#nama anak laki laki islami masa kini
Explore tagged Tumblr posts
Text
20 Nama Bayi Laki Laki Islami Masa Kini
20 Nama Bayi Laki Laki Islami Masa Kini
![Tumblr media](https://64.media.tumblr.com/92963dcac023a655fa43d0520987d8b7/20454f307f667677-92/s400x600/96807f130264dd13436ea4b3fa7ab76a0355f4db.jpg)
Nama Bayi Laki Laki Islami Masa Kini – bayilelakiku.com. Meski di zaman era modern, para calon orang tua tidak lah enggan untuk menyematkan nama bayi dari islami. Sebab, ide nama bayi tersebut telah diyakini mempunyai kesan yang baik. Seperti halnya Ayah/Bunda dengan memberikan nama bayi laki laki islami masa kini.
Nama-nama bayi ini diambil dari kumpulan nama anak laki-laki islam terkini dan…
View On WordPress
#nama anak laki laki islami masa kini#nama anak laki-laki islam masa kini#Nama Bayi Laki Laki Islami Masa Kini Dan Artinya#nama bayi laki laki islami terkini#Pilihan nama bayi laki laki islam masa kini#Rangkaian Nama Bayi Laki Laki Islami Masa Kini
0 notes
Text
sekuat karma
Kuat. Itu namaku. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakakku yang pertama, perempuan, berjarak 7 tahun dariku bernama Siti Nurhayati. Seorang perempuan yang diharapkan menjadi cahaya di kehidupannya. Kakakku kedua, laki-laki, beda 5 tahun dariku bernama Fajar Prasetyo. Lelaki yang lahir di waktu fajar, yang penuh rasa setia.
Kuat. Sekali lagi Kuat, itu namaku. Simpel, sederhana, tegas dan tentunya kuat. Dari ejaannya saja sudah ketahuan artinya. Konon ibu sering sakit-sakitan ketika mengandungku selama hampir 10 bulan. Sehingga pas lahir, Bapak berinisatif memberikan nama Kuat.
“Itulah ibumu. Kuat menahan rasa sakit selama berbulan-bulan,” cerita Bapak ketika kutanya asal muasal namaku. Kalau nggak salah waktu itu ada tugas SD perihal arti nama diri.
Aiiih... sungguh besar rasa sayang Bapak pada Ibu.
“Eh, tapi Pak... kalau ibu kuat selama hamil aku trus aku lahir dengan selamat harusnya namaku Slamet dong pak, bukan Kuat,” aku mulai protes.
“Yowis... apa namamu mau diganti Slamet?” tanya Bapak santai.
Ya ampun Pak. Ya nggak gitu-gitu amat kali ya.. Kenapa dulu Bapak nggak kepikiran sebuah nama yang agak kerenan dikit. Masak kalah keren sama namanya mbak Siti atau Mas Fajar. Apalagi kalau dibandingkan dengan nama-nama temen sepermainan.
Meskipun kami tinggal di kampung, untuk urusan nama, orang tua kami tidak main-main. Dari yang nama Islami, penuh wawasan kebangsaan, kebarat-baratan semua ada. Sebutlah nama temen-temenku. Bambang Purnomo, kutebak mungkin lahirnya pas bulan lagi penuh bercahaya. Oriza Sativa, anak seorang penyuluh pertanian yang mungkin sehari-harinya berkutat dengan tanaman berbulir dan memperlakukannya seperti anak sendiri. Atau Syaiful Hadi, yang mungkin bapaknya sedikit kecewa karena berharap anaknya gagah berani, ternyata penakutnya minta ampun. Atau Cecep Mulyanto. Karena bapaknya ngefans dengan sosok Gorbachev, tapi demi mengakomodir suku si ibu, jadilah nama blasteran. Sunda-Jawa.
“Oiya pak, Kenapa namaku cuma Kuat?” tanyaku suatu saat. Masih sedikit bernada protes.
“Emang kenapa? Kurang bagus?” Bapak balik bertanya.
“Bagus sih Pak... Cuma kurang panjang,” kataku lagi. Toh dari kami bertiga hanya aku yang punya nama satu kata.
“Ooo... jadi kurang panjang tho?” Kalau di tambah kata cukup piye? Mau?” tanya Bapak lagi
“Maksud Bapak?”
“Ya itu namamu jadi Cukup Kuat. Mau?? Ahh... tapi nanggung artinya,” jawab Bapak sambil terkekeh.
Aku mencoba mencerna. Masak jadi Cukup Kuat sih. Apa kek yang agak kerenan dan up to date gitu. Kuat Pribadi, Wahyu Hidayat Kuat, Agus Susilo Kuat, Kuat Ahmad. Eh...ntar dieja Kuat Amat juga sama temen-temen.
“Buu... ini anakmu pengen namanya dipanjangin,” teriak Bapak membuyarkan rupa-rupa pilihan kata di otakku.
Ibu yang sedang di dapur tak lama menjawab,”Kuuuuaaaaatttt... sini bantu ibu nyuci piring. Tuhh dah dipanjangin namanya. Lebih dari 4 harokat.”
Bapak dan kedua kakakku sontak tertawa. Renyah sekali. Makin tertawa ketika melihat aku mulai berdiri dan bersungut-sungut ke arah dapur.
Akhirnya kuputuskan untuk kuat menerima nama Kuat. Nggak usah banyak protes kalau tiada artinya. Tetap saja tidak mengubah namamu menjadi Aliando atau Ferguso, pikirku.
***
Itu baru masalah nama. Belum masalah panggilan. Percuma namamu Agus tapi panggilanmu Gendut karena bodimu terlalu sehat. Nama Bambang Adi mendadak menjadi Bambang Gentolet. Bukan tampangnya yang mirip almarhum salah satu personil Srimulat itu. Bukan juga karena tingkahnya yang lucu seperti almarhum. Tapi ya begitulah suka-suka saja kasih tambahan nama. Atau nama Pipit. Mungil seperti burung pipit malah dipanggil pitpitan (sepedaan). Untung bukan merk sepeda yang jadi panggilannya. Poligon, United, Wimcycle, Brompton.
Namaku Kuat. Bukan lebih terkenal dengan nama Sangat Kuat atau Kuat Amat. Anak-anak tetangga sering memanggil dengan nama Kawat. Jauh api dari panggang. Jauh dekat tetap dipanggil Kawat. Wat...wat... menjadi familiar dengan Wat..wat... Kawat. Untung bukan cawat.
Kawat itu nama panggilan di temen-temen kampung. Ketika masuk SMP, panggilanku bertambah lagi. Makin kekinian dan kebarat-baratan. Maikel? Bukan. David? Bukan.
Ceritanya bermula di sini. Di kelas bahasa Inggris.
“Okey guys. Please introduce your self,” kata Bu Eni, Ibu guru mata pelajaran Bahasa Inggris. Ini pertemuan pertama di kelas 1 SMP. Jaman itu, pelajaran bahasa Inggris baru diberikan di level SMP. Jadi macam aku yang kemampuan bahasanya terbatas, belajar bahasa asing hanya ada 2 kemungkinan, menjadi tertantang atau makin dipantang.
“Sekarang kamu yang duduk di ujung?” tunjuk Bu Guru sambil mengarahkan jari telunjuknya ke tempang duduk paling pojok belakang.
Aku yang sedang menyusun kata per kata mendadak kaget. Bujubuneng. Kenapa nunjuknya ngacak sih Bu?, protesku dalam hati.
Kuambil posisi terbaikku. Dan...
“My name is Strong. I have one brother and one sister,” kataku dengan rasa percaya diri luar biasa. Suara sedikit ngebass ditambah aksen yang rada cadel. Dibuat-buat.
Kelas diam sejenak. Dan sepersepuluh detik kemudian meledaklah tawa seisi kelas. Kecuali Bu Guru tentunya, yang masih sibuk mencari nama Strong di daftar absen.
Tapi jangan dikira panggilan Strong ini kebarat-baratan. Namanya lidah kampung. Strong pun menjadi Setrong. Sekali lagi Seeeeetrooong, Hedeuh.
Entah karena bercanda atau cuma ikut-ikutan, bapak, ibu dan kedua kakakku seolah latah dengan panggilanku. Ada di suatu masa memanggil nama Kawat, tetapi tak jarang nama Setrong yang terlontar. Awalnya aku pengen protes lagi, ahh... tapi biarlah. Itu hanya nama panggilan. Di akte lahir, di ijazah toh masih tertulis nama Kuat. Ya Kuat saja.
***
Nyatanya nama Kuat benarlah memberi kekuatan. Dari ketiga anak Bapak, akulah yang jarang sakit. Paling banter masuk angin atau keseleo. Kalau sekedar lecet, panu, gatal digigit serangga itu sudah jadi makanan harianku. Mbak Siti kalau kena debu sedikit saja langsung alerginya kumat. Bersin-bersin sepanjang hari. Mas Fajar beda lagi. Tiap makan yang berprotein tinggi sebangsa telur dan ikan laut langsung keluar kaligatanya. Tapi justru telur adalah lauk favoritnya. Kebayang kan? demi rasa kangen dengan gurihnya telur, pernah kupergokin dia makan telur ceplok tengah malam dengan sebutir antihistamin di samping gelas minumnya.
Urusan olahraga, aku adalah andalan kampung dan sekolah. Aku masuk di tim inti setiap ada pertandingan, entah tanding sepakbola, voli sampai lari. Dibandingkan dengan kedua kakakku, yang lebih menyukai pelajaran yang menguras otak, aku lebih memilih yang mengandalkan otot. Prinsipku, otot kawat balung wesi. Sing jenenge kuat, kudu hepi. Karena urusan otot ini pula, aku sering mendapatkan tugas sebagai seksi keamanan atau kebersihan tiap kali kampung menggelar acara besar. Gak papalah yang penting semua bisa mengambil peran, jangan hanya bisa baperan saja.
Tapi untuk urusan kemauan, aku yang paling keras diantara kedua kakakku. Jika A mauku, aku akan berusaha mendapatkannya. Aku tak gampang dirayu.
***
Kesukaanku pada sepakbola, bola voli, basket telah mengantarkan usaha dan jodoh yang tidak jauh-jauh dari dunia olahraga. Kini aku telah menikah dengan 2 anak.
Yang besar laki-laki, kuberi nama Muhammad Haikal, sekarang sudah masuk kelas 2 SD. Karena rambutnya ikal, aku suka memanggilnya dengan nama Kriwul. Yang kedua, cewek umur 4 tahun. Adinda Putri. Pipinya yang seperti bakpao dan badannya yang gemuk, membuatku lebih sering memanggilnya Ndut.
***
Aku berdiri di depan sebuah bangunan baru. Ini adalah toko baruku. Toko Sepeda Kuat. Jika selama ini aku sukses bergerak di jual beli alat olahraga, kali ini aku mencoba peruntungan dengan membuka toko sepeda. Entah karena keberuntungan atau faktor lain, seolah nama Kuat menjadi jaminan untuk nama sebuah usaha.
Aku sedang mengamati para tukang yang sedang mengecat ruangan dalam toko. Sepeda roda 4 dengan pengendara mungil bertumbuh gemuk hilir mudik sepanjang ruangan.
“Adek, mainnya di halaman ya? Kasian kan pak tukangnya nggak bisa konsentrasi.” pintaku.
“Siap Pak!” katanya sambil berlalu.
Tapi tak lama kemudian, dia balik lagi.
“Dik Ndut.. bisa mainya di luar aja ya?” kataku lagi.
“Oke-okey,” kataya. Meski dari ujung mata kulihat dia seperti tidak iklas menjawabnya.
Betul juga. Rasanya baru mulut ini terkatup.. dia sudah masuk lagi ke ruangan dengan gaya ngepotnya.
“Adiikkkk Nduuuuutt.. ?” kataku dengan nada sedikit naik.
Dia sedikit kaget dan sambil cengengesan dia pun menjawab dengan berteriak lantang,”Baiklah Pak Setrongggggggg. Adik main di luar aja.”
Para tukang yang mendengar celingukan. Mungkin mencari pak Setrong.
Seperti dejavu. Memoriku kembali ke masa-masa antara Kuat, Kawat dan Setrong.
NB : Ini hasil dari Kelas Menulis Cerita Lucu. Mau diikutkan antologi tapi belum pede... Alamak. Cerita ini kadar kelucuannya minimalis. Mungkin kalau bercerita akan menjadi lebih lucu. Tapi pas ditulis kenapa agak garing.
5 notes
·
View notes
Text
AYO, TERUS MENJAGANYA...
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS 3;104)
Surat Ali Imran : 104, memang mempunyai power besar terhadap ia yang menekatkan diri untuk berjuang atas nama Allah, menyuarakan kebaikan, mencegah keburukan; Aktivis Dakwah. Surat ini pertama kali saya jumpai ketika di SMP. Pada saat itu ada di mata pelajaran KeMuhammadiyahan. Makna suratnya masih bersinggungan dengan perjuangan K.H Ahmad Dahlan (sang pendiri Muhammadiyah, pada 1912 silam).
Surat itu kembali saya termukan, tatkala mengikuti kegiatan bernama Dauroh (semacam agenda pelatihan dan penambah wawasan). saat itu juga Allah pertemukan saya dengan puluhan kawan yang shalih (in Syaa Allah) dan memiliki macam-macam potensi yang keren-keren.
Sejak masuk kampus, pada agenda LFK Show (dimana saat itu seluruh lembaga formal kampus ditunjukan pada ribun mahasiswa baru) yang bertujuan untuk mempromosikan UKM dan lain sebagainya. Mata saya sudah terfokus pada Lembaga Dakwah Kampusnya. Dengan menampilkan orasi islami dan nasyid membuat saya tergugah. Dalam hati, “wah semenark itu kah?”. Maka, tanpa ragu saya ambil flyernya. Juga beberapa flyer lainya, seperti PEC (English), GEMA (Jurnalistik), ASTADECA (Mapala), dan Poros (Radio Kampus).
Dari semua itu, saya terfokus pada LDKnya saja. Singkat cerita saya tergabung dalam keanggotaannya. Pada divisi Syiar. Wah, Maa Syaa Allah, kenapa saya ditempatkan pada divisi seberat ini? Kenapa gak di divisi yang berhubungan dengan media? Yang pada saat itu menjadi salah satu passion saya. Tapi, namanya mau menambah wawasan, saya ikuti alurnya.
Kurang lebih satu periode kepengurusan, saya mendapat banyak pelajaran. Salah satu program kerja divisi syiar adalah mensyiarkan islam yang dikemas melalui kajian-kajian rutin pekanan juga event keislaman lainnya. Di situ para anggota dituntut untuk kreatif dalam mensyiarkan islam pada civitas akademik atau bahkan khalayak umum. Bisa bayangkan? Pada era saat ini kegiatan keagamaan memang menjadi salah satu hal yang paling membosankan.
Tapi, saya dikelilingi oleh kawan-kawan yang seakan tak kenal lelah asal lillah. Membuat saya tergakum oleh mereka. Yang rela habis waktunya untuk berkumpul membahas kegiatan apa saja yang bisa dilakukan? Mereka tidak memilih diam. Tidak memilih untuk sekadar menjadi penonton. Keringat mereka bercucuran untuk agamanya. Tapi alangkah indahnya ada di sekeliling mereka. Senyum manisnya selalu membuat lupa masalah. Di setiap perbincangan selalu ada do’a yang tersemat antar satu dengan yang lain. Di saat sedang lemah dan susah selalu saja ada tepukan dan uluran tangan sebagai penguat. Mereka begitu memperhatikan makna ‘satu tubuh’ dalam islam, yang juga tertuang dalam sebuah hadits;
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]
Beradanya saya di tengah-tengah mereka membuat saya merasa memiliki keluarga yang utuh. Memang benar, antar sesama itu bisa lebih erat ikatan melalui segelas air dari pada ikatan satu darah (anonim). Keseharian mereka juga membuat saya terbius oleh aroma positifnya. Maka saya mulai memutuskan untuk bisa memperbaiki kembali apa-apa yang bisa saya perbaiki pada diri saya.
Kala itu, saya melihat senior-senior saya tak saling bersentuhan antar laki-laki dan perempuan. Maka setelah saya berdiskusi dengan salah satu abang kelas saya yang teduh rupanya. Ia menuturkan sebuah hadits, yang isinya, “Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni). Merinding seketika saya. Bahwa dahsytnya ancaman Allah bagi para pelakunya. Hal itu sungguh sulit saya terapkan (awalnya). Hingga di awal semester tiga, Alhamdulillah Allah yakinkan hati saya. Hingga sejak semester 3 di perkuliahan saya belajar untuk tidak menyentuh wanita yang bukan mahrom (semoga Allah istiqomahkan di sepanjang hidup saya, aamiin).
Ya, selama satu periode saya bersama LDK membuat saya merubah banyak gaya hidup. Dari mulai cara berpakaian hingga berinteraksi dengan lawan jenis. Itu saya dapatkan tak lain dari apa yang selalu saya saksikan dari kawan-kawan di sekitar saya. Mereka menyajikan contoh dari perilakunya. Mereka menerapkan yang diajarkan Al-Qur’an dan Sunnah dengan akhlaknya. Sehingga, tersentuhlah hati saya. Saya cari dan yakinkan kembali pada diri saya, bahwa berbuat baik yang bermuara pada Allah itu memang tidaklah mudah. Banyak tantangan dan godaannya.
Terlebih, saat usai menjadi anggota LDK di satu kepengurusan LDK, saya menjadi salah satu kandidat calon Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan. Yang mana HIMA ini tentu tak sama dengan LDK dari segi pelaksanaan kegiatan sampai interaksi antar anggotanya (Yaa Allah ini ujian banget, disaat lagi belajar buat jadi lebih baik harus dihadapi hal seperti ini).
Masa-masa kampanye yang begitu mlelahkan. Saat tak ingin bersentuhan dengan lawan jenis menjadi bahan lawakan, saat ditantang memakai celana bolong menjadi bullyan, dan hal lainnya. Tapi, saya ingat. Semua harus memiliki strategi. Dari situ saya memilih tim sukses dari teman-teman dari kalangan anak-anak nongkrong. Sehingga, Alhamdulillah dihari-hari berikutnya, tim saya yang berasal dari anak tongkrongan itu bisa mengkomunikasikan pada sekalangannya dengan bahasa mereka alasan saya yang tak bersentuhan dan lainya. Lagi-lagi jika kita hanya diam dan pasrah dengan keadaan maka pasti kita yang malah akan terbawa, bukan malah membawa. Kita harus selalu punya strategi khusus untuk mempertahankan hal-hal terkait habluminallah tanpa membuat rishi habluminanas.
Maka, setelah saya terpilih menjadi Ketua Himpunan Jurusan. Saya merasa harus tetap membawa prinsip pada background awal terbentuknya saya. Iya! Saya dari divisi Syiar LDK. Maka, minimal saya harus bisa menjaga akhlak saya dimanapun saya bergerak. Jangan jadikan syiar selama satu periode sekadar hanya pengalaman. Maka, mensyiarkan kebaikan itu adalah sebuah keharusan. Entah, dikemas dalam bentuk apapun itu.
Dewasa ini saya melihat kondisi para pejuang-pejuang kampus memang seakan tenggelam. Meski, ditiap zaman pasti ada beda. Beda alur beda tantangan. Bahkan disuatu hari saya sempat berdiskusi dengan kawan saya, katanya “mungkin itu disebabkan mereka bukan atau ga memiliki background rohis atau contohnya kaya ente pernah di KPMD bang. Jadi ga terlalu kuat pegangannya.” Hmm, mendengar pernyataan ‘mungkin itu’ membuat saya tidak menyetujuiinya. Karena, bukankah masa lalu itu tidak selalu berkaitan erat dengan masa kini atau masa depan.
Ada juga yang neyeletuk,"Namanya orang itu kan beda-beda." Aduh, kalimat ini seakan menjadi senjata pembela (terkuat) bagi siapapun ia. Benar sekali orang itu berbeda-beda, tapi bukankah perubahan itu bisa dibuat. tak peduli seberbeda apapun ia, jika mau berubah, maka in Syaa Allah bisa. Bahkan, banyak yang justru baru mendapat hidayah ketika di kampus dia malah lebih semangat dan taat dari pada yang selama bertahun-tahun memiliki pengalaman rohis di sekolahnya. Bukankah, pernah dikisahkan dimasukannya ke Surga, seorang preman yang telah membunuh hampir seratus org karena taubatnya, dan dimasukan ke neraka seorang alim yang tak bisa menahan godaan syaitan di akhir hayatnya?
Jadi, benteng terkuat pada diri kita ya memang diri kita sendiri. Sejauh mana pertahanan yang sanggup kita jaga? Sekencang apa tekad kita untuk menjadi lebih baik lagi? Kita pertanyakan kembali itu hanya sebuah keinginan atau tekad sungguhan?
Bukankah Allah dalam firman-Nya menegaskan,
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad ; 7)
Maka, masihkah kita terus mencari celah. “Aduh sekarang tuh begini, kalau dulu enak begitu”. Kawan, sejatinya perjuangan selalu pahit dari para pejuang-pejuang terdahulu. menemui pedang yang bisa menghunusnya, menemukan cacian yang pedih, menemukan ancaman yang nyawa taruhannya. Gak ada perjuangan yang enteng. Ga ada perjuangan yang enak. Surga harganya mahal, gabisa diraih dengan ‘halu’.
Bahkan sahabat Rasul-pun mersakan lelah. “Yaa Rasulullah, kapankah kita beristirahat dari ini semua.” Tanya para sahabat, dan Rasu-lpun menjawab, “ketika kelak kaki kita telah menapak di surga-Nya”
Pernah dengar atau baca pujian Allah untuk orang-orang yang lebih lelah untuk-Nya?
“Tidaklah sama orang-orang yang duduk dari kaum mukminin dan tidak menanggung risiko bahaya apapun dibandingkan dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri mereka. Allah mengutamakan kedudukan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka ketibang orang-orang yang duduk (tidak melakukan apa-apa). Dan setiap mereka dijanjikan kebaikan oleh Allah.’’ (QS An-Nisa ; 95)
Ya, perjuangan selalu memiliki risiko, kawan. Tinggal bagaimana kita minta dikuatkan dalam menanggungnya. Bagaimana keyakinan kita akan Allah selalu menyertai kepedihan dan kelelahan. Bagaimana siapnya kita dalam menanggung itu. MAU dan TIDAK MAU itu yang memutuskan kita. Maka, mau-kah kita menjadi orang yang sedikit yang dipilih Allah itu?
Dalam bukunya bang Edgar Hamas menuturkan sebuah renungan yang begitu menohok (bagi saya pribadi), “Renungan Bagi kita, generasi yang lahir di persimpangan sejarah; dunia sedang tidak baik-baik saja, dan kita anggap segalanya berjalan biasa, tentu ini sebuah kesalahan fatal. Maka, pastikan segala pekerjaan dan talenta yang kita punya menjadi bahan bakar untuk terus berjalananya kereta dakwah agar makin cepat lajunya.Jika kita tak memberikan yang terbaik yang kita punya, mudah bagi Allah untuk menggeser peran kita dan menggantikannya dengan kaum yang lain. Dan sejarah berjalan tanpa sedetikpun berhenti, mengabarkan lirih pada kita bahwa telah banyak umat dihempas karena meremehkan amanah penciptanya."
Ayo kita selalu menjadi perenung dan pembelajar dari –pedihnya sejarah terdahulu. Seperti keruntuhan yang dialami Granada, Yang kepedihannya sampai mengilangkan cahaya islam di tanah Spanyol. Semoga kita bisa menjadi sang pengembali cahaya islam, bukan malah menjadi penyebab redupnya. Semoga kita bisa menjadi muslim yang menggambarkan islam sebagai rahmatan lil alamin.
Sungguh kawan, tulisan ini saya buat semata-mata untuk pengingat saya pribadi. Apapun yang dirasa kurang baik, itu semata-mata karena belum baiknya diri saya. Dan, jika ada kebaikan sedikitnya, semoga bermanfaat.
“Allah takan melupakan kebaikan yang kau beri, kesusahan orang lain yang kau atasi, dan mata yang hamper saja menangis lalu kau buat bahagia. Hiduplah di atas prinsip –Jadilah orang baik, meskipun kau tak diperlakukan baik oleh orang lain-“, Aan Chandra.
Mari, lanjutkan perjalanan.
Sampai bertemu di tulisan berikutnya.
4 notes
·
View notes
Text
Perempuan Itu Jatuh Cinta Diam-Diam
"Mbak, kalau regresi logistik terlalu cetek gak ya untuk proposal penelitian, aku kuali banget nih, terlalu jetlag kalau bikin kuanti dalam waktu terbatas," Kataku sambil bolak balik buku multivariate.
"Moderasi atau parsial aja lah, jangan regresi, kenapa kamu ga jadi expert kuali aja siih"
"Mbak bisa aja sih. Saya itu cuma beruntung, ya pengenlah bisa baca banyak ragam data, ga narrow minded gitu, bisa diajak ngomong apa aja,"
"Ya elah, tahu boleh, tapi expertnya kuali aja,"
"Kenapa ih, mbak ga mau ya kan ladangnya diambil saya?"
"Ya gaklah, kita kan sering tuh ngomong, 'fakhiii ajarin kuali dong, lalu dijawab kamu, mbak ajarin kuanti dong' tapi cuma ngomong karena kita tahu kita sedang fokus dulu di suatu keahlian, jadi fokus. Kita sedang merayap jadi fokus, diversifikasi itu nanti aja,"
"Duh, mbak, sekarang tuh masih jamannya positivistic, dicarinya peneliti yang bisa baca angka, kalau anak post-positivistik kayak saya belum banyak dicari,"
"Eh, Fakhi, pede an dikit ngapa. Kamu kan kerja keras, typical lulusan UGM, too humble. Songong itu modal hidup."
"Duh, ga penting lulusan UGM apa ga. Yang penting kerja keras. Oh ya, saya lagi ga aktivasi mode songong. Songong itu udah arti nama saya, jadi kayaknya saya perlu ubah nama saya biar ga ada elemen kata songongnya. Biar ga disebut bawakan orok."
"Emang nama kamu yang mana yang ada songongnya?" tanyanya.
"Fakhirah..."
"Emang apa artinya?"
"Orang yang bangga,"
"Bagus dong,"
"Iya, tapi orang yang bangga beda sama orang yang membanggakan,"
"Ya gapapa,"
"Nih mbak, varian artinya kalau di bahasa Arab, Fakhirah itu orang yang bermegah-megahan, orang yang membanggakan dirinya, orang yang gumedhe kalau kata orang Jawa."
"Haha, iya juga. Ya udah kita fokus riset, udah ambil data sana ke Gunung Kidul," kata atasan saya.
Tiba-tiba sebuah pesan masuk dari seorang kawan SMA yang membuat saya tersenyum dan terlempar ke masa lalu.
***
Kita akan selalu bisa menertawai kenaifan di masa muda kita, bukan begitu? Termasuk soal kisah saya dan kawan saya.
***
2019
"Hei, kenalan sama ponakanmu," Ponakan. Kata yang akhir-akhir ini sering mampir untuk menyebut semua bayi-bayi yang lahir dari teman sebaya.
Aku melihat foto bocah imut di layar kaca dan mengamat-amati bocah lucu ini. Dahinya berkerut.
"Iya ih, serius amat. Dahinya udah berkerut. Kecil-kecil sudah mikirin masyarakat nih, dia besok kayaknya ganteng, sholih dan cerdas,. Ulama dah," ketik saya di keypad ponsel pintar warna hitam saya.
"Ya doanya saja ya Onty," balas kawan saya yang kini sedang baru asyik-asyiknya menjadi ibu baru. Saya berharap dia nggak terkena baby blues atau post partum depression yang biasa terjadi bagi ibu hamil baru.
"Iya, onty doain biar jadi orang baik yang berguna untuk banyak orang," balasnya lewat aplikasi chat berlogo hijau itu.
Aku tertawa, "Ah, hidup ini kita emang nggak pernah tahu akan membawa kita kemana,"
Aku merenggangkan tangan dan kembali sibuk membaca sesuatu tentang regresi logistic. Salah satu metode yangs sering dipakai dalam statistika untuk membaca pengaruh variable. Psikologi adalah salah satu rumpun sosial yang sangat kuat budaya riset kuantitatifnya, setelah ekonomi. Konon demikian. Jadi kami juga harus bisa melakukan eksperimen. Konon lagi.
***
9 tahun lalu.
Dia sesenggukan di depanku.
Wajahnya pasi. Aku hanya bisa menunggunya selesai. Wajah putihnya memerah.
"Sudah, nggak usah dipikir, orang kayak gitu kok ditangisi, nggak worth" kataku menepuk-nepuk bahunya. Kita sedang berada di selasar asrama.
"Nggak tahu kenapa, rasanya perih banget. Aku nggak ngerti kenapa aku suka dia. Dia itu apa sih, bengal iya, nakal, tapi aku nggak ngerti setiap dia dihukum kok aku ikutan sakit," dia mengusap air matanya.
Aku menelan ludah tak habis pikir. Dalam semua kenyataan hidup, kadang ini terjadi, sebuah arah rasa yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.
Temanku ini, sudah sholihah, baik, supel, dan aku tahu seseorang di struktur OSIS yang memegang tanggungjawab tinggi menyukainya, malah menyukai seorang kawan di ujung sana yang kerap kali kena hukum karena tingkahnya. Aku tidak mengatakan cowok ini bukan orang baik. Aku hanya bisa mengatakan, cowok ini bukan tipe orang yang harga dirinya dan imagenya terluka dengan menentang norma-norma sosial yang ada. Dia hanya, yah, menjadi dirinya sendiri, yang kadang tidak sesuai norma.
"Kita tahu, bahwa rasa suka itu wajar, kadang akan semakin menjadi dengan adanya pertemuan-pertemuan. Jadi, bertahanlah, nanti kita lulus SMA juga akan pisah. Nggak akan ketemu lagi. Dan kamu akan bertemu orang baru."
Rumusku sederhana, witing tresna jalaran saka kulina. Cinta karena terbiasa. Jadi yang harus dihilangkan adalah kesempatan untuk bertemu dan interaksi-interaksi yang tidak perlu. Yang harus diintervensi adalah itu. Rumusku sederhana, semua bisa hilang jika tidak dirawat. Maka, sejak SMA, itu saranku untuk teman-temanku. Jika ada cewek/cowok yang menghindarimu bisa jadi dia membencimu atau sebaliknya, menyukaimu. Ya, tapi terlalu sulit membedakannya.
"Iyaa, masih lama ya kita lulus SMA-nya," dia kembali mengusap air matanya.
Aku tertawa, ya elah, kita baru aja masuk.
Dan selama masa SMA dia berjuang untuk tidak menangis karena murid laki-laki itu.
"Katanya dia suka sama teman kita," dia melanjutkan pembicaraan.
"Iya, aku tahu, dia gak menutupinya," jawabku jujur.
"Iya, kita semua, satu sekolah tahu, wkwk. Terlalu blak-blakan. Bodoh ya aku, kenapa tetep suka,"
"Iya, emang bodoh,"
"Fakhiii kenapa jujur amat, ih kesel,"
"Ya gimana lagi, emang BODOH." Saya menunjuk ke kepalanya, "Pakai logika logikaaa, dibuang aja dia, ke laut. Urusin itu anak Osis yang suka kamu, dia juga terang-terangan,"
"Nggak mau, kan nggak suka, maaf ya Paki. Tapi, aku juga nggak bisa mengontrol suka siapa,"
Sebenarnya jawaban ini agak naif. Kita selalu punya set kriteria, minimal satu kriteria ada yang terpenuhi sehingga bisa masuk naik tingkat dalam strata dia bisa kita sukai.
"Ya udah, gimana lagi. Emang stupid, baru tahu aku kalau jatuh cinta emang bikin orang bodoh," kataku sambil geleng-geleng kepala.
"Awas kena kutukan, you may act more stupid than me, aku kutuk kamu," katanya bercanda.
Ya semoga aku punya penangkal kutukan itu.
Ah, masa remaja yang naif.
Dalam Islam, rasa suka nggak dilarang, yang dihukumi adalah bagaimana kita menindaklanjuti rasa suka kita dengan jalan yang sesuai aturan Islam atau nggak. Menceritakan beban emosinya menurut saya masih dalam batas wajar. Selama masih dalam batas aman.
***
"Dia dikejar-kejar cewek di Bimbel," kata temanku dalam suatu makan siang.
Kita sedang persiapan ujian perguruan tinggi. UN sudah selesai. Bagi yang tidak diterima jalur undangan biasanya akan melanjutkan perjuangan. Salah satunya bimbel.
Saya kebetulan satu bimbel dengan cowok itu. Tapi jadwal kita beda. Saya IPA dia ambil IPS. Jadi jarang melihat kejadian-kejadian langsung yang berkaitan dengannya.
"Gimana ceritanya?" tanya saya penasaran. Saya melirik sahabat saya yang ikut mendengarkan.
"Iya, ada cewek yang selalu minta dianter ke rumahnya, ngomongnya kayak gini, 'Bareng dong, kebetulan aku searah,' gitu. Sampai dia sembunyi dong di kamar mandi. Ternyata bengal-bengal gitu ketakutan lihat cewek agresif," celetuk yang lain.
Saya tertawa, bengal-bengal gitu, saya tahu si cowok itu masih menganut nggak pacaran. Ya cukup islami lah.
Sahabat cewek saya yang menyukainya ikut tertawa, tapi saya tahu. Dia sedang meringis kecil. Sudah obrolan ke sekian soal daya pikat cowok itu di antara kaum hawa.
"Dia dulu jaman SMP juga idola para cewek-cewek sih," kata teman satu SMPnya.
Aku tertawa saja mendengar biografi dia masih berlanjut dibahas sambil melirik ke sahabatku yang satu itu. Semoga dia baik-baik saja. Sudah kesekian kali, saya mendengar cowok itu dikejar cewek-cewek agresif, haha.
***
6 tahun lalu
Pengumuman SBMPTN dan pengumuman sebaran alumni di Perguruan Tinggi.
"Kamu tahu ngaaaaak?" sebuah chat masuk darinya.
"Apa?" tanyaku singkat. Belum tertarik.
"Dia...dia...Dia satu kompleks kuliah denganku, tanggungjawab, katanya kita tidak akan bertemu lagi, mana teorimu," dia merajuk.
"Duh, gimana ya, aku juga nggak tahu ternyata meski beda jurusan dia keterima di jurusan itu, aku juga ga tahu kalau dia milih univ yang sama denganmu." Aku langsung ngeh kalau itu dia."
Aku tahu kadang takdir itu lucu. Saat kita ingin berlari menjauh, kadang dia mempermainkan kita. Dari sekian banyak nasib yang harus bersilangan, mengapa harus mereka.
"Huhu, aku kemarin ketemu pas daftar ulang, dia masih dengan jaketnya, aku tahu itu dia."
"Gimana perasaanmu?" Jawabku cepat.
"Hem, so far, undercontrol,"
"Sabar yaa, nanti kalau udah mulai kuliah kan jadwalnya nggak sama," jawabku menenangkan.
"Semoga demikian..." Ketiknya cepat.
"Kamu gimana, are you okay?" dia bertanya balik.
"I am good," kupikir demikian. Sementara aku belum tahu akan mendarat di mana.
***
"Aku di PM dia," katanya.
"Urusan apa?" tanyaku.
"Buku tahunan, baru jadi, dia jadi PJ untuk alumni daerah kampusku," ketiknya.
"Oh, jadi ketemu?" Aku penasaran bagaimana perasaannya saat ketemu.
"Iya, kalau kamu nanya aku gimana, aku baik-baik saja,"
"Yang bener?"
"Bener,"
"Kamu masih suka dia?"
"Em... masih, tapi samar-samar,"
"Aku bilang apa. Nanti juga hilang sendiri kalau nggak ketemu lagi. Kamu masih sering ketemuan, papasan di koridor?"
"Yaa sesekali... tapi aku udah nggak apa-apa," katanya lagi. Aku pikir dia sudah bisa mengontrol.
"Baguslah," kataku turut mendoakan dia.
***
5 tahun lalu.
Undangan pernikahan datang dari laki-laki itu dengan temanku yang lain. Salah satu perempuan tercantik di angkatan kami.
"Hei, are you okay?" aku buru-buru mengechatnya begitu aku mendapat undangan itu secara resmi.
"Sejujurnya aku lega, sebenarnya sudah lama sih rumornya, kamu aja yang nggak tahu,"
"Lega kenapa? Mungkin bukan karena aku nggak tahu, tapi you just pay more attention to every news regarding him," jawabku.
"Aku nggak kepo kok," katanya defensive
"Aku nggak bilang kamu kepo,"
"Iya, aku tahu aja," katanya, masih defensive.
"Hem wkwk, aku tahu sih, aku juga nggak terlalu tanya-tanya kabar yang lain, cuma emang kadang ada muncul satu dua info dari pembicaraan dengan teman-teman, wk." aku memutuskan untuk nggak terlalu menyerangnya.
"Nah" katanya senang aku berada satu pihak dengannya.
"Tadi kenapa lega?" Aku bertanya-tanya.
"Ya nggak apa-apa, kalau jadi suami orang artinya emang ga ada celah harapan,"
"Istri kedua, ketiga, keempat?" celetukku.
"Sial," dia langsung misuh.
Lega. Tentang kelegaan.
Aku belajar sesuatu hari itu, bahwa tidak selamanya mendengar pihak yang kita sukai menikah dengan orang lain menjadi sumber rasa sakit. Bisa jadi itu kabar baik. Kabar pembebas. Karena, kita bisa memperjelas dan melandaskan harapan. Harapan muncul karena ada posibilitas.
Posibilitas hilang. Harapan kita karamkan.
Dan kita merasa lega.
***
Pada saat itu aku belajar bahwa selama ini pembicara tentang suka menyukai, biasanya hanya untuk meringankan beban rasa di antara teman-teman perempuan saya. Karena emosi itu memiliki energi yang tidak kecil. Seperti marah, sebal, perasaan suka itu juga memiliki energy yang besar.
Di antara ta'lim dan kajian, di antara amanah organisasi, di antara seabreg kitab yang sedang dikaji. Kadang melepaskan salah satu energi itu perlu, maka dengarkan saja temanmu yang curhat.
Sebab, kita sama-sama tahu, pembicaraan ini hanya untuk melepas beban. Serius atau tidak biar takdir yang menjawab.
***
Hari ini.
Aku melihat nama murid laki-laki itu di sebuah media. Dia memutuskan menjadi fotografer dan jurnalis. Aku tersenyum. Siapa yang menyangka, kebengalannya dahulu, membawanya menjadi orang yang berani menerjang medan-medan sulit yang banyak membuat para jurnalis berpikir ulang. Namun, dia adalah salah satu yang pemberani. Anaknya sudah dua. Istrinya adalah temanku.
Sementara sahabatku kini kulihat menggunakan foto profil dengan suaminya, yang tidak kenal sama sekali pada awalnya. Lalu, akhir-akhir ini berubah menjadi foto anaknya.
***
Kita akan mengenang hari itu, semoga dengan tertawa, karena menertawai kenaifan kita.
Untuk kalian, yang sedang jatuh cinta, nikmati saja, rasa sakitnya, rasa gugupnya, panas dinginnya, dalam koridor yang tepat. Kita tidak pernah dilarang jatuh cinta. Tapi, bagaimana perilaku dalam menindaklanjutinya yang akan dihukumi.
Sekali lagi, saya menulis ini sambil tertawa, kita akan selalu bisa menertawai kenaifan kita di masa lalu. Salah satunya, jangan serius-serius kalau jatuh cinta dan belum bisa menyeriusinya. Kita akan menertawainya suatu saat di masa depan.
Masa-masa ini akan kita tertawai juga. Saya akan menikmati obrolan-obrolan di antara kami. Sebab, suatu saat akan berlalu juga.
2 notes
·
View notes
Text
Supremasi Islami Modern Bayi Laki2
Bagi Pangkal yang lumayan mengandung momongan di trimester ketiga, yakni waktu yang sudah amat mendekati persalinan. Hal itu berarti tinggal sebentar lagi seorang pangkal akan ketemuan[cak] dengan ekses hatinya. Nah, untuk itu apakah sungguh ada nama yang pas untuk budak yang Anda pura? Mungkin mulai sekarang Dikau sudah start untuk menelaah referensi identitas bayi laki2 atau hawa. Pemilihan seri nya sanggup dipilih bertolak pada agama, kode, atau tradisi dan zuriat tertentu. Di setiap nama yang sudah dipersiapkan dari wali untuk anaknya merupakan sebuah harapan & doa yang baik untuk masa hadap bayi ataupun anaknya lambat. Bagi Anda yang padahal mengandung momongan laki-laki, ataupun bagi Dikau yang selagi mencari referensi nama bocah laki-laki yang islami & juga wajar modern, abdi disini mau sedikit menganjurkan beberapa referensi yang kiranya bisa jadi masukan dan pertimbangan kira Anda. Yang bisa menjadi doa dan harapan untuk anak Dikau kelak.
![Tumblr media](https://64.media.tumblr.com/9040d2099f1a72ec10b0c4cd5d47ab73/tumblr_inline_prsjdgFCfn1ulf9kv_540.jpg)
Yang pertama, mungkin Anda bisa memakai identitas Kamil Nufail https://babyplanets.net/200-nama-bayi-laki-laki-islami Zhafran. Untuk arti nama tersebut tunggal memiliki definisi yang berbeda-beda. Kamil mempunyai arti seri kebajikan dan juga totalitas. Nufail punya arti seri yang tidak kalah indah yaitu parsel. Dan Zhafran artinya kejayaan. Untuk ke-3 nama itu dapat dirangkai menjadi wahid yang menandakan anak laki-laki yang sempurna serta merupakan sedekah dari Yang mahakuasa yang hidupnya dipenuhi beserta keberuntungan dan keberhasilan.
![Tumblr media](https://64.media.tumblr.com/dab08f6ff98e492153295323ae97bfa0/tumblr_inline_prsjdhZoOB1ulf9kv_540.jpg)
Yang berikutnya ialah Malik Fazal Gafi, dimana Malik mempunyai arti yakni sebagai penganjur atau adipati. Untuk Fazal adalah baik hati dan renceng mulut. Gafi yakni kata ringkas dari Ghaffar yang berniat lembut hati. Pertalian nama tersebut memiliki makna seorang panglima laki-laki yang baik hati & juga ramah kepada semata orang, juga lembut hati begitu berucap. Untuk ketiga tim kata sebutan tersebut mampu dijadikan nama panggilan. Maka Anda sanggup memilih satu diantara dari seri tersebut. Pamor bayi cowok berikutnya merupakan Omar Sharim Maqil. Sebutan ini pas sekali untuk anak pertama. Sebab Omar yaitu arti mulai anak pertama. Tetapi Sharim artinya tegas & Maqil punya arti tajam. Nama berikut berarti dapat diartikan bani pertama yang mampu berlaku tegas dan juga memiliki kecerdasan yang luar biasa. Untuk nama panggilannya pun sanggup menggunakan seri Omar bahkan Maqil. & nama tersebut kini pun sedang naik daun dikarenakan nama-nama tersebut dipakai para novelis yang sedang naik daun juga.
0 notes
Text
Si Fulan : Gadis Kecil Berkerudung
![Tumblr media](https://64.media.tumblr.com/533190c414a13578505054b49c4d77ff/tumblr_inline_ongjfticid1ufzkoo_540.jpg)
Jam sudah hampir menunjukkan pukul tujuh pagi, namun gadis kecil berambut ikal itu masih berkutat di depan cermin di kamarnya. Ia masih sibuk merapikan poni rambutnya yang sesekali mencuat keluar dari kerudung yang sedang ia kenakan. Sedangkan di ambang pintu rumahnya, seorang anak laki-laki yang seusia dengannya tengan menunggu gadis itu untuk berangkat sekolah bersama-sama. Namun sayangnya, gadis itu tidak menyadari kedatangan kawannya itu. Perhatiannya masih tertuju pada pantulan cermin di hadapannya. Ya, dia masih mengamati dirinya yang tengah mengenakan kerudung, sesekali ia tersenyum tersipu.
Hari itu merupakan hari istimewa bagi Fulan, nama panggilan gadis berseragam putih abu-abu itu. Pasalnya saat itu juga ia akan mengenakan kerudung di sekolah untuk pertama kalinya. Setelah sekian lama menantikan dirinya mengenakan hijab ke sekolah, akhirnya terwujud di hari itu.
“Ayo Fulan, sudah ditunggu Maman loh. Ayo, nanti telat loh!” terdengar seruan ibu si Fulan yang terdengar dari arah dapur. Seruan ibunya itu membuat Fulan tersadar dan segera beranjak dari depan cermin.
“Man, aku kelihatan cantik nggak kalau pakai kerudung?” tanya Fulan pada Maman yang tengah men-stater sepeda motor warna biru putih kesayangannya. Anak laki-laki dengan hidung kembang kempis jika tertawa itu, hanya cengar-cengir mendengar pertanyaan kawannya itu.
Fulan dan Maman sudah berteman sejak kecil. Rumah keduanya berada di satu gang yang sama, hanya berjarak satu rumah dari kediaman masing-masing. Saat mereka masih kecil, Fulan dan Maman serta anak-anak satu gang lainnya, selalu menghabiskan waktu dengan bermain bersama. Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, Fulan dan Maman satu sekolah. Dan kini ketika sudah beranjak besar, keduanya kembali duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan yang sama, dan dengan jurusan yang sama pula.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, hari ini pun Fulan kembali menumpang si Maman untuk berangkat ke sekolah. Fulan sungguh merasa berhutang budi pada Maman. Maman, juga keluarganya, memiliki andil besar dalam perjalanan hidupnya. Terlebih ketika mengingat saat pendaftaran masuk ke SMK. Kalau bukan bantuan pinjaman uang dari keluarga Maman, mungkin Fulan tidak bisa melanjutkan studinya ke SMK swasta tempatnya bersekolah saat ini. Meskipun sudah dilunasi, tetap saja, Fulan tidak menilai dari sisi materi, namun dari sisi kepeduliannya. Fulan selalu terharu jika mengingatnya.
Aku mungkin belum bisa membalas budimu saat ini, namun suatu saat nanti. Pasti!, kata Fulan dalam hati sembari berharap kelak nanti ia akan menjadi seorang yang berhasil.
Jarak rumah dan sekolah yang tidak begitu jauh, membuat Fulan dan Maman tiba di sekolah kurang dari sepuluh menit. Bel sekolah berbunyi bersamaan dengan sampainya mereka di depan pintu kelas. Dengan berjalan setengah berlari, keduanya akhirnya sampai di kelas masing-masing. Ya, Fulan dan Maman tidak berada di satu kelas yang sama.
Di depan pintu kelas, tampak seorang guru tengah berjaga. Ia tidak sedang menghadang siswa yang terlambat serta siap untuk menghukumnya, namun guru bertubuh kurus itu tengah menunggu kehadiran murid andalannya.
“Hei Fulan!” seru Pak Dani –nama guru tersebut, pada murid yang sudah ditunggu-tunggunya. “Kamu masuk kelas dulu ya. Saya tunggu di ruang guru. Satu jam lagi, kamu dan Erik segera ke ruang guru ya. Jam delapan kita harus berangkat.”
“Siap, Pak.” Fulan menggangguk sembari menghambur masuk menuju kelasnya, karena di kelas guru matematika favoritnya sudah akan memulai pelajaran.
Ya, hari ini memang hari yang begitu istimewa bagi Fulan. Karena pada hari itu ia berkesempatan untuk mengenakan kerudung bersama seragam putih abu-abunya. Memang bukan untuk seterusnya, namun hanya untuk hari itu. Fulan telah “dikontrak” oleh gurunya untuk mengenakan kerudung hari ini. Fulan dan seorang murid terpintar dari sekolahnya, Erik, dipilih untuk menghadiri sebuah acara di salah satu sekolah swasta berbasis islami yang tidak jauh dari sekolahnya berada. Berbasis islami, nah itulah mengapa hari ini sang guru menyuruh Fulan untuk berkerudung. Demi menghormati tuan rumah acara, maka Fulan menghijabi dirinya hari ini. Diam-diam Fulan berdo’a bahwa ia dapat mengenakan kerudungnya untuk seterusnya.
Fulan jadi mengingat saat ketika ia akan masuk ke SMP. Dia sudah berniat mengenakan berkerudung, menghijabi dirinya yang berseragam putih biru. Saat itu dia ditemani ibunya sudah membeli berbagai kebutuhan seragam panjang, seperti rok panjang juga kerudung. Semua lengkap, dari seragam putih-biru hingga seragam pramuka. Fulan sudah sangat gembira sekali saat itu, dia sudah membayangkan akan mengenakan kerudung di sekolahnya nantinya. Namun sayangnya, Bapaknya masih belum “merestuinya” untuk mengenakan kerudung. Dan itu terlihat jelas dari caranya mengomentari penampilan Fulan. Gadis kurus kecil itu sedih mendengarnya, hatinya sakit. Dan yah… ia membatalkan keputusannya untuk berhijab, dan menyimpan seragam panjangnya di lemari. Entah kapan ia dapat mengenakan seragam itu lagi, pikirnya saat itu. Dan entah kapan, Bapaknya akan mendukungnya untuk mengenakan kerudung.
Keesokan hari setelah hari istimewa itu, Fulan kembali menjadi dirinya yang sebelumnya ketika berangkat sekolah. Tidak mengenakan kerudung. Karena pada dasarnya, kemarin hanyalah “masa kontrak” yang harus dijalani. Dan masa kontrak pun akhirnya sudah habis. Namun bukan Pak Dani kalau tidak memiliki seribu satu cara untuk membuat murid-muridnya berubah menuju kebaikan. Pak Dani kembali melayangkan “kontrak” pada Fulan. Bulan April 2010 itu merupakan bulan dimana sekolah SMK Fulan melakukan promosi ke sekolah-sekolah SMP di kotanya. Fulan yang turut serta berkontribusi di kegiatan tersebut bersama teman-teman OSIS-nya, diutus untuk mengenakan hijab di kegiatan tersebut. Jadilah Fulan kembali berkerudung ketika berkunjung ke sekolah-sekolah untuk berpromosi. Pun ada saatnya “masa kontrak” itu habis juga, sebab masa promosi telah usai. Fulan kembali tak berkerudung. Ada saat ketika seorang tamu dari sekolah sebelah berkunjung ke sekolahnya, si Fulan kembali diutus untuk berkerudung, karena saat itu Fulan ditunjuk untuk membaca puisi di acara tersebut. Lalu esoknya, Fulan tak lagi berkerudung. Dan kisah “berkerudung - lalu tidak berkerudung - lalu berkerudung lagi” tidak berhenti sampai di situ.
Teman-teman bahkan guru-gurunya sampai geleng-geleng kepala melihat Fulan. Sebenarnya anak ini berkerudung tidak sih, mungkin begitu pikir mereka. Sebenarnya Fulan sendiri merasa seperti seorang artis sinetron yang berperan sebagai gadis berkerudung, dan kalau syuting sudah selesai, ya sudah, kembali tidak berkerudung. Namun yang dijalaninya bukan sinteron. Dan sebaiknya Fulan tidak “mempermaikan” kerudung yang dikenakannya, begitu pikir orang-orang di sekitarnya. Fulan jadi merasa bersalah. Tapi pada dasarnya, sebenarnya si Fulan memang ingin berhijab.
“Kalau begitu, aku hentikan saja “sinetron” ini. Aku ingin mengenenakan kerudung tanpa “kontrak”!” seru Fulan yakin. Dan ia pun memutuskan untuk melangkah.
Bahkan di masa SMK pun, untuk dapat berhijab Fulan harus melalui banyak hal. Mengenakan hijab namun tidak mendapat dukungan dari keluarga itu menjadi sesuatu yang cukup memilukan. Fulan tak habis pikir, dari banyak orang di sekelilingnya, kenapa harus orang-orang terdekatnya yang justru tidak mendukungnya. Yah, namun bukan Fulan namanya kalau tidak nekat. Karena yakin dengan apa yang dipilihnya, Fulan terus melangkah tak peduli meskipun ia tidak memiliki “bekal”. Ya, saat itu Fulan tidak memiliki kerudung, satu-satunya kerudung yang dimilikinya hanya kerudung putih yang dibelinya ketika saat akan memasuki SMP dulu. Akhirnya si Fulan menjulan handphone-nya kepada temannya seharga seratus ribu, dan dijadikan “bekal” untuk membeli beberapa kerudung dan seragam panjang. Seorang diri Fulan berlari ke sana kemari untuk membeli keperluan tersebut. Keluarganya tidak ada yang mengetahui hal tersebut. Hingga di suatu hari Fulan memperlihatkan dirinya yang mengenakan kerudung dan seragam panjang, yang dibelinya dari hasil menjual barangnya sendiri, tanpa meminta uang dari orangtuanya. Dan saat itu pula lah, orantua juga kakak-kakaknya tahu seberapa besar keinginan si Fulan untuk berkerudung. Bapak – Ibunya akhirnya merestuinya.
Sejak saat itu Fulan tahu, jika menginginkan sesuatu Fulan harus berjuang untuk mendapatkannya dengan jerih payahnya sendiri. Menunggu orang-orang di sekeliling untuk mendukungnya, bukan lagi hal yang harus dilakukannya. Dan hal-hal mengenai tidak adanya dukungan untuk keputusannya, tidak hanya terjadi di kisah “kerudung” ini saja. Di suatu hari kemudian, banyak kisah yang harus dilaluinya tanpa adanya dukungan (baik secara batin maupun materil).
Meskipun Fulan jauh dari kata sempurna, meskipun Fulan selalu dilanda keraguan, meskipun Fulan lebih banyak gagalnya dari pada berhasilnya, namun jauh di lubuk hatinya, Fulan tahu bahwa Tuhan Maha Mengetahui. Tuhan selalu melihat segala tindakannya, Tuhan selalu mendengar doa-doanya. Walaupun pada akhirnya Tuhan tidak akan mengabulkan segala doanya. Sebab sekali lagi, Tuhan Maha Mengetahui. Mengetahui mana yang baik dan tidak baik untuk si Fulan.
4 notes
·
View notes
Photo
Umar Tilmisani, Mujahid Dakwah yang Zuhud dan Rendah Hati
Nama lengkap beliau adalah Umar Abdul Fattah bin Abdul Qadir Musthafa Tilmisani. Beliau adalah Mursyid ‘Aam Ikhwanul Muslimin sepeninggal Mursyid ‘Aam ke dua, Ustadz Hasan al-Hudhaibi yang wafat pada bulan November 1973.
Beliau lahir di kota Kairo pada tahun 1322 Hijriah, atau 1904 Masehi, di Jl. Hausy Qadim di Al-Ghauriah. Asal-usul keluarga beliau dari wilayah Tilmisani di al-Jazaair. Pada masa penjajahan Perancis (1830), kakek ayah beliau meninggalkan Aljazair menuju Kairo Mesir. Kemudian keluarganya berpindah ke Syabin Al-Qanathir di Qalyubiyah.
Keluarga
Kakek dan ayah Umar Tilmisani bekerja sebagai pedagang pakaian dan batu mulia. Oleh karena itu hidupnya terbilang berkecukupan.
Rumah tinggalnya sewaktu kecil disebut sarayah (istana), di dalamnya terdapat 4 orang pembantu, ruang masak, kereta kuda, kandang ternak (banteng, kijang, sapi, kerbau, onta, keledai). Istana tersebut dikelilingi tanah perkebunan (jeruk, pier, mangga, anggur, korma, pisang, apel, lemon, dan kenari) seluas 2,5 ha.
Kakeknya adalah seorang salafi yang banyak mencetak buku-buku karya Ustadz Muhammad bin Abdul Wahab. Kakeknya mendapat gelar Pasha pada masa Sultan Abdul Hamid. Kakeknya itu terkenal pula sebagai dermawan, pada musim haji beliau biasa mengumpulkan orang-orang yang kekurangan biaya untuk pulang ke kampungnya, yaitu ke Asia Selatan dan Indonesia. Selain itu ia memiliki kebiasaan menjamu seluruh petani dengan hidangan daging yang dibelinya.
Pendidikan dan Pekerjaannya
Kecintaan Umar Tilmisani pada kajian ilmu-ilmu agama berawal dari kebiasaan kakeknya mengundang para ulama di kompleks perumahannya untuk mengadakan diskusi ilmiah. Disitulah beliau mulai senang mengunjungi perpustakaan Sayyid Ali, perpustakaan kampung yang dikelola almarhum Syaikh Abdul Aziz al-Qalmawi dan Syaikh Ahmad Rifa’i.
Pada usia 10 tahun, ia sudah beminat membaca surat kabar al-Maqtham, yang saat itu sering memberitakan peristiwa perang dunia I.
Ustadz Umar Tilmisani pada awalnya memiliki minat pada bidang seni dan sastra, beliau awalnya senang membaca buku-buku sastra, pernah mencoba membuat syair, bahkan sempat mempelajari dansa ala Eropa (danset, volks strauss, Charlie Stone), musik, dan juga gitar; tapi semua itu ditinggalkannya, kemudian ia lebih serius membaca buku-buku agama seperti: Tafsir Az-Zamakhsyari, Ibnu Katsir, Qurthubi, dan Sirah Ibnu Hisyam. Beliau juga membaca kitab Usud al-Ghabah, ath-Thabaqat al-Kubra, Nahj al-Balaghah, al-Amali, al-Iqd al-Farid, serta Shahih Bukhari dan Muslim.
Ustadz Umar Tilmisani belajar di Sekolah Ibtidaiyyah Jam’iyyah Khaeriyah, lalu melanjutkan di Sekolah Tsanawiyah al-Hilmiyah. Beliau termasuk siswa berprestasi, tidak pernah di bawah rangking ketiga. Ia menikah dini, yakni saat masih duduk di Sekolah Tsanawiyah Negeri, dan Istrinya wafat pada bulan Agustus 1979 setelah hidup bersamanya lebih dari setengah abad. Mereka dikarunia empat orang anak.
Beliau kuliah di Fakultas Hukum. Saat di bangku kuliah inilah ia tertarik dengan dunia politik dan sempat bergabung dengan Partai Wafd. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1933, beliau kemudian menyewa sebuah kantor advokat di Jl. Syabiin al-Qanathir.
Bergabung dengan Ikhwan
Ustadz Umar Tilmisani bergabung dengan Ikhwan pada 1933. Kisah bergabungnya beliau dengan Jama’ah Ikhwan berawal dari kunjungan dua orang pemuda Ikhwan ke rumahnya, yakni ‘Izzah Muhammad (karyawan pejagalan) dan Muhammad Abdul ‘Aal (pegawai jawatan kereta api di daerah Abu Za’bal. Mereka berdua mengajak Umar untuk bekerja dalam dakwah karena kaum muslimin banyak yang jauh dari agamanya; kekuasaan mereka hancur dan tidak lagi memiliki harga di mata bangsa-bangsa lain.
Setelah kunjungan tersebut Umar Tilmisani kemudian menemui Hasan Al-Banna yang saat itu tinggal di al-Khiyamah, kawasan Fathimiyah, Kairo. Beliau kemudian menyatakan diri bergabung dengan jama’ah Ikhwanul Muslimin.
Dari Penjara ke Penjara
Beliau mendekam di balik penjara lebih dari 17 tahun. Bermula pada tahun 1948 (1368H),[1] kemudian tahun 1954 (1373H),[2] lalu pada tahun 1981 (1402 H).[3] Dan tak ada yang bertambah dalam dirinya saat menghadapi seluruh ujian dan cobaan itu kecuali kesabaran dan ketegaran.
Beliau pernah menyampaikan surat terbuka kepada presiden Republik Mesir, juga disebarluaskan oleh harian asy-Sya’b al-Qahiriyah, tertanggal 14/3/1986, ia berkata:
“Wahai paduka Presiden, yang paling penting bagi kami sebagai kaum Muslimin di Mesir adalah menjadi bangsa yang aman, tentram dan tenang di bawah naungan syariat Allah Azza wa Jalla.
Karena kemaslahatan umat ini hanya akan tercapai bila aturan Allah direalisasikan di tengah mereka. Saya kira tidak terlalu berlebihan bila saya katakan bahwa sesungguhnya penerapan syariat Allah Ta’ala di bumi Mesir akan menjadi pintu kemenangan bagi seluruh wilayahnya. Dan pada saat itulah sang pengadil dan terdakwa akan merasakan ketenangan, demikian pula yang akan dinikmati oleh penguasa dan rakyatnya.”
Sikap lemah lembut
Ustadz Umar Tilmisani dikenal oleh orang-orang terdekatnya sebagai pribadi yang santun, rendah hati dan penuh kasih sayang. Beliau seringkali menasehati para pemuda yang isti’jal (terburu-buru) dalam perjuangan agar tetap bersabar, teguh pendirian, santun, tenang dan senantiasa mengharap pahala dan ganjaran Allah Azza wa Jalla.
Ia berkata tentang dirinya sendiri: “Saya tidak pernah mengetahui bahwa sifat keras bersentuhan dengan perilaku yang kumiliki. Tidak ada keinginan untuk menang atas seorang pun. Karena itu, saya tidak merasa memiliki seorang musuh. Terkecuali mungkin karena pembelaan saya terhadap kebenaran. Atau karena saya menyeru manusia untuk mengamalkan kitabullah. Itu berarti bahwa permusuhan itu datang dari mereka sendiri dan bukan dariku. Saya telah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menyakiti seorang pun dengan kata-kata kasar, walau saya berbeda dan berselisih pendapat dengannya secara politik, bahkan walau pun mereka menyakitiku. Karena itu, tidak pernah terjadi benturan antara diriku dengan seorang pun karena faktor pribadi.”
Menjaga kehormatan diri
Berita tentang dialog terbuka dengan presiden Anwar Sadat di kota Ismailiyah yang dihadiri oleh Ustadz Tilmisani sebagai undangan, disebarluaskan melalui radio dan televisi secara langsung.
Dalam dialog tersebut Anwar Sadat menuduh Jamaah Ikhwan dengan fitnah sektarian, dan melontarkan berbagai tuduhan dusta. Mendengar tuduhan tersebut, ustadz Tilmisani lalu berdiri mengcounter berbagai tuduhan Sadat dengan ucapannya,
“Adalah hal yang lumrah bila ada yang berlaku zalim pada diriku adalah mengadukan pelakunya kepadamu, karena engkau adalah rujukan tertinggi—setelah Allah—bagi orang-orang yang mengadu ketika dianiaya. Kini saya mendapatkan kezaliman itu darimu dan membuatku tidak memiliki cara apa pun selain mengadukanmu kepada Allah Ta’ala.”
Saat mendengar ucapan ustadz Tilmisani, Anwar Sadat pun gemetar ketakutan. Ia lalu memohon kepada Ustadz Tilmisani agar mencabut pengaduan itu. Namun dengan tegas dan tetap tenang beliau menjawab: “Sesungguhnya saya tidak mengadukanmu kepada pihak yang zalim, tapi kepada Dzat Yang Maha Adil dan mengetahui segala yang saya ucapkan!”
Sifat Zuhud, Rendah Hati dan Kesederhanaannya
Ia tidak pernah rakus kepada perhiasan dunia dan tipu daya kedudukan. Ia bahkan menjalani kehidupannya dengan menjauh dari godaan dunia menuju Allah Ta’ala. Beliau tinggal di sebuah apartemen sederhana tanpa ada beban dalam jiwanya sedikit pun.
Apartemen Ustadz Umar Tilmisani berada di gang sempit di komplek al-Mulaiji asy-Sya’biyah al-Qadimah di wilayah az-Zahir di Kairo. Perabot apatemennya sangat sederhana. Walau ia berasal dari keluarga kaya raya dengan status sosial cukup tinggi. Seperti itulah sifat zuhud, kesederhanaan dan kerendahan hati ustadz Tilmisani.
Dulu ia seringkali merasa gengsi jika naik kereta api ekonomi, namun berkat tempaan tarbiyah Islamiyah ia tidak pernah lagi malu dalam hal itu, “Setelah lama berinteraksi dengan Ikhwan, saya merasa naik kereta ekonomi itu seperti naik kereta eksekutif.” Begitu komentar beliau.
Beliau adalah sosok yang dicintai oleh seluruh lapisan masyarakat Mesir. Bahkan pemeluk Kristen Koptik juga menghormatinya. Demikian pula penguasa yang sangat menghargai kedudukannya dan mengetahui dengan baik keutamaan yang dimilikinya.
Sifat rendah hatinya tercermin dari kebiasaannya meminta koreksi kepada orang yang dianggapnya lebih berilmu, meskipun itu adalah bawahannya. Syaikh Muhammad Abdullah Al-Khatib berkata, “Apabila Ustadz Umar ingin mengoreksi tulisannya, beliau biasa datang ke kantorku dan berkata, ‘Demi Allah, koreksilah kesalahan-kesalahan yang kamu temui, jangan merasa segan…’”
Salah seorang yang pernah menjadi sopir Ustadz Umar Tilmisani berkata, “Saya telah menemani beberapa pejabat tinggi dan tokoh besar, Tetapi saya belum pernah melihat orang seperti Ustadz Umar, dalam hal akhlak, ketawadhuan, rasa malu, sifat iffah, kezuhudan, dan kelembutannya. Beliau naik di samping saya. Padahal para tokoh besar biasanya naik di belakang saya. Inilah ketawadhuan. Beliau berkenalan denganku, bertanya tentang keluargaku, anak-anakku, dan kondisi kami dengan lemah lembut dan kasih sayang. Beliau selalu mengajakku duduk di sampingnya dalam setiap jamuan makan.”
Menjaga Akhlak Islami
Beliau pernah berkunjung ke Kota Como Itali. Suatu saat beliau berniat bercukur di salon hotel tempat beliau menginap. Ternyata di salon itu tak satu pun petugasnya yang laki-laki. Beliau kemudian mengurungkan niatnya bercukur. Hal itu ternyata menghebohkan orang-orang hotel. Mengomentari peristiwa itu beliau berkata, “Saya memuji Allah karena tidak mendurhakai-Nya di negeri yang menganut faham permisivisme.”
Tidak mau menerima honor
Pada 1982 beliau pernah memberikan ceramah di Abu Dhabi, ternyata peserta membludak, kemudian setelah acara selesai beliau diberi cek senilai 3.000 dirham. Tapi beliau berpesan kepada Ustadz Jabir Rizq, “Alihkan cek ini kepada Mujahidin Afghan.”
Beliau pernah menjadi dosen tamu di Al-Azhar untuk mata kuliah syariah dan perundang-undangan. Saat itu Al-Azhar dipimpin Ustadz Abdul Halim Mahmud. Petugas administrasi Al-Azhar diingatkan oleh Ustadz Abdul Halim Mahmud bahwa Ustadz Umar tidak mau menerima honor. Tapi petugas ini bersikeras bermaksud memberikan honor kepada Ustadz Umar, ternyata benar, beliau tidak mau menerimanya. Ustadz Abdul Halim kemudian berseloroh kepada petugas itu, “Bukankah telah saya katakan, beliau itu tidak mau menerima gaji.”
Suatu hari seusai seminar, seseorang menyerahkan honor kepada Ustadz Umar. Beliau bertanya, “Apa itu?”, petugas menjawab, “Honor kehadiran Anda dalam seminar.” Beliau kemudian berkata, “Andai aku mengetahui bahwa dakwah kepada Allah dibayar, maka aku tidak akan hadir.”, petugas itu berkata, “Ini sebagai ganti transport.”, beliau menjawab, “Ikhwan telah menyediakan mobil khusus untuk keperluan seperti ini.”, petugas itu berkata lagi, “Tapi semua pembicara menerima honor.”, beliau menjawab, “Saya tidak sama dengan mereka, saya seseorang yang berada di pintu Allah”.
Tulisan dan Karya-karyanya
Ustadz Tilmisani turut andil dalam kancah pemikiran Islam melalui sebagian karya tulisannya yang diterbitkan dalam berbagai versi. Di antaranya adalah: Syahid al-Mihrab, Umar bin Khaththab, Al-Khuruj min al-Maaziq al-Islami ar-Raahin, Al-Islam wa al-Hukuumah ad-Diniyah, Al-Islaam wa al-Hayaah, Aaraa fi ad-Diin wa as-Siyaasah, Al-Mulham al-Mauhuub, ustadz al-Banna, Ustadz al-Jiil, Beberapa tulisan terkait tema “Nahwa an-Nuur”, Dzikrayaat laa Mudzakkiraat, Al-Islaam wa Nazhratuhu as-Samiyah li al-Mar’ah, Ba’dha ma ‘Allamani al-Ikhwan al-Muslimun, Qola an-Naasu, wa lam aqul fi Hukmi Abdul Nasser, Ayyam ma’a as-Saadaat, Min Fikhi al-I’laam al-Islami, Min shifaat al-‘Aabidin, Ya Hukkam al-Muslimin, alaa takhafuuna Allaha?, Fi Riyadh at-Tauhid, Laa nakhafu as-Salaam, walaakin.
Ditambah lagi dengan tulisan-tulisannya di majalah Ad-Dakwah, dan yang terkait dengan masalah-masalah Islam yang dimuat di majalah yang lain, serta ceramah-ceramahnya di berbagai forum nasional dan internasional yang diadakan di negara-negara Arab Islam dan negara-negara Barat. Demikian pula dengan ceramah-ceramah yang disampaikannya dalam berbagai forum yang diadakan oleh Ikhwan.
Kembali Keharibaan-Nya
Allah Ta’ala memanggil beliau kembali keharibaan-Nya pada hari Rabu, 13 Ramadhan 1406, bertepatan dengan 22 Mei 1986. Beliau meninggal di rumah sakit setelah mengidap penyakit saat usianya 82 tahun. Jenazahnya lalu disalatkan di mesjid Umar yang mulia di Kairo. Lebih dari seperempat juta orang, bahkan setengah juta mengiringi jenazahnya menuju pemakamannya. Di antara mereka yang mengiringinya terdapat sejumlah utusan berasal dari dalam dan luar negeri.
Semoga Allah Ta’ala menjadikannya termasuk orang-orang shalih dari hamba-Nya. Dan kelak kita menyusul kepergiannya di tempat yang disenangi di sisi Rabb Yang Maha Kuasa.
Catatan Kaki:
[1] Pemenjaraan tersebut dilakukan Ibrahim Abdul Hadi karena adanya tuduhan kepada IM akan melakukan pemberontakan kepada pemerintah karena memiliki gudang senjata dan memiliki kelompok militer yang disebut nidzam khas.
[2] Pemenjaraan pada masa ini dilakukan oleh pemerintahan revolusi, Jamal Abdun Naseer, yang bersitegang dengan IM pasca revolusi bergulir.
[3] Pemenjaraan pada masa ini dilakukan oleh Anwar Sadat, karena dianggap mengganggu stabilitas nasional. Pada masa ini ditangkap pula organisasi-organisasi pelajar dan kelompok kristen koptik dengan tuduhan yang sama.
Baca selengkapnya di: http://ift.tt/2Dq81dw
0 notes
Text
Sebutan Bayi Hawa Menurut Islam
Telah menjadi sebuah kepastian sekiranya tiap orang tua pasti akan memberikan nama bayi perempuan dan laki-laki yang bagus. Tidak cuma sebagai doa, nama juga mengajari kita untuk memulai tiap-tiap hal dengan kebaikan. Nama yang baik akan memberikan ilustrasi perihal kehidupan yang bagus pula. Bagaimanapun banyak orang percaya nama bayi juga sebagai kemauan orang tua. Pentingnya memberikan nama yang baik tidak lepas dari kenyataan bahwa nama ini akan diterapkan oleh si bayi sepanjang hayatnya, untuk itu memberikan nama yang bagus dan membawa pujian pada buah hati-buah hati tentu menjadi hal penting yang sepatutnya diperhatikan oleh setiap orang tua. Berikut akan dibahas teladan nama yang bagus untuk bayi perempuan. Selain memberikan arti dan doa tersendiri, di zaman kini ini, orang tua juga patut menyesuaikan nama opsi mereka layak dengan masa modern. Semisal saja untuk nama bayi perempuan, bisa dipilihkan Azmya Sabira Zaskia. Azmya artinya diberkati Allah, Sabira mengandung makna pagi hari sebagai penanda si bayi dilahirkan di waktu pagi, dan Zaskia artinya suci. Penggabungan nama bayi perempuan juga sebaiknya melihat panjang nama si anak. Memberikan nama yang https://duniamuslim.co/nama-nama-bayi-perempuan-islami/ terlalu panjang juga bukan sebuah rekomendasi sebab akan sulit dihafal dan menyulitkan administratif anak di masa yang akan datang. Banyaknya contoh arti nama bayi perempuan yang dapat ditemui di dunia online mesti disertai pemahaman kata yang dipilih. Tiap-tiap orang tua yang akan memilihkan dan memadukan nama tertentu wajib tahu maknanya secara jelas dan pasti. Kadang, nama itu juga bisa diambil dari sebagian bahasa yang berbeda contohnya dari Arab, Syria,Inggris, ataupun memadukan nama dengan kebiasaan asal si si kecil yakni Indonesia. Apapun alternatif orang tua patut didasarkan pada fakta bahwa nama bayi yakni lambang, doa, dan pengharapan dari tiap orang tua atas hidup si anak. Banyak buku dan berita di media online yang bisa diwujudkan referensi dan tolok ukur dalam pemilihan nama yang pas dan pantas untuk kebutuhan yang satu ini.
0 notes
Text
Melawan Rasa Kurang PD Demi Mencapai Cita-Cita Sebagai Seorang Trainer Muslimah Muda
Oleh Nur Anis Saila Pajrin
Sella, itulah nama panggilan akrabnya sehari-hari. Ia merupakan seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung. Saat ini ia menempuh program studi Pendidikan Matematika jenjang S1 di Universitas Pendidikan Indonesia. Harapan akan pendidikan yang ia tempuh saat ini adalah cita-citanya terdahulu yang ingin ia capai demi menjadi manusia terbaik yang bermanfaat untuk semua orang.
Baik dan tenang adalah kepribadian yang condong dari dirinya. Sapaan tersebut sudah sering terdengar di telinganya dari setiap orang yang mengenalnya. Ia sendiri tak cukup mengerti apa gerangan yang menjadikannya bisa mendapatkan predikat kepribadian seperti itu, namun satu hal yang ia sangat sadari adalah ada satu kendala yang tak semua orang tahu yakni rasa kurang percaya dirinya dalam setiap aktivitas yang masih mengakar dalam jiwanya.
Hal tersebut bermula dari rasa traumanya sejak kecil. Didikan orang tuanya yang keras dan harus selalu mengikuti apa yang diperintahkan, membuat perkembangan diri dan imajinasinya terkekang sehingga ketika beranjak dewasa keberanian dalam kepribadiannya kurang tereksplor. Orang tuanya tak cukup mengetahui masalah yang terjadi pada anaknya tersebut, dikarenakan sibuk oleh pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan keluarga dalam kehidupan sehari-hari.
Bisa dikatakan Sella adalah sosok anak yang kesepian. Sella selalu menguatkan diri dengan menghabiskan waktu luangnya bersama 2 orang adik laki-lakinya yang bernama Gilang dan Rusydan. Keduanya saat ini bersekolah di tingkat SMP. Kedua adiknya ini menjadi penyemangat dan penghibur Sella dalam setiap aktivitas kesehariannya pada saat itu.
Selama pembelajaran di setiap jenjang pendidikan dari mulai tingkat Taman Kanak-Kanak hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama, Sella selalu mendapatkan predikat anak yang pemalu dan pendiam. Sebenarnya ia merupakan anak yang cerdas sejak kecil, namun karena kendala kekurangpercayaan dirinya, selama itu ia tak mampu mengungkapkan apa yang ia pikirkan sehingga hal tersebut terus mengakar dan menjadi wataknya.
Menginjak masa remaja pada tingkat Sekolah Menengah Atas, ada suatu perubahan dalam dirinya ketika ia bersahabat dengan Aisyah, seseorang yang berkepribadian 180 derajat berbeda dengan dirinya. Alasan terdorongnya Sella bersahabat dengannya, tak ada orang yang paham tapi alasan terpenting adalah karena ukhuwah islamiyah, dan mungkin ini menjadi salah satu jalan Sella untuk merubah dirinya menjadi manusia yang lebih baik lagi. Ia mengajarkan Sella arti pentingnya berkomunikasi. Menurutnya, jika kita mau dilihat dan dihargai orang lain kita perlu berpartisipasi aktif untuk turut melihat dan menghargai orang lain tersebut dengan berkomunikasi yang baik. Meskipun hal tersebut sederhana, namun mempunyai arti tersendiri bagi sosok Sella.
Sejak saat itu, muncul semangat dalam diri Sella untuk mengubah dirinya. Ia menjadi rajin membaca buku-buku motivasi dan timbul pernyataan diri bahwa dia ingin menjadi seorang motivator muslimah muda yang aktif berbicara dan memberikan manfaat bagi semua orang. Terdengar lucu juga cita-citanya itu, dengan kepribadian yang 180 derajat tidak mendukungnya mencapai cita-citanya tersebut dan intelektualnya yang bertolakbelakang karena ia diasah dan berfokus dalam bidang perhitungan, jika dipikirkan sangat mustahil membuat cita-citanya tercapai. Namun karena keyakinannya yang kuat, ia berusaha untuk menjadikan kelemahannya sebagai modal dalam mencapai cita-citanya tersebut.
Hari demi hari ia lewati dengan penuh ketekunan, komitmen yang kuat dan jiwa semangatnya yang terus berkobar. Semasa SMA ia pun mulai belajar mengikuti berbagai organisasi untuk melatih kepribadiannya dari mulai organisasi kelas, rohis dan osis. Namun satu tahun selanjutnya berbeda, kendala masa lalu menghantuinya kembali. Ketika ia berkumpul dalam sebuah rapat organisasi, ia sering kali tak mengungkapkan pendapatnya. Ia sering kali menyendiri di suatu tempat karena ketidaknyamanan dirinya bergaul dengan orang-orang di sekitarnya. Maklum juga saat itu, Aisyah sahabat karibnya sudah pindah dari sekolah sehingga tidak ada lagi penyemangat dalam hidupnya.
Ketika memasuki tingkat 3 ada pemandangan baru di sekitar lingkungan sekolah. Nyatanya ada sesosok guru baru yang menyita banyak perhatian siswa dan guru lainnya. Kritis dan peka adalah ciri kepribadiannya. Sebut saja Bapak Wisnu namanya. Ia merupakan guru PAI lulusan UIN Sunan Gunung Djati. Ketika itu jam menunjukkan pukul 5 sore, karena rutinitas yang padat Bapak Wisnu ini belum shalat sehingga ia pun segera pergi ke masjid sekolah. Secara tidak sengaja ia melihat sosok Sella di belakang mimbar yang sedang duduk termenung sambil menangis. Selesai shalat, ia pun segera menghampiri Sella.
Ia pun kemudian melakukan pendekatan mengenai masalah yang dihadapi Sella. Awalnya Sella tak percaya dan sangat tidak menyukai apa yang dilakukan Bapak Wisnu tersebut karena baru mengenalnya. Tapi setelah satu minggu berjalan dan pendekatan konseling islami rutin dilakukan oleh Bapak Wisnu, Sella mulai berani menceritakan apa yang terjadi pada dirinya. Ketika mendengarkan curahan hati Sella, Bapak Wisnu merasa miris dan bertanya tanpa adanya jawaban mengapa semua orang di lingkungan sekolah dan keluarga di rumahnya sekalipun tak ada yang peka dan memperhatikan sosok Sella yang menyimpan potensi luar biasa ini. Bapak Wisnu sangat iba dan bertekad untuk membantu Sella keluar dari kendala yang menghantuinya.
Upaya pertama yang dilakukan Bapak Wisnu ini adalah berkonsultasi kepada kedua orang tua Sella. Setelah mengetahui permasalahan yang sebenarnya satu sama lain, orang tua Sella menyadari lalu melakukan kerja sama bersama Bapak Wisnu untuk membimbing Sella.
Hari demi hari bimbingan penguatan kepercayaan diri melalui nilai-nilai islam pun terus Bapak Wisnu dan orang tua Sella berikan pada Sella. Hingga akhirnya pemahaman Sella sampai pada suatu kesimpulan yakni jika mau jadi orang yang bermanfaat untuk banyak orang hendaknya lakukanlah hal yang luar biasa, lakukan hal yang tidak biasa orang lain lakukan karena dengan begitu kaupun akan dilihat berbeda dari biasanya oleh orang lain. Sella pun memantapkan diri akan hal tersebut.
Keputusan dirinya untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi untuk memperdalam ilmunya dalam bidang perhitungan yakni pada program studi Pendidikan Matematika mengantarkan dan menunjangnya menjadi sosok mahasiswi yang terus belajar aktif dan percaya diri. Mengingat pula peranannya sebagai mahasiswi yang menjadi agent of change, ia bertekad langkahnya ini menjadi penunjang dirinya menjadi sosok trainer muslimah muda dan menjadi guru untuk pengamalan ilmu kepada generasi penerus bangsa. Apalagi di lingkungan kampus banyak sekali kegiatan yang menyita waktunya dan memberikan manfaat serta dampak positif bagi dirinya. Dari mulai kegiatan keorganisasian dalam lingkungan himpunan, fakultas/senat, lingkungan republik mahasiswa, lingkungan dalam berbagai unit kegiatan mahasiswa, dan organisasi luar kampus. Minimal berbagai kegiatan tersebut menjadikannya peka dan kritis terhadap sesuatu.
Meskipun fokus pembelajarannya dalam bidang perhitungan, namun Sella gunakan hal tersebut sebagai penunjang mempelajari ilmu agama dilihat dari segi perhitungan untuk memperkaya pemahaman akan alam semesta supaya menjadi bahan tafakur yang sebenar-benarnya bagi dirinya. Terkait keilmuan agama dan keilmuan tentang kepribadian sendiri ia dapati dari keseharian di sela-sela waktu bersama orang tua, bersama Bapak Wisnu yang sangat berjasa membimbingnya, para dosen yang memberikan asupan ilmu selama pembelajaran mata kuliah di kelas, para motivator dalam setiap kegiatan seminar yang diikuti serta organisasi keislaman yang Sella ikuti.
Kini saatnya Sella melangkah, melaksanakan tekadnya sejak dulu untuk menjadi seorang trainer muslimah muda. Kesempatan tersebut ia dapat saat ia diminta dosen untuk menjadi pendamping dosen dalam acara pematerian para dosen dalam seminar nasional. Ia dipercaya dosen karena keterampilan dan keaktifannya di kelas yang luar biasa. Itu semua ia aplikasikan dari bekal ilmu sebelumnya yang ia peroleh dari keluarga, teman dan gurunya. Dan ketika itu ada salah seorang dari peserta seminar yang tertarik dengan apa yang dibicarakan Sella. Sebut saja Ibu Hilda. Ia meminta Sella untuk mengisi sebuah kajian di lingkungan rumah bacanya.
Sejak saat itu, Sella pun sering diundang oleh berbagai pihak dari mulai teman-temannya, keluarga, tetangga, guru dan dosen untuk mengisi acara. Kini, bersamaan dengan ia lulus dalam program studi Pendidikan Matematika jenjang S1, ia pun telah menjadi trainer muslimah muda yang punya ciri khas akan kegigihannya dalam melaksanakan segala sesuatu. Dan kini, seorang Sella sudah cukup dikenal oleh masyarakat umum di Indonesia. Karena pencapaiannya ini ia bertekad untuk terus memberikan banyak manfaat bagi setiap orang selama ia mampu melakukannya dan semata-mata ditunjukkan untuk mencapai keridhaan Sang Pencipta serta kebanggaan bagi orang tuanya yang giat bekerja keras demi menunjang kehidupan dirinya.
0 notes
Text
Nama Bayi Laki Laki Masa Kini Yang Bisa Jadi Ide
Nama Bayi Laki Laki Masa Kini Yang Bisa Jadi Ide
Nama Bayi Laki Laki Masa Kini – bayilelakiku.com. Sekarang ini sudah mulai banyak calon orang tua yang ingin memberikan nama anak terbaru. Seperti nama bayi dari bahasa inggris, afrika, amerika, islami dan lain-lainya. Nama-nama tersebut mungkin telah banyak disajikan di internet. Salah satunya di artikel ini yang akan menyuguhkan sederet daftar serta rangkaian nama bayi laki laki masa kini.…
![Tumblr media](https://64.media.tumblr.com/74da2cc2b19add51e00cef2f34721545/a86289948e137dda-1b/s500x750/6dafe2d9bd73c17325f31b654c47ad6297ed0d87.jpg)
View On WordPress
#kumpulan nama anak laki-laki masa kini#nama anak laki laki masa kini#Nama bayi laki laki kekinian#nama bayi laki laki masa kini dan artinya#nama bayi laki laki masa kini yang unik#Nama bayi laki laki terkini#nama-nama bayi laki laki masa kini#rangkaian nama bayi laki laki masa kini yang modern
0 notes