#na hongjin
Explore tagged Tumblr posts
Text
You know... the reason you're like this is because of your beloved sister. She planned to get you to wear her clothes every day, she placed talismans in your shoes. She did everything to get you to be the shaman instead of her.
The Medium (2021) dir. Banjong Pisanthanakun
#filmtv#filmgifs#filmedit#horrorgifs#horroredit#fyeahmovies#asianmovies#narilya gulmongkolpech#sawanee utoomma#sirani yankittikan#yasaka chaisorn#the medium#banjong pisanthanakun#na hongjin#choi chawon#*mygifs#*film#long post#tw: flashing#tw: fire
245 notes
·
View notes
Text
okay I think im like unable to understand cinema or something bc I didn't like the movie. it has a lot of reviews that call it groundbreaking and real art etc but I was like ??? Okay. well yeah the last 45 mins were really good but the build up was boring. I did appreciate the cinematography and colour palette but it was a very slow watch
1 note
·
View note
Text
The Chaser (2008)
추격자 (The Chaser, 2008) directed by Na Hongjin
#movie#movie stills#film#film stills#korean movie#korean film#movies i've watched in 2022#추격자#the chaser#kim yoonseok#ha jungwoo#seo younghee#na hong jin
11 notes
·
View notes
Text
Resensi Film The Medium, Film Horror Yang Viral di Tahun 2021
I. Identitas Film
• Judul Film : The Medium
• Tahun : 2021
• Sutradara Film : Banjong Pisanthanakun
• Produser Film : Na Hongjin, Banjong Pisanthanakun
• Penulis Skenario : Na Hong-jin, Chantavit Dhanasevi
• Penulis Cerita : Na Hongjin, Choi Cha-won
• Durasi Film : 2 jam 10 menit
• Pemeran : Narilya Gulmongkolpech, Sawanee Utoomna, Sirani Yankittikan, Yasaka Chaisorn
• Produksi : GDH 559 (Thailand), Showbox (Korea Selatan)
II. Sinopsis Film
Film ini berkisah tentang sekelompok kru dokumenter yang berkelana ke salah satu daerah yang ada di Thailand. Mereka disana meliput kisah tentang seorang dukun yang bernama Nim, dimana ia mengaku bahwa sedang dirasuki oleh sesosok dewa yang bernama Bayan. Dewa tersebut dipercaya merupakan sosok dewa yang telah diwariskan secara turun temurun kepada anak perempuan di dalam keluarganya, dimana kakak Nim (Noi) salah satunya, namun ia menolak. Masyarakat setempat telah mempercayai serta memuja Dewa Bayan ini selama bertahun-tahun.
Kemudian, pada suatu ketika Mink yang merupakan anak dari Noi (saudara perempuan Nim), mulai bertingkah aneh semenjak di acara pemakaman ayahnya. Nim dan Noi curiga bahwa ini merupakan tanda dimana Mink yang akan menjadi penerus selanjutnya untuk menjadi dukun di keluarganya. Namun, ibunya Mink (Noi) tidak setuju apabila anaknya menjadi seorang dukun dan mencoba berbagai cara agar Mink tidak menjadi pewaris selanjutnya. Namun, gangguan-gangguan dari roh jahat malah menjadi semakin ekstrem dan tidak dapat dikendalikan lagi. Banyak kecurigaan serta pertanyaan yang muncul akan adanya gangguan dari roh jahat terhadap Mink ini. Apakah gangguan ini berasal dari Dewa Bayan? Apakah benar Mink merupakan penerus yang dirasuki oleh Dewa Bayan di dalam keluarganya?
III. Ulasan Film
Film “The Medium” merupakan sebuah film hasil kolaborasi dua orang sutradara hebat, Banjong Pisanthanakun dan Na Hongjin yang berasal dari dua negara berbeda, yaitu Thailand dan Korea Selatan. Keduanya dapat dibilang merupakan seorang pakar dalam industri perfilman, seperti Banjong Pisanthanakun yang telah beberapa kali menghasilkan film-film populer, salah satunya “Pee Mak”. Sedangkan Na Hongjin telah banyak menulis serta mengarahkan berbagai film di Korea Selatan.
Cerita yang ada di dalam film ini disajikan dengan konsep seperti dokumenter yang menurut saya menambah tingkat keseraman dari film ini karena terlihat seperti kejadian nyata. Namun, dari segi cerita masih banyak celah kosong yang menyisakan tanda tanya besar bagi penonton dalam film ini. Maksudnya, penjelasan akan kejadian yang terjadi di dalam film tersebut tidak seluruhnya dijelaskan secara jelas sebab dan akibatnya. Oleh Karen itu, mungkin banyak dari penonton yang kurang puas dengan ceritanya yang masih meninggalkan banyak misteri. Namun, dari segi keseraman, film ini patut diacungi jempol karena adegan-adegan seram yang disajikan mampu meneror para penonton film ini. Ditambah dengan akting dari para pemain film ini yang juga sangat mendukung dalam memberikan efek mendebarkan dalam film ini. Ritual-ritual mistis, sampai dengan adegan-adegan mencekam penuh darah terus hadir memenuhi film ini. Walaupun terdapat beberapa jumpscare yang mudah ditebak oleh penonton.
Jika berbicara tentang film yang disajikan dengan konsep dokumenter, maka akan mengingatkan saya pada film “Paranormal Activity” yang juga menggunakan konsep yang sama. Gaya pengambilan gambar di dalam film ini yaitu menggunakan kamera CCTV dan juga sebuah Handicap yang juga memberikan kesan menyeramkan pada film tersebut. Sama halnya dengan “The Medium” dimana juga terdapat adegan dengan gaya pengambilan menggunakan CCTV. Tidak dapat dipungkiri bahwa adegan dengan menggunakan CCTV tersebut memang memberikan efek seram yang lebih tinggi di dalam kedua film ini. Namun, jika dibandingkan, “Paranormal Activity” memiliki sedikit nilai lebih dalam hal jumpscare karena lebih sulit ditebak dan dating tanpa peringatan. Berbeda dengan “The Medium” yang lebih mudah untuk ditebak.
Secara keseluruhan film “The Medium” ini sudah sangat bagus karena telah berhasil membuat banyak penonton dari film ini merasa terteror oleh adegan-adegan yang disajikan. Tidak heran jika film ini populer di kalangan orang Asia, terkhusus di Indonesia karena tema adat lokal yang diangkat di dalam film ini. Seperti yang kita ketahui ada banyak ritual-ritual adat di Indonesia yang mirip dengan ritual di dalam video tersebut yang membuat orang semakin tertarik dengan film ini. Film “The Medium” ini cocok untuk orang berusia 18 tahun ke atas karena terdapat beberapa adegan yang vulgar.
Sasikirana Raudah Anggriado
21/473206/SP/30019
0 notes
Text
Mother! (Darren Aronofsky)
The trailer lead me to believe it was a horror film but that's not the case. It has horror elements to it but beneath is an allegorical tale stuffed with references. I don't wanna dive in spoiler territory but once you have the idea, everything will just click from there.
Mother! is a film that almost doesn't want to be liked, if that makes sense. The less you like it, the better it has done its job. It really is tiresome to watch-- and if you don't know what it's supposed to mean, you'd probably find yourself wondering what the hell is going on.
It has big ideas and somehow they made it work, though it might not please everyone who sees it. It's kind of pretentious for its own good but overall a crazy experience.
There's really not much else to say. I haven't experienced much else like it, apart from Denis Villenueve's "Enemy", Goddard's "Cabin in the woods" or Na Hongjin's "The Wailing", to name a few.
The film thrived in symbolism and allusions. It doesn't carry any kind of real dramatic weight but it leaves one a lot to think about. The only thing I can safely promise, is that Mother is utterly unique. A perfect discussion piece that will certainly have people talking. Love it or hate it, Mother! was successful in that regard.
8 notes
·
View notes
Video
tumblr
170503 ✧ 53rd baeksang arts awards (© susin0221) me too pls bogum taking a selca together with director na hongjin [!] Please do not gif or crop watermarks.
19 notes
·
View notes
Text
#Evento: 4º Mostra de Cinema Coreano em São Paulo
A 4º Mostra de Cinema Coreano em São Paulo aconteceu de 13 a 18 de outubro na Cinemateca Brasileira, portando o patrocínio do Centro Cultural Coreano no Brasil. A cada dia da semana, um filme renomado foi escolhido para ser exibido ao público, contendo em suas produções nomes de diretores como Na Hongjin de The Wailing (O Lamento) e Yeon Sangho de Train to Busan (Invasão Zumbi).
18 de outubro de 2017
Assim que cheguei à Cinemateca, fui recebida pelo coquetel de entrada oferecido para o encerramento da mostra. Dentre os mais diversos aperitivos coreanos, pessoas conversavam em pequenos grupos sobre os filmes que foram exibidos no evento e como ansiavam pelo workshop que aconteceria naquele dia.
O evento recebeu muito prestígio durante a semana toda, e para seu encerramento, atraiu até mesmo a atenção da da KBS, emissora de televisão sul-coreana, que começou a gravar o local e pequenas entrevistas com os idealizadores da mostra e com diretor do Centro Cultural Coreano, Young Sang Kwon.
Seguindo a risca a pontualidade, assim que o relógio marcou 19h00 as portas para a sala de cinema foram abertas. Depois dos agradecimentos feitos por Young Sang Kwon pela concretização e sucesso da mostra e antes do início do filme do dia, “A Criada”, um workshop com o conceituado crítico de cinema sul-coreano Dong Jin Oh teve começo. Para complementar o segmento, também participaram do evento o diretor de documentário brasileiro Marcelo Machado, a diretora Paula Kim, e Suellen Tanaka da distribuidora Mares Filmes.
Marcelo Machado compartilhou suas experiências profissionais e com a Coreia do Sul, relembrando quando teve seu documentário musical “Tropicália” selecionado e premiado no Festival de Jeonju.
Marcelo Machado compartilhou suas experiências profissionais e com a Coreia do Sul, relembrando quando teve seu documentário musical “Tropicália” selecionado e premiado no Festival de Jeonju. Comentou também sobre seus planos futuros, que envolvem a construção de um documentário musical com músicos de instrumentos tradicionais coreanos.
Dong Jin Oh revelou estar surpreso por ver a sala cheia, tanto naquele dia quanto pela semana inteira da mostra. Com a ajuda de um tradutor, quis saber a recepção do público quanto aos temas polêmicos retratados nos filmes, dando destaque ao filme “O Lamento”, por carregar em seu enredo um misto de terror supernatural. O crítico comentou também sobre o avanço do cinema coreano no mercado asiático e mundial, ressaltando não apenas traços ligados com popularidade, e sim com a produção e a elaboração de roteiros. Ao longo do workshop, tratou de assuntos marcantes do cinema coreano, como a livre exposição de sangue e cenas de tortura psicológica. O cinema coreano carrega em muitas produções a dor do país em ter enfrentado diversas guerras e a sua separação com a Coreia do Norte. Filmes sobre este tema ganham destaque até hoje, como se fossem documentários retratando os acontecimentos históricos passados pelo país. Dong Jin Oh também previu que por conta do escândalo político enfrentado pelo país no ano passado por conta do impeachment da presidente Park Geun Hye, filmes com a temática já estão em fase de produção. Dentro do próprio país o interesse pelo cenário cinematográfico cresceu nos últimos vinte anos, a média de expectadores é de 200 milhões por ano e as vendas no cinema são de aproximadamente 1,8 trilhões de dólares. Em grande parte da Ásia o cinema coreano aparece em primeiro lugar, superando grandes distribuidoras estadunidenses como a Warner Bros. Parte deste reconhecimento foi possível graças a participação e a realização de festivais de filmes no país, como o Festival de Busan, um dos mais famosos e conceituadas festivais do continente asiático e que recebe a cada edição mais de 300 filmes. Ao mencionar Park Chan Wook, diretor de “A Criada”, e outros filmes considerados clássicos como “Oldboy”, revelou como surpresa um vídeo do diretor com uma mensagem para os expectadores brasileiros:
youtube
Com as considerações finais de Dong Jin Oh, o público pode fazer livremente perguntas para os integrantes da bancada. Ao responder uma pergunta sobre o como o cinema coreano conseguiu atrair o interesse do Brasil nos últimos tempos, Suellen Tanaka compartilhou um pouco de sua experiência com o mercado de filmes, revelando o processo de compra e distribuição de filmes estrangeiros para o país, tomando como exemplo “A Criada”, que desde o começo do ano atraiu uma boa crítica em solo brasileiro. E é a partir destas reações e interesse que as negociações para a vinda de mais títulos para o país são realizadas. Paula Kim, formada em cinema pela ECA - USP no Brasil e pela Korea National University of Arts na Coreia do Sul, ressaltou os detalhes passados em cada produção, dando enfase ao orgulho, evidenciando o jeito que culturas diferentes como a coreana, muitas vezes causam estranheza para o público, despertando gradativamente o interesse por este tipo de produção e a disposição em se permitir levar pelas histórias retratadas.
O workshop teve fim com o bom humor de Dong Jin Oh prometendo voltar ao Brasil e estudar mais sobre o cinema brasileiro também, já que só conhecia títulos antigos, da época de 1990 e não tinha tanto entendimento do cinema novo. Depois de alguns minutos, o filme “A Criada” começou a ser exibido.
Apresentando um enredo provocativo e erótico, o filme se passa na Coreia do Sul na época de 1930 e é ambientado em três partes. No começo do filme, é revelado o ponto de vista de SookHee, uma jovem ladra que mora em uma casa junto de outros ladrões que agem no tráfico infantil. Um dia recebe a proposta de trabalhar na casa de uma herdeira japonesa Hideko, por meio de Conde Fujiwara, outro farsante, que tem o plano de casar-se com a moça e roubar-lhe todo o dinheiro e mandá-la para um sanatório.
Com o desenrolar da história SookHee e Hideko começam a ficar mais próximas e até mesmo escondem um relacionamento aflorado e cheio de malícias entre as duas. O filme é é repleto de reviravoltas desde o final da primeira parte, dando início ao que seria a história de Hideko e tudo o que já passou por conta de seu tio. Apesar duração de 2h47, o filme conseguiu me deixar intrigada desde sua primeira cena, motivando com que seguisse até os créditos finais para saber a resolução de cada personagem retratado. Com o sucesso de “A Criada”, Park Chan Wook mais uma vez conseguiu prender o público, que ao final de cada produção, almejam descobrir quais serão as próximas peripécias cinematográficas do diretor.
0 notes
Text
hi fags. updates:
- dating app endeavors are no more. im like 75% closeted in that my 5 closest friends know im a lesbian and like some acquaintances figured it out bc of my usage of gender neutral language blah blah blah. basically it's dangerous for me to be on online public spaces with my face and real name and general location and sexuality plastered everywhere (if a family friend finds out my whole life is over lol)
- I'm gonna watch the wailing (dir. na hongjin) rn bc i have been feeling so melancholy and I need to switch things up lest i start crying or sleeping the day away . Will report my feelings on the film in 3 or so hours
- my asos package came in and the contents were fagtastic. Will post outfit pics when I go on a weekend trip to a diff city w my lesbian irl in a few weeks ^_^ (can u believe I even agreed to that. All of you and my psychologist should be proud of me for leaving the house and socializing in such a manner)
yours truly,
zay mainfaggot
3 notes
·
View notes