereka pun bergerak memasuki mobil Soraya- mobil Ibunya yang dia bawa secara diam-diam. Iswara duduk disebelah Soraya. Chaca, Andin dan Siska duduk dibagian tengah.
“Aduh, kalian masih pada pake baju  seragam? Gue berasa jemput anak sekolahan tau ga sih. Itu tuh ambil dibangku paling belakang kemarin gue sama nyokap baru beli baju belum ditaro kedalam  rumah, buat kalian aja tuh” ucap Soraya. Andin yang duduk dibagian tengah pun denga senang hati mengambil empat setel baju untuk mereka pakai.
“Sultan memang beda” ucap Siska yang kali ini tersenyum lebar karna memakai kaus Soraya yang sesuai dengan seleranya. Kaus  berwarna hitam dengan tulisan kecil, bertuliskan I’m a boss
“Kalian harus tahu sih kejadian gue kemarin” ucap Andin dengan nada mengundang penasaran. Membuka topic pergibahan, Semua mata langsung menuju kearah Andin, termasuk Soraya yang melihatnya dari pantulan spion dalam mobil.
 “Kemarin pas kalian udah masuk ke kelas, tiba-tiba gue haus, terus gue balik ke warung Bu Ijah buat beli es teh , gue ngeliat Ayu lagi digodain Rafi. Mindep-mindep gitu lah. Terus karna posisi gue sendiri sedangkan Rafi berdua sama temennya- kalo engga salah namanya Gery deh, akhirnya gue cuma bisa teriak dari jauh, nyuruh mereka buat pergi. Tadinya gue mau ngasih tau kalian, tapi pas sampai kelas, Bu Rini udah masuk sambil bawa kertas ujian” ucap Andin
“Rafi yang cengengesan itu? Yang pernah kita bawa keguru BK gara-gara ketawan lagi godain Laras?” tanya Chaca memastikan. Andin mengangguk.
“Udah gila ya Rafi, padahal sebulan yang lalu udah kita kasih pelajaran” ucap Chaca dengan geram. Rafi adalah kaka tingkat diatas mereka,berbadan kurus, wajah  kusam,dan sikap tengilnya terlihat dari nada bicaranya. Entah mengapa semua anak-anak takut dengannya. Tidak dengan Iswara dan teman-temannya. Mereka berhasil membawa Rafi di depan guru BK (bimbingan konseling) karena terbukti sedang mencoba menggoda salah satu murid kelas 10. Rafi pun mendapat surat peringatan. Jika dia melakukan lagi, maka sekolah akan mempulangkan ia kepada orang tuanya.
“Asli engga bisa kita diemin ini, pasti ada korban-korban lain selain Ayu” ucap Soraya kesal dengan memegang stir mobilnya dengan kencang.
“Kaki gue rasanya butuh pemanasan nih” ucap Siska, sahabat Iswara satu-satunya yang menjadi atlet karate. Tidak diragukan lagi ketangkasan Siska. Ia pernah meraih medali perunggu diturnamen antar Asia Tenggara
“Langsung aja lah kita ke TKP.  Ndin, cari tau dimana posisi mereka berdua sekarang” perintah Soraya. Andin pun mengeluarkan handphonenya, jarinya mulai berselancar dilayar tersebut. Tidak membutuhkan waktu  lama Andin telah menemukan posisi Rafi dan Gery berada. Soraya langsung menancapkan gasnya dengan kencang. 20 menit kemudian mereka berlima pun telah sampai ditujuan, tapi tidak ada Gery, hanya Rafi yang sedang merokok sendirian ditemani oleh ibu-ibu penjaga warung dan para buruh yang sedang istirahat.
 “HEH LO RAFI, OTAK UDANG KEMARI LO!” ucap Soraya berteriak, yang dipanggil menoleh. Ia membuang puntung rokoknya dengan kasar dan beranjak dari tempat duduknya menghampiri sumber suara. Rafi mengerinyitkan dahi “Panggil apa lo tadi?!”
“OTAK UDANG” ulang Siska dengan enteng. Mendorong pundak Soraya dengan pelan, memberi kode untuk mundur agar Siska yang berhadapan dengannya.
“Berani banget lo” ucap Rafi. Kakinya maju beberapa langkah.
“Ngapain lo masih godain temen-temen gue di sekolah hah? Belom cukup lo dikasih surat peringatan?!”
“Hahaha, lo mau gue godain juga?” ucapnya dengan muka menjijikan
“Kurang ajar lo, berhenti godain cewek-cewek di sekolah atau gue buat kritis sampai mampus lo!” ucap Siska. Pukulan kencang berhasil mendarat kerahang pipinya. Belum sempat Rafi membalas, Andin sudah meluncurkan pukulan ke atas kepalanya, tasnya berisi beberapa buku tebal yang ia pinjam dari perpustakaan. Badan Rafi mulai oleng, belum sempat menegakkan tubuhnya dengan sempurna para buruh yang sedang beristirahat segera melerai mereka, membuat Andin harus menceritakan kronologi yang sebenarnya. Mereka pun dibubarkan untuk pulang ke rumah masing-masing.
“Gue kasih kesempatan satu kali. Sampai ngulangin lagi, jangan harap lo masih bisa hidup” ucap Siska dengan tatapan tajam. Rafi membuang ludah dengan kasar, menatap Siska dengan sinis.
….
“Asli ya seru banget tadi” ucap Chaca. Mereka kini sudah berada di dalam mobil. Sedangkan Rafi dibawa ke kantor polisi terdekat untuk diminta keterangan lebih lanjut.
“Akhirnya pemanasan juga badan gue, sebelum tournament” ucap Siska.
Bandung menunjukan langit yang cerah. Cuaca sangat bersahabat pada hari itu. Alunan musik Really Don’t Care by Demi Lovato memenuhi isi mobil, mereka bernyanyi dan berteriak sesekali.
 But even if the stars and moon collide
I never want you back into my life
You can take your words and all your lies
Oh oh oh I really don’t care
 Even if the stars and moon collide
I never want you back into my life
You can take your words and all your lies
Oh, Oh, Oh, I really don’t care
Oh, Oh, Oh, I really don’t care
Hari itu mereka lewati dengan penuh keceriaan, menyewa ruang karaoke dengan menyanyi beberapa lagu, dari yang semangat untuk teriak-teriak, memakai property seperti wig rambut, kacamata badut, dan kecrekan yang telah disediakan sampai akhirnya rahang mereka pegal dan satu persatu dari mereka menghempaskan badannya di atas sofa. Tidak ada dibenak mereka untuk menjalankan sebuah hubungan dengan seseorang, dan patah hati. Merasa kesepian adalah hal yang dilarang diantara mereka,  terlalu berbihan mungkin, tapi memang begitu adanya.
“Bye Rara, Goodnight!” ucap keempat sahabatnya seraya melambaikan tangan ke Iswara. Ia melihat layar handphone-nya. Pukul 21.08 wib. Ia pun memasuki rumahnya, mengindap-ngindap memastikan kedua orang tuanya telah tidur. Kakinya tetap melangkah hingga sampai berada di ruang tengah fyuhh. Iswara melepaskan napas. “Ko baru pulang Ra?”, tidak asing dengan sumber suara, Rara menolehkan kepalanya dengan pelan Mamahnya sudah menatap kearahnya dengan melipat kedua lengannya, dirinya menggeleng-gelengkan kepala. Rara tersenyum dengan menggulum mulutnya.
0 notes
noznez · 3 years ago
Photo
Tumblr media
PROLOG
Pada akhirnya aku menemukan jawaban atas segala pertanyaan
Atas semua tunggu yang tanpa lelah dinantikan
 Wanita itu melemparkan tas jinjingnya kesembarang arah, nafasnya terengah engah. Menahan emosi yang dia tahan selama diperjalanan pulang. Lampu ruang tengah tersebut terasa gelap, AC yang sebelumnya dingin bahkan tidak terasa, hanya ada dia dan anaknya. Suasana hening untuk beberapa saat hanya deru nafas yang terdengar.
 Anak laki-laki tersebut menundukan kepala, wajahnya pucat dan ekspresinya datar. Tidak ada pilihan lain selain pasrah.
 “APA-APAAN INI?!”
“Mah.. mamah salah paham, kasih aku waktu untuk ngejelasin ini semua”
“EMANG DASAR ANAK KURANG BERSYUKUR!”
 Plakkk…!
 Tamparan itu mendarat dipipi kanannya, menimbulkan bekas merah dan panas.
Seorang wanita dengan rambut yang hampir dipenuhi warna putih pun akhirnya keluar dari bilik pintu, dia mendekap anak laki-laki remaja itu. Melihat wajah tersebut untuk memastikan bahwa anak yang dia rawat sedari bayi itu tidak ada luka terlalu parah. “Tenang…” bisiknya pelan.
 “AAAAARGHHHHH…!”
Suara wanita itu berteriak geram. Dia membalikan badan, badannya gusar. Satu tangannya dilipat sedangkan tangan yang satu menggigit jari. Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya, diam untuk beberapa detik dan melangkah lagi kearah anaknya. Menarik paksa dari dekapan wanita tua itu.
 “Kamu itu anak Saya satu-satunya” Suaranya parau, menangkup tangannya diwajah anaknya. Sorotan matanya tajam, butiran air yang ada dipelupuk matanya ditahan, mencoba untuk tidak berkedip.
“Ma- ma- maaf mah…” kata anaknya terbata-bata.
 “Kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan?!”
“Bu, tapi dia masih terlalu muda untuk-“
“Diam! Tuntaskan saja pekerjaanmu di dapur!”
 Dia tidak berani membatah setiap ucapan wanita itu, tidak ada satu pun perintah yang di lewatkan. Semuanya akan dilakukan. Tapi kali ini dia sungguh berat melaksanakan perintah tersebut. Pikirannya terus melayang, memikirkan sesuatu. Sesuatu yang akhir-akhir ini dia jadikan sebuah prioritas, yang selalu membuatnya merasa dihargai dan merasa dicintai secara tulus. Nafasnya tersendat, rasa perih memenuhi rongga dadanya. Dia harus mengambil keputusan.
0 notes