#mewujudkan mimpi
Explore tagged Tumblr posts
Text
Review Film - Air (2023)
youtube
Terlepas dari kontroversi yang ada, film Air menceritakan proses penciptaan sebuah brand besar yang melibatkan kontrak bernilai jutaan dolar Amerika hingga terus berlipat setiap tahunnya, yang saya maksudkan disini adalah brand "Air Jordan" yang merupakan bagian dari keluarga sepatu keluaran Nike, bahkan penjualan sepatu dengan embel-embel "Air Jordan" tersebut digambarkan bisa mendongkrak penjualan sehingga menyelamatkan sebuah divisi yang hampir ditutup, yaitu divisi sepatu basket.
Dengan latar pada tahun 1984, film ini menceritakan seorang penjual dari Nike, yaitu Sonny Vaccaro yang sedang mencari atlet basket yang mau untuk bekerjasama dengan Nike, tujuannya adalah untuk mendongkrak penjualan sepatu basket dari Nike, yang pada saat itu lebih dikenal dengan produsen sepatu lari, dalam masa pencariannya, Ia tidak sengaja menemukan seorang anak SMA yang sedang mendapatkan sorotan dimana-mana sebagai calon bintang basket yang memiliki masa depan cerah. Tentu dengan segudang prestasinya, atlet tersebut sudah didekati oleh brand-brand besar lainnya, seperti Adidas dan juga Converse, sedangkan Nike bahkan tidak pernah dipandang oleh sang Atlet, Atlet tersebut tidak lain adalah Michael Jordan. Keinginan Sonny yang sudah berubah menjadi obsesi tentu tidak semerta-merta lancar, ia terpentok dengan penolakan dari jajaran manajemen, karena budget yang diperlukan untuk menggaet Michael Jordan setara dengan budget untuk menggaet tiga orang atlit, dan tentunya tidak ada jaminan kerjasama yang dihasilkan pun akan membuahkan hasil penjualan yang baik, selain itu baik agensi dari Michael Jordan ataupun orang tua-nya tidak mau menggubris tawaran dari Nike, bahkan untuk sejenak berdiskusi saja, disinilah keseruan dari film ini dimulai. Meskipun kita tahu, pada akhirnya Nike bisa mendapatkan deal dengan Michael Jordan, tapi proses mendapatkannya sangat menarik untuk disaksikan melalui film ini.
Bagi pembaca yang banyak menggeluti dunia penjualan, menurut saya, film ini menjadi salah satu film yang wajib untuk ditonton, berbeda tema dengan "The Wolf of Wallstreet" yang mengumbar kemampuan penjualan untuk menipu dan mengambil keuntungan, disini justru digambarkan selayaknya situasi bisnis sehari-hari, dimana tindakan-tindakan sederhana, bisa terakumulasi menjadi penjualan yang spektakuler, ada beberapa hal yang ingin saya tarik dari film ini
Bermimpilah yang tinggi, tapi jangan lupa berusaha untuk mewujudkan impian tersebut
Sama seperti Sonny Vacaro yang bermimpi atau memiliki tujuan untuk mendapatkan kontrak dengan Michael Jordan, tentu masing-masing dari kita memiliki mimpi atau tujuan masing-masing. Tujuan tersebut hanya ada diangan-angan kita saja apabila kita tidak pernah berusaha untuk melangkah atau berbuat sesuatu dalam mewujudkan impian atau tujuan kita, dan melalui film Air ini kita melihat bagaimana Sonny Vacaro mencoba mencari cara untuk bisa mewujudkan mimpinya selangkah demi selangkah, dari bisa menemui orang tua Michael Jordan dan mendapatkan kesempatan untuk meeting dan mempersiapkan tim yang bisa mendukungnya.
Kegigihan adalah kunci
Yang membedakan mereka yang berhasil dengan yang gagal adalah mereka yang berhasil memiliki toleransi yang lebih baik terhadap kegagalan dan penolakan dibandingkan dengan mereka yang gagal. Bisa terlihat bagaimana meskipun ditolak berkali-kali oleh agensi Michael Jordan, Sonny Vaccaro tetap dengan gigih mencari cara untuk bisa bertemu dengan orang tua dari Michael Jordan, meskipun pada saat bertemu pun, Ia tidak mendapatkan sambutan yang ramah, tetapi kegigihannya tersebut bisa membuat orang lain yang melihatnya tersentuh untuk memberikannya kesempatan.
Tulus dalam melakukan apapun pekerjaan kita
Kemudian sebagai sambungan dari poin sebelumnya, ketulusan dalam menjalankan pekerjaan kita, biasanya bisa disaksikan oleh orang lain, termasuk klien ataupun customer, dalam hal ini, kegigihan dan ketulusan Sonny Vaccaro terpancar dalam caranya berbicara dan kata-katanya serta gestur tubuh saat berbicara dengan ibu dari Michael Jordan (setidaknya melalui film yang dibintangi oleh Matt Damon, kita bisa menyaksikan ketulusan terpancar dari dia), dan bisa disaksikan bahwa karena tergerak oleh kegigihan dan ketulusan tersebut, akhirnya keluarga Jordan mau memberikan sedikit kesempatan bagi Nike untuk memberikan presentasi-nya.
Berusaha sampai titik terakhir
Melalui film ini kita juga dapat belajar, setiap keberhasilan kecil tentu layak untuk dirayakan, tapi jangan lupa akan tujuan akhir-nya. Banyak dari kita sering kali terlalu cepat puas dan terbuai, sehingga tidak lagi mau berusaha lebih baik lagi dan terus melangkah, padahal tujuan kita masih jauh, begitupun yang dapat kita saksikan, setelah bisa bertemu dengan orang tua dari Michael Jordan, pekerjaannya tidak selesai sampai disitu, ia masih harus memastikan bisa mendapatkan meeting resmi dan mempersiapkan tim dengan presentasi dan protoptype dari apa yang ditawarkan.
Kunci dari keberhasilan adalah Kerja Sama
Ada kata-kata bijak, bahwa dua orang lebih baik dari satu orang, begitupun di dunia ini, meskipun seseorang bisa melakukan semuanya sendirian, tentu hasilnya tidak akan bisa mengalahkan hasil kerjasama dari banyak orang. Dalam mendapatkan kontrak dengan Michael Jordan pun tim dari Nike saling bahu membahu. saling mengisi kekurangan dengan kelebihan dari masing-masing, termasuk mendapatkan persetujuan dari pimpinan perusahaan, tanpa persetujuan tersebut, tentu tidak akan pernah kita bisa melihat "Air Jordan" di keluarga sepatu Nike.
Ada banyak hal lain yang pembaca bisa dapatkan dari film tersebut, kebetulan saya melihat 5 poin diatas sebagai yang bisa digunakan untuk kita dalam menjalani hidup ini dan mencapai impian ataupun tujuan-tujuan kita, semoga bermanfaat dan selamat menyaksikan!
#review#film#review film#air#nike#air jordan#pengembangan diri#bisnis#tips#mewujudkan mimpi#keberhasilan#Youtube
1 note
·
View note
Text
Sumber Kebahagiaanku Nggak Cuma Dia
Sekalipun kamu sudah menikah, jangan menggantungkan kebahagian sepenuhnya kepada pasanganmu. Kalau kita gantungkan semuanya sama dia, sepertinya terlalu berat beban "perahu" ini. Dayungnya nggak kuat...
Coba punya hobi atau rutinitas sendiri, sekalipun kita cuma ibu rumah tangga. Milikilah rutinitas, ikutlah komunitas. Supaya kebahagiaanmu nggak cuma berputar di dia.
Kita nggak akan mudah bosan, nggak terus-terusan nunggu dia untuk mewujudkan beberapa hal yang kita inginkan. Maksudku... bisa saja mimpi A diwujudkan bareng pasangan, tapi mimpi B nggak harus menunggu dia. Kita bisa mewujudkannya sendiri!
Andai kata suami lagi sibuk sekali dan berkurang waktunya untuk kita, sambil nunggu dia kembali ke ritmenya lagi--kita bisa mencari kesenangan sendiri.
Aku suka nulis, aku suka nonton film, aku suka berkomunitas. Ini caraku supaya nggak bosan. Masing-masing dari kita punya ruang. Hidup bersama bukan berarti terus menerus bersama, kita juga punya ruang untuk diri. Tinggal bagaimana sama-sama mengerti, menghargai, dan mendukung satu sama lain. Nah perasaan saling ini, juga nantinya bisa menghadirkan kebahagiaan yang lain.
Selamat meniti bahagia, jalannya ternyata banyak! Selamat menata 'ruang' untuk diri!
334 notes
·
View notes
Text
Mewujudkan Mimpi di Umurmu Kini
Takut ya? Lebih menakutkan daripada bertahun yang lalu? Saat mimpi dibenturkan sama realita dewasa, bekerja dari pagi hingga petang, bahkan kadang jarang pulang. Harus membiayai diri sendiri, sebagian yang lain ikut membiayai keluarga, adik-adik, bahkan saudara jaug. Saat tanggungan diri seolah-olah hanya bertumpu pada diri kita. Mimpi kita terasa semakin tak nyata, jauh tak tergapai. Takut untuk mengubah lajur hidup, karena penuh ketidakpastian. Takut mengubah arah, karena takut ditertawakan.
"Buat apa susah-susah ke sana, padahal yang sekarang sudah pasti. Cari yang pasti-pasti saja!" Ujar mereka.
Aku tahu hatiku bilang apa, tapi otakku tak bisa menerima. Bahwa hidup yang sementara ini, jangan hanya memikirkan diri sendiri, katanya. Tapi hatiku bilang, kalau tidak bahagia, tiada ketenangan, buat apa dipertahankan?
Aku ingin sekali mengikuti kata hatiku. Tapi aku sangat takut tak bisa membeli makan besok. Takut tak bisa hidup nyaman. Takut sekali seperti tak bertuhan. Astaghfirullah hal adzim.
Kalau aku meniliki diriku berpuluh tahun lalu, aku tak sebahagia itu. Apakah aku bisa hidup dengan pilihanku? Apakah aku bisa menjalani hidup ini tanpa harus berpikir materialistik? Ya Allah, anugerahkan kepadaku rasa cukup, anugerahkan kepadaku keberanian. Anugerahkan kepadaku rasa aman. Bahwa menjadi hambamu, aku tahu takkan Kau biarkan kekurangan, takkan kau biarkan tersesat di jalan. Sebagaimana Engkau anugerahkan kepadaku saat aku kecil dulu, untuk berani bermimpi, mudah bahagia, dan tak melihat dunia ini dari sudut pandang uang. Sehingga aku merasa sangat berkecukupan :) (c)kurniawangunadi
336 notes
·
View notes
Text
Mengenalmu Lewat Tulisan
Aku mengenalmu lewat tulisan. Lebih tepatnya, mengenal apa isi pikiranmu dan apa isi hatimu. Tulisanmu bagiku adalah profil diri yang sebenarnya, tentang apa yang kamu temui, apa yang kamu baca, apa yang kamu lihat, dan apa yang kamu maknai dari beragam hal yang dilewati.
Aku mengenalmu lewat tulisan. Dari sajak-sajak indah tentang rindu yang tak kunjung bertamu, tentang harapan orang tuamu, tentang semangat dalam menurut ilmu, atau tentang doa dan mimpimu yang melangit.
Semoga siapapun yang akan bertamu denganmu, akan membantumu mewujudkan mimpi yang telah kamu tulis. Mimpi besarmu, yang bukan hanya tentang dunia, tapi juga mimpi tentang bersama hingga surga.
Kang Islah | Jaga Diri Baik-baik
285 notes
·
View notes
Text
Mimpi yang terjeda
Pasti ada hari-hari dalam hidup kita di mana kita tidak lagi memikirkan mimpi-mimpi kita selama ini. Kita tidak lagi peduli pada orang yang ingin kita bahagiakan, karier yang ingin kita perjuangkan, tempat yang ingin kita kunjungi, sesuatu yang ingin kita jadikan nyata, atau bahkan perasaan yang ingin kita utarakan. Karena satu-satunya pikiran kita saat itu adalah bagaimana kita bisa tetap bertahan, bisa terus bangun. Pada hari itu, mimpi terbesar kita hanyalah bagaimana kita bisa terus melanjutkan langkah dan tetap bernafas.
Akan datang hari di mana kita seolah lupa pada apa-apa yang pernah membuat kita begitu bersemangat menjalani hidup. Kita tidak lagi berminat mengejar apa yang sebelumnya membuat kita merasa begitu bahagia. Kita tidak lagi tertarik pada banyak hal. Semua hal seolah tidak lagi punya arti.
Akan ada saatnya kita merasa harus menjeda semua usaha kita untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita selama ini. Kembali mempertanyakan apakah itu memang mimpi kita kalau selama ini hanya membuat kita semakin terbebani dan tak lagi merasa bahagia? Apakah itu memang benar-benar keinginan diri kita sendiri atau malah kita hidup dan berusaha sekeras ini hanya untuk menghidupi mimpi orang lain? Apakah itu sesuai yang benar-benar ingin kita jadikan nyata dan juga perjuangkan setengah mati atau itu hanya sebuah keinginan sesaat karena melihat orang lain punya mimpi yang sama?
Ambillah waktu sejenak untuk mengajak diri kita sendiri berbincang-bincang. Pikirkanlah kembali dengan bijak, mana mimpi-mimpi yang harus kita hentikan, ganti, atau tetap pertahankan. Kita tak harus selalu seambisi itu dalam hidup. Kita tak harus selalu punya kehidupan yang sama dengan kehidupan orang lain. Dan kita juga tidak harus selalu punya standar mimpi yang sama seperti mimpi kebanyakan orang.
Bila hidup sedang terlalu melelahkan, tidak mengapa bila usaha memperjuangkan mimpi-mimpi itu harus sejenak dihentikan. Atau bahkan tidak mengapa pula kita merasa tidak perlu lagi memperjuangkannya. Sebab terkadang, mimpi terbesar yang harus terus kita nyalakan adalah tentang bagaimana kita terus menerus hidup, sampai kita dijemput pulang.
38 notes
·
View notes
Text
Ketergantungan kita kepada manusia, diuji-Nya dengan meninggalkan dan ditinggalkan
Ketakutan kita akan harta, diuji-Nya dengan kekurangan uang atau makanan
Perasaan serbabisa yang kita rasakan diuji-Nya dengan kekalahan hingga terasa tak ada daya dan upaya
Keinginan kita untuk mewujudkan mimpi-mimpi besar, diuji-Nya dengan kerikil-kerikil tajam di sepanjang perjalanan
Tekad kuat kita untuk menjaga diri, diuji-Nya dengan ujian-ujian perasaan
Niat kita untuk melepaskan, diuji-Nya dengan pertemuan dan mungkin malah didekatkan di berbagai kesempatan
(Novie Ocktaviane Mufti, Tumbuh dari Luka)
Jakarta, 25 Oktober 2024
#coretanpembelajar#sitinurhabibah#refleksiperjalanan#selfreminder#writingforhealing#deeptalk#kontemplasi#tulisan#self improvement#selftalk
22 notes
·
View notes
Text
Teruntuk kamu yang akan datang suatu hari nanti,
Membersamaiku mungkin akan melelahkan. Sesekali mungkin kamu akan bertanya-tanya sudah tepatkah keputusanmu menjemputku? Ada banyak mimpi yang sedang kuperjuangkan, dan mungkin beberapa membutuhkan peranmu untuk mewujudkan. Tak usah khawatir, ini bukan semacam pengalihan beban, pun bukan ingin merusak impianmu sendiri.
Hanya kamu pasti tahu, ada peran yang bisa dikerjakan sendirian dan ada juga yang optimal dengan berpasangan. Tentu saja aku juga akan berlaku demikian pada mimpi-mimpimu dan mimpi kita. Sampai semuanya tak lagi sekedar impian.
Jadi, sebelum masa itu tiba, mari sama-sama kita memantapkan hati untuk rela berlelah-lelah menabur kebaikan bagi sesama. Bersemangat menebar manfaat sebanyak-banyaknya. Sebab mimpiku bukan tentang bahagia di dunia semata. Lebih dari itu, adalah surga tempat bahagia dapat kita rasa bersama. Aku, kamu, dan orang-orang yang kita cinta.
Siapkah kamu?
-Batusangkar, 19102023
91 notes
·
View notes
Text
Manifestasi Keberuntungan, wujudkan dengan Cara Law of Attraction.
Mimpikan, pikirkan, ucapkan, lakukan, dan konsisten lah.
Sederhana, tapi kebanyakan orang tidak bisa melakukan itu semua.
Ketika mimpi itu kita pikirkan, maka mimpi itu akan berubah bentuk menjadi rencana.
Ketika rencana kita ucapkan, rencana berubah bentuk lagi menjadi komitmen.
Ketika komitmen kita lakukan, komitmen akan berubah lagi menjadi kenyataan.
Mimpi adalah langkah pertama dalam mewujudkan kesuksesan, baik dalam bisnis maupun kehidupan. Ketika kamu berani memimpikan sesuatu yang besar, maka mimpi itu akan mengarahkan. Tapi, bermimpi saja ndak cukup. Setelah mimpi itu tertanam dalam pikiran, hal berikutnya yang perlu dilakukan adalah mengubahnya menjadi rencana yang konkret. Tanpa rencana, mimpi hanyalah angan-angan yang tak akan pernah menjadi nyata. Membangun bisnis pun seperti itu; diperlukan visi yang jelas, strategi yang terukur, dan langkah-langkah spesifik untuk mencapainya.
Setelah rencana terbentuk, ucapkanlah komitmen pada diri sendiri. Ini bukan hanya soal berbicara, tetapi soal mengikat diri pada tanggung jawab untuk mewujudkannya. Saat komitmen sudah diucapkan, tindakan harus segera diambil. Tindakan tanpa komitmen adalah percuma, dan komitmen tanpa tindakan hanyalah omong kosong. Begitu memulai mengambil langkah kecil menuju tujuan, setiap tindakan membawa kita satu langkah lebih dekat kepada kenyataan yang diimpikan. Dalam dunia bisnis, tindakan nyata inilah yang membedakan mereka yang berhasil dan mereka yang hanya diam menunggu.
Namun, ada satu kunci penting yang sering dilupakan banyak orang: konsistensi. Sayangnya, kebanyakan orang berhenti di tengah jalan, kehilangan semangat, atau menyerah karena malas. Apakah kamu mau menjadi seperti itu juga? Terlalu malas untuk bangun dan bekerja, namun berharap segalanya berubah? Hidup ini tidak akan memberi apa-apa pada mereka yang tidak berusaha. Mimpi tidak akan terwujud hanya dengan berdiam diri.
“Lihat saja pak mulyono! demi mimpi hidup bahagia kaya raya, dia mengajak semua tetangganya untuk kerja,kerja,kerja, sampai UMR mu bisa buat bayar tapera!!!”
12 notes
·
View notes
Text
Tersambar Nasihat Lama
@edgarhamas
Adakah prinsip baik yang dulu kau yakini, namun makin bertambah umurmu kau mulai melupakannya?
Beberapa malam lalu, seorang guru membahas satu hal sederhana. Tapi bagiku ia bagai sambaran petir luarbiasa. Tausiyah itu berjudul: "Uluwwul Himmah", semangat yang tinggi.
"Kita tidak bangkit dan maju, karena himmah kita receh. Semangat kita redup", sebuah kalimat yang sebenarnya biasa, tapi ia menggugat kepala para manusia dewasa yang mulai menyerah pada mimpi-mimpinya.
Untuk bersemangat saja, banyak di antara kita yang mulai enggan.
Sihir rutinitas membuat kita mati rasa. Semangat besar yang dulu pernah berkobar bahkan kita senyumi sinis karena kita menganggapnya polos dan tak berguna. Beberapa di antara kita, sekadar semangat saja sudah tak punya. Apatah lagi untuk menyelesaikan impian dengan sempurna.
Dulu, kita yakin betul dengan mimpi. Dulu, kita antuasias untuk lakukan banyak hal dengan penuh energi.
Ya, aku tahu realitas membuat kita kaku. Kenyataan meremukkan ekspektasi. Komentar orang membuat kita enggan mencoba lagi. Tapi, apa cuma segitu kita pernah punya nyali?
Tausiyah malam itu, tentang "Uluwwul Himmah", tentang memiliki semangat nan tinggi untuk mewujudkan hal besar. Itu kan yang sering kita bahas ketika masih berseragam putih abu-abu? Ia hadir lagi menggedor pikiran dewasamu yang mulai menjalani hidup sekadarnya saja.
Pantas saja ada orang yang hidupnya hanya sampai usia dua puluh lima, tapi baru dikubur ketika umurnya tujuh puluh lima.
Mari merenung kembali atas perjalanan yang sudah lumayan jauh ini. Adakah ia telah menyerah; atau masih yakin dan punya kemauan mengubah keadaan?
#renungan#catatan#kontemplasi#islamic#inspirasi#islamicquotes#daily reminder#quotation#tadabbur#edgarhamas
279 notes
·
View notes
Text
Seharusnya Memang Tanya Allah Dulu Saja
Hari itu, aku patah.
Entah kapan tepatnya, aku justru merasa gagal pada hari yang seharusnya menjadi saat-saat paling bahagia dalam hidupku. "Aku salah", adalah pikiran yang terus menghantui ku sampai hari ini, dan jujur saja aku malu mengakuinya.
Aku mengutuk semua nilai-nilai yang pernah aku bangun. Aku menyesal dengan pilihan-pilihan yang aku buat di hari-hari kemarin, aku mempertanyakan segala yang tadinya menurut ku tepat dan seharusnya. Aku ragu-ragu pada urusan yang tadinya aku serahkan dengan sepenuh keyakinan ku pada Allah dan rencana-Nya, aku penuh ketakutan.
Aku kehilangan diri ku sendiri.
Aku benar-benar nyaris kehilangan diri ku sendiri. Aku nyaris kehilangan Ifa dengan nilai-nilai yang dia pikir itu baik. Aku nyaris kehilangan kepercayaan, dan aku hampir-hampir saja menggadaikan harga diri ku hanya karena aku merasa, "Aku salah".
Hari itu adalah kali pertama sebuah percakapan dibuka. Percakapan yang aku pikir hanya akan terjadi sekali, untuk seumur hidup.
Aku terus menerus menghubungi orang-orang terdekat ku. Aku benar-benar berusaha menjangkau apa yang bisa aku jangkau. Aku mencari dengan segenap pengetahuan dan kemampuan yang aku punya, dan kenyataannya: aku tidak juga menemukan jawabannya.
Aku benar-benar patah.
Aku merasa gagal menjadi Ifa yang aku inginkan. Aku merasa gagal mewujudkan segala imajinasi dan mimpi yang aku buat, aku merasa gagal karena nilai-nilai yang aku berusaha jaga. Aku merasa, nilai-nilai itu hanya membatasi aku mendapatkan apa yang seharusnya aku dapatkan.
Pikirku, kalau saja aku tidak begini dan begitu, tidak disini dan melakukan ini, tentu mudah saja bagi ku perihal ini.
Aku benar-benar bingung. Kenapa dari setiap usaha yang aku lakukan, aku tak kunjung juga mendapatkan jawabannya?
Aku menangis. Aku meninggalkan semua hiruk pikuk urusan ku, mengosongkan jadwal-jadwal pertemuan, dan aku menangis. Aku kembali ke kamar, dan menghamparkan lembaran tipis dan panjang itu. Aku kehabisan kata-kata. Kenapa dari semua usaha yang aku lakukan, seolah semuanya sia-sia?
"Rabbighfirlii", menjadi satu-satunya yang bisa aku ucapkan di atas sajadah sambil membiarkan air mata membasahi seluruh wajah dan mukena ku.
Hari itu, aku telah lupa.
Aku lupa bahwa yang paling utama harus dicari adalah 'menurut Allah'. Aku lupa, bahwa ada zat yang paling bisa 'memberi tahu', aku lupa bahwa hanya ada satu-satunya tempat manusia bisa bergantung, aku lupa bahwa yang seharusnya paling pertama aku cari adalah: Allah.
Hari itu, aku telah lupa. Bahwa setiap usaha hanya akan berakhir sia-sia, jika tidak melibatkan Allah di dalamnya.
Dear, Allah. Tolong, maafin Ifa ya? :) Cukup Ifa cari tau sendirinya, selebihnya tolong dibantu ya? Please ❤️
- Ifa, 8 Oktober 2024 dan pelajaran berharganya. Semoga tidak pernah lupa, ya! ❤️🩹
10 notes
·
View notes
Text
Mimpi, obrolan yang tak pernah mati.
Kak, terima kasih untuk membaca banyak hal dariku. Menangkap sisi tersembunyi yang tak banyak orang tahu.
Aku dan mimpi-mimpiku, seperti bebas berkelana di hadapanmu. Nyalaku susah sekali padamnya saat bersamamu. Aku bisa saja tersenyum sepanjang waktu.
Obrolan kita, tak pernah lepas dari bagaimana bentuk peran yang Allah titipkan untuk kita perjuangkan. Kau seperti tak pernah kehabisan kata, saat menggambarkan betapa elok pengaturan-Nya.
Celetukan kita seperti bermain di atas trampolin. Melompat lalu memantul lebih tinggi berlomba satu sama lain. Topik demi topik bergulir meredakan pikiran yang ramainya bukan main.
Aku selalu suka bagian kita saling terkejut, akan perpindahan topik yang begitu tiba-tiba dan membuat kita tertawa menyadarinya.
Kak, aku tidak ingin jadi sepertimu, karena aku tak akan mampu jadi orang lain dalam hidupku. Aku ingin tetap jadi sepertiku, menemukan diriku sebagaimana kau pada akhirnya menemukan dirimu.
Kak, mari berbalas pesan rasa seperti ini berkali-kali. Sampai tulisan kita menemukan pelabuhan yang dinanti.
—————
Muslimah Sport Center impian kita itu, jangan dipadamkan ya, kita tak pernah tau cerita yang Allah tuliskan untuk mewujudkan langkahnya satu persatu.
(( Musala Ma'had // 23-10-2024 ))
7 notes
·
View notes
Text
Tentang Ketidaksempurnaan
Hai, Monica.
Makasih ya sudah memilih bertahan dan bangkit berkali-kali di dunia yang membuatmu babak belur habis-habisan.
Makasih ya sudah berusaha untuk baik-baik aja di dunia yang seringkali membuatmu nggak baik-baik aja.
Makasih ya sudah berusaha untuk berani dan tangguh di dunia yang seringkali membuatmu terlihat kecil, nggak bermakna dan nggak berdaya.
Makasih ya sudah berusaha untuk terus tumbuh di dunia yang seringkali membuatmu layu.
Makasih ya sudah berusaha mewujudkan versi terbaikmu di dunia ini, walaupun dunia dan isinya seringkali membuatmu khawatir dan kalah dengan isi pikiran sendiri.
Aku bangga padamu. Sungguh aku bangga.
Untuk hari ini dan seterusnya, kita belajar terus, ya? Kita usahakan mimpi-mimpi baik itu. Semoga Allah beri mampu, semoga ridha-Nya menyertai.
Bekasi, 1 Juli 2024
@monicasyarah
10 notes
·
View notes
Text
Jurang
Hi semua. Tulisan ini mungkin cukup sensitif dan membutuhkan empati untuk membacanya dengan hati-hati, karena akan menggunakan sudut pandang perbanding-bandingan. Sesuatu yang mungkin tidak nyaman untuk dibaca bagi sebagian orang.
Dalam proses mengamati sekaligus menjalani kehidupan selama 34 tahun ini, terasa sekali bahwa fase yang sedang dijalani saat ini itu benar-benar jelas sekali garis batas kehidupan satu sama lain, antara diri kita dengan orang lain itu kelihatan sekali.
Dulu sewaktu kecil, sewaktu seru-serunya menjadi anak-anak, tidak memandang dunia dari sisi materi, tidak bingung bangun tidur harus bekerja, bahkan ini mungkin terjadi hingga kita SMA. Antara kita dengan teman kita itu sama, sama-sama di fase berjuang. Lagi di fase belajar untuk mewujudkan mimpi masing-masing. Ngerasain kelas yang panas tanpa AC bareng-bareng, naik motor iring-iringan, dan semua aktivitas yang membuat kita terasa tidak ada bedanya satu sama lain. Coba deh perhatikan, teman-teman kita semasa TK, SD, SMP, ataupun SMA dulu. Inget nggak serunya bermain bersama, paling satu-satunya hal yang membuat kita berkompetisi saat itu adalah rangking kelas. Itu pun kadang sadar diri kalau udah ada yang langganan juara kelas berturut-turut, kitanya juga nggak berkecil hati karena tidak juara kelas, enjoy aja, dan ya berjalan sebagaimana biasanya.
Tapi coba lihat semuanya sekarang. Perbedaan antara kita dan teman-teman bisa kayak bumi dan langit dari sisi kehidupan. Di umur yang sama, ada yang masing single, ada yang sudah punya anak mau masuk SD. Ada yang sudah punya rumah, ada yang masih ngontrak. Ada yang kerja dengan gaji puluhan bahkan ratusan juta per bulan, ada yang berjuang biar bisa UMR aja alhamdulillah. Ada yang lagi jalan-jalan ke berbagai kota atau negara, ada yang lagi langganan ke psikolog/psikiater. Ada yang berubah jadi kriminal, ada yang menjadi seorang alim. Ada yang lagi kesulitan finansial, ada yang lagi lapang banget sampai bisa bersedekah tanpa berpikir panjang. Ada yang pernikahannya bahagia, ada yang sudah menjadi duda dan janda.
Perbedaan itu terpampang secara nyata. Dan itu dialami oleh diri kita sendiri dan juga orang-orang yang dulu sekali, tidak begitu lama, mungkin 15 atau 20 tahun yang lalu adalah orang-orang yang bareng sama kita. Yang dulu sama-sama memikirkan tugas sekolah, les bareng-bareng, kalau libur sekolah bikin agenda kelas, kalau ramadan bikin acara bukber kelas. Kalau lebaran, rame-rame keliling antar rumah-rumah.
Tapi perbedaan nasib, garis takdirnya bisa sejauh itu. Kadang, diri sendiri pun merasa begitu asing dengan segala jurang yang ada, begitu tinggi perbedaan yang dimiliki. Kadang, diri juga mengukur-ukur diri sendiri, bertanya-tanya mengapa ada yang bisa sejauh itu sementara kita terasa jalan di tempat, gitu-gitu aja.
Tanpa sadar, bahwa "gitu-gitu aja"nya diri ini juga ternyata jadi sesuatu yang amat berharga bagi teman kita yang lain. Hidup yang saling melihat ini, rasanya semakin membelalakkan mata di umur sekarang. Umur-umur yang menurut kita harusnya sudah bisa mencapai hal-hal tertentu dalam hidup, tapi kita baru mencapai sebagian kecil atau bahkan belum sama sekali.
Kemarin waktu baca threads, ada sebuah utas yang kurang lebih bilang begini : "Umur 42, belum punya rumah sendiri, masih ngontrak pindah-pindah, kendaraan cuma motor ada 1, anak ada dua udah sekolah semua, tiap bulan gaji ngepres buat semuanya. Nggak apa-apa kan?" Dan jawaban orang lain yang membalas, begitu "nyesss" pada baik-baik.
Kadang mulai mikir juga, apa selama ini kita terlalu lama hidup dalam bubble. Hidup dalam perspektif bahwa keberhasilan-keberhasilan itu harus mencapai ini dan itu. Ditakut-takuti jika kita tidak begini dan begitu, nanti hidup kita akan menderita. Hidup kita akan gagal. Gagal menurut orang yang menebar ketakutan tersebut.
Dan kita lupa dan tidak pernah diajari untuk bagaimana caranya bisa bahagia dengan alasan-alasan yang amat sederhana. Kebahagiaan kita penuh dengan syarat, syarat yang kita buat sendiri, tapi sekaligus syarat yang amat sulit untuk kita sendiri penuhi. (c)kurniawangunadi
180 notes
·
View notes
Text
Rindu yang paling besar itu, rasanya adalah rindu pada versi diriku beberapa tahun lalu. Yang tidak mudah takut pada apapun. Yang tidak berlebihan memikirkan apa kata orang. Yang punya tekad besar dan semangat yang menggebu dalam mewujudkan mimpi-mimpi serta menjalani amanah demi amanah yang diembannya.
Ya, aku rindu dia. Tapi aku nggak ingin membanding-bandingkan diriku dengan dia. Sebab aku tau, fase hidup dia itu memang sedang full of support system, sedang menyala-menyalanya sebagai mahasiswa + aktivis, dan dia belum mengalami krisis-krisis kehidupan.
Aku paham, versi diriku yang saat ini sebenarnya masih memiliki semangat itu. Hanya saja masih meredup. Butuh waktu untuk kembali menyala. Butuh waktu berdamai dengan badai yang melandanya tahun-tahun terakhir ini. Ya nggak papa. Akan datang kok waktunya semua badai ini mereda. Bertahan yaa, diriku!
13 notes
·
View notes
Text
Update Kabar
Ditidurkan oleh rasa lelah, dibangunkan oleh rasa tanggung jawab dan disemangati oleh cicilan.
Dulu sekali, waktu aku masih berada dalam masa-masa depresi karena berbagai permasalahan yang menghimpit kala itu. Aku ingat pernah doa sambil nangis-nangis ke Allah minta dikasih kesibukan. Sibuk yang benar-benar sibuk. Sampai nggak dikasih waktu tidur pun nggak papa. Pintaku waktu itu. Alasannya? Supaya aku gak ada lagi waktu buat bersedih, supaya pikiranku hanya fokus mikirin pekerjaan, gak fokus mikirin permasalahan yang bikin aku seperti kehilangan kewarasan apalagi mikirin seseorang yang cuman bisa menaruh kekecewaan.
Tahun kemarin, aku memang cukup sibuk berhubung tahun kemarin aku menerbitkan buku pertamaku. Jadi emang butuh penyesuaian yang banyak dalam belajar sebagai penulis yang mulai dikenal dan dibaca bukunya. Tetapi setidaknya waktu itu aku masih bisa menyisihkan waktu untuk naik sepeda di hari Minggu, ngobrol random sama teman-temanku, gabung dan aktif dalam beberapa komunitas, dan sesekali juga sering bikin deeptalk dan ngebanyol di story wa. (Teman Whatsappku banyak yang nyariin aku semenjak aku udah gak pernah lagi bikin ginian huhuhu!!)
Sedangkan awal tahun 2024 ini, aku mendapatkan tawaran menjadi fulltime content writer & copywriter di sebuah brand milik kenalan temanku. Kebetulan temanku jadi freelance di sana, dan satu anggotanya izin karena keperluan, jadi beliau nawarin apa aku bisa membantu tugas-tugasnya.
Jujur di awal aku ragu menerima, karena mikirin apa aku sanggup dan layak untuk mendapatkan tawaran ini (aku masih belum cukup percaya diri dengan skill nulisku saat ini ><) tetapi aku mikir lagi, gimana mau tau sanggup apa enggak kalau gak dijalani? Dan soal kelayakan, aku pernah baca ada seseorang yang mengatakan bahwa setiap kesempatan yang datang kepada kita itu sudah merupakan kelayakan jadi gak usah bertanya lagi, kita layak apa enggak mendapatkan kesempatan tersebut.
Dengan menguatkan niat aku akhirnya mengambil tawaran tersebut.
Ngaji yang ditawarkan sebenarnya gak lebih besar dari gaji pekerjaan tetapku saat ini sebagai karyawan. Tetapi karena di awal ambil tawaran ini niatku untuk mencari pengalaman—aku bahkan sempat bilang ke temanku gak digaji juga nggak papa (karena aku merasa keahlianku belum cukup layak buat dibayar, yaa aku sangat kurang percaya diri sekali!!)—aku gak masalah sama hal tersebut. Tetapi temanku bilang gak boleh gitu, karena dengan adanya bayaran bisa jadi motivasi juga buat aku bekerja lebih baik katanya.
Jujur aku capek banget wkwk, karena pas tidur pun aku mimpi soal kerjaan ckck. Tetapi kalau mau pencapaian banyak harus banyak capeknya juga, kata postingan yang aku baca di Instagram. Aku juga kangen banget sama teman-temanku dan agak merasa bersalah karena semakin lambat balas pesan mereka. Aku bahkan memutuskan untuk keluar dari beberapa komunitas karena merasa gak sanggup lagi membagi fokus ><. Tetapi dalam hidup emang tentang memilih prioritas bukan? Dan prioritasku saat ini bukan ada dalam pertemanan...
Sebenarnya, sama seperti yang sudah aku pernah cerita di tulisan sebelumnya kalau aku tuh berencana untuk kerja WFH as freelancer writer beberapa tahun mendatang. Karena aku udah capek ketemu sama manusia tiap hari wkwkwkw (si anak introvert akut) selain itu, aku kasihan liat Mama yang cuman tinggal berdua sama adek di rumah dan belio juga udah sering curhat kalau beliau pengen tinggal sama anak-anaknya tetapi kan kondisi kami nggak memungkinkan untuk seperti itu. Jadi, aku harap dalam beberapa tahun ke depan, aku bisa mewujudkan keinginan beliau itu.
Tahun lalu aku belajar banyak sekali hal, dan salah satu pelajaran yang paling membekas ada pada pertemanan. Tahun lalu membuatku belajar lebih memprioritaskan diriku di bandingkan orang lain, dan betul-betul memilah apa yang perlu aku tidak pedulikan lagi, dan aku ingin mempraktekkan apa yang udah aku pelajari itu di tahun ini.
Em, mungkin itu aja update kabar dari aku untuk kali ini (*geer amat ada yang nyariin wqwqwq)
Doain ya, semoga kesempatan yang aku dapatkan kali ini bisa membawaku lebih dekat dengan tujuan dan mimpi-mimpiku selama ini. Dan buat teman-teman yang baca tulisan ini, aku berharap apa pun yang sedang kalian kerjakan semoga dilancarkan ya^^
Salam sayang @milaalkhansah
32 notes
·
View notes
Text
Hai dek..
Sehat selalu..
Ayok sama-sama mewujudkan mimpi yang sudah tertulis, terpikirkan kemarin2.
Belajar memikirkan hal yang positif, dan belajar menjalani kehidupan yang akan datang.
Tenang, semua selalu menemanimu, mendoakanmu.
Semua sayang kamu 💕
Tidak ada kata pisah selain ajal yang memisahkan, saudara tidak ada akhirnya.
Saudara sesurga. Amiiin ❤️
Semangat nduk. ❤️
6 notes
·
View notes