#lempartopik
Explore tagged Tumblr posts
Text
Day 3 : Senja Bersama Auguste
Sejauh apapun orang melangkah, pasti butuh tempat kembali. Maka jadikan aku tujuan. Tujuanmu untuk kembali. Pada satu waktu yang kau anggap tepat Jadikan aku tempatmu berpulang. Aku menunggu.
Nama asliku Juliette.
Dan benar, aku lahir bulan Juli. Namun sebutan Juliette terlalu prancis bagiku, maka semua orang mengenalku sebagai Jules. Saat ini aku sedang meratapi hidupku dari atas pesawat. Bagaimana aku sukses sebagai peneliti di usia yang tergolong muda. Well, umurku 25 tahun. Dan saat ini aku diundang sebagai speaker di suatu kongres internasional World Health Asembly yang diusung oleh WHO. Aku, Jules si representatif muda Asia Tenggara, sebentar lagi menjejakkan kaki di tanah Eropa, menuju kota cahaya Paris. Aku bukannya baru pertama pergi ke Paris, tapi Paris selalu membuat siapapun candu. Meminta untuk kembali, walau sekedar untuk berjalan menyusuri sungai Siene.Â
Pesawat kini memasuki critical eight pendaratan. Lampu kabin dipadamkan, lampu tanda seatbelt berkedip disertai bunyi ting-tung. Aku memejamkan mata. Dan entah mengapa, aku tertidur di saat seperti ini.
Namaku Auguste. Tapi semua memanggilku Captain.Â
Yap, aku lahir bulan Agustus. Tepatnya, satu agustus. Persis hari ini. Aku baru saja mendaratkan pesawat maksapai kebanggaan negaraku ke tanah semenanjung arab, di Doha International Airport, Qatar. Aku adalah pilot termuda di maskapaiku. Belum ada yang pernah berhasil masuk menjadi team pilot di usia 25 tahun. Tentu saja, maskapaiku sangat profesional dan berstandar tinggi. Mereka hanya menerima yang terbaik dari yang terbaik. Dan tentu saja, ini mimpiku. Dan mimpi sebesar ini tentunya butuh pengorbanan yang besar juga. Yah, ini hari ulang tahunku. Aku tidak ingin bersedu sedan dengan mengingat masa lalu.Â
Aku keluar dari ruang kokpit sambil menenteng koper jinjing dan topi captain. Seketika aku melihatnya. Penumpang terakhir pesawatku yang hendak turun. Perempuan dengan rambut cokelat madu bergelombang, hidung mancung, pipi kemerahan dan matanya yang masih mengantuk, dengan scarf berantakannya menjulur ke depan dadanya yang curvy. Pada pandangan pertama, aku tertarik padanya. Cantik. Sangat cantik.
Pada pandangan kedua, aku mengumpat. Shit. Is that her? Juliette?Â
“Juliette?” seseorang memanggilku.
Aku menoleh. Mataku masih menyesuaikan diri. Aku tidak habis pikir, mengapa para pramugari tidak membangunkanku dari tadi? Tapi tunggu, barusan ia memanggilku Juliette? Let me tell you, tidak ada yang benar-benar mengetahui nama asliku, kecuali beberapa orang....
Aku kembali manatapnya, dari atas hingga ke bawah, ragu-ragu. “Au..guste?”Â
Pemuda itu tersenyum. Semakin lama semakin lebar. Aku menggeleng tidak percaya. No way.
“What a perfect surprise on my birthday,” ujarmu. “Ayo kita turun dan berbincang. Kau lapar?”Â
Aku berjalan ke bandara melalui garbarata, bersebelahan dengan Auguste, cinta pertamaku. Ia benar-benar berbeda dengan pemuda yang ku kenal 10 tahun lalu. Bisa ku katakan, I’m quite impressed.
I mean, he dressed well. His body is well built. Dia juga harum, selera colonge nya bagus. Jalannya mantap dan tegas. Senyumnya ramah, matanya jenaka. I really like a man that care about his appearance.Â
“Auguste,” ucapku sambil berhenti melangkah. “Aku perlu melapor untuk transit.”
Dia berbalik, terlihat terkejut. Ia pikir aku memang mendarat di Qatar. Aku lebih tau bahwa ia ingin bertanya kemana aku akan transit. Tapi ia tidak melakukannya. Ia malah mengeluarkan handphone dan menelpon seseorang. Ia berbicara bahasa arab dengan seseorang di seberang sana, dan seketika ia menjulurkan tangan meminta boardingpass ku.Â
“Ah baiklah. Bagasi dan seat bisa kau urus? Baik, baik. Shukron, terima kasih.” Auguste mematikan telepon dan mengembalikan boardingpassku. “Sudah beres. Sekarang kita bisa makan. Aku kelaparan.”
Langkahnya cepat. Namun bukan cepat yang terburu-buru. Lebih ke cepat atas kebiasaan berjalan Auguste selama ini. Aku harus berusaha ekstra untuk menyeimbanginya. Sesaat kemudian, ia sadar aku terengah-engah. Ia tersenyum meminta maaf.Â
“Kita hampir sampai, ada restauran halal favoritku di dekat sini. Oh iya, apakah aku perlu berganti pakaian? Mungkin seragam pilot ini mengganggumu? Yah, kau tahu kan. Semua mata tertuju pada lelaki berseragam, terutama para wanita.”
Dasar. “Kecuali aku.”
Kau tertawa, tawamu tidak berubah. “Well, aku anggap itu bukan suatu masalah. Ayo kesini.”
Nah, saya stuck. Saya lebih tau tidak ada pembaca manapun yang suka digantung. Saya akan melanjutkan cerpen ini kalo muncul ide segar. Karena saat ini, ide cerita yang ada di kepala saya busuk semua.Â
Seharusnya tema cerpen ini Senja Agustus (requested by Fatwa Mardin) tapi jiwa saya sedang tidak dalam keadaan menye. Terima kasih karena telah mengorbankan 5 menit kalian yang berharga untuk membaca hingga tiba ke kata terkahir saya.
1 note
·
View note