#livingharmony
Explore tagged Tumblr posts
hamdanlink · 4 years ago
Photo
Tumblr media
https://radarjember.jawapos.com/opini/20/03/2021/air-bisa-sangat-berharga-jika-dihargai/ #hariairsedunia #waterresources #sumberdayaair #pupr #sda #sustainability #development #energiterbarukan #hidropower #globalwarming #disaster #hazard #livingharmony #environment #ecosystems https://www.instagram.com/p/CMtBIjLFUGy/?igshid=6y5jx2k74aw8
0 notes
agustinaariyanti · 8 years ago
Text
Ya udah lah ya …
— How I Found My Inner Peace—
 Yeayyyyy. Seneng banget bisa nulis ini. Walaupun momen puncaknya udah lewat, tapi ga papalah ya. Karena toh kehidupan beragama yang harmonis bisa diterapkan kapan saja.
Yep, jadi intinya, tulisan ini menanggapi keresahanku belakangan ini saat melihat media sosial, terutama kehidupan beragama. Dan berhubung belum lama ini adalah hari Natal, hari libur favoritku sejak kecil. Biasanya suasana Natal terasa sejak 1 bulan sebelumnya, lagu2, dekorasi—I love that happiness and how I feel “I cant wait for Christmas”.  Nah, berdasarkan pengalaman sebelumnya, setiap Natal pasti ada perdebatan “haramnya memberikan ucapan selamat Natal”. Tapi tahun ini sepertinya lebih hot dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tapi justru karena itulah, di tahun ini juga, aku menyadari kalau aku sudah sampai ke tahap “ya udah lah ya” Yesssssss ! I could not be happier.
Mmmm. Setelah aku mencapai tahap “ya udah lah ya” bukan hal mudah untuk memahami orang-orang lain yang belum mencapai tahapan tersebut. Dan akhirnya ada kesadaran lain lagi yang timbul, bahwa aku tidak bisa memaksakan hal yang aku rasakan dan pikirkan kepada mereka yang masih berproses. Toh aku juga mencapai tahapan ini melalui proses panjang dan berdarah-darah #lebay. Berbahagialah mereka yang beruntung dapat menemukan kedamaian lebih cepat. HoHoHoHo
Di sini aku menekankan bahwa tulisan ini bukan untuk menyakiti pihak manapun, tapi murni dimaksudkan demi kesehatan jiwaku. Kesempatanku untuk menjelaskan hal yang membuatku sebel, marah, ataupun senang. Suatu kepuasan tersendiri aku bisa menguraikan emosi negatifku yang tadinya kusut menjadi positif.  Mungkin bagi orang lain hal ini sepele, tapi bagi aku yang lemot dan emosi meledak-ledak, menguraikan emosi—baik positif maupun negatif—sangat penting.
“Minority Does Not Always Project the Whole Community,,
Kakekku beragama berbeda dan kurang bertanggung jawab di masanya. Apalagi nenek tiriku juga tidak menunjukkan bahwa dia menghargai agama kami. Mereka seperti anomali, berbeda keyakinan dan bersikap kurang menyenangkan di saat aku dikelilingi anggota keluarga seiman dan memiliki citra positif. Tentunya aku yang masih kecil melihatnya sebagai batas hitam putih. Apalagi aku sekolah di sekolah swasta Katolik, jadi referensiku tentang agama tersebut minim. Jadi kupikir semua orang dari agama tersebut memang demikian adanya. Untungnya, Bapak tetap bersikap liberal, selalu menjelaskan dengan caranya sendiri—bukan ceramah orang tua-anak yang membosankan. Walaupun waktu kecil aku kurang paham, kesannya masuk kuping mental lagi, ternyata tanpa sadar penjelasan-penjelasannya terpatri di otak.
Akhirnya aku masuk sekolah negeri. Di sana aku menemukan banyak teman dan guru Muslim yang baik. Jadi aku sadar kalau agama seberang tidak seburuk bayanganku saat masih kecil. Namun hanya sebatas itu saja. Sampai beberapa bulan sebelumnya pun, aku masih belum memahami mereka apa adanya. Ketika menemukan ajaran mereka berbenturan dengan keyakinanku, aku masih mengernyitkan dahi dengan pandangan antagonis (HAHHAHAHHA. Ga lah)
Aku beruntung memiliki teman-teman yang sportif. Mereka terbuka dalam menyatakan pendapat dan tetap menghargai agamaku. Bersamaan dengan mulai panasnya media sosial akan isu sara, akhirnya beberapa bulan yang lalu aku iseng diskusi sama seorang teman. Bukan diskusi serius sih, bukan yang nyolot2 gitu, sadar diri aja, keimananku sendiri aja tipis—kayak dompet di akhir bulan—masak mau nantangin orang. Selain itu, beberapa temanku yang lain juga menyatakan pendapat yang berbeda dengan pendapat mayoritas pemeluk agama mereka di media sosial. Jadi aku berpikir : Oh, berarti yang ramai di media sosial belum tentu mewakili pendapat semua orang yang berlatar belakang sama. Okelah kalau begitu.
Nah, kalau spiritualku sendiri berkembang baik, selain karena pupuk yang diberikan Bapak, juga karena Mas Arda. Surprisingly, both of them have great mind. How blessed I am. Dia dapat membantuku memahami keyakinan-keyakinan lain yang berbeda. Salah satu yang paling penting dan tidak kalah favorit adalah buku berjudul “7 habits of Highly Effective People”. Di buku itu dijelaskan bahwa untuk dapat mengambil keputusan yang tepat, tidak bisa condong pada beberapa kepentingan saja, seperti keluarga, harta, pekerjaan, bahkan agama (di buku disebutkan gereja, karena memang penulisnya beragama Kristen). Yang menarik di sini, faktor agama berbeda dengan kepentingan-kepentingan yang lain, karena sifatnya spiritual, sedangkan yang lain bersifat duniawi. Tapi ternyata, kadang kita tidak menyadari bahwa kadang kita justru “menduniawikan” agama, supaya dianggap taat atau demi mengejar surga semu. Dari buku tersebut, aku jadi belajar untuk melepaskan atribut kepribadianku—bersikap netral, dengan begitu aku bisa melihat permasalahan secara adil. Dan aku terkejut ketika aku kemudian dapat berpandangan lebih luas, seperti baru saja melepas kacamata kuda. Aku dapat menyerap pengetahuan baru lebih mudah, bersikap adil, dan yang pasti menjadi lebih damai.
“Ya udah lah ya,,
Jadi ketika teman tidak berkenan mengucapkan selamat Natal, “Ya udah lah ya”. Kalau kamu bisa menerima selera mereka yang berbeda dalam memilih makanan, harusnya sikap ini bisa diterapkan juga ke keyakinan mereka. Kalaupun ada yang berbaik hati memberikan selamat, cukup ucapkan terima kasih. Ga perlu ditambah “kan haram”. Itu awkward banget (> , <)
Ketika dibilang kafir, “Ya udah lah ya”. Toh itu definisi mereka. Selama tidak diucapkan dalam konteks negatif, ga masalah kok untuk ku.
Hal positif dari debat sengit tentang agama adalah aku jadi tergugah untuk baca Alkitab secara keseluruhan—walau belum selesai, hehhehehee—karena aku ga mau cuma sekadar “katanya”.
 Aku bahagiaaaaa banget bisa benar-menerapkan ajaran cinta kasih, paling ga bagi diriku sendiri dan orang-orang terdekatku. Dengan pencapaian “ya udah lah ya” aku ga perlu emosi baca-baca postingan di sosmed. Mereka tetap teman-temanku yang dulu, dengan atau tanpa postingan mereka. =)
0 notes
hobobuzz · 8 years ago
Link
New #hoboken tweet. Hoboken Eats: A Hidden Gem in Northwest Hoboken {San Giuseppe’s} https://t.co/Cn7Y8hoXNO
0 notes
hobobuzz · 8 years ago
Link
New #hoboken tweet. Any if our Hoboken Ski Club peeps missing a jacket? IM me for more info. — feeling lost
0 notes
hobobuzz · 8 years ago
Link
New #hoboken tweet. My Hoboken friends...and Philadelphia and coming soon to NY, have you heard about Parkmobile? Pay the parking... https://t.co/g5ffSbhKmR
0 notes