#menujusekolah
Explore tagged Tumblr posts
Text
Perkenalan (3)
.....
“Maaf baru bales, Aldo. Aku long weekend kemarin ke Jogjakarta, ada nikahan teman sekaligus menepi dari hiruk pikuk Surabaya. Kamu gimana?” pesan itu akhirnya kukirim saat perjalanan pulang di kereta, dari Yogyakarta menuju Surabaya.
“Aku di rumah aja, masih adaptasi juga sama fase kerjaanku di X (perusahaan farmasi). Mantap, Yogyakarta itu mananya Gresik dan berapa jauh, Val?”
Aku sempet tersedak pas membaca pesan instannya. Lulusan Fisika, nanya jarak Yogyakarta-Gresik? Hahahaha.
“Beda provinsi, Do, hahahaha, Gresik itu Jawa Timur. Nggak pernah denger kota ini ya? Jadi kalau jaraknya ya.... cek di google map ya, kalo naik kereta ekonomi, waktu tempuh Yogyakarta-Surabaya sekitar 6.5 jam”
“Oh....Pernah kok, Semen Gresik kan?”
“Yo, tapi kan udah dimerger jadi Semen Indonesia”
“Oh iya ya? hehehe. Btw, ternyata kerja lumayan menguras waktu dan energi juga ya Val, 19 kilo sekali jalan tiap pagi, pulang malem hahaha, ini hal yang kemarin belum kepikir. Tapi lagi-lagi alhamdulillah buat ngisi kekosongan menjelang sekolah.”
“Sekosong itu ya Do? hahaha” ingin kujawab demikian, tapi tentu tidak kulakukan, dan kuedit, “Wah semangat Aldo, konsekuensi kerja emang gitu kan, we both know this.”
“Iyaa, makasih ya buat sarannya dulu, Valinaa”
Saya paling gampang banget tidur, termasuk tidur selama perjalanan. Jadi, pesan terakhir Aldo baru kubaca tengah malam, ketika kereta sudah hampir sampai di Surabaya. Tentu saja tidak kubalas, karena aku harus mempersiapkan agar semua barang bawaan aman dan tidak ada yang tertinggal. Apalagi oleh-oleh dari Bude banyaaak sekali (alhamdulillah), Mama pasti senang. Bakal nggak senang kalau ketinggalan. Hahahaha.
***
Di sela-sela serah terima oleh-oleh dari Budhe ke Mama, kubaca ulang beberapa pesan whatsapp antara aku dan Aldo. Memastikan bahwa semua chat/pesan baik-baik saja. Aku berusaha memvalidasi bahwa tak ada obrolan macam-macam. Bahkan ketika ada tugas perwakilan untuk saling tahu satu sama lain, waktu kubilang, “aku pernah tinggal di Serpong loh, mungkin dekat tempat kerjamu dulu, Aldo” juga tidak ada balasan. Semua berjalan dengan normal dan baik-baik saja. Sampai pada suatu ketika sebuah notifikasi voice note, muncul dari pesan Whatsapp.
“Aku coba cover lagu angkatan nih hahaha” siapa lagi, kalau bukan calon gitaris.
“Woh, mantap gitarnya, fix lah gitaris, tapi maaf kayaknya ada nada yang nggak pas dan itu bagian yang penting banget jadi harus banget sesuai kunci ya, Do, kalo kuncimu berubah otomatis nadanya jadi aneh.” Jawabku udah super cerewet belum? Aku sangat sensitif soal nada, meski buta not angka apalagi not balok. Kerasa banget di bagian menuju Reff, ada kunci gantung yang dicover dengan kunci yang berbeda. Huhu padahal nadanya bagus pas gantung-gantung ala Payung Teduh gitu mauku. HAHAHA.
“Oh gitu, iya aku aku masih asal-asalan bikinnya, lagi pula ini juga hasil nyari kuncinya sendiri loh, kamu kan ngga share kuncinya?”
“HAHAHA Woh iya ya? Iya deh kapan-kapan aku share pas ketemuan lagi. Tapi makasih banget sudah dicover lagunya, Do...”
“Sama-sama Valinaa”
Baik, balasannya bukan jempol belaka. Tentu saja tidak kubalas lagi, melainkan kujadikan bahan gossip bersama Mama. Oh ya, satu hal, aku memanggil Mamaku dengan sebutan “Mama” tapi beliau membahasakan dirinya sebagai “Ibu.” Sampe sekarang masih begitu T.T hahaha, maaf ya Ma.
“Ma, coba deh dengerin, ini temen se-PK, cover lagu yang waktu itu adek rekam buat lagu angkatan itu loh.”
“Kayak Iwan Fals suaranya.”
“Maksudnya Fales? HAHAHAHA, ada beberapa bagian yang fales sih, Ma, tapi salut karena dia nggak tahu kunci-kuncinya.”
“Ini yang ngirim rekaman itu Aldo yang teman PK mu itu?”
“Iya, Ma”
“Naksir lho, piye ya? sekolah dulu ya dek, kan kemarin sudah diclearkan semuanya.”
“Lhoh gimana maksudnya ya? hahahahha, enggaklah Ma, Aldo itu temen PK, Ma, nanti habis PK juga bakal selesai komunikasinya dan saling lupa, sibuk sama urusan masing-masing”
“Iya, tapi kemarin-kemarin kan adek sudah memutuskan buat sekolah, Ibu yang lihat sendiri gimana perjuangan adek buat cari sekolah, IELTS berkali-kali, ketolak beasiswa,”
“Huhuhu, iya Mamaku sayaaaang, sekolah jadi prioritas dong pastinya. Kan udah clear semuanya, Ma, sudah adek putuskan ke pihak-pihak yang terlibat hehehe.”
“Iya dek, semoga tetep jaga silaturahim ya, termasuk yang sama mas Aldo ini nambah temen”
“iya Mama....”
Beberapa orang mungkin menganggap bahwa ini terlalu berlebihan, terlalu mengatur, dan sebagainya. Tapi sebagian lain, apalagi yang sudah menjadi ibu, perasaan khawatir kepada anaknya adalah hak setiap Ibu. Mama adalah orang yang lebih sedih ketika saya ditolak masuk UI, berkali-kali. Bukan karena sedih nggak masuk UI nya, tapi lebih sedih melihat perilakuku yang sangat menyedihkan bila diingat. Menghapus kontak teman-teman SMA, karena males ngontak apalagi dikontak. Nangis berhari-hari, hahaha, ya Allah, definisi patah hati dalam hidup saya adalah ditolak UI. Mama juga, makhluk pertama yang mengucapkan selamat ketika saya lolos SNMPTN tulis di Psikologi Unair. Mama yang bilang kalau dimanapun kuliah saya, asal bersungguh-sungguh, insyaAllah akan ada hasilnya nanti. Hehehe, itu baru cerita perjalanan menuju studi S-1. Belum perjalanan ditolak seleksi administrasi LPDP tahun 2016. Administrasi loh, bukan substansi, berarti ada yang nggak beres kan sama berkas yang saya kirim? Dan pengumumannya 27 Oktober 2016, tepat ulang tahun saya ke-24. Nangis? Enggak, cuma njekethek aja, hahaha. Nangisnya justru beberapa hari setelah itu, karena mesti IELTS bulan Januari 2017 tapi nggak sesiap itu, bos. Ngoyoh, kurang tidur, belajar listening ba’da subuh, sempat meninggalkan teman-teman yang sering nongkrong dan aku ngga bisa ikutan tentunya, jadi anak IALF (yang tentunya dibayarin Fakultas) dari pagi sampai malam belajar di perpustakaannya. Atas rahmat Allah yang Mahakuasa, 25 Oktober 2017 saya lolos beasiswa LPDP. Buat Mama, itu semua bukan perjalanan yang singkat, menguras pikiran beliau juga. Dan menurut beliau, saya (yang kayaknya punya gangguan atensi, jadi gampang terdistrak tapi susah multitasking ini) agak kesulitan jika harus menikah tapi belum selesai S-2. Tidak sekali, dua kali beberapa orang hadir menyatakan keseriusannya, namun qadarullah Mama dan Bapak masih dalam keputusan yang kuat. Terlepas dari rencana studi saya, ada beberapa hal lain terkait prinsip yang kurang selaras, atau paling tidak, tidak terampaikan saat menyatakan keseriusan. Adakah kekurangsiapan menjadi salah satu yang justru nampak dari proses demi proses yang saya lewati? Barangkali, ya.
Ada kekhawatiran kalau.... saya tidak bisa menjalankan dua amanah besar itu dalam satu waktu. Wajar? Ya Wajarlah, mengingat Mama adalah orang terdekat saya saat itu, tahu gimana saya, tahu bobrok-bobrok berapa kopi yang habis dalam semalam buat ngerjakan readling IELTS. Tahu betapa “menyeramkan” nya saya kalau lagi marah, capek, atau gelisah. Mama belum kebayang saja, dengan siapa saya bisa membagikan semua itu, paket komplit ketidaksempurnaan yang sempurna.
Oleh sebab itu, di penghujung 2017, keputusan Mama dan Bapak saat itu bulat, saya harus menyelesaikan studi S-2 saya, bagaimanapun dan siapapun yang datang pada saat itu, apalagi sebelum itu.
Bagaimana dengan Aldo? Selintas kekhawatiran Mama datang di pikiranku. “Tapi heyyyy, dia baru mengenalku 19 November 2017, dan sekarang 31 Desember 2017, ketemu langsung juga cuma empat hari, masak iya segala kebaikannya kuanggap sesuatu yang berbeda? Terlalu cepatlah, nggak mungkin.”
Akhir tahun 2017 itu sebenarnya bukanlah hal yang manis untuk dikenang. Ada beberapa hal menyesakkan jika ditilik kembali. Tapi, tak pernah menyesal dengan segala keputusan dan tindakan berani di akhir tahun itu. Paling tidak, sampai hari ini. Kuputar lagi sebuah lagu favorit yang sering diputar sebagai theme song akhir tahun 2017,
“Di atas meja rindu itu hilang Dalam kata-kata Sebentar lagi kita saling lupa Kita menjelma pagi dingin yang dipayungi kabut Tak bisa lagi bercerita apa adanya Mengapa takut pada lara? Sementara semua rasa bisa kita cipta? Akan selalu ada tenang di sela-sela gelisah Yang menunggu reda” -Di Atas Meja (Payung Teduh)
Masih bersambung~
Gunung Anyar Tambak, 30 Agustus 2020
Dalam rangka menapaki keputusan, belajar untuk tidak menyesali apapun yang sudah lewat.
17 notes
·
View notes