#les piano anak
Explore tagged Tumblr posts
Text
RECOMMENDED, CALL 0822-7942-7943, Kursus Piano Remaja Sidoarjo, Kursus Keyboard Anak-Anak Sidoarjo
KLIK https://wa.me/6282279427943, Belajar Piano Musik Pop Krian Sidoarjo, Kursus Piano Intensif Anak-Anak Porong Sidoarjo, Kursus Piano Intensif Dewasa Prambon Sidoarjo, Belajar Keyboard Musik Jazz Sedati Sidoarjo, Kursus Keyboard Musik Pop Sukodono Sidoarjo
Selamat datang di Kenz Music Studio, tempat terbaik untuk belajar piano dengan penuh semangat dan keseriusan. Kami guru piano yang BERSERTIFIKAT dan BERPENGALAMAN untuk membimbing Anda dalam mengembangkan bakat musik Anda.
Dengan bergabung di Kenz Music Studio, Anda tidak hanya akan diajari teknik-teknik dasar bermain piano, tetapi juga akan diajarkan hingga Anda benar-benar menguasai alat musik tersebut. Kami percaya bahwa setiap individu memiliki potensi yang luar biasa dalam bidang musik, dan kami siap membantu untuk mencapai potensi terbaik Anda.
Salah satu keunggulan dari Kenz Music Studio adalah kemudahan akses, dimana kami dapat DATANG LANGSUNG KE RUMAH untuk memberikan pelajaran piano. Dengan begitu, Anda tidak perlu repot-repot pergi ke tempat les dan dapat belajar dengan nyaman di rumah sendiri.
Tempat kami mudah dijangkau dan memiliki fasilitas yang mendukung proses belajar mengajar yang optimal. Jadi, tunggu apalagi? Segera BERGABUNG dengan Kenz Music Studio dan temukan potensi musik Anda bersama kami!
Alamat kami:
KENZ MUSIC STUDIO Course and Entertainment Perumahan Villa Jasmine 1 Blok K 8, Desa Suko, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61224
#sekolahpianocandi, #sekolahpianogedangan, #sekolahpianojabo, #sekolahpianokrembung, #sekolahpianokrian, #sekolahpianoporong, #sekolahpianoprambon, #sekolahpianosedati, #sekolahpianopemulasidoarjo, #sekolahpianosukodono,
#les piano anak terdekat#biaya les piano anak#belajar piano anak 4 tahun#les musik terdekat#harga les piano#biaya kursus di chics musik#harga piano sidoarjo#les olahraga untuk anak terdekat
0 notes
Text
BERSERTIFIKAT, CALL 0822-7942-7943, Bimbingan Piano Privat Sidoarjo, Kursus Keyboard Fleksibel Sidoarjo
KLIK https://wa.me/6282279427943, Tempat Belajar Piano Dewasa Prambon Sidoarjo, Kursus Piano Di Rumah Sedati Sidoarjo, Kursus Keyboard Berpengalaman Sukodono Sidoarjo, Les Keyboard Berpengalaman Taman Sidoarjo, Belajar Keyboard Berpengalaman Tanggulanganin Sidoarjo Selamat datang di Kenz Music Studio, tempat terbaik untuk belajar piano dengan penuh semangat dan keseriusan. Kami guru piano yang BERSERTIFIKAT dan BERPENGALAMAN untuk membimbing Anda dalam mengembangkan bakat musik Anda. Dengan bergabung di Kenz Music Studio, Anda tidak hanya akan diajari teknik-teknik dasar bermain piano, tetapi juga akan diajarkan hingga Anda benar-benar menguasai alat musik tersebut. Kami percaya bahwa setiap individu memiliki potensi yang luar biasa dalam bidang musik, dan kami siap membantu untuk mencapai potensi terbaik Anda. Salah satu keunggulan dari Kenz Music Studio adalah kemudahan akses, dimana kami dapat DATANG LANGSUNG KE RUMAH untuk memberikan pelajaran piano. Dengan begitu, Anda tidak perlu repot-repot pergi ke tempat les dan dapat belajar dengan nyaman di rumah sendiri. Tempat kami mudah dijangkau dan memiliki fasilitas yang mendukung proses belajar mengajar yang optimal. Jadi, tunggu apalagi? Segera BERGABUNG dengan Kenz Music Studio dan temukan potensi musik Anda bersama kami! Alamat kami: KENZ MUSIC STUDIO Course and Entertainment Perumahan Villa Jasmine 1 Blok K 8, Desa Suko, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61224 #privatpianoteacher, #privatpianountukautisdepok, #privatpianoundervisning, #privatpianobolongbendo, #privatpianobuduran, #privatpianocandi, #privatpianogedangan, #privatpianojabon, #privatpianokrembung, #privatpianokrian,
#kursus piano terdekat sidoarjo#kursus piano dewasa#biaya kursus piano#harga les piano sidoarjo#les piano anak terdekat#kursus piano online#harga les piano terdekat#biaya kursus keyboard
0 notes
Text
He said, "Ibuk.., aku nggak mau bintang dua. Jadi aku gambar sendiri yang banyak."
Dibalik yang tetap berangkat meskipun malamnya habis di infus. Pun yang harusnya bedrest tapi memilih menahan diri. Ada anak-anak mengemaskan yang menyejukkan jiwa. Yang serasa jadi obat dari segala sakit. Yang seketika jadi bertenaga saat berjumpa dengannya.
MasyaAllah semoga Allah senantiasa menjaga kalian ya, Nak.
Rasanya meleleh saat melihat mereka antusias belajar dan bercerita aktivitasnya. Diawal tanpa diberi aba-aba mereka sudah paham kalau miss-nya datang apa saja yang harus dilakukan. Terutama tentang cerita yang tiada habisnya dan saling berebut.
"Miss, aku capek tadi pulang siang..."
"Ibuk, tadi habis latihan belum istirahat. Jangan nulis ya nanti.."
"Miss, hari ini aku nggak happy. Sebel.."
"Miss, aku tadi les matematika terus habis sama miss nanti les mandarin dan piano lho.."
Ya, mereka cuma ingin didengarkan saja. Jadi, dengar dengan baik dan tanggapi saja saat mereka tiba-tiba diam. Karena barangkali sedang lupa ceritanya sampai mana saking semangatnya cerita.
Usai itu, satu per satu cerita jadi refleksi diri. Dulu tuntutan tidak sebanyak sekarang ini. Pun tatkala melihat mereka, terpantik tidak mau kalah untuk terus belajar. Belajar untuk jadi pendengar yang baik hingga bagaimana belajar itu menjadi hal yang menyenangkan hingga saat banyak yang harus dipelajari, kita bisa tetap menjalaninya dengan bahagia tanpa terbebani.
Yok semangat,
14 notes
·
View notes
Text
Kompetisi
Terus yang terjadi kan setelah kemarin nge-draft postingan ini ketemu teman dari London ya, sebut namanya Novi. Ku senang sekali ketemu Novi! Kita literally baru ketemu ke-2 kali tapi udah ngomongin hal-hal yang super deep HAHA. Sangat tipikal Noni yang baru ketemu orang pertama kali langsung “IYAH gw kemarin habis konseling...”. Kami bahas banyak banget tapi yang paling menarik adalah gimana CAPEKnya kerja di pemerintahan/instansi yang berhubungan dengan pemerintahan (termasuk PTN). Sedih banget masa si Novi cerita misalkan dia mau nanya-nanya ke seniornya yang udah PhD tentang PhD gitu yah, bukannya dibantuin atau kemudian si seniornya ini being excited dan lalu voluntarily offering untuk jadi mentornya si Novi, si senior ini malah MERASA POSISINYA terancam!!! Betul-betul melihat Novi sebagai kompetisi... kayak “duh gw harus keep position gw nih sebagai satu-satunya PhD di divisi ini... I have to do everything thah I can so that si Novi nggak jadi berangkat!!!” SUMPAH ASLI JIJIK BANGET. Kayak... ya ku tahu sih ini coming-from-nya dari mental miskin/scarcity aja yang jadinya mikirnya orang lain tuh kompetisi gitu: that we compete for limited resource. Tapi kan kerja di pemerintahan kagak scarce ya PAK resourcenyaaaa. Kenapa gak mikirnya malah cooperation dan collaboration sih. Tapi balik lagi ya gabisa disalahin juga, karena mental miskin-nya dia ini pasti juga udah muncul dari selama dia kecil kan, automatic reaction di otak aja kalau udah 20-30 tahun dibiasain hidup kaya gitu.
Ini yang bikin penasaran juga sih. Ini turunnya dari mana sih. Mental kompetisi ini? Asia banget aja gaksi? Ku sudah mendengar cerita sih (di mana ya dari siapa? Oh Mba Michelle dan Mas Hadi) yang orangtua-orangtua di Indo buat anak umur 4-5 tahun aja udah sombong-sombongan “anak aku udah mulai les piano loh, les kumon, etc., anakmu udah di-les-in apa?” EBUSET. Udah kali itu anak disuruh main dulu yang banyak, apa nggak tar gedenya depressed (seperti guah ini) akibat ter-pressure untuk selalu perform? Gatau apa yang sebetulnya mereka suka... Gatau kenapa mereka harus ngelakuin ini semua...? HHH terlalu real buat saya.
Udah sih, mau ngomong itu doang, kalau ada yang tahu jawabannya kabari aku ya. Dan sama kasih prediksi juga kira-kira kapan Indonesia bebas dari mindset kompetisi itu dan beralih ke mindset kolaborasi dan ko-operasi... Ku lihat-lihat sih di industri/bisnis/startup udah mulai ya: contoh GOTO (Gojek-Tokopedia), semoga cepat menular. Institusi pendidikan juga deh. Semoga makin banyak riset kolaborasi (walaupun pasti ujung-ujungnya nanti masalah duitnya baginya gimana, ya balik lagi mental miskin ajasih semua ke duit UUD tapi mau gimana lagi) antar uni dan institusi riset *UHUK* brin *UHUK*.
Dah itu dulu aja unek-uneknya. Aslinya masih banyak tapi ni perpus udah mau tutup jam 19 pas lagi off-term. Ciao lagi!
VHL 18:32 12/09/2023
3 notes
·
View notes
Text
Les Vokal Private Jakarta Selatan
Pengajar: Nabila Jasmine Guru Bisa Ke Rumah? Bisa Keahlian: Mengajarkan vokal private maupun group untuk usia anak-anak Mengajarkan Music Theory Vocal Director Performing & Recording in Ensemble/ Choir Voice talent for advertisement Supporting role on Musical / Theatre Teaching Piano Lesson for Children Syaratnya ada Digital Piano/ Keyboard di rumah anda. Punya ruangan yang nyaman dan…
View On WordPress
0 notes
Text
#011
“Jadi gini guys! Buat closing class meeting nanti, OSIS bakal ngadain pensi dan—” seperti biasa, Karen selaku anak OSIS yang memimpin rapat kelas untuk class meeting nanti. Semua cabang olahraga sudah dibagikan. Aku sendiri mengikuti badminton tunggal putra dan voli. Udin masuk ke tim futsal. Sementara Ucup— dia masuk tim hore karena kemampuan atletiknya dibawah rata-rata. Karen sendiri masuk tim voli putri karena dia kapten eskul voli. Hebat banget si Karen.
“Rencananya, tiap kelas bakal nampilin sesuatu gitu. Menurut kalian, kelas kita harus nampilin apa nih?” lanjut Karen.
“Saman!”
“Halah bosen, modern dance aja.”
“Kenapa gak stand up comedy?”
Berbagai usulan pun muncul. Aku yang pada dasarnya hanya mengikuti suara terbanyak, memutuskan untuk bungkam sambil menulis lirik lagu di buku catatanku.
“Gimana kalo band aja? Kita kan punya Akira yang suka ngecover lagu-lagu di youtube-nya. Kadang, Akira juga bikin lagu sendiri, kan?”
Entah siapa yang membuat usul seperti itu, membuatku hampir memuntahkan jantungku saking kagetnya.
“Iya, gue juga suka lihat Akira nge-busking di cafe-cafe gitu tiap Jumat malam sama malming.”
Kok bisa-bisanya, sih?
“Tuh kan, dia lagi nulis lirik lagu!” kata Udin sambil merebut buku catatanku.
“Sialan!” gerutuku.
“Ide bagus! Kita bikin band, yang lagunya pake lagu original IPS 1. Keren kan?” usul Hani dengan wajah kegirangan.
Kenapa jadi begini?
Dan singkat cerita, kelas kami memutuskan untuk membuat band. Dengan aku, sebagai gitaris dan pembuat lagunya. Alex sebagai keyboardist, karena dia bilang pernah ikut les piano sampai lulus SD. Lumayan lah. Ryan pun bergabung sebagai drummer karena dia anggota eskul drum band sejak SMP.
“Oke, gitaris ada, keyboardist ada, drummer ada. Sisa vokalis kali ya?” gumamku sambil mencatat di buku catatanku.
“Gak lo aja yang nyanyi, Kir?” tanya Alex.
“Hmm, kalo bisa jangan gue lagi, ntar bosan. Lagian suara gue udah sering debut kan di youtube gue, hehehe,” gurauku.
Aku menimbang-nimbang, kira-kira siapa yang cocok yang mengisi posisi vokal ini. Di kelasku, yang ikut eskul paduan suara….
“Ucup bukannya anak padus, ya? Kenapa gak pake si Ucup aja?” usul Ryan.
“Lah iya bener juga. Saking seringnya dia nyetel lagu aneh, gue sampe lupa dia punya suara yang bagus,” ujarku sambil menepok jidat. Langsung saja, kedua netraku mencari sosok sahabatku yang bertubuh mungil itu.
“UCUUPP!! SINI LO!”
“Mampus! Gue mau diapain…” Ucup langsung memasang wajah pucat, kala aku berteriak sambil menghampiri sosoknya.
<>
Singkat cerita, band kelasku resmi terbentuk. Diberi nama Sowon, plesetan dari Social One. Agak maksa ya? Hehehe. Selain itu, sowon dalam bahasa Korea berarti harapan. Harapan agar band ini lancar saat tampil.
“Gak heran sama pecinta drakor, tapi usul namanya boleh juga,” ujar Ryan kala aku mengusulkan nama Sowon.
“Oh, gue udah bikin instrumen lagunya nih. Kemarin seharian gue semedi di kamar buat garap ini,” ujarku sambil menyodorkan airpods pada Ryan dan Alex. Sementara Ucup, kusodorkan buku catatanku berisi lirik lagu yang masih berupa kasarannya.
Kubiarkan ketiga temanku, dua mendengarkan instrumen dan satu membaca lirik, mencerna lagu kasar yang kubuat. Harap-harap cemas, takut tidak sesuai harapan.
“Kir?! Gila!! Instrumennya bagus banget!” komentar Ryan sambil menyerahkan airpods-nya pada Ucup. “Simpel dan lucu gitu, menggambarkan orang lagi jatuh cinta. Lo sebagai vokalis, harus denger.”
“Setuju sama Ryan, instrumennya indah banget,” tambah Alex. Kawan sekelasku yang ini memang sangat irit bicara. Diluar proyek band ini, sepertinya hanya empat sampai lima kali aku bicara dengan Alex saking pendiamnya.
Sementara Ucup, dia hanya diam memperhatikan lirik, sambil mendengarkan instrumennya.
“Ruy, lagunya bagus, tapi…” kata Ucup sambil menatapku. “Kalo dicocokin sama liriknya, bukannya lebih bagus kalo vokalisnya dua orang? Karena dari yang gue tangkep, lagunya nyeritain dua sudut pandang gitu, si cewek dan si cowok.”
Selama tiga tahun berteman dengan Ucup, aku baru kali ini mendengarnya berbicara dengan serius. Tapi, masukan dari Ucup juga tak bisa dianggap remeh.
“Coba gue baca liriknya?” pinta Alex. Ucup pun menyodorkan buku catatan itu pada Alex, dan Alex mencermatinya sambil mendengarkan instrumen.
Yah, kalau boleh jujur, aku memang membuat lagu ini berdasarkan pengamatanku pada kisahnya Ucup dan Karen. Karen pernah cerita padaku kalau ia menyukai seseorang. Tapi dia tidak menyebut namanya. Namun selama pengamatanku, kurasa gadis itu menyukai Ucup. Dan Ucup, memang tidak pernah berkata kalau dia menyukai Karen. Tapi dari gelagatnya, sepertinya kawanku itu tidak bisa jauh dari Karen.
Ide membuat laguku bisa datang darimana saja. Termasuk dua sahabatku sendiri.
“Gimana Lex?” tanyaku.
“Bener kata Ucup. Lebih bagus kalo dibuat dua sudut pandang,” jawab Alex.
“Gue gak paham soal lirik, jadi ngikut aja,” kata Ryan sambil mengangkat tangannya.
“Oke, berarti gue akan rombak lagunya jadi dua sudut pandang, dan…”
“Siapa yang ngisi vokal ceweknya?” tanya Alex, Ryan, dan Ucup bersamaan.
“Di kelas kita, ceweknya gak ada yang ikut padus ya?” tanya Ryan pada Ucup.
“Nggak. Anak IPS 1 yang ikut padus kan cuma gue,” jawab Ucup sambil menopang dagu.
Tunggu, aku kepikiran sesuatu.
“Gimana kalo Karen aja?” usulku. Lagipula, laguku kan terinspirasi dari Karen dan Ucup. Kenapa tidak sekalian, kan?
“Si Karen?” tanya Ucup heran.
“Iya, Awkaren.”
“Kenapa dia?”
“Seinget gue, si Karen anak padus di gereja. Gue sama Karen kan satu gereja,” ujar Alex. “Suaranya pasti gak diragukan lagi.”
“Oh, bisa tuh tawarin. Gue setuju aja,” tambah Ryan.
“Hmmm, yaudah deh, nanti gue coba bujuk dia,” kata Ucup pada akhirnya.
<>
“HAH?! KENAPA GUE?!” kata Karen dengan suara tinggi, kala aku dan Ucup menawarkannya untuk mengisi vokal perempuan di band Sowon.
“Yaaa karena kata Alex, lo penyanyi di gereja,” jawab Ucup dengan polosnya, yang langsung mendapat pelototan dari Karen.
“Iyasih, bener. Tapi….”
“Tapi apa? Lo takut ketahuan kalo suara lo gak sebagus ekspetasi si Alex?” ledek Udin.
“Gak gitu ya!” sahut Karen galak. “Mending lo makan aja somay lo, daripada komentarin gue!”
Udin pun diam, lalu kembali melahap somay-nya.
“Lo takut sibuk di OSIS?” tanyaku.
“Gak juga. Gue gak megang pensi.”
“Terus?”
Karen menghela napas, sebelum berujar. “Gak apa. Yaudah deh, gue mau jadi vokalisnya.”
<>
Yap, singkat cerita, band dadakan ini resmi terbentuk. Dengan Ucup dan Karen sebagai vokalis, aku sebagai gitaris, Alex sebagai keyboardist, dan Ryan sebagai drummer. Lagu buatanku pun sudah jadi, dan kuberi judul “Suka.”
Hanya satu kata. Suka. Namun memiliki banyak arti.
Setelah melewati beberapa minggu latihan di studio, akhirnya kami pun siap tampil di pentas seni.
Pentas seni sekolahku terbuka untuk umum, siapapun bisa datang asal membeli tiket. Dan entah untung atau sial, kakakku datang bersama beberapa temannya. Katanya sih, sebagai mantan ketua OSIS, mau lihat seberapa bagusnya pensi angkatanku.
Cih, ngeles aja. Bilang aja mau lihat penampilanku. Sok-sokan mau bilang datang sebagai alumni dan mantan ketua OSIS.
“Kok rame banget ya…” kata Karen sambil melihat beberapa orang yang berkerumun di sekitar panggung. “Sebentar lagi giliran kita.”
“Minum dulu, Ren. Biar tenang,” tawar Ucup sambil menyodorkan sebotol air mineral pada Karen.
“Gak, makasih. Ntar kalo gue kebelet pipis di atas panggung, bahaya.”
“Gapapa, ntar kalo lo ngompol kan kita bisa rangkap jadi stand up comedy,” komentar Ryan. Karen pun langsung mendaratkan jitakan di kepala Ryan.
“Enak aja lo!”
Kini, tibalah giliran untuk Band Sowon. Setelah mengecek gitarku berfungsi dengan baik, aku memainkan instrumen pembuka sebelum Karen mulai menyanyikan liriknya.
“Kusuka bukan karena kau keren
Kau keren karena ku menyukaimu
Tak peduli bagaimana orang menghinamu
Engkaulah pahlawanku~”
Suara Karen yang merdu pun mengalun lembut, seketika membuat sekeliling panggung terasa sunyi. Seolah mereka terhipnotis oleh suara lembut tersebut.
“Kuingin berkirim pesan denganmu
Kuingin meneleponmu sampai ku terlelap
Namun aku tak punya keberanian, kesal rasanya~”
Bait demi bait yang dilantunkan Karen, sukses menyita perhatian para penonton. Bahkan sempat-sempatnya aku mendengar penonton berbisik-bisik.
“Dia bukannya anak OSIS yang galak dan suka teriak-teriak itu ya?”
“Gak nyangka, kalo nyanyi suaranya bagus banget.”
“Cantik pula.”
Aku tersenyum saja mendengar itu, sambil tetap fokus memainkan gitarku. Rupanya imej Karen segalak itu ya?
“Ku suka bukan karena kau cantik
Kau cantik karena aku menyukaimu
Tak peduli bagaimana orang menghinamu
Engkaulah pahlawanku~”
Lirik lagu yang dibawakan Ucup seperti membalas ucapan-ucapan yang tadi kudengar. Tapi memang benar sih, siapapun yang tidak mengenal Karen secara dekat akan berkata dia galak. Padahal aslinya, dia cukup baik dan penyayang.
“Kau bertingkah tomboy di depan semua orang
Tapi kau begitu mudah menangis~”
Lantunan lirik yang seolah membela Karen kembali dilantunkan oleh Ucup. Kalau saja kedua vokalis ini menyadarinya, lirik ini kan memang untuk mereka berdua. Aku membuatnya sebaik mungkin, demi kedua sahabatku.
“Aku bilang, besoklah~”
“Hari ini berkhayal lagi~”
Usai kami membawakan lagu suka, tepuk tangan meriah penonton pun terdengar di seluruh penjuru sekolah. Dan bisa kulihat, si Bang Sat, kakakku, berdiri tak jauh dari panggung sambil membawa kameranya.
Kalau dia merekam penampilanku tadi, aku ingin memintanya di rumah ah.
“Kalian keren banget!” ujar Hani saat band kami kembali ke kelas.
“Gila sih! Lagu original kelas kita kayak dibuat sama profesional!” tambah Faris.
Aku hanya bisa tertawa kecil mendengarnya.
“Eh tadi kelas sebelah ada yang nanya, lagu siapa yang kalian bawain. Pas gue bilang bikin sendiri, dia gak percaya dong. Katanya ‘masa iya sebagus ini bikin sendiri’ haha.”
“Siapa dulu dong, musisi youtube kita!” kata Ryan dengan bangga, lalu menepuk punggungku dengan keras.
“Lulus SMA nanti, lo pasti ambil jurusan musik ya?” tebak Hani.
“Enggak, formulir peminatan buat SNMPTN kemarin, gue isi hukum hehehe. Perintah bokap,” jawabku getir.
“Ih sayang banget! Lo tuh ada bakat tahu!”
Ya gimana ya, restu ayah lebih penting bukan?
Kuputuskan untuk keluar kelas, sambil menikmati pentas seni. Daripada mood-ku berantakan karena jurusan kuliah?
Jakarta, 19 Desember 2021
Akira Kusumawardhana Fujimine
0 notes
Text
Nama Lengkap: Alexis Fabastiano Hadiwijaya
Panggilan: Alex
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 24 Desember 2003
Golongan Darah: A
Tinggi: 175 cm
Berat: 55 kg
MBTI: ISTJ-A
Pekerjaan: Mahasiswa Sastra Indonesia tahun kedua, Universitas Indonesia
Keluarga: Ayah, Ibu
Tentang Alex
Alexis Fabastiano Hadiwijaya, asma yang disematkan pada putra tunggal keluarga Hadiwijaya. Orangtuanya adalah orang yang paling berpengaruh di ibu kota Indonesia, membuat Alex tumbuh dalam kondisi yang tak kekurangan uang sepersen pun. Namun, hal itu tentu saja tidak gratis. Sejak kecil, hidup Alex sudah diatur oleh kedua orangtuanya karena ia adalah pewaris tunggal keluarga Hadiwijaya. Alex tak memiliki banyak pilihan sejak kecil. Apa yang menurut orangtuanya baik, Alex terima tanpa protes sedikit pun.
Namun...
Hidup Alex berubah, ketika ia mulai kelas 3 SMA. Alex yang sejak kecil banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku alih-alih bermain dengan teman sebayanya, memutuskan untuk mengambil jurusan Sastra Indonesia sebagai jurusan kuliahnya kelak. Alex tak mengatakan hal itu kepada kedua orangtuanya, sementara orangtuanya sibuk mempersiapkan studi Alex ke Australia untuk mempelajari bisnis. Entah untung atau sial, Alex diterima di jurusan Sastra Indonesia di kampus negeri ternama di kota Depok. Mengetahui hal itu, tentu saja sang ayah menjadi murka padanya.
"Susah payah Papa dan Mama mengatur masa depanmu, namun kamu seenaknya mengubah masa depanmu?"
"Kuliah sastra mau jadi apa? Terlebih, sastra Indonesia."
Alex tentu saja tak mengambil pilihan orangtuanya, dan fokus pada pilihannya sendiri. Sejak saat itu, suasana di rumahnya berubah.
Sang ayah tak pernah lagi berbicara dengannya.
Hanya memberi uang saku via transfer ke rekening Alex dan membiayai kuliahnya. Selain itu, sang Ayah tidak mau tahu lagi tentang apa yang dilakukan Alex.
Sang Ibu yang selalu meremehkan dirinya.
Hanya membanggakan kalau Alex adalah mahasiswa di universitas negeri ternama, tapi tak pernah membanggakan jurusan yang Alex tekuni kepada teman-teman sosialitanya.
Namun, Alex tak begitu peduli. Baginya, rumah hanyalah tempat untuk tidur dan membersihkan diri. Selebihnya, ia lebih suka berada di luar. Bersosialisasi dengan teman-teman, yang tak pernah ia lakukan sewaktu kecil akibat les-les yang didaftarkan oleh kedua orangtuanya. Mengerjakan tugas kuliah di perpustakaan atau kafe, serta makan di kantin fakultasnya dan warung makan pinggir jalan.
Alexis Fabastiano Hadiwijaya, ingin hidup mandiri tanpa bayang-bayang kedua orangtuanya.
■ Ada sedikit darah Cina, keturunan dari keluarga sang ayah
■ Alex sangat suka membaca. Buku favoritnya adalah serial Sherlock Holmes, dan komik Detektif Conan. Penulis favoritnya adalah Keigo Higashino dan Leila S. Chudori
■ Suka hal-hal yang berbau misteri
■ Saat SD mengikuti banyak les, termasuk les piano. Namun ia berhenti les piano saat lulus SD karena merasa tidak ada gunanya.
■ Pemuda yang rapi dan perfeksionis
■ Tidak suka lingkungan yang berantakan
■ Cenderung pendiam, namun suka memperhatikan sekitar
■ Penyuka kopi dan makanan manis
■ Bisa tidur dimana saja, dalam kondisi apa saja
■ Lebih suka menghabiskan waktunya dengan naik krl alih-alih menyewa rumah kost dekat kampus
■ Kadang bisa bersikap seperti anak kecil, tergantung lawan bicaranya.
■ Memiliki dua sepupu yang sebaya dengannya, namun tengah menekuni studi di salah satu universitas di Australia. Seharusnya Alex turut menekuni studi disana bersama mereka, jika ia tidak mengambil pilihannya. Karena hal ini, orangtuanya selalu membandingkan Alex dengan dua sepupunya. Namun Alex tak pernah membenci kedua sepupunya ini.
0 notes
Text
This is still sending me bro like im fucking pissing fr
#klo tdrk org indo i just know dia pasi lulus kumon sampe level O jago main sempoa les piano les biola les bahasa enggres dan jerman#dan tentu pasti dia anak jaksel…….#tdrk: midoriya you gatau yah siapa papinya i#you gatau yah the meaning of pernikahan quirk. you gatau?#btw pasti anak olim dia
14 notes
·
View notes
Text
On building one’s confidence
Dari SD-SMP, aku ikut banyak sekali les. Les musik, les sempoa (walaupun super short lived karena pas gurunya keluar aku langsung ngotret di kertas), les balet, tari tradisional, dan juga les bahasa asing. Menurutku, rentetan kegiatan ekstrakurikuler ini sedikit banyak membantuku menumbuhkan endurance dan juga komitmen. Dan juga bantu untuk menumbuhkan rasa percaya diri karena ternyata aku itu punya kemampuan untuk mempelajari sesuatu dari 0 and being quite good at them. Selain itu, mempunyai hobi dimana aku bisa membuat sesuatu - dalam bentuk musik, tulisan, maupun gambar - ternyata juga membantuku untuk memberikan sedikit fulfilment. That I can not only consume but also create.
Tentu gak semua les itu aku sukai, hehe. Badanku kaku dan aku gak bisa menghafal gerakan: aku nggak suka menari. Di awal-awal aku ambil les piano dan biola sekaligus - aku cuma dateng ke les karena aku disuruh mama, dan aku nggak punya personal motivation tentang kenapa aku harus bisa main alat musik ini dan itu. Most of the people in my mom’s family play piano, so I guess that was the bare minimum. As well as the students that were enrolled in my elementary and middle school - Tarbak itu sebrang-sebrangan sama tempat kursus musik jadi udah biasa banget sih beres jam sekolah terus anak-anak sekolahan pada nyebrang untuk belajar musik.
Pas aku masuk SMA negeri, aku baru ngeh bahwa kursus-kursus yang aku ambil merupakan sebuah kemewahan. Aku inget banget pas pertama kali kami masuk sekolah dan ada momen dimana kami harus tampil untuk membawakan lagu - ternyata dari hampir 40an lebih anak di kelasku, cuma 1 orang yang bisa main gitar (aku juga gabisa main gitar sih karena gak les). Waktu itu aku mikir: kok pada gabisa main alat musik, sih? I was totally unaware that not everybody even had the chance to touch a piano before they turn six.
I think I’m going to become some sort of a tiger mom. Haha. I want my children to be able to be good at playing musical instruments. Cuman ya aku merasa bahwa strategi mamaku itu kurang pas, karena hanya menyuruh tanpa memberiku inspirasi. I think I will let my children grow up surrounded by classical music and the magnificent composers. Untuk denger komposisi-komposisinya Brahms, Rachmaninoff, Liszt, Haydn, Debussy, dan juga pianis-pianis besar lainnya. Toh dulu juga aku baru punya motivasi belajar musik dengan bener setelah nonton Nodame Cantabile. I want to be good at piano. Dari situ juga aku jadi super tertarik belajar wind instrument dan akhirnya mulai belajar klarinet.
Kalo les sempoa ga usah deh, bikin trauma aja dan kayanya udah ga relevan juga. Mungkin akan enroll anak-anak di Kumon sih ha-ha, karena jujur being able to solve hard problems on my own was also a very big part of building my confidence. Sama ya, ngasih banyak buku bacaan seri tokoh dunia juga lumayan ngefek untuk menaikkan curiosity dan ilmu pengetahuanku sebagai anak kecil.
5 notes
·
View notes
Text
BERSERTIFIKAT, CALL 0822-7942-7943, Les Piano Intensif Sidoarjo, Les Keyboard Di Rumah Sidoarjo
KLIK https://wa.me/6282279427943, Tempat Kursus Piano Anak-Anak Tarik Sidoarjo, Tempat Kursus Piano Dewasa Tulangan Sidoarjo, Tempat Belajar Piano Anak-Anak Waru Sidoarjo, Kursus Keyboard Musik Klasik Wonoayu Sidoarjo, Les Keyboard Musik Klasik Balong Bendo Sidoarjo Selamat datang di Kenz Music Studio, tempat terbaik untuk belajar piano dengan penuh semangat dan keseriusan. Kami guru piano yang BERSERTIFIKAT dan BERPENGALAMAN untuk membimbing Anda dalam mengembangkan bakat musik Anda. Dengan bergabung di Kenz Music Studio, Anda tidak hanya akan diajari teknik-teknik dasar bermain piano, tetapi juga akan diajarkan hingga Anda benar-benar menguasai alat musik tersebut. Kami percaya bahwa setiap individu memiliki potensi yang luar biasa dalam bidang musik, dan kami siap membantu untuk mencapai potensi terbaik Anda. Salah satu keunggulan dari Kenz Music Studio adalah kemudahan akses, dimana kami dapat DATANG LANGSUNG KE RUMAH untuk memberikan pelajaran piano. Dengan begitu, Anda tidak perlu repot-repot pergi ke tempat les dan dapat belajar dengan nyaman di rumah sendiri. Tempat kami mudah dijangkau dan memiliki fasilitas yang mendukung proses belajar mengajar yang optimal. Jadi, tunggu apalagi? Segera BERGABUNG dengan Kenz Music Studio dan temukan potensi musik Anda bersama kami! Alamat kami: KENZ MUSIC STUDIO Course and Entertainment Perumahan Villa Jasmine 1 Blok K 8, Desa Suko, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61224 #privatpianoporong, #privatpianoprambon, #privatpianosedati, #privatpianomurahsidoarjo, #privatpianosukodono, #privatpianotaman, #privatpianotanggulangin, #privatpianotarik, #privatpianotulangan, #privatpianowaru,
#les piano terdekat#harga les piano#harga les piano sidoaorjo#les piano online#les piano anak terdekat#kursus piano dewasa#harga les piano terdekat#biaya les piano yamaha
0 notes
Text
DIAJARIN SAMPAI BISA, CALL 0822-7942-7943, Kursus Piano Pop Sidoarjo, Les Keyboard Pemula Sidoarjo
KLIK https://wa.me/6282279427943, Kursus Piano Terdekat Porong Sidoarjo, Kursus Piano Online Prambon Sidoarjo, Kursus Piano Anak 3 Tahun Sedati Sidoarjo, Les Piano Anak Terdekat Sukodono Sidoarjo, Les Accords Piano Taman Sidoarjo Selamat datang di Kenz Music Studio, tempat terbaik untuk belajar piano dengan penuh semangat dan keseriusan. Kami guru piano yang BERSERTIFIKAT dan BERPENGALAMAN untuk membimbing Anda dalam mengembangkan bakat musik Anda. Dengan bergabung di Kenz Music Studio, Anda tidak hanya akan diajari teknik-teknik dasar bermain piano, tetapi juga akan diajarkan hingga Anda benar-benar menguasai alat musik tersebut. Kami percaya bahwa setiap individu memiliki potensi yang luar biasa dalam bidang musik, dan kami siap membantu untuk mencapai potensi terbaik Anda. Salah satu keunggulan dari Kenz Music Studio adalah kemudahan akses, dimana kami dapat DATANG LANGSUNG KE RUMAH untuk memberikan pelajaran piano. Dengan begitu, Anda tidak perlu repot-repot pergi ke tempat les dan dapat belajar dengan nyaman di rumah sendiri. Tempat kami mudah dijangkau dan memiliki fasilitas yang mendukung proses belajar mengajar yang optimal. Jadi, tunggu apalagi? Segera BERGABUNG dengan Kenz Music Studio dan temukan potensi musik Anda bersama kami! Alamat kami: KENZ MUSIC STUDIO Course and Entertainment Perumahan Villa Jasmine 1 Blok K 8, Desa Suko, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61224 #belajarpianowithmommy, #belajarpianoyuk, #belajarpiano1menit, #belajarpiano2024, #belajarpianobolongbendo, #belajarpianobuduran, #belajarpianocandi, #belajarpianogedangan, #belajarpianojabon, #belajarpianokrembung,
#Kursus keyboard Candi Sidoarjo#Les keyboard Krian Sidoarjo#Belajar keyboard Balong Bendo Sidoarjo#Sekolah keyboard Wonoayu Sidoarjo#Tempat kursus keyboard Sukodono Sidoarjo#Guru keyboard Tulangan Sidoarjo#Les keyboard Gedangan Sidoarjo#Tempat kursus keyboard Tanggulangin Sidoarjo
0 notes
Text
Dewi saat TK adalah seorang yang pemalu untuk bermain dengan anak lainnya bahkan ada dua orang anak perempuan yang sering kali merebut mainan darinya. Dewi TK adalah seorang yang sering kabur ketika disuruh belajar membaca huruf hijaiyah ataupun alfabet. Dewi saat TK selalu senang saat tampil di atas panggung, dia ikut bernyanyi lagu anak-anak islami dan juga sesekali ikut menari.
Dewi saat SD adalah seorang yang banyak keingin tahuan serta mulai mudah berteman dengan yang lainnya bahkan karena terlalu sering ikut lomba jadi perwakilan sekolah dia memiliki teman yang cukup dekat dari SD lainnya. Dewi saat SD menyukai membaca peta buta, bermain catur, membaca puisi, menulis cerita pendek yang menjadi khayalannya, membaca komik dan buku cerita milik temannya karena dia tidak pernah dibelikan sebelumnya selain majalah bobo oleh kedua orang tuanya. Dewi saat SD tetap tidak bisa berolahraga tetapi dia lumayan dalam hal akademik lainnya. Dia pernah ingin ikut les biola dan piano tetapi tidak terwujud sehingga mainannya hanya keyboard mini dan ikut lomba kecil-kecilan tingkat SD karenanya, dia ingin bernyanyi tapi suaranya cempreng dan sumbang, ikut les menari tarian tradisional tapi berhenti setelah beberapa kali pertemuan, ikut les modeling dan akting juga; pernah tampil di peragaan busana di salah satu mall dan juga tampil ikut jadi bagian paduan suara di salah satu acara. Dewi saat SD belajar merajut karena penasaran dan membuat anyaman wool lalu bangga karenanya. Dewi saat SD senang bepergian sendirian, menginap di rumah sodara yang jauh dan pergi sendiri ke sana menggunakan kendaraan umum. Dia bermain di sawah, di sungai, naik ke atas bukit, memancing dan naik pohon murbei di rumah Uwa. Dewi saat SD senang mendengar lagu Raihan juga Audi dan Westlife karena sepupu-sepupunya. Dewi saat SD sangat takut berdekatan dengan makluk bernama pria hahaha
Dewi saat SMP mulai mengenal radio, mendengar lagu Glen Fredly, Tangga, Kahitna, dan banyak lagu asing lainnya. Dewi saat SMP mulai tertarik berorganisasi dia mencalonkan diri sebagai wakil OSIS saat baru duduk di kelas 7 dan aktif hingga dua masa kepengurusan. Dewi saat SMP sangat percaya diri awalnya, dia menjadi MC di acara pentas seni dan perpisahan, dia menulis beberapa cerpen, dia terpilih sebagai bagian dari tim story telling di sekolah walau pengalaman dia tentang bahasa Inggris tidak sebanding teman-temannya yang lebih jago dan sempat ikut les tapi berhenti saat dia ditertawakan dan jadi bahan lelucon karena pronunciation-nya yang masih berantakan. Dewi saat SMP ingin lebih tinggi jadi dia bergabung di tim basket sekolah walau dia belum pernah bermain basket sebelumnya sampai akhirnya dia menyerah karena tidak bisa berbaur dengan anak perempuan lainnya di tim tersebut lalu pernah ditertawakan saat terjatuh dan bajunya tersingkap meninggalkan luka di perutnya, lalu dia bergabung dengan tim PASKIBRAKA karena dia dulu punya keinginan untuk bisa jadi pembawa bendera pusaka di Istana Negara. Di sana dia memiliki teman dekat, walau cukup lama akhirnya dia terpilih menjadi salah satu tim inti pasukan, pernah menjadi kandidat komandan, menjadi wakil angkatannya, menjadi pusat penentu setiap kode gerakan formasi bebas. Dewi saat SMP pernah juga tidak memiliki teman dan sendirian lalu dibully beberapa lama, satu-satunya teman dia, teman sebangkunya sering self-harm dan broken home; dia sering kali dijauhi juga entah kenapa hingga akhirnya ada seseorang yang mengajaknya bicara lagi dan mengajaknya bermain sepulang sekolah; hingga akhirnya dia memiliki sahabat dari SMP hingga sekarang. Dewi saat SMP berada di tim mading dan benci di foto karena percaya dirinya semakin turun akhirnya dia bermain di balik lensa foto, menemukan kesenangan saat mengambil gambar bersama salah satu kakak tingkatnya yang mengajarinya fotografi hingga bangku SMA. Dia salah satu yang memulai menerbitkan mading berisi foto-foto kegiatan sekolah dan juga membuat majalah.
Dewi saat SMA masih aktif di organisasi namun semakin terpuruk di bidang akademis. Dia banyak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Dia juga berpikir untuk masuk jurusan bahasa karena saat kelas 10, sekolah tempat dia belajar masih membuka jurusan bahasan walau hanya 1 kelas. Dia tertarik lebih tertarik dibandingkan jurusan IPA; namun kata orang lebih mendominasinya, orang bilang jurusan IPA lebih mudah buat memilih jurusan apa saja saat nanti kuliah hingga akhirnya dia masuk ke kelas standar internasional di sekolahnya. Dewi saat SMA pernah terpilih menjadi imam sholat dhuha untuk satu angkatan oleh guru agamanya padahal dia bukan anggota rohis juga dan kebingungan saat disuruh baca doa khusus setelah sholat dhuha, dia tidak hapal. Dewi saat SMA bergabung di tim English Club dan Sastra walau dia asal bergabung karena diwajibkan untuk mengikuti ekstrakurikuler yang ada; dia menulis beberapa cerpen yang tidak pernah dia publikasikan. Dia berhenti ikut eskul PASKIBRAKA karena tahu kesempatan dia untuk menjadi pembawa bendera pusaka di Istana Negara nihil adanya walau dia percaya diri dengan kemampuan baris berbarisnya tapi untuk seleksi tingkat daerah saja tinggi dia tidak sampai; dia menyerah. Dewi saat SMA ingin masuk eskul seni di sekolahnya bergabung dengan tim dance, tim teater tapi dia terlalu malu untuk mendengar apa kata orang dan apa kata teman-temannya bahkan dia sekarang gugup ketika disuruh menjadi MC sebuah acara. Dia masih bersama kakak tingkatnya saat SMP yang mengenalkannya fotografi, kali ini kakak tingkatnya memperlihatkan padanya DSLR yang membuatnya kagum dan hati-hati saat menyentuhnya. Dia masih bermain dibelakang kamera mengambil gambar setiap kegiatan sekolah menjadi seksi dokumentasi dimanapun kesempatan dia berada. Dewi saat SMA pernah dipanggil guru BP karena sering bolos kelas matematika dan memilih untuk menunggu pendaftaran acara sepak bola, nilainya turun dratis entah mengapa. Dewi saat SMA mudah stress dan sakit, dia mulai sering menstruasi hingga tiga minggu lamanya, walau masih memiliki sahabat dia sudah jarang bermain bersama mereka di bandingkan saat SMP dulu. Dewi saat SMA ingin melanjutkan kuliah yang membuatnya bisa keliling negara atau menjadi jurnalis dan berkerja di media tapi dia tidak berani, dia takut dan akhirnya memilih hal yang menurutnya bisa dia handle untuk masa depan. Dewi saat ini selalu berpikir ingin mengulang masa SMAnya karena dia banyak melewatkan kesempatan yang ada. Dewi saat SMA tertarik belajar bahasa Jepang tapi dia berakhir belajar bahasa Jerman karena kurikulum sekolah yang menyuruhnya dan kemampuan bahasa inggrisnya tidak ada kemajuan berarti.
Dewi saat kuliah tidak terlalu merasa terjebak salah memilih jurusan, dia cukup enjoy menikmati masa kuliahnya. Dia memiliki sahabat dekat hingga sekarang. Dia masih aktif di organisasi jurusan dan juga pusat. Dia menjadi ketua saat Ospek jurusan dan juga ketua Jurnalis pusat selama satu tahun jabatan walau dia malu mengakuinya karena merasa tidak memberikan yang terbaik di sana. Dia kembali di balik kamera dan mulai belajar lebih jauh tentangnya, dua juga mulai tertarik belajar desain seadanya, dia membuat majalah dan melakukan wawancara, dia berhubungan dengan fotografer profesional, mengikuti seminar dan workshopnya juga. Dewi saat kuliah menikmati bagiannya saat berorganisasi dan mengurus acara inagurasi. Dia sangat bersemangat tentang mempersiapkannya, membuat berbagai konsep award dari jauh hari bersama ketua acaranya dan dia menjadi bagian salah satu seksi acara, menghandle artis yang tampil dan bernegosiasi dengan mereka. Dewi saat kuliah berhenti menulis cerita dia hanya menulis curhatan-curhatan ringan saja. Dewi juga masih ingin belajar bahasa asing dia membeli buku belajar bahasa korea dan mengumpulkan banyak artikel tentang belajar bahasa inggris lebih jauh; tapi percuma tidak ada kemajuan yang berarti juga.
Dewi setelah lulus kuliah berpikir untuk melanjutkan kuliah kembali saja. Dia masih bercita-cita menjadi wanita karir yang sibuk setiap harinya dan bekerja di perusahaan besar sampai sesuatu mengubah pandangannya. Dia akhirnya memilih untuk kerja sesuai bidang kuliahnya karena dia tak pernah lolos seleksi menjadi presenter/pemandu acara/salah satu job di balik layar televisi.
Dia membeli kamera pro pertamanya belajar lebih jauh sendiri tentangnya, salah satu teman dekatnya mengambil jurusan fotografi tapi dia terlalu malas mengajari dirinya saat diminta. Dia juga mulai tertarik pada Make up, membeli peralatannya juga ikut kursus karenanya. Dia mulai menulis cerpen kembali tapi tidak berkembang banyak dibanding beberapa orang temannya yang menerbitkan buku miliknya sendiri. Dia mulai membuka pertemanan lebih luas dan jauh, dia memberanikan diri untuk bergaul dan berteman; sesuatu yang sebelumnya membuatnya takut mengenal orang baru. Dia menemukan dirinya lebih tertarik bekerja sebagai jasa rias saat dia tanpa sadar berdiri lama dan harus berangkat dini hari untuk merias; dia merasa lelah tapi sangat sangat sangat menikmatinya seperti halnya dia saat memegang kamera mengabadikan moment yang ada di setiap acara sekolahnya. Dia menikmati menghabiskan waktu untuk belajar membuat alis, belajar cara memblend fondation, menerka skin tone, membuat shading, belajar hair do seadanya dan trik tips lainnya mengandalkan youtube dan bantuan temannya yang menjadi relawan model dirinya. Tidak banyak yang memakai jasanya dan dia dibayar belum seberapa tapi dia cukup puas dan bangga karenanya hingga akhirnya dia hiatus dan tidak lagi mengasah kemampuannya sama seperti halnya terhadap fotografi berakhir begitu saja. Dia mulai berpikir untuk belajar menjahit juga setidaknya dia punya keahlian lainnya.
Dewi saat ini di umurnya yang berada di akhir 20an mulai berpikir 'ahh kenapa dulu tidak dalami saja dunia yang dari kecil benar-benar aku suka? dan malah selalu berhenti di tengah jalan sekarang lebih sulit untuk memulainya kembali'. Terlalu takut apa kata orang, terlalu takut ditolak oleh orang tua saat dirinya pikir yang dia sukai tidak akan disetujui untuk dijalani dan tidak memiliki masa depan yang pasti. Dia bahkan kehilangan alasan untuk menulis sesuatu selama beberapa tahun terakhir hanya berakhir dengan curhatan-curhatan kesehariannya. Terutama yang jelas dirinya tidak benar-benar berusaha untuk belajar di bidang yang disukainya. Saat menjalaninya dia tahu dunianya bukan di rumah sakit bukan berkeliling untuk mengobrol dengan pasien yang berkonsultasi dengannya seringnya dia merasa sangat lelah secara mental karena ikut hanyut dan terbawa emosi negatif yang pasien sampaikan. Bukan juga menjadi seseorang yang bekerja di instansi pemerintah karena artinya kamu harus punya suatu ide untuk dikembangkan juga kan ya? Ngga mengikuti apa yang ada aja. Lalu juga dia terlalu takut melangkah karena dia merasa tidak memiliki bekal yang cukup untuk terjun ke dalamnya. Akhirnya dia berpikir mungkin nanti setelah dia jauh lebih tua lagi dia akan terus menyesali segalanya.
8 notes
·
View notes
Text
Yass!
youtube
Gue nggak ngerti, ya, Dr. Tracy kayaknya protektif banget sama anak-anaknya yang dwi-ras. Mungkin karena di AS banyak banget kasus kejahatan dan perisakan yang menyasar kaum minoritas, terutama dari rasnya, di sana, ya.
Menurut gue, idealnya, kita besarkan aja anak-anak dengan sudut pandang dari ras bapak dan ibunya. Kita bisa risetkan dan tunjukkan ke anak-anak soal A, B, C, hingga Z.
Lalu, biar mereka cari identitas sendiri. Artinya, mereka dilihat bukan lagi dari asal-usulnya, tapi siapa mereka sebagai manusia. Kepribadiannya, integritasnya, moralitasnya, kebaikannya, sumbangsihnya, dan lainnya. Dari sisi kualitas. Kalau melihat perbedaan fisik segala macam, pasti banyak bedanya dan banyak tidak sesuai standarnya. Karena standar semua orang pun bisa tidak sama.
Gue berharap, semua orang bisa diterima di dunia ini apa adanya, tanpa melihat asal-usulnya. Yang penting, mereka orang baik. Bukan narsisistik. Supaya tercipta hubungan sehat secara global.
---
Kalau anak-anak tidak suka olahraga, biasanya mereka tipe intuitif. Mereka lebih bagus ke olahraga alam, ketimbang olahraga tradisional.
---
Kita tidak memaksakan ambisi kita ke anak dengan memintanya mengikuti les piano, misalnya, yang sebenarnya dia tidak pernah minta dan ingin ikuti. Kita meminta dia les piano karena kita dulu ingin bisa main piano, tapi tidak bisa karena satu dan lain hal.
Kita hanya perlu memfasilitasi dan mengarahkan anak soal berbagai kemungkinan atas pilihan-pilihan dan ambisinya sendiri. Bukan pilihan dan ambisi kita. Kalau kita memaksakan pilihan dan ambisi kita untuk diwujudkan oleh anak tanpa dia sendiri menghendakinya, maka itu tanda kita orangtua yang tidak bahagia. Narsisistik.
---
Gue menyanggah lagi. Kalau orangtuanya empath, metode diskusi dengan cara orangtua lebih banyak mendengarkan sang anak, itu alamiah. Mudah. Tapi, kalau orangtuanya narsisistik, metode itu tidak berhasil. Dijamin. Makanya, perlu penengah, mediator. Terapis. Sebab, pola pikir antara orangtua narsisistik dan anak itu sudah baku. Orangtua narsisistik meminta dimengerti ketika anaknya juga meminta dimengerti. Tidak ada yang mau ngalah. Wkkk...
Sebab, orangtua yang narsisistik tidak punya kemampuan mendengarkan pendapat, pemikiran, dan perasaan orang lain (terlebih anak-anak mereka sendiri) secara alamiah. Ini berasal dari ketidakmampuan mereka mendengarkan pendapat, pemikiran, dan perasaan mereka sendiri secara sehat sejak kecil.
Mereka mendengarkan, tapi tidak menyimak. Mereka tidak berempati, tapi mempersiapkan keluhan dan cerita kita sebagai senjata di kemudian hari untuk menyerang kita, di saat kita hanya meminta untuk didengarkan dan dibebaskan menjadi diri sendiri.
Mereka bertindak dan berpikir semata-mata berdasarkan logika dan kepentingan mereka sendiri. Akibatnya, sisi perasaan dan emosinya tidak berkembang (terutama secara sehat). Inilah yang menyebabkan (berangkat dari kedua sisi itu), orangtua bisa sama kekanak-kanakannya dengan anak-anak mereka. Padahal, orangtualah yang semestinya (kalau mau pakai standar ideal) yang menuntun dan mencontohkan. Bukan menuntut dan meminta didengarkan.
Ini PR besar bingitz bagi sebagian besar orangtua.
2 notes
·
View notes
Text
Manfaat belajar musik untuk anak
Quin resmi menjadi murid paling kecil yang les di Chaka Music Studio, usianya baru 3,5 tahun namun ketertarikannya pada musik sudah nampak jelas. Quin senang menyanyi dan mencoba berbagai jenis alat musik mulai dari gitar, piano dan apapun alat perkusi yang dia bisa bunyikan. kemampuannya mengikuti tempo sangat jelas terlihat ketika diiringi musik dan bisa mengikuti perubahan tempo cepat ataupun…
View On WordPress
0 notes
Text
May 16th 2007
May 16th is supposed to be the saddest day for my family. 5 days after my birthday.
14 tahun yang lalu papa terkena serangan stroke, Somehow I’m glad he survived and not died that time even after that he must struggling with his inability to talk or walk normally. Dari tanggal itulah kehidupan keluargaku berubah, sangat.
Setiap tahun, aku gak pernah bisa bener-bener merasa bahagia di hari ulang tahunku karena terus kepikiran kondisi papa yang gak bisa kembali normal. Papa menjalani kondisinya dengan ikhlas tapi aku tau dia pingin banget bisa melakukan banyak hal seperti dulu, seperti harapan anggota keluarga yang lain karena komunikasi sama papa cuma bisa sebatas nebak-nebak apa yang mau dia omongin dari 1-3 kata yang bisa diucapin.
14 tahun lalu aku cuma seorang bocah normal berusia 11 tahun, mau lulus SD dengan banyak “privilege” dari sisi ekonomi dan afeksi. Sekolah di sekolah swasta islam, langganan majalah anak-anak, tiap minggu jalan-jalan dan bebas mau beli apa aja, ke Gramedia, Disc Tarra, Boneka, sampai les Piano. Bahkan waktu banjir besar di awal tahun 2007 aja masih bisa menginap di hotel sampai banjirnya surut.
Papa dulu pernah cerita kalau kakek dulu seorang tentara yang meninggal di saat papa berusia 10 tahun and somehow I’m afraid it will happen to me. My dad will died and my school radio will announce his death. Sebagai anak perempuan aku lebih deket sama papa daripada mama.
Hari Rabu 16 Mei siang hari, baru pulang sekolah dan l just celebrated my birthday at my friend’s restaurant with a lot of my friends (1 angkatan diundang semua deh kayaknya) from school 5 days before. Lagi dengerin lagunya Sherina – Better Than Love di Walkman (album barunya yang baru dibeliin papa di Disc Tarra; Primadona) terus mama dapet telepon dari temen kantor papa katanya papa jatuh setelah makan siang bareng temen-temen kantornya, makanan favoritnya; sop buntut.
My dad used to drove his own car to his office, took 1 hour from home. Gak kecelakaan saat menyetir, tapi jatuh saat mau naik ke mobil. Panic? Ofc my mom did, while I’ve been questioning what’s going on, my dad got sick and we need to go to the hospital quick. I don’t know where is my lil brother that time, tapi aku jadinya berdua aja sama mama naik taksi ke rumah sakit, sempet nyasar juga ke RS Gading Pluit padahal dirawatnya di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading.
Everything went fast that time, tiap ada kesempatan libur pasti ke rumah sakit jengukin papa, aku tunggu papa yang lagi MRI sambil dzikir di lorong rumah sakit (beberapa memori udah gak bisa diinget lagi sekarang) dan mama yang sedang diuji keimanannya.
Papa kurang lebih dirawat sebulan sampai kembali sadar, dari awalnya di ICU (cuma bisa dapet asupan nutrisi dari infus dan susu yang dikasih dari selang yang dipasang dari hidungnya) akhirnya sudah bisa dipindah ke ruang perawatan biasa. Mama yang nunggu papa di rumah sakit selama 1 bulan itu, aku sama adik dijaga sama saudara karena masih harus sekolah. Aku masih mikir ya itu sakit biasa kayak tifus atau serangan jantung yang udah bisa ditangani, papa ya bakal balik lagi kayak papa seperti biasa. Tapi enggak, sampai hari kematiannya bulan Oktober tahun lalu, papa bener-bener gak bisa normal lagi.
I wish I had a deep talk with my dad about life and get to know him better, aku pingin tau segala pemikirannya tentang hidup, pingin denger kata-kata nasihatnya kalau aku nikah nanti, pingin banget dia yang nikahin aku nanti sama laki-laki pilihanku. But this will be a privilege I will never have, and okay stop wishing for things I can’t never have but be grateful that my dad is still alive.
Setiap hari rasanya tersiksa liat papa yang dulu jadi tulang punggung, punya rutinitas sehari-hari di kantor, ketemu banyak orang jadi sendirian dan berdiam di kamar, nonton TV, sesekali aja ke luar rumah. Dan itu semua baru tentang kondisi papa, belum anggota keluarga yang lain.
Setiap tahun setelah itu punya ujiannya sendiri, di awal-awal tahun setiap anggota keluarga harus menyesuaikan kondisi, papa terapi hampir tiap hari sampai dia bisa bersuara, mengucapkan sesuatu, dan minimal bisa lepas dari kursi roda.
Tahun-tahun lainnya muncul tantangan baru, utamanya pada kondisi ekonomi. 2 tahun setelah sakit dan gak bisa bekerja papa dipensiunkan dini, it must be hard for him the most. Akhirnya harus stop terapi dan belajar lagi menerima keadaan, tapi bukan berarti tahun-tahun setelahnya gak ada kebahagiaan, selalu ada yang bisa disyukuri termasuk bersyukur sampai saat ini meski mama gak bekerja dari awal papa sakit sampai sekarang, keluarga gak pernah (amit-amit) terlilit hutang, masih punya bangunan untuk ditinggali.
Papa selalu ada pada proses pertumbuhan anak-anaknya, meski tidak sempurna, melihat, mendampingi, mengasihi, and I hope it gave him happiness he deserved.
That’s why I’m so happy about my 25th birthday this year because I’m no longer counting… “udah berapa tahun ya papa terbatas begini?” He is free, He deserves more happiness in the afterlife.
My mom and my dad’s love is unbeatable, I wish I’ll have a partner and kind of love they have.
Never tell this story with anyone, not even my best friend, but I decided to post this story in my Tumblr acc, (publicly for now) because I want to keep recalling memories about my dad before it was gone and converting my memories to my writings.
This account is my pensieve.
Di twitter kemarin lagi ramai soal gunanya berdoa untuk suatu hal, dan mempertanyakan tentang cara keajaiban bekerja, akhirnya beberapa orang memilih bercerita tentang keajaiban yang terjadi di hidupnya daripada menjawab pertanyaan yang jawabannya di luar kapasitas manusia itu. Trigger untuk aku bercerita soal ini juga, tapi jelas yang kayak gini gak bisa kuceritakan di twitter with a bunch of terrible strangers 🙃
...and this is one of my miracles. I used to keep this story as my main secret, now I’m brave enough to share and found some words to tell, and everything started here.
5 notes
·
View notes
Text
Kelas Aksel dan Sekolah Anti Ribet di Amerika
Waktu SMP, gue masuk kelas Akselerasi. Pada waktu itu, buat bisa masuk kelas Akselerasi, kita harus punya IQ minimal 130. Tahun 2003 waktu gue mulai SMP, ada 21 anak yang lolos seleksi. Setelah lolos seleksi, beberapa minggu belajar, kita disuruh tes bakat gitu. Sebab, kata Guru BK waktu itu, anak Aksel harus punya dan bisa mengasah bakat tertentu selama dua tahun SMP waktu itu.
Waktu itu kayaknya wow banget ya, tes bakat. Tapi setelah gue kerja jadi konsultan, gue baru ngeh itu sebenernya adalah kuesioner biasa aja, macem yang ada di majalah remaja gitu. Anyway, hasil tes bakat gue waktu itu intinya bilang bahwa bakat paling dominan gue adalah Linguistik, dan bakat gue yang paling nggak dominan adalah Logika Matematika.
Sekarang, setelah gue dewasa, bekerja, dan sekolah doktoral, gue jadi mikir:
Kenapa ya, gue bisa punya bakat yang sedemikian rupa?
Bakat linguistik, well, dulu sebelum tidur, Bokap ngedongengin gue dulu. Dengan dongeng yang dia bikin-bikin sendiri. Nyokap juga dulu sering banget beliin gue buku cerita. Pas gue belum bisa baca, dia yang bacain bukunya. Lalu, setelah gue bisa baca, ya gue baca sendiri. Asupan buku-buku cerita (dan komik) gue kayaknya tak terbatas waktu itu. Terus, gue suka disuruh mengarang cerita sama orang tua gue. Dengan ini semua, ya jelas aja, bakat linguistik gue dominan. Orang dari kecil gue udah secara konsisten dikasih berbagai macam stimulus untuk mengasah bakat linguistik gue. Coba waktu kecil dulu gue dikasih les piano, mungkin yang dominan adalah bakat musik.
Waktu SMP, gue strunggle banget di pelajaran matematika. Jadi, di kuesioner bakat itu, tiap kali ada pertanyaan atau pernyataan tentang seberapa nyaman dan sukanya gue dengan matematika, gue akan kasih skor rendah.
Gara-gara tes bakat itu, gue jadi mengamini betul bahwa gue ini emang nggak bakat itung-itungan, emang gak bakalan bisa thriving di math. Sampai akhirnya Semesta membuktikan yang sebaliknya.
Gue kuliah finance, dan sekarang gue kuliah ekonomi, yang isinya, matematika. Dan sejauh ini, gue bisa bertahan dan thriving kok. Jadi, tes bakat kayak yang gue jalani waktu SMP dulu, itu sebenernya nggak akurat-akurat amat. Sebab dengan stimulus yang tepat, apapun bakatnya pasti akan jadi menonjol dan si anak pun akan sukses.
-
BTW, kelas Aksel tuh sekarang masih ada apa ngga ya di Indonesia?
Di Amerika, tiap murid bisa dan berhak loncat kelas tanpa harus masuk kelas Akselerasi. Ada anaknya temen gue, umurnya baru 10 tahun. Tapi oleh sekolah, dia udah disarankan buat lanjut ke Middle School (setara dengan kelas 6 SD di Indonesia). Padahal seharusnya, dia masih kelas 5 SD. Kenapa demikian? Karena kemampuan rata-rata dia dan kematangan emosionalnya udah setara dengan anak-anak Middle School tahun pertama, meskipun kemampuan Bahasa Inggrisnya masih setara anak kelas 3 SD di sini. Oleh sekolah, ini dianggap wajar, karena anaknya temen gue ini baru beberapa bulan doang tinggal di US, dan kemampuan Bahasa Inggris, bisa terus dilatih sambil jalan, tanpa dia harus tinggal kelas.
Anti ribet banget nggak sih, sekolah di sini?
Gak perlu ribet-ribet seleksi kelas Aksel untuk bisa loncat kelas, apalagi tes bakat segala.
Gue jadi berpikir, kapan ya pendidikan dasar di Indonesia (alias sekolah negeri di Indonesia) itu bisa bagus dan nggak ribet kayak di US?
Sekarang ini, setelah Ujian Nasional ditiadakan, muncul polemik baru untuk masuk SD, SMP dan SMA, yaitu, umur murid yang belum cukup. Kenapa ukurannya harus selalu umur murid? Kenapa kemampuan kognitif dan kematangan emosional anak nggak jadi pertimbangan di sini?
Orang kaya yang duitnya cukup, mereka tinggal masukin anaknya ke sekolah swasta yang nggak ribet dan nggak mempermasalahkan umur.
Lah terus, apa kabar orang kelas menengah dan orang miskin yang duitnya hanya cukup buat masukin anak mereka ke sekolah negeri?
8 notes
·
View notes