#lekat
Explore tagged Tumblr posts
Text
#wensleydale#cult#Lekat#Lekat a'Sy#corporate greed#my truth#look I know it sounds ridiculous by these people are The Worst#they are truly evil and will pay for what they have done#also definitely not a conspiracy#I know everyone says that but I am telling the truth#space jam#drawing#hand drawn
3 notes
·
View notes
Text
Allaah, aku percaya kepadaMu. aku percaya bahwasanya rencana mu jauuh lebih baik dari apa yang telah aku rencanakan dengan begitu baiknya. aku percaya kepadaMu bahwa setiap kegagalan adalah bagian dari takdirMu yang harus aku imani dengan lekat-lekat.
dan aku percaya kepadaMu bahwasanya setelah kesulitan akan ada kemudahan, setelah kegelapan akan ada cahaya, setelah sukar akan ada kelapangan. aku percaya ya Allaah, dan aku terus menerus mendidik diriku akan hal itu. maka Allaah, jadikan aku hambaMu yang Ridha akan setiap takdirMu. lapangkan hidupku, tenangkan perasaanku, ridhoilah aku dalam setiap keputusanku.
Allaah, aku tak mampu pada ranah yang tidak aku pahami, aku takut pada apa yang belum aku jalani, dan aku terlalu khawatir pada hal-hal yang belum pasti. aku manusia ya Allaah, dan Engkau adalah Rabbku. aku lemah sedangkan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. tidak ada daya dan upaya kecuali atas pertolonganMu kepadaku.
maka ya Allaah, aku memohon kemurahan dan kuasaMu untukku. menangkanlah aku pada hal-hal yang sedang aku tuju, pada hal-hal yang sedang aku doakan, pada hal-hal yang sedang aku upayakan. agar lentera harapku tetap hidup. agar harapanku kepadaMu terus bertambah kuat tak pernah mengecil dengan apapun.
ya Allaah, aku menangis setiap malam. sebab aku merasa lelah dengan hal yang dunia yang tak berkesudahan. ampuni perempuan ini yang selalu merengek kepadaMu. ampuni ia, kasihanilah ia, sayangilah ia.
___ perempuan yang menenun harapannya._
22.29
228 notes
·
View notes
Text
hari ini aku tahu, aku mencintai laki-laki paling brengsek yang pernah kutemui. wajahnya adalah sore, bibirnya laut dan suaranya mengingatkanku kepada ombak. dan sepertinya ia tahu benar jika ia mampu menenggelamkan.
aku tahu nama kekasihnya, perempuan beraroma kenanga yang ia kenalkan di suatu malam ketika aku masih perempuan pemarah yang tak menginginkan cinta. maka ketika suatu pagi, saat tawa renyahnya menghalau semua udara buruk yang sehari-hari kuhirup, aku tak pernah mau memutus batas untuk membuat kami menjadi lekat.
namun munafik lah aku jika tak menikmati setiap waktu yang ia tawarkan, pengertian yang tak cukup dari kisah pengasuhan kini dipenuhi dengan senyumnya yang sehangat matahari pukul delapan pagi. tentu saja hatiku morat-marit.
tapi aku bukan penyair gila yang memuja cinta seperti memuja tuhan. aku tahu hidupku adalah rasi yang memiliki arah. dan menjalin cinta dengan kekasih orang adalah malapetaka. maka dengan segenap rasa percaya aku mengangkat dagu dan bersikap selayaknya perempuan paling bijaksana.
lalu hari ini, kulihat ia memamah semua skenario murahan, dan memuntahkannya dalam satu hela napas. menunjukkan eksistensi, bahwa aku tak punya cara untuk pergi.
sialnya ia menang, dan aku masih tertawan.
24/11/2024
55 notes
·
View notes
Text
Kamu dan Sebuah Nilai
Akhir-akhir ini, setelah punya anak, mba ku lebih sering cerita soal tumbuh kembang anaknya, dan ya, aku support sekali dengan hal itu, beberapa informasi terpecaya coba aku berikan supaya ponakanku bisa tumbuh dengan lebih baik dari kita, insyaAllah dengan izin Allah
Tapi kemarin, entah kenapa, random saja, isi chatnya berbeda haha "eh sama adik kelasku aja" bagian ini tidak perlu ditafsirkan, rasanya yang membaca pun sudah paham, apalagi masih di suasana syawwal; (hayo, udah selesai puasanya belom?)
Lanjut ku jawab dengan lugas dan sepertinya agak tegas "engga deh hahah"
Obrolan kita berlanjut, dan ku tekankan satu hal yg mungkin terdengar terlalu idealis; kalau itu soal 'kamu' maka harus lekat dengan soal 'nilai'
Yes, di era akhir jerman ini (aih, maksudnya akhir zaman), mencari 'kamu' itu nampaknya bukan persoalan yang rumit. Persoalan populasi sudah terbukti lebih banyak. Persoalan kesiapan, nampaknya juga terlihat siap, namun soal 'nilai' yang rasa-rasanya amat sangat sukar dicari
Mengapa 'kamu' harus lekat dengan 'nilai'; itulah pembeda, itulah yang menawan, dan rasanya aku sudah tertawan haha
'Nilai' itu yang akan membentuk pola pikir, rasa perasaan di hati, dan tingkah laku. Melihat 'nilai' bisa dilihat dari ketikan lewat tulisan, bisa dilihat dari tutur kata ucapan, hingga bagaimana cara respon dalam bertingkah
Maka, jika soal 'kamu' dan 'nilai' harus lekat, begitupula diriku sendiri hehe, masa kita menuntut orang lain seperti itu, sedangkan kita hanya berleha-leha saja
"Idealis sekali" memang😎 "rumah tangga itu kan ga selamanya membicarakan soal nilai" lho, tapi kan harus dibangun di atas nilai, mau dibiarkan saja tanpa nilai? Ntar ga ada arah tujuannya dong
Lalu kapan ditemukannya 'kamu' yang harus lekat dengan 'nilai'? Entahlah, karena pertama balik lagi ke diri sendiri, yang harus jua punya nilai, kedua berikhtiar meraba-raba hikmah yang Allah berikan hingga hari ini, sembari memperhatikan sekitar, adakah 'kamu' dan 'nilai' yang aku cari?
Sembari mengingat nasihat Kyai Salim A Fillah, soal nilai dalam rumah kita
Rumahku adalah rasa aman dalam genggam jemari ar-Rahman. Rumahku adalah juga derak kekhawatiran, agar tiada lena dalam fana
Rumahkulah kutub yang mendamai hati dan sesenyum rasa; "Masuklah! Berselimut! Rehat!"
Terkadang ia mentari yang menyala, menegur hati, dan menggerak "Keluarlah! Dakwah! Jihad!"
Rumahku perhentian; tempat iman diperbarui, dan ruh diisi ulang, lalu aku harus keluar membukti amalan
Rumahku, menawan tenteram, menggerak bandang. Rumahku mungkin bukan surga, tapi insyaAllah serambinya.
119 notes
·
View notes
Text
Begitu kau selesai paham dan merasa kenal dengan gelap pun terang emosimu. Kau secara natural akan melihat dirimu dari dua sisi itu.
Kau lantas menjadi penuh pertimbangan.
Takut.
Erat dengan gelap melukai mereka, lekat dengan terang membuatmu penuh kedok topeng belaka.
Kau sebenarnya hanya ingin menjadi dirimu sendiri. Kau ingin boleh sedih, boleh marah, boleh gembira, boleh bingung. Kau ingin diafirmasi lemahnya. Tak diulas tabu tangisnya.
Tapi ini untuk menjadi diterima di hadapan dunia. Kau akhirnya berjalan di atas tali, di tengah-tengah jurang terang dan gelap emosimu.
Mencoba menjadi manusia yang diterima—yang kuat—tak terlalu tunduk pada terang dan gelap emosimu.
Kau memilih untuk tak merasakan apa apa.
— Arief Aumar | regulasi emosi
67 notes
·
View notes
Text
TIDAK ADA SUAMI YG JUJUR dan tidak ada istri yang mau hancur.
Taukah dirimu kalau suamimu mungkin sering dicaci maki bosnya.?
Taukah dirimu kalau suamimu mungkin sering mendapat hinaan di luar sana.?
Taukah dirimu mungkin suamimu bahkan baru saja mempertaruhkan nyawanya demi dirimu dan anak" mu.
Taukah dirimu kalau suamimu mungkin sering menahan lapar demi bisa pulang membawa uang.
Sebelum engkau cemberut padanya,,,
Hitung lah dulu telah berapa juta tetes keringat engkau peras dari tubuhnya.
Sebelum engkau marah padanya,,,
Tataplah lekat-lekat matanya, mungkin tanpa kamu sadari mata itu telah banyak mengeluarkan air mata demi melihat dirimu tersenyum
Ketahuilah
Bila sampai hari ini dia belum bisa memenuhi segala keinginanmu, itu hanya karena faktor keadaan.
Tak seorang pun kepala keluarga yg tidak ingin melihat keluarganya bahagia.
Sebelum engkau marah kepadanya, lihatlah dan renungkan lah apa yg telah dilakukan oleh seorang suami.
Betapa suamimu sudah kerja keras banting tulang demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sebagian ayah tak pandai menceritakan kepedihannya pada anak istrinya, ia telan sendiri.
Ia tak mau anak istrinya tahu betapa susahnya ia berjuang.. Ia hanya ingin anak istrinya bangga terhadap dirinya, terhadap pekerjaannya..
Untuk para ayah di mana pun berada.
Semoga lelahmu menjadi berkah, dan untuk para istri bersabarlah tahan ego serta rendahkanlah ucapanmu jangan gegabah.
Amiin ya Allah..🤲
50 notes
·
View notes
Text
Tuhan tak pernah membencimu. Ingat doamu lekat-lekat. Semua kebaikan yang engkau ingin nyatanya sedang Tuhan kabulkan lewat perjalanan yang saat ini dilalui. Aku tau tak mudah. Tapi untuk menjadi baik bahkan istimewa itu butuh proses yang tak sebentar. Lebih dari itu bila mengaku benar engkau mencintai Tuhanmu, maka bertahanlah. Bertahanlah sampai akhir bagaimanapun caranya.
@terusberanjak
175 notes
·
View notes
Text
little privilege
dan kata-kata mas sore itu berhasil menghiburku lepas sekaligus menenangkan.
Sedari kecil, menjadi adik dari seorang kakak laki-laki memang selalu "menyenangkan", kadang dibuat terbahak, kadang dibuat tantrum tak karuan. Namun, privilege memiliki kakak laki-laki akan selalu menjadi hal yang akan aku syukuri.
Ketika adik perempuannya ini rewel menceritakan banyak hal yang bersembunyi di balik kata khawatir, mas dengan mudah menangkap basah maksud di dalamnya dan tenang menanggapi hingga akhir. Kadang ia juga ikut banyak bicara, kadang menyela menjengkelkan, namun lebih banyak diam mendengarkan. Momen berbincang hanya berdua yang telah sekian lama tak tercipta itu, dimanfaatkan penuh olehku, terlebih celengan rindu selalu dengan sendirinya cepat tumbuh dan berkembang.
Hingga kendaraan kami sudah memasuki kampung halaman, aku menutup cerita dengan mengaku payah, adik perempuannya sedang kalut, tak baik-baik saja.
Teduh air muka mas yang awalnya khidmat seketika berubah jadi jenaka, melempar nasihat "sekenanya" yang membuat sang adik berpikir sejenak lantas tertawa, dalam akal pendek yang aku tangkap, mas tak mau adik perempuannya terlampau cemas pada hal yang memang bukan waktunya duduk dalam kepala saat ini. Kata-katanya yang singkat, ternyata mampu melesat jauh menuju persembunyian gemuruh dalam jiwa.
Gurauan mas tak hanya menguatkan dan menenangkan, namun juga membekas lekat dalam hati juga ingatan. Terima kasih ya mas, sudah tetap menjadi masku yang nomor satu, yang selalu bangga dengan adik-adikmu, yang selalu ada tiap waktu, walau kau sudah lama memiliki rumah baru 🤍
36 notes
·
View notes
Text
Aku capek meromantisasi Jogja. Dari yang awalnya emang gak pernah kepikiran buat tinggal di kota ini, terus akhirnya nyaman, tapi terus nemu banyak kepahitan, rasanya apa yang harus aku romantisasi?
Mereka yang meromantisasi Jogja biasanya adalah sekelumit orang yang datang berkisar satu hari, dua hari, tiga hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, paling lama selama masa studi kuliah 'normal'.
Yang indahnya masih teramat lekat dan ketika ditinggal hadir rasa rindu yang membuncah.
Tapi apa yang mau diromantisasi jika faktanya patah hati paling dalam terjadi di kota ini? Orang jogja asli yang bikin sakit hati? Sampah yang gak pernah ketemu tempat pembuangannya? Aksi kejahatan yang gak pandang bulu dan waktu? Oh belum lagi upah minimum yang walau dihitung pakai berbagai merek kalkulatorpun ya akan sulit untuk cukup.
Mana yang harus diromantisasi? Gelaran seni hampir tiap pekan itu? Malioboro yang gak pernah libur? Kedai kopi yang menjamur? Makanan yang katanya murah? Mana yang harus ada di urutan teratas dulu?
Mungkin akan ada yang gak sepakat pun banyak pasti yang sependapat.
Gak apa-apa.
Jogja memang romantis, asal jangan diselami terlalu jauh. Jangan diseriusin terlalu dalam. Karena kalau udah sayang, mau benci pasti balik lagi. Kalau buat aku, gambarannya mungkin love-hate relationship sih sama Jogja!
24 notes
·
View notes
Text
bila bumi terasa sempit bagimu padahal sejatinya ia begitu luas, cobalah untuk keluar dan angkatlah kepalamu menghadap langit.
lihatlah, apakah engkau lupa bahwa Allaah yang mampu mengangkat langit setinggi itu dapat menghilangkan deritamu, sesaknya dadamu sebesar apapun yang kau rasa?
wahai diri lihatlah lekat-lekat dalam dirimu. melembutlah dan menunduklah, sayang. itulah mengapa kita tidak boleh berputus asa, seberat apapun hidupmu saat ini. kumohon jangan menyerah. bertahanlah satu hari saja, dan terus begitu.
156 notes
·
View notes
Text
Aku tidak tahu kenapa aku harus menulis ini, saat aku tahu ia tidak akan pernah singgah di sini, mengenaliku lebih jauh meski kebanyakan yang kurangkai adalah rekayasa perasaan alias fiksi belaka. Mungkin sebab itu aku menulisnya di sini, entah siapapun yang membaca mereka akan mengira-ngira apakah aku sedang berkarya atau sedang bercerita tentang kenyataan.
Aku tak ingin menceritakannya dengan gamblang, dengan jelas layaknya prosa yang menarasikan karakter utama dalam paragrafnya. Aku pula tak ingin menuliskannya sebagai puisi, yang setiap kata mewakili ia dari berbagai lini dan dimensi. Maka aku akan menuliskannya sebagai kalimat yang kehilangan keindahan, yang tak memiliki struktur serta ejaan yang tak disempurnakan.
Aku menuliskannya sebagai sesuatu yang rancu dan kehilangan pesan dalam isinya.
Kami bertemu dalam riuh rendah dunia yang semakin bising, hadir dengan wajah masing-masing. Aku menjelma bijak yang pendiam, membunuh diriku yang skeptis dan pemarah. Ia datang bagai rupa lamaku, dalam bentuk yang lebih matang. Tentu aku abai untuk pertama kali, hingga satu-persatu kebetulan atau kesengajaan mengetuk pertanyaan di dadaku, dan rasa penasaran itu bertamu.
Jika tak membohongi hati, aku bisa katakan yang sepertinya berulang kali aku temukan, namun jika menelaahnya menjadi sebuah perasaan yang lebih lekat, aku sudah lupa kapan terakhir kali ingin tahu tentang seseorang, dalam konteks yang lebih jauh. Mungkin empat tahun lalu, dan aku tahu itu bukan perasaan yang baik.
Maka aku menjelma nama yang hadir dalam banyak eksistensinya, berkeliaran untuk memuaskan rasa penasaran, mencari celah untuk jadi pelajaran, namun sayangnya aku malah terjebak dengan ilusi yang membuatku kembali mempertanyakan diri sendiri.
Jika ada seseorang yang menanyakan perasaan apa yang paling kubenci saat ini, ia adalah rasa penasaran kepada seseorang. Aku dibuat belajar kembali untuk menahan segala gejolak, keinginan spontan yang terkadang harus diredam paksa agar tak mengakibatkan buruk pada pola diri dan pikir. Karena bagaimanapun kadang aku menguasai diri, ada perasaan-perasaan baru yang harus mati-matian baru mampu dikendalikan.
Sekarang aku ingin menutup buku yang menuliskan tentangnya, aku lelah bertanya, goyah dan menebak-nebak. Meski sebagian besar bisa aku tepis, namun bukankah lebih baik tak memikirkannya sama sekali. Di saat aku bisa melihat satu dua tanda bahwa apa yang kulakukan hanya berujung kepada kesia-siaan.
55 notes
·
View notes
Text
Ujian (?)
Allah menguji kita lewat apa yang paling-paling-paling melekat dan yang paling kita cintai. Seolah Dia memang sedang menguji rasa cinta kita padaNya.
Tidak ada yang melarang manusia untuk mencintai dan saling mencinta,
Tapi hati-hatilah dalam mencintai dan meletakkan cinta.
Ketika ujian hidup terasa begitu berat, tinggal kita tengok, apa yang akhir-akhir ini paling kita cintai?. Apa yang sangat melekat dengan diri sehingga kita amat sangat takut kehilangan?.
Uang?
Jabatan?
Kekasih?
Keluarga?
Istri?
Suami?
Harga diri?
Reputasi?
Menjadi masuk akal ketika kita membandingkan, suatu hal atau sesuatu, yang kita tidak melekat padanya, menjadikannya seapa adanya tanpa ada lekat kepemilikan, lekat kontrol, ketika itu semua pergi, tidak akan terasa terlalu berat melaluinya. Bukan jadi sebuah ujian. Just, let it be.
Bayangkan kita tidak melekat pada apapun, sehingga, ketika masalah datang, itu tidak akan terasa berat, tidak berlarut.
Tak ada ujian.
Tapi apakah itu mungkin?
Terlalu melekat pada ketidakmelekatan pun bisa saja menyelinap.
Yah, lagipula, kita hanyalah manusia.
Mencintai menjadi fitrah manusia, apalagi, mencintai dunia.
Tapi, Allah juga ingin mengajarkan bagaimana melepas dunia dan ingin mengajarkan makna cinta yang lebih besar. Mengingatkan kita lewat apa yg paling melekat dan paling kita cintai, karena disitulah letak seluruh perhatian kita.
Ini hanya persinggahan, mampir saja, mendapat kesempatan nikmat dunia. Karena setelah ini kita semua akan kembali padaNya. Buat hidup sebermakna dan sebermanfaat mungkin untuk sekitar.
Seperti judul lagu,
'Jalan yang jauh, Jangan lupa pulang'
78 notes
·
View notes
Text
akhir-akhir ini aku banyak berdamai dengan khawatir atas dirimu.
dari khawatir yang lekat seperti saat langkah kita sama, sampai khawatir yang buram karena langkah kita menapak beda.
aku arungi semua khawatir atas dirimu dan aku pastikan aku baik-baik saja. ini bak aku tak khawatir jika nanti akhirnya kau bulat sedia pergi, mengubur perasaan itu jauh jauh dari diri.
hanya satu, khawatir yang jengah aku ajak damai: aku khawatir mereka yang akan bersamamu tak indahkan rasa pula tindaknya. mengalun kosong tulusnya, padahal kau selalu layak dapat hal baik dari apa yang kau punya.
dan kau terluka. dan aku tidak tahu.
— Arief Aumar
Prau Dieng, 7 September 2019
81 notes
·
View notes
Text
209/366
Beberapa orang pada akhirnya tidak lagi dapat hadir di hidup kita, namun akan terus lekat di hati.
Sedang beberapa yang lain tetap ada di hidup kita, meski tidak ada lagi di hati.
-Na, 22th
24 notes
·
View notes
Text
beberapa hal yang kita aminkan, semoga ia yang dihadirkan lekat bersama dengan rasa aman.
12 notes
·
View notes