#ibuprofesionalmalang
Explore tagged Tumblr posts
Text
Akupun ingin mengulang waktu...
Hari-hari akhir ramadhan tahun ini. Bahkan di beberapa negara sudah mengumandangkan takbir kemenangan tanda perpisahan dengan Ramadhan yang indah dalam rasa maupun karsa.
Bersyukur, hilal belum terlihat hari ini di negeriku tercinta. Ada bonus 1 hari menikmati ramadhan lebih lama... Meski hanya sehari, entah kenapa saya bahagia. Aku sungguh paham bahwa tak selamanya perjumpaan ini tanpa akhir... Perpisahan itu pasti, hanya saja bukan hari ini.
Adakah yang ingin selamanya ramadhan? Saya selalu ingin menikmati seluruh tahun dengan ramadhan. Seberapa banyak keinginanmu untuk mengulang ramadhan ini? Agar dapat beribadah lebih lama lagi. Agar pahala yang kau dapat tetap berlipat meski sekadarnya saja. Haruskah mengubah langkah agar pilihanmu lebih baik lagi? Mengulang waktu memang tak lagi mungkin untuk terjadi.
Jika masih saja ingin mengulang... Apakah kamu sekarang menyesal tidak beribadah maksimal?
Jika masih saja ingin mengulang, apakah kamu kecewa dengan waktu yang terus berputar sementara engkau hanya bagian sia-sia di dalamnya?
Jika tak lagi mungkin untuk mengulang, Allah sungguh baik jika mempertemukan kita di ramadhan selanjutnya. Percayalah, Allah Maha Baik.
3 notes
·
View notes
Text
Body Shaming
Tiba-tiba pas tidur kemaren malem Ghazi bilang, “aku ngga suka sama mba XXX, mukanya hitam.”
Ohh menn. Aku terkejut dong, langsung ku taruh hp detik itu juga dan bobo madep dia, tanya, “kok gitu? Mas Ghazi kok bilang gitu. Kan itu ngga baik.”
Sungguh aku ngga menyangka, entah anak ini ngerti maksudnya apa ngga, dia secara ngga langsung udah bullying loh dengan body shaming. Siapa yang ngajarin?…
View On WordPress
1 note
·
View note
Photo
🎨 Puzzel Warna 🎨 shafiyyah Assyahidah 9 month👶 🌸untuk mulai mengenal warna dan menemukan pasangannya🌸 28 Juni 2018 Bahan-bahan : 1. Kardus bekas 2. Gunting 3. Pengaris 4. Pensil 5. Penghapus 6. Cat warna 7. Double Tip 8. Isolasi besar 9. Spidol hitam besar 10. Pastikan putra/putri kita sedang dalam mood yang baik Cara membuat : 1. Siapkan kardus usahakan persegi panjang, dan bisa dilipat dua. Supaya memudahkan kita, hika belum mari dibentuk dulu yang sesuai dan sama rata yaa bundaa. 2. siapkan satu sisi itu pola, gambar bulatan2 atau bentuk lainnya sesuai dengan kreasi bunda. 3. lubangi sesuai dengan pola pada satu sisi kardus tersebut. 4. Rekatkan satu sisi kardus dengan sisi yang masih polos. Dalamnya kita beri double tip yaa supaya rapih, lalu pingirnya kita rapikan dengan selotip bening yaa. 5. Beri warna dengan Cat warna yang sudah disediakan, dua gambar mengunakan 1 warna dan potongan puzzel juga diberi warna yang sama sesuai dengan letaknya. 6. beri warna hitam diseluruh papan puzzel agar tampak kontras dan rapi 7. yang terakhir rapikan semua puzzel buatan ibu dengan selotip bening besar Reaksi Shafiyyah saat bermain ini : 1. Sangat semangat meski belum mengerti betul cara mainnya, karena usia shaf baru 9bulan. 2. Mulai mengenal satu persatu warna meski masih ada beberapa yang tidak membuat dia tertarik dan hanya mau pada warna2 tertentu 3. alhamdulillah happy, dari awal buat bersama meski kadang pegang benda2 bahaya seperti gunting dan cat warna yang blm ramah di anak Seperti bermain puzzel biasa, namun disini juga bisa menjadi wadah bermain dalam permulaan mengenal warna-warna. Selamat bermain semoga bermanfaat. ❤❤ #challengeplaydatestory #rumahbelajarmainanbuatanibu #rumbelmainbu #ibuprofesionalmalang
0 notes
Text
Memaafkan Diri Sendiri
Moment lebaran adalah moment yang paling banyak di tunggu setelah ramadhan. Bukan hanya orang tua saja yang menantikannya, bahkan balita pun bahagia menanti kehadirannya.
Apa yang paling di rindukan dari moment lebaran? Dulu waktu saya kecil, lebaran berarti beli dan pakai baju baru+sandal ber hak agak tinggi. Hehe, sekarang kok melihat anak-anak perempuan di belikan sandal heels tinggi di usianya yang masih kecil, saya agak terganggu. Merasa sandal-sandal tsb kurang aman untuk mereka pakai. Ngebayangin dulu kok bisa ya saya pakai wedges anak-anak? Padahal di usia remaja dan wanita dewasa rasanya pakai high heels itu adalah suatu ke riweuh an yang hakiki bagi saya…
Beranjak remaja, lebaran bagi saya berarti dapat saku banyak. Semakin tinggi tingkat sekolah, semakin tinggi pula nilai rupiah dalam angpau. Hehe.
Ketika jadi wanita pekerja, lebaran bagi saya adalah berbagi THR untuk orang tua, berbagi saku untuk keponakan, sepupu dan anak-anak tetangga sekitar rumah. Gak ada lagi yang ngasih saku…
Ketika jadi istripun sama. Masih seperti wanita pekerja, bedanya yang bekerja suami. Saya bagian manajer keuangan saja.
Ketika jadi ibu, harus berpikir lebih kompleks lagi. Mulai dari belanja hantaran lebaran, kue kering lebaran, baju anak ibu dan suami, hingga saku lebaran untuk keponakan, sepupu dan anak tetangga.
Dan saling memaafkan adalah yang paling setia menunggu hingga kita sadar makna lebaran sesungguhnya. Iya. Saat lebaran tiba, pasti silaturahmi lebih intens dari biasanya. Selain di bumbui komen-komen yang kurang nyaman, ia juga menyuguhkan moment saling memaafkan satu sama lain.
Saya berharapnya hanya moment saling memaafkan saja yang ada di lebaran tahun ini. Sedikit menengok luka, sepertinya masalahnya ada pada diri saya sendiri. Sakit itu sebenarnya bukan dari pengaruh apa kata orang… Tapi diri saya sendiri yang mencipta. Mungkin saat saya bertemu mereka, maaf adalah hal yang tulus mereka berikan. Toh, tak ada hebatnya saya jika mereka masih komen negatif tentang ini itu… Maaf sungguh mudah di berikan pada seorang lemah yang semakin lama di pandang semakin mereka anggap banyak kekurangannya. Hehe.
It’s okay. Namun hanya karena mereka memberikan komen negatif yang tak sesuai dengan keinginan saya, kemudian saya berfikir bahwa mereka benci saya. Maafpun hanya sekedar kata…
Mungkin kesalahan itu adalah saya sendiri. Saya lupa cara memaafkan diri sendiri, hingga lupa bahagia maupun duka kita sendiri yang mencipta…
Mohon maaf lahir dan bathin.
1 note
·
View note
Text
Ketika Ia menjemput Yang Tercinta
Siang hari ini kabar duka menyelimuti negeri...
Ibu Ani Yudhoyono menghembuskan nafas terakhir pukul 11:50 waktu Singapura di National University Hospital. Kabar tersebut sebenarnya saya dapati siang hari, namun dengan keterangan waktu yang berbeda di sebuah grup WA. Di kabarkan bahwa ibu Ani telah wafat pukul 03:30 pagi. Saya yang sedikit tak percaya akhirnya googling. Dan benarlah, beritanya hoax... Sedih rasanya, bagaimana mereka menyebar berita hoax sejahat itu untuk ibu Ani yang selalu bersemangat dan berusaha bahagia melawan sakitnya.
Sayangnya berita itu saya search pukul 11:00 waktu Indonesia. Yang artinya beberapa menit setelahnya muncul berita baru bertuliskan timeline... "4 menit yang lalu". Ibu Ani di kabarkan telah berpulang ke Rahmatullah.
Keterangan yang baru saja saya post bahwa kabar yang saya dapatkan pertama kali di sebuah grup WA adalah hoax, harus saya "hapus untuk semua orang" karena nyatanya berita tersebut baru benar adanya saat ini. T, T
Saya pastikan lagi melalui streaming youtube agar dapat melihat live report di NUH. Dan ketidakpercayaan itu akhirnya luntur... Baru kemarin saya melihat post instagram ibu yang sungguh berbahagia dapat menghirup udara segar luar rumah sakit setelah sekian lama hanya berada di ruang perawatan saja. Hmm, saya cukup lega saat itu... Ibu akhirnya menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Hingga berita yang saat ini beredar membuat saya sungguh tidak percaya.
Ah, pikiran saya berlari ke beberapa bulan silam. Tahun baru yang baru berjalan ¾ hari. Ayah kami juga menelepon... Terlihat ceria dari suaranya yang mulai menggelegar dan menyahut suara dari seberang sini, menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Malam itu hujan sungguh-sungguh lebat. Ibu yang menunggui ayah di ruang ICU titip beberapa obat agar ia pun dapat bertahan untuk ayah. Malam itupun aku memastikan bahwa ayah telah membaik... Jauh lebih baik dari tadi siang sewaktu aku mengantarkannya ke RS. Ayah di rawat di ICU, ruang perawatan terbaik dari sebuah RS meskipun juga menakutkan melihat kegawat daruratannya. Ayah telah membaik, dengan perawatan terbaik RS dan banyak cinta dari kunjungan orang-orang terdekatnya malam itu.
Akupun lebih lega, dapat tidur malam ini. Khawatirku tak seberlebih siang ini... Hingga dini hari seseorang mengetuk jendela kamarku. Suamiku... Yang ku kira akan berangkat sangat pagi ke sekolah, hingga belum subuh ia bergegas pulang ke rumah. Aku tanyakan kabar ayahku dengan bahagia... Namun ia menjawab dengan kabar penuh duka. Ayah telah tiada... Meninggalkan kami semua. Ketidak percayaanku sama seperti hari ini... Aku seperti anak kecil yang di bujuk agar tenang beberapa waktu sebelum orang tuanya pergi sebentar. Bedanya kali ini, ia pergi selamanya...
Aku lupa, bahwa mati tidak lagi menunggu sakit. Ia bisa datang kapan saja... Menjemput kita semaunya.
1 note
·
View note
Text
Ujian Syukur dari para Komentator
Jawaban Terbaik... Saya kepikiran kalau di tanya pertanyaan lebaran dari para tetua nanti jawaban terbaik atas komentar-komentar mereka apa ya?
Kayaknya komentar yang pasti saya dapatkan adalah... "Semakin berisi sekarang..." Hehe, pasalnya BB saya saat ini adalah BB saya waktu hamil ichan dulu. Setelah puasa hampir 1 bulan, turun 3kg aja.
Biasanya saya sebel juga kalau mereka komentar-komentar yang berkaitan dengan berat badan. Ah, sudahlah. Padahal juga sebenarnya im truly fine with my body...
Lagi pula, konsekuensi dari reward diri sendiri ini selalu saja berakhir ke 2 hal. Kalau ndak buku baru ya kulineran bareng... Jadi memang wajar kalau setahun terakhir BB naik banyak. Hari-hari akhir ramadhan, beberapa kue kering khas lebaran juga sudah masuk toples. Memudahkan saya untuk ambil satu per satu kue. Tak menjamin BB turun 3kg tadi akan bertahan hingga lebaran tiba.
Jadi? Jawaban apa ya yg pas untuk komentar-komentar itu?
Belum lagi pertanyaan-pertanyaan lainnya yang saya bakal sulit menjawabnya... "Kapan punya adek lagi?". Pliss lah... Ada ga sii pertanyaan yang bagus dikit gitu?
Ya sudahlah. Yang penting bukan menjawab pertanyaan dan menanggapi komentar mereka. Lebih baik mengkondisikan diri agar terus bersyukur dan tetap bahagia. Karena kadang kita kurang bersyukur hanya karena baper atas komentar orang.
Bismillah menghadapi komentar hari raya... Hehe
1 note
·
View note
Text
Kisah ia yang bernama Proses
Nastar... Siapa tak kenal kuker andalan penghuni meja tamu kala lebaran. Epic banget sampai 5tahun menikah, kuker ini yang selalu berhasil menghuni meja tamu kami.
Hari ini kami membuatnya. Bulatan bulatan nastar yang siap di oven mengingatkanku pada sebuah kenangan masa lalu... Ecieeeh.
Beberapa tahun silam sebelum menikah, saya pernah membuatnya bersama ibuk. Hasilnya? Buesarrr buesaaarrr... Selain karena adonannya mengembang, faktor kesengajaan juga hal yang menjadikannya buesaarrr. Wkwk.
Percayalah, melihat nastar saat ini sungguh berbeda dari beberapa tahun silam. Dan kemudian membuat saya bersyukur akhirnya dapat membuat dan menikmati nastar sebagaimana mestinya. Gagal adalah hal luar biasa karena artinya kita berani mencoba dari pada tidak sama sekali.
Kemudian saat ini, ketika berhasil syukurilah kita telah berjuang sejauh ini. Berhasil bukan berarti tak akan ada kesalahan lagi, hidup akan selalu memberi kita tantangan² lainnya hingga membuat kita proper dengan kehidupan ini sendiri.
Edisi ini terinspirasi dari pitutur kak ipar, partnerku dalam pembuatan kue² lebaran 5tahun terakhir. Ceritanya kemarin lagi bikin adonan kue dan ng-gosip kalau ada orang yang kalau ada orang yang karyanya "not bad"lah di limpahkan jadi karya orang lain karena punya yang lain tuh lebih bagus dari miliknya. Kayak tukeran "pengakuan" karya gitu deh... Dalam hal ini karyanya saingan rasa, karena produknya makanan.
Kemudian kak ipar bilang, "kalau aku, enak gak enak ngaku lah itu buatanku". Saat itu aku iya-in wae. Sambil sekata-kata bilang "iya lah, kan namanya proses. Gak selalu enak kalau bikin sesuatu".
Makanya jadi inget kisah nastar beberapa tahun silam. Mengakui kekurangan diri itu kayaknya memang hal tersyulit abad ini. Cuma orang-orang luar biasa yang bisa melakukannya... Dan pasti mereka juga ndak ujug-ujug jadi orang yang legowo juga dengan kekurangannya. Selalu ada proses di dalamnya yang kita tidak tahu bagaimana mereka berjuang... True story is just untold story. Begitu kan?
1 note
·
View note
Text
Keyakinan Vs prasangka
Waktunya telah tiba...
Berbagi hantaran di ramadhan kali ini jatuh di malam ke-25 ramadhan. Tau ndak? Saya deg-deg an sendiri tiap tiba masa-masa ini. Ramadhan sebelumnya saya serasa mau pingsan, padahal waktu berbuka hanya kurang sejam dua jam lagi...
Kami selalu memilih untuk berbagi makanan berbuka di bagian ini. Biasanya hanya bertiga saja menyelesaikan semuanya dari memasak, membagikan hingga beberes dapur setelahnya.
Ada saya, kak ipar dan bumer yang berbagi tugas menyelesaikan misi besar ini. Melihat mereka beraksi rasanya tidak ada kata lelah lagi... Meski berulang mengatakan lelah, namun tenaga mereka tak menunjukkan hal itu.
Berbeda dengan saya, kata lelah hanya mentok dalam hati. Tapi tenaga rasanya sudah hampir pingsan menyelesaikan beberapa pekerjaan disana sini. Hikz.
Satu-satunya yang paling saya khawatirkan ketika masa-masa ini datang memanglah kekurangan energi. Rasanya itu bergantung pada keyakinan saja... Bukankah Allah sesuai prasangka hambaNya?
Tahun ini, saya meyakinkan diri bahwa saya mampu. Bismillah... Lelah its okay... Tapi jangan sampai seakan mau pingsan ya. Bisik saya pada diri sendiri...
Menyandarkan segala rasa dan harap hanya kepada Allah. Semoga di mudahkan dan di kuatkan segalanya hari ini...
Dan benarlah, rasanya kali ini saya memiliki energi ekstra. Lelah pasti, tapi paling tidak merasa hampir pingsan. Hehe. Tak membayangkan bagaimana kerja keras para pekerja catering di ramadhan kali ini. Barakallah...
1 note
·
View note
Text
Mendengar Lebih Baik
Ada banyak orang yang bisa menjadi pendengar yang baik, tapi hanya beberapa yang benar-benar baik...
Ada kalanya kita tak sabar untuk memangkas, jika terlalu dini mungkin bukannya tumbuh lebat malah musnah tak bersisa. Ada kalanya ego mengalahkan rasa hingga lupa mana ingin dan butuh.
Pagi ini aku bercerita ke seorang di seberang sana dengan semangat yang gegap gempita. "Woy, aku kemarin cobain naik grab lhoo. Dan..."
"Kalau kamu mau cerita bahagia naik grab, aku disini udah bosen... Sampai eneg naik grabnya" timpalnya sebelum aku selesai bercerita.
Hmm, aku purik. Memilih tak menyelesaikan ceritaku. Ini bukan pertama kalinya dia bersikap seperti ini. Dan dia juga bukan yang prrtama kali bersikap seperti itu. Jadi.... Aku sudah belajar bersikap atas kondisi seperti ini.
Dulunya saya ngomel, kzl kalau cerita terus di pangkas seperti ini... Dulu saya sampai harus berantem sama yang tersayang cuma karena ngotot pengen cerita lanjutan dari saya tetep di dengarkan. Haha, kelihatannya saya sedang egois saat itu... Tak ada bedanya donk dengan mereka.
Mungkin juga karma, wkwk. Kadangpun saya suka memangkas kalau yang kasih pinutur kang mas tercinta. Hanya dia lebih tegas (bukan marah kek saya) agar saya mampu mendengar lebih baik.
Ada banyak sekali cerita dengan kondisi yang sama, namun masing² orang memiliki pengalamannya masing-masing. Bagaimana menyikapi sesuatu dalam kondisi yang sama, maupun pengalaman lain nya. Its tottaly different... Bisa jadi kita menumpangi angkot yang sama, namun banyak hal berbeda yang bisa kita dapatkan hanya dari sudut pandang masing-masing orang di dalamnya.
Mungkin kita hanya butuh mendengar lebih lama, bukan hanya untuk menghargai orang lain, tapi ada harga tak ternilai dari sebuah pengalaman masing-masing orang.
1 note
·
View note
Text
Waktu yang Sia-sia
Jumat Mubarak...
Siang ini, sayup-sayup ku dengar khotbah sholat jumat di pondok dekat rumah. Tak banyak yang ku dengar, bukan karena suaranya yang pelan namun jiwa dan ragaku tak tertuju kepadanya... Saya ber-smartphone ria mumpung bocah sudah tidur siang. Sehari-harinya memang begitu, sebagai pelepas lelah setelah bermain peran bersama... kadang jadi jembatan, kadang jadi kuda... atau sekedar ibu yang menyuapi sarapan dan cemilan si kecil.
"...yang paling membuat orang merugi adalah ia yang menyia-nyiakan waktu... waktunya habis bukan untuk mempelajari isi al quran, namun hal duniawi lainnya..."
Beberapa petik yang saya dengar. Hikz. Semacam lecutan untuk saya yang masih berkutat dengan smartphone... Hari ini memang ada promo besar di salah satu market place. Berharap mendapatkan beberapa kebutuhan lebaran dengan harga murah dan berkah...
Satu persatu ku masukkan keranjang belanja. Suatu kebetulan iparku nitip di belikan cetakan lontong... Akhirnya ku kantong i dompet 25rb an di toko yang sama.
Sebenernya banyak di toko itu yang sudah ku pastikan masuk keranjang belanja. Beberapa saat kemudian, koneksi down. Atau servernya yang error. Alhasil perjuangan mengisi keranjang ber jam-jam kini kembali suci, tak terdetect. Belanja yang tadi mencapai 200rb sekian, kini benar² tersisa 98.000 saja. Titipan ipar dan dompet ala-ala.
Sempat aku merasa melakukan banyak kesia-siaan belaka. Dan rasa itu bukan sekedar rasa. Memang nyata kesia-siaanya. Namun diri ini kolot... keras kepala tak mau ketinggalan diskon.
Belum menyerah, aku mengumpulkan lagi satu per satu barang di toko lain... eh pas check out gagal. Hahaha, kesia-sia an yang lain. Uangku memang tak jadi terbang, tapi waktuku habis terbuang.
Mengalahkan diri sendiri memang tak semudah itu, fernando. Hari ini aku bersyukur tak di ridhoi belanja hari raya... mungkin itu akan membawa kesia-sia an yang lain jika bersamaku yang masih saja suka membuang waktu sia-sia.
1 note
·
View note
Text
Prasangka baik
"Hmm, melihat timeline IG, WA story, hingga FB serem binggo... " bathinku siang ini.
Sampai-sampai rasanya illfeel, berita hoax maupun nyata berbaur menjadi satu seperti gula dan garam dalam sayur lodeh. Mana yang benar, mana yang salah semuanya berkedok "katanya". Katanya yang dalam bahasa jawa berarti "jarene" (red: jarang bener e). Saya ini doyan banget scrolling timeline socmed... Tapi tidak untuk hari ini. Hikz. Rasanya mual melihat timeline... A menjatuhkan B, B menyungkurkan A. Begitu seterusnya, saling menghakimi satu dengan lainnya. Miris... Tidak mudah kita memahami cara berpikir orang lain, pilihan-pilihan yang ia buat, dan hal-hal yang ia jalani. Kadang, ketikdamudahan ini berujung pada pikiran kita yang lantas menilai, menghakimi orang lain.
Lebih miris lagi ini terjadi di bulan Ramadhan. Tidak menuntut kemungkinan jika mereka di pihak pemerintah maupun demonstran adalah sesama muslim. Sedih kan sesama muslim terprovokasi hingga korban nyawa berjatuhan. Tentu ini bukan ingin dari kedua belah pihak. Juga bukan ingin kita semua... Seperti saya yang hanya menonton dari layar.
Saya ketakutan, takut hal ini terjadi hingga daerah. Muncul anak-anak baru yang memecah belah NKRI kemudian berakhir seperti perang dengan saudara sendiri. Ini menyeramkan. Jika kita satu keluarga saja berseteru, kebayang gak enaknya. Dan ini area besar bernama Negara. Astaghfirullah... Saya berfikiran yang tidak-tidak.
Kejadian yg membuat saya doyan main socmed mendadak bilang "duh, mending gak usah lihat sosmed dulu. Serem" dan taa daa... Server down, di non aktifkan segala socmed dari kementrian informasi. Antara sedih dan bahagia... Antara wish come true... Dan rasa kesepian, ga tau mau ngapain. Mati gaya. Perlu di tutuk biar sadar, padahal banyak hal produktif penuh manfaat yang bisa di lakukan.
Selang beberapa jam, banyak tawaran solusi berupa jaringan VPN. Saya yang hanya bisa mengakses facebook lite dengan merdeka, scrolling scrolling dan muncul lagi pernyataan² netizen mengeluhkan server down yang mulai merata di semua lini socmed. Sembari di liputi dengan prasangka² lain ke kementrian. Ah, entahlah...
Padahal bersyukur juga server down. Bukan hanya karena tidak melihat berita simpang siur. Rasa khawatir akan hal² rusuh yang akan terjadi di daerah akhirnya mereda juga... Pikiran yang semula panas ingin komen di pihak kubu A maupun B akhirnya tidak jadi. Hehe.
Bagaimana dengan olshop yang menggunakan server socmed? Saya pun pelaku olshop, entah menjual atau membeli. Tapi saya tetap bersyukur dengan server down ini. Lebih banyak manfaat yang saya dapatkan, dari pada hanya membaca berita simpang siur yang tak jelas kebenarannya dan menimbulkan kerisauan.
Rupanya prasangka begitu berharga saat ini, bisa jadi yang kini terjadi merupakan hal positif bagi sebagian yang lain, bisa juga tidak. Tapi ini bukan tentang kita atau mereka yang mungkin memiliki tujuan yang berbeda. Berbeda boleh, tidak setujupun boleh... Namun prasangka baik harus selalu ada dalam diri, dalam hati ini. Karena ini tentang masing-masing kita, prasangka yang baik akan selalu mengundang kebaikan-kebaikan yang lainnya. Anybody want to make it calm down?
0 notes
Text
Berbagi Hantaran
Hantaran
Baru hari ke 10 ramadhan... Namun beberapa tetangga dan saudara telah mengetuk pintu rumah untuk mengantarkan hantaran. Hal seperti ini adalah hal biasa ketika bulan ramadhan tiba di kampung-kampung desa seperti tempat tinggal kami.
Kalau di kota, mungkin ini sudah berbentuk seperti parcel-parcel berisi sembako dan kue-kue kaleng yang di kemas dalam keranjang berhias pita cantik. Di daerah kami, hantaran ini lumayan bervariasi ada yang berupa sekotak makanan yang dapat kita gunakan sebagai santap berbuka, ada juga yang berupa sembako bahan mentah berisi beras, mie, gula dan minyak goreng. Jangan bayangkan bagaimana kemasannya... sangat sederhana, layaknya belanjaan sendiri di pasar desa. Berbungkus plastik kresek atau tas spoundbound.
Di rumah kami, berbagi hantaran juga merupakan hal wajib saat ramadhan. Di pilih 10 hari terakhir ramadhan untuk berbagi hantaran dari rumah kami... Menjelang 10 hari terakhir, hantaran menjadi semakin begitu ramah mengetuk pintu. Sampai-sampai untuk kami yang hanya 3 dewasa, tak perlu memasak lagi. Eh! Buka puasa seperti sudah pesan go-food.
Hehe, tapi tetep masak donk untuk makan sahur. Plus jika keponakan² datang menginap di rumah menghabiskan libur ramadhan dan lebaran sebagai teman main ichan...
Nah, kalau sudah begitu 10 hari terakhir tidak hanya sibuk untuk ibadah, namun juga persiapan lainnya jelang lebaran. Mulai dari membuat kue hingga menyiapkan hantaran. Semoga Allah mudahkan segala niat berbagi demi menjemput keberkahan dariNya...
0 notes
Text
Cerita Seblak
Seblaque!
Pernah kah kepikiran mencoba makanan yang dari dulu lewat di depan mata mondar mandir, tapi ada aja alasan untuk gak ngicipin? Entah karena harganya yang (kayaknya) mahal atau prasangka tentang rasanya yang (mungkin) gak enak.
Kalau saya mungkin seabrek kalau di jelimetin satu-satu. Terutama kalau alasannya karena (kayaknya) mahal nih... padahal aslinya juga jika saja mau mengupayakan, mahal juga tak ada artinya lagi. Toh, mahal dan murah relatif banget. Misalnya setelah gajian, apa-apa di rasa murah... pas tanggal mulai menua, barulah si kantong mulai renta, apa-apa rasanya mahal. Bahkan sekedar cilok aja... *kebangetan
Malam ini saya jajan seblak, bukan karena tidak mau mengupayakan yang belum saya coba karena harganya mahal. Namun bulan ini ada banyak hal yang lebih worth it untuk di upayakan...
Ini bukan kali pertama, tapi sudah kedua kalinya saya merasakan makanan dengan nama seblak namun dengan rasa yang berbeda. Pas banget ada franchise seblak yang baru buka di depan warnet langganan dulu.
Saya sempat kapok pertama kali makan seblak, rasanya seperti rujak bukan rujak, urap juga bukan urap... yang jelas pedas, berisi krupuk basah, mie, bakso, dan beberapa potong sayuran. Niat banget saya belinya waktu itu, mumpung ada adek yang siap menemani uji coba. Dan pada akhirnya di makan berduapun gak habis... saking pedesnya dan saking aneh rasanya di lidah kami.
Tapi saya belum menyerah... desas desus teman saya dari Bandung, asal mula makanan ini berasal, seblak itu enak, favoritos dan mantull di negara asalnya. Lumayan memotivasi untuk mencoba kembali.
Seblak yang barusan di beli rasanya jauh lebih baik dari yang pertama kali saya coba. Arah rasanya lebih jelas... tetap pedas, paduan cabe kencur dan mungkin sedikit merica. Rasa seblak kali ini lebih ke rasa kare pedas. Kerupuk basahnya sungguh banyak, sayur hanya beberapa potong banget, di tambah ceker tanpa tulang. Karena saya pesennya seblak ceker. Aji mumpung, karena abangnya jualan ceker lunak tanpa tulang. Kalau tidak, mungkin saya akan pilih varian yang lain... ada bakso, sosis, original, dan mix. Jika tak ada ceker lunak, sepertinya saya akan beli yang original saja.
Sampai di rumah, saya memakannya setengah habis di potongan sayur, 2 potong ceker ayam, dan beberapa kerupuk basah. Selebihnya tersisa banyak kerupuk basah saja, akhirnya paksu yang makan. Paksu bilang rasanya seperti cilok berbentuk lembaran. Lembaran krupuk...
Seblak... seblak... mungkin beginilah rasanya hidup, kadang ada sesuatu yang kita ingin banget. Setelah mendapatkannya justru jauh dari ekspektasi, tapi bagaimanapun harus kita hadapi. Entah sendiri atau dengan teman berbagi... :))
0 notes
Text
Perjalanan Rezeki
Beberapa pembaca tulisan #30harimemetikhikmah saya pasti tahu kalau beberapa hari lalu kami berbuka dengan buah belimbing. *sok kepedean banyak yang baca* :p
Nah, saat berbuka itu kebetulan saya menemani ibu saya yang sedang berbuka juga secara virtual melalui teknologi whatsapp video call. Terimakasih teknologi... meski jauh di mata, tetap bisa menemani ibu berbuka dengan tatap muka.
Sebenarnya ibu tidak tahu dengan menu apa saya berbuka saat itu, karena memang tidak cerita. Lalu ibu mertua mengajak saya ngobrol di sela perbincangan vitual tersebut.
"Belimbing e manis... enak. Memang kayaknya kuning² enak gitu di penjualnya" kata ibu mertua.
Saya menimpali, "iya, buk. Katanya yang jual itu masak pohon"
Berhubung sedang berbincang virtual dengan ibu, suara kami pun terdengar jelas di seberang sana. Ibu langsung menyahut...
"Piro an belimbing e?" Tanya ibu. Mungkin ibuk kepengen juga.
"15 ribu, buk sekilo" kataku.
"Entuk piro?" tanya ibuk lagi penasaran. Semakin jelas kalau sebenarnya ibuk kepengen juga.
"Sekilo dapat 4, tapi karena aku tadi milihnya yang mateng banget ada busuknya sedikit jadi di kasih 6 buah sama yang jual" timpalku lagi.
Eh, tak di duga. Sinyal bertani dan berkebun ibuk yang muncul. "Ealah, mbok nandur dewe ndek mburi omah. Tuku bibit e."
Berhubung yang beliau ajak bicara adalah anak perempuannya yang super rajin ini, saya pun menimpali lagi "keburu gak kepengen belimbing buk, ntar yang panen malah anak e ichan" 😂😂😂
Ibu masih tidak ragu untuk memberi semangat tanam belimbing sendiri, "ora suwe, setahun ae wes berbuah kok"
Ah, saya menyerah. Mengubah topik agar lepas dari tugas tanam belimbing. :)) mungkin kalau saya tua, baru kepikiran tanam-tanam seperti ini di rumah.
Membayangkannya saja begitu ribet untuk saya, entah karena lamanya waktu menunggu musim berbuah atau yang lain. belum lagi kalau sudah berbuah ternyata buahnya asam atau malah di panen anak-anak tetangga di sekitar rumah. "Belum siap sayanya, buk" bathinku.
Sore ini, cerita dengan genre yang hampir sama kembali terjadi. Paksu yang beberapa jam lalu telah terlelap, ku bangunkan perlahan. Ku jatuhi sebuah tugas negara menemani ichan main di ruang tengah, sementara saya melakukan tugas negara yang lain yaitu, menyiapkan makanan untuk berbuka.
Tak berapa lama kemudian, ichan berlari menyusul ke dapur. Sudah dapat di tebak, ayahnya tertidur lagi di ruang tengah hingga di tinggal kaburpun sudah tak sadar. Benar saja, ichan sudah berhasil membuat seluruh jagung berselimut tepung yang rencananya akan jadi bakwan jagung nanti. Ayah baru menyusul...
Karena ichan sudah asyik dan tak mau beranjak, akhirnya ku tugas i suami tercintaku dengan mengupas labu siam untuk teman bumbu pecel nantinya. Beberapa menit berlalu, saatnya saya menggoreng bakwan. Sementara ayah masih berkutat dengan labu siam, katanya "kapan selesainya? Ngupasnya aja kayak ngukir"
Wkwkwk, saya menimpali sembari tertawa "ya makanya, kalau tahu ngupasnya aja kayak mengukir. Makanan jangan ada yang sisa. Soalnya yg masak capek."
Kata paksu lagi, "kalau bayangin pas makannya mending gak usah di kupas. Toh tetep ke makan juga"
Bathinku, "sak karepmu wes, ayah. Pokok e aku di bantu ngupas"
Membayangkan bagaimana jika semuanya harus di tanam sendiri, di rawat sendiri, di panen sendiri, di kupas sendiri, di masak sendiri... belum lagi kalau makan sendiri. Berat yak! Beruntungnya Allah sayang dan mengatur semuanya sedemikian rupa. Ada yang bisa langsung makan dan pilih menu sesuka hati di rumah makan, ada juga yang masih harus memasaknya seperti saya... Tidak harus menanam sendiri hingga menanti panen tiba. Meski menjadi petani atau peternak atau pekebun punya rasa yang tak bisa kita rasakan dari menikmati hasilnya sendiri.
Andai semua tahu, perjalanan rezeki menuju kita lebih panjang daripada perjalanan kita menjemputnya, mungkin tak ada satupun dari kita rela mensia-siakannya. Semoga rezeki kita barakah.
0 notes
Text
Berburu Berkah
Hari puasa pertama, kedua, ketiga berangkat ke pasar sudah wajar kalau beberapa harga kebutuhan melompat tinggi. Berhubung harganya melompat, harga-harga itu bisa turun dan naik kapan saja. Apalagi di hari-hari besar seperti ini, harga pasar memang kerap tidak stabil.
Pagi ini ramadhan ke 6, sayapun ke pasar membeli seikat dua ikat sayur. Harganya bagi saya biasa saja, kadang saya membeli dengan harga yang sama atau lebih rendah. Bergantung ada tidaknya barang. Di samping saya seorang ibu juga membeli seikat sayur yang berbeda, "piro sak unting?" (red: berapa 1 ikat?)
2500, kata penjualnya.
Ibu itu menimpali tanda tak setuju dengan harganya "kok larang temen, cilik ngene" (kok mahal sekali, kecil gini *ikatannya).
"Puasa an naik 500. Biasanya juga segitu tapi 2000 an" kata penjualnya lagi.
Dari pada di kira nguping, padahal iya. Saya melipir untuk beli bahan pangan yang lain. Di perjalanan pulang saya mengira-ngira, "ditawar ndak ya sama ibu yang tadi beli sayur?" Pasalnya saya jarang menawar kalau beli di pasar. Biasanya belok juga ke stand langganan saja. Sesekali menawar jika penjualnya kelihatan enak di ajak komunikasi, karena kebanyakan galak biar harganya ndak di tawar-tawar mungkin. :p
Ya meski tanpa tawar harga pasar juga sudah murah kok di banding dengan harga di swalayan berlabel mart di belakangnya. Yang saya suka cuma 1 mart, yaitu S-m-a-r-t. Hehe.
Be a smart buyer. Menawar tanpa harus melabel buruk pada barang dagangan mereka demi mendapatkan harga yang kita inginkan jauh lebih baik, dari pada akhirnya mendapat harga yang kita inginkan tapi melukai perasaan penjual. Jual beli itu bukan hanya tentang untung atau rugi, ada banyak keberkahan yang perlu kita raih di dalam kegiatan ini. Baik sebagai penjual maupun pembeli.
Mungkin mereka memasang harga tinggi karena kebutuhan mereka memang sedang tinggi juga. Jika kita tak mampu, tak setuju dengan harganya karena ada kebutuhan lain yang lebih mendesak, tawar atau tinggalkan dengan baik. Toh sebagai ibu rumah tangga kita juga punya tanggung jawab membelanjakan harta suami sebaik mungkin demi keberkahan dalam keluarga. Kami mencari berkah, bukan hanya harga murah.
#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang #IbuProfesionalMalang #HariKe7
0 notes
Text
Batas Sabar
Sebagai seorang ibu dan manusia biasa tentunya, namanya ngedumel, marah, sebel sampek nggondok diem di pojokan kek adek yang gak dikasih permen sama si kakak pernah saya lakukan. Bahkan saking wes gak tau mau ngomong apa, akhirnya "nangis aja deh" menjadi pilihan satu-satunya (eh, bukan ding. Menjadi pilihan utama saya maksudnya). Padahal banyak sikap lain yang tentunya lebih bijak dan siap di pilih sebagai luapan emosi yang sungguh ngeselin ini.
Bersyukur banget beberapa waktu lalu saya di beri kesempatan untuk menjadi fasilitator salah satu kelas Ibu Profesional. Banyak banget yang bertanya dan membuat saya bertanya-tanya kembali... intinya inti core of the core teman-teman bertanya "bagaimana sih mengatur emosi ketika si kecil sedang --menggoda-- kesabaran ibunya?" Dimana kondisi sang ibu capek, banyak fikiran... apalagi tanggal tuwa.
Sewaktu itu anak kami masih batita sekali, mau dia bertingkah bagaimanapun juga masih anak-anak. Nangis-nangispun masih di anggap sebagai bentuk ekspresi yang dia belum mengerti kalau di ungkapkan dengan kata berkalimat-kalimat harus diutarakan seperti apa.
Dengan santainya yang saya bilang adalah "sabar ya, bunda." Diikuti dengan ceramah panjang : Mereka butuh tauladan yang baik, jangan marah. Karena moment sekarang ini saatnya pembentukan karakter mereka tumbuh dengan baik, bukannya malah di cederai yang berakibat ke buruknya karakter anak kelak dsb... berikut dengan solusi ketika sudah mau banget marah: coba membuat kesepakatan dengan si kecil, izin melipir dulu, pindah posisi dari duduk ke berdiri, wudhu, maupun sholat.
Mungkin usia anak mereka bukan lagi batita seperti kami, jadi ada pula beberapa di antara mereka kalau sudah marah bin sebel pernah mencubit (semoga tidak berlanjut ke kegiatan menyakitkan yang lain). Bisa dibilang saya tumbuh dengan innerchild (luka masa kecil) yang mau di bilang "dalam" atau tidak rasanya terlalu awal untuk menilai. Toh bagaimanapun juga orang tua tentu selalu ingin memberikan yang terbaik pula untuk anak-anaknya.
Haha, lucu membaca kalimat terakhir di paragraph di atas. Saya dulu tentunya tidak memiliki afirmasi positif seperti itu ketika masih berstatus sebagai anak. Sekarang saya adalah ibu dari seorang anak, bagaimanapun ingin ngomel saya selalu bersembunyi di balik alasan agar anak kami "mengerti". Padahal kalau saya ngomel juga mengertinya akan hal baik sedikit... mungkin ia hanya mengerti "kalau saya begini, nanti mama marah" plus perasaannya yang terluka. Padahal tujuan besar saya bukan itu, saya ingin anak kami mengerti bahwa hal itu "tidak benar" karena alasan logis misalnya kalau akhirnya jatuh nanti sakit. Bukan karena mama marah.
Saya sewaktu kecil dulu rasanya lebih banyak berfikir "nanti kalau melakukan hal ini, ayah atau ibu marah" bukan karena efek negatifnya. Ah, ngomel dan marah memang menggoda tiada duanya... hal paling mudah kalau saya rasa. Makanya untuk ayah dan ibu saya dulu yang pasti pemikirannya luar biasa sibuk, hal ini menjadi solusi utama.
Bagi saya saat ini, hal ini adalah tantangan besar untuk berubah. Beruntungnya saya belum pernah sampai melakukan tindakan fisik menyakitkan seperti yang saya alami dulu kepada si kecil. Ngomel pernah donk... :p namanya juga wanita.
Kalau di fikir lagi, tak ada hal yang benar-benar salah di lakukan oleh anak kami hingga pantas dapat ceramah (omelan) mama yang panjang. Misalnya ketika minum dari botol yg berakhir mandi sekalian, mungkin ia ingin main air namun di tempat yang kurang tepat. Ketika sudah bisa bilang keinginannya, ia malah memilih menangis karena inginnya yang sebenarnya adalah di perhatikan. Atau seperti siang ini... ketika kami butuh berbelanja beberapa keperluan ke minimarket dekat rumah.
Ayah bergegas memakai celana panjang dan mengambil kunci motor, sayapun sama bersiap mengambil kerudung sambil bersuara "Ichan, ayo pakai sandalnya nanti sakit lhoo kakinya kena batu". Ichan bereaksi menangis-nangis sambil duduk dan bertingkah di lantai. Hmm.
Tahap 1, "ya mungkin saya salah. mengarahkan memakai sandal tidak dengan face to face, malah sibuk dengan yang lain" begitu dalam hati saya sembari memperbaiki komunikasi. Mengarahkannya sambil menyiapkan sandalnya...
Namun si kecil tetap bereaksi sama, malah berlari ke pintu seperti takut ketinggalan. Hm, rasanya sudah mulai ngeselin.
Tahap 2, ada 2 pilihan. Pilihan pertama: akhirnya dibiarkan dengan segala konsekuensi yang siap di tanggung si kecil, biasanya tidak sampai kena batu sih. Hanya kotor saja. Pilihan kedua: saya pasang sandalnya sewaktu ia sudah nangkring di sepeda.
Saya belum berhasil kali ini membuatnya sadar memakai sandal ketika keluar rumah. Tapi saya berhasil untuk tidak mengomel.
Di lain kesempatan di rumah utti, ia memakai sandalnya dengan kesadaran sendiri setiap keluar rumah. Setiap akan melihat kandang ayam atau main di halaman, bahkan ketika mbah utti akan keluar rumah ia telah siap memakai sandal agar tak ketinggalan.
Alhamdulillah, sebenarnya si kecil kami mengerti pentingnya alas kaki. Hanya kadang menggoda kesabaran kami saja... Dulu mungkin saya akan bilang bahwa sabar itu ada batasnya. Namun sekarang saya sadar bahwa bukan sabar jika masih ada batasnya. Diri kita sendirilah yang menciptakan pembatas tersebut. Di ramadhan kali ini, tidak ada setan lagi yang kerap kita jadikan alasan di balik kemarahan-kemarahan kita. Karena bulan ini suci ini setan di belenggu... Yang ada hanyalah diri kita versus diri kita sendiri. Ya... ramadhan adalah seni mengendalikan diri sendiri. Bukan mengendalikan orang lain.
#30HariMemetikHikmah #TantanganMenulisIPMalang #RumbelMenulisIPMalang #IbuProfesionalMalang #HariKe6
0 notes