#ibuibulyfe
Explore tagged Tumblr posts
Text
Cuap-cuap : Tentang Pernikahan (1)
Dulu, sebelum menikah, beberapa hal tentang pernikahan muncul di pikiran saya. Saya masih merasa cukup dengan membaca dan ikut merasakan curhat teman saya menjadi jawaban dari pertanyaan yg saya pikirkan. Tapi, sekarang setelah menikah saya terusik. Pikiran saya jadi semakin rumit, jyaaaaah..
Malam ini cuap-cuap dikit ya tentang pernikahan. Hehe.. barangkali ada yg punya perasaan yg sama dengan saya.
Sebelum menikah, inilah pertanyaan saya. Situasinya heartbroken gitu, jadi lama sendiri seperti Kunto Aji. Hahahaha..
1. Dengan siapa saya akan menikah kelak?
2. Apakah saya bisa menikah sesuai target saya?
3. Kalau nggak, saya harus gimana?
4. Nanti kalau nikah, jadi full time mum bisa gak ya?
5. Apa kerja aja ya?
Setelah menikah.. beberapa pertanyaan saya tersebut alhamdulillah sudah melalui proses sharing sama calon suami yg sekarang jadi suami saya.. Alhamdulillah..
Lalu, terusik saya.. ingim rasanya, seperti doa orang pada majelis pernikahan kami, menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Keluarga yg teduh, berkah, penuh kasih sayang. Muncullah pertanyaan baru..
Bagaimana bisa ya orang tua kita terus bersama langgeng sampai tua?
Bisakah cinta dan kasih sayang terhadap pasangan awet alami selamanya?
Formula apakah yg mereka gunakan?
Ketika anak bertumbuh, bagaimana perasaan kita sebagai orang tua? Kesepiankah?
Setelah lama.. apakah kita bisa bosan?
Berpikir saya.. hahaha..
Saya pun banyak mendengarkan rumpi ibu-ibu yg yah.. mungkin bisa dibilang nggak seberuntung kisah keluarga lainnya. Tapi, bagi saya yg baru mengarungi bahtera rumah tangga, tentu jadi concern pribadi saya.
Yg saya pegang prinsipnya dari cerita dan bukti nyata keluarga yg saya lihat sendiri progresnya, diantaranya adalah keluarga orang tua saya.
Mereka berkomunikasi. Bicara dan saling mendengarkan. Entah obrolan ringan ataupun tentang pendapat. Bukan cuma antar pasangan juga dengan anak-anak.
Mereka juga giggling bersama. Entah saat berdua saja, ataupun saat bersama anak-anak dan keluarga. Mereka tidak saling merasa paling, tetapi saling menerima dan terbuka pikiran dan perasaannya.
Ada yg bilang salah satu bumbu pernikahan ya adu argumen. Mungkin memang betul, kadang you get on your nerves pas lagi ngomong sama suami atau anak. Tapi, kembali bersama dan meminta maaf begitu penting.
Saya pun belajar bahwa pasangan dan anak-anak juga penting saling mengingatkan untuk mengatakan terimakasih atau pujian supaya belajar saling mengapresiasi individu masing-masing.
Kalau saat pacaran kita bisa sedemikian baik pada pasangan kita, seharusnya lah pada pasangan kita, kita tetap melakukan kebaikan padanya. Apa coba diantaranya? Ya ngobrol lah, saling memuji, saling mengingatkan, saling bercanda, dan romansa seperti saat pertama kita bertemu. Saling minta maaf dan berpikiran positif terhadap pasangan.
Saya juga selalu berpikir, berdoa lebih tepatnya, supaya saya bisa juga menerapkannya dalam kehidupan rumah tangga saya.
Katanya cinta, kok cuek?
Katanya sayang, kok tiap ketemu cemberut aja?
Jangan ya..
Yuk tetap saling menyayangi dan merawat cinta bersama pasangan..
Heheheheheheh.. btw ini cuap-cuapnya kepanjangan..
Terimakasih ayah, ibu,
Ayah dan ibu almarhum juga,
Juga buat ummu balqis di feed istagramnya yg menjadi reminder dan bisa jadi jawaban dari beberapa pertanyaan saya..
I am so blessed and grateful!
Kamu juga yaaaaaa..
1 note
·
View note
Text
Abis nonton Vlog Gita Savitri.. lalu..
Saya lanjut follow instagramnya. Wow. Saya aja udah segini tua baru kenal sama beliau. Saya impressed.
Vlognya yg terakhir saya tonton adalah tentang beropini, dimana kontennya adalah tentang bagaimana socmed merubah mindset kita, attitude kita, cara kita berbicara, dan empati kita. Saya rasa saya setuju dengan beliau. Ya memang, nggak bisa dipungkiri, socmed is part of our life. Dan (kalau saya pesimis terus, semoga enggak) like impossible ngebesarin anak tanpa screen time, for at least ibu bapaknya nggak screen time.
Bener juga, setelah kita screen time 5 menit aja, kita akan ketagihan. Nanti deh solatnya, instagraman dulu. Semacam mengizinkan diri untuk tenggelam di lautan stories orang yg gak dikenal.
Bukan cuma itu, cara bicara kita jadi semakin frontal dan rude. Entah karena kita yakin yg bales direct message kita bot kali ya.. padahal kan yg nulis konten dan membacanya manusia. Sehingga dapat dipastikan empati kita berkurang. Saya sedih, karena juga banyak anak-anak dibiarkan bermain gadget tanpa pengawasan orang tua ber jam-jam. Bukan hanya merusak otak, tetapi juga membuat mereka kurang bersosialisasi dan cenderung agresif saat gadgetnya diambil.
Socmed kita bebas bicara. Tapi kenapa banyak isinya yg sinis dan kasar? Apakah hati kita tidak sedih membacanya? Bukan, saya nggak mau nyeramahin juga, bukan tentang agama, tetapi hati kita. Mengapa tidak bicara yg baik dengan cara yg baik?
Mungkin benar kata Gita, kalau hati kita sedikit demi sedikit mati dan permisif pada budaya lain. Memang, socmed jadi pembuka mata kita akan budaya lain, tetapi juga kita harus dapat menjaga diri kita dan preserves what we own.
Terus liat instastory gitasav tentang body positivity bikin aku gemes juga. Karena dia mention kenapa coba kulit gosong dikit kena matahari jadi omongan netizen? Kenapa juga keluar dari rumah tanpa alis jadi problem? Kenapa juga kita gatel ngomentarin keburukan orang di socmed? Apa karena kita memang sedang cari perhatian? Panjat sosial? Fisik juga bukan semata-mata sesuatu yg harus paten diikuti. Kulit putih, rambut lurus, tinggi langsing. Memangnya kenapa dengan warna kulit lainnya? Memangnya kenapa jika rambutnya keriting? Memangnya kenapa jika tubuh kita gemuk atau kecil? Social media sudah mengajak kita punya patokan lainnya yg tidak semuanya juga begitu benar diikuti. Things have changed.
Bijak berkata. Bijak bersikap. Tetap positif menilai diri. Nggak semua di socmed cocok buat kita. Nggak semua di socmed bisa dijadikan patokan hidup.
Jadi baik. Be the agent of change.
#socmed#betheagentofchange#belajar#ibuibubelajar#belajardarimanasaja#meracau#jadibaik#ibuibulyfe#thepowerofsocmed
1 note
·
View note
Text
Bekerja atau Dirumah?
Pertama kali saya ketemu suami, inilah yg kami bicarakan. Karena kami ketemu juga jarang, ya bicara inilah yg sering jadi topik. Ada perasaan sayang karena udah kerja di tempat bagus dan notabene nya susah masuk. Tapi ada juga perasaan yes bisa eksplor diri lebih. Tapi mau ngapain ya dirumah? Ada yg punya perasaan sama kaya saya?
Tentang punya anak, kami nggak ngotot pengen punya anak segera. Tapi jika disegerakan, ya mau apa lagi selain disiapkan mental dan ilmu kami.
Saya pribadi anaknya suka sok ngatur mungkin karena saya anak pertama. Apa-apa saya yg ambil keputusan, sering malah dimarahi ibu karena suka sok tau ngambil keputusan sendiri. Wkwkw..
Alhamdulillah, saya nggak berhenti bersyukur. Suami bilang saya baiknya lebih banyak dirumah saja. Disaat hampir banyak wanita, dengan berbagai latar belakangnya saat ini, bekerja.
“Kamu kok nggak kerja sih?” “Mau ngapain gitu dirumah?” “Mesti nih kaya suaminya jadi nggak kerja..” Ini yg terakhir saya aamiin in aja.. kan ada malaikat yg suka nyampein doa ke Allah. Hahahaha..
Ada-ada aja omongan orang, especially perempuan. Makanya kali di neraka banyak perempuan.. hiiiy..
Baru banget saya liat di instagram, saya anaknya suka sok gaul buka instagram, postingan temen saya yg kerja. Katanya orang dia nggak sayang sama anaknya lah karena “tega” tetap bekerja. Patah hati saya membacanya. Sama seperti ketika saya dengar, nggak sayang bakat kamu disia-siakan dengan menjadi ibu rumah tangga?
Apakah seorang perempuan pantas bicara sebegitunya sama perempuan lainnya? Di postingan sebelumnya saya juga bahas sedikit tentang mencari rezeki. Yaah.. dikit banget sih tapi mayanlah daripada nggak.
Memang sih, rezeki itu Allah yg ngatur, tapi bukan hak kita judge orang lain dengan kata-kata yg nggak ngenakin hati. Bukannya nyemangatin malah bikin api semangat jd api amarah.
Kami, new mom, sama seperti ibu lainnya, rapuh. Kami bukan perlu di judge. Saya lebih memilih kalimat saling menguatkan antar ibu-ibu. Mungkin, maksudnya baik, tapi caranya salah.
Sedikit saya mau menuliskan.. 1. Jika bekerja, niatkan karena Allah dan pastikan sudah mendapat restu suami. Lagipula, siapa sih yg mau bekerja dan meninggalkan anak? Pusatkan tujuan kita bekerja sehingga kita jadi bersemangat dan produktif. Juga harus ingat kewajiban kita ketika kita dirumah, kita adalah istri yg dipimpin suami.
2. Jika kita stay at home mom, jangan kecil hati. Niatkan kita dirumah Lillah dan tentu atas restu suami. Nikmati sejibun kerjaan rumah tangga yg gak habis melanda. Syukuri. Jadilah istri yg cantik perilaku dan tutur kata. Syukuri kehadiran suami dan ehem.. gajinya dan bonusnya (apa sih.. hahaha..)
Kuatin diri karena kita hidup pasti ada aja yg ngomongnya gak enaklah, sikapnya judeslah, apalah, asal kita jangan sama kayak mereka. Kalau harus fight back, be elegant. Karena kita beda. Pernikahan kita adalah desain kita dan suami, jadi jangan liat rumput tetangga yg mungkin lebih hijau. Lihat rumput kita dan hijaukan.
Buat ibu bekerja, semangat! Kalian hebat, saya salut. Apalagi sambil mengajak anak bekerja demi selalu ada untuk anak. Pun bagi yg anaknya diasuh nenek atau bahkan bisa punya babysitter, semangat!
Buat SAHM macem saya ini, semangat! Lihatlah anak kita saat kita lelah berjibaku sama setrikaan dan cucian, niscaya akan segar bugar (pengen cepet beres, biar bisa main sama anak).
Bukankah lebih baik jika kita (ibu-ibu) saling menyemangati dan berbagi? Let’s be a kind and wise mom. Susah? Nggak.. cuma perlu waktu dan latihan. Saya juga belajar. Saya yakin anak-anak yg baik itu lihat perilaku orangtua yg baik. Yuk saling menyemangati!
NOTE: saya alhamdulillah dicukupkan dengan rasa syukur dengan keadaan kami sekarang, so please keep in mind, bacalah ini dengan rasa syukur, either kamu SAHM atau ibu bekerja.
1 note
·
View note
Text
Saya mengerti perasaanmu.
Menjadi ibu nggak semudah yg saya bayangkan. Masak, main sama anak, ngurus rumah, ngelonin anak, nyiapin mandi dan makan.. daaaaan seterusnya. Belum lagi kalau udah ada postingan anak si ini udah gini, anak si itu udah bisa apa, jujur saya juga suka ngerasa kok anak saya belum?
Kadang saya posting sesuatu yg bikin saya amazed dari anak saya. Semata-mata saya ingin mengabadikannya di insta story saya. Bukan bermaksud menjadi ibu yg ngerasa udah bisa bantu anaknya gimana. Saya juga tau bagaimana perasaan itu. Belum mumpuni saya untuk bilang saya mampu dan khatam. Saya masih belajar. Yang setiap hari saya lakukan adalah belajar. Saya capek dan lelah kadang maunya nonton televisi aja atau instagraman. Tapi, saya nggak bisa lagi kayak gitu. Kebanyakan waktu saya dihabiskan bersama Hanum. Ya kadang me time saya ya sama Hanum, blah blah blah nggak jelas atau ketawa-ketiwi berdua yg nggak paham juga apa yg kita ketawain.
Buat saya, saya pengen sekali Hanum bisa belajar sendiri. Termasuk merangkaknya, berdirinya, semuanya. Saya cuma memancing aja kegiatannya. Jika bisa, saya naik sedikit levelnya, jadi dari merangkak, jadi dua step merangkak dan seterusnya. Kalau capek, kita berhenti. Segitu aja tiap hari. Nggak bosen juga kayak radio butut, saya dan adik saya ngomong dan bercanda. Saat ini Hanum sangat fokus pada pergerakan tubuhnya. Saya maklum, kebanyakan siang kami biarkan ia berguling-guling atau mendorong boks.
Masih wawawa saja sekarang, kadang kalau ditelpon sama ayah juga belum balas ngoceh. Saya maklum. Saya cuma senang sekali saat saya bisa menyimpannya di socmed. Tapi semoga ini bukan jadi bahan sisirikan. Justru jadi bahan supaya saling belajar. Da aku mah cuma remah nasi bungkus..
Semangat ya.. milestones bayiku dan bayimu berbeda. Karena bayimu bukan bayiku, dan bayiku pasti itu bayiku!
0 notes
Photo
Saya belajar 9 pertemuan di program Matrikulasi Institut Ibu Profesional Bandung. Awalnya, karena saya adalah seorang yg penasaran aja. Sempat salah masuk grup FB. Nggak tau mau ngapain, telat absen pas belajar di kelas, data kurang, ah.. macem-macem. Saya jadi kenal Pak Dodik dan Bu Septi, Teh Ami, teman-teman IIP Batch 4 yg ter kece se dunia.. saya juga masih struggling buat nyelesein inner child saya. Berapa kali di puter tulisannya, si inner child tetep mau nya di tengah. It is a reminder buat saya. Jika ingin membesarkan Hanum dengan cara saya, maka let the past in the past. Maafkan dan lupakan, berdamailah dengan masa lalu. Jadikan momen ini momen baru buat Hanum dan diri saya. Saya banyak belajar sabar dan syukur seperti doa saya pada postingan awal saya. Later, semoga saya juga bisa menjadikan empati dan passion saya sebagai amalan di kehidupan sehari-hari. Paling tidak di keluarga saya. Mendidik nggak cuma perlu ilmu, tapi juga cara menjemput ilmu itu sendiri. Jadi pantaslah seorang cendekiawan dibilang begitu, karena mereka pintar dan beradab. Bukankah kita muslim juga seharusnya begitu? Saya belajar to be great with purposes. Kenapa harus pake purposes? Kesannya gak ikhlas gitu, ya nggak ikhlas lah kalo cuma sekedar great tapu nggak ada tujuannya. Pengen bisa ini, pemgen bisa itu, tapi tujuannya nggak ada, ya.. sama aja kaya ngedayung kapal pake tangan. Nggak nyampe-nyampe. Maunya bermanfaat buat sesama, maunya bisa jadi diri saya 2.0. Mau jadi istri hebat dan ibu hebat.. ya berarti harus siap belajar dan berbagi dong? Ya gak? Semangat! Hanum udah bangun.. saya cukupkan dulu aliran rasa saya ya.. Love, ibu..
0 notes
Text
Persiapan Punya Dede Gemesh.
Ada beberapa direct message masuk, nanya tentang persiapan punya anak versi saya. Hahaha.. segitunye ye.. ya emang, punya anak emang cuma buat di foto ama post di IG doang? Akyuh banget deh.. tenyatah punya anak nggak se gemesh itu juga.. gemesh bangets.. Ini dia beberapa tips mempersiapkan kehamilan. Padahal dulu saya mah nggak siap juga punya anak, but check this out yeah.. 1. Sebelum nikah, medical check up pra nikah/pre marital check up. Ini awalnya saya nggak begitu tertarik, tapi atas saran ibu, akhirnya kami check up pra nikah. Selain jadi tau kesehatan pribadi, kita jadi lebih awas juga atas kesehatan pasangan kita. Sehingga bisa overcome/paling nggak solusi mengenai masalah yg menyangkut kesehatan dan keturuan kita. Ini bingung sih jelasinnya, soalnya saya juga bukan orang yg ahli di bidangnya. Bisa coba liat paket couple, karena lebih murah biayanya. Nggak usah takut juga karena cuma tes darah dan urin. Dan sebaiknya tes kurang lebih 6-3 bulan sebelum nikah, supaya kalau kita nggak fit bisa dapet solusi duluan. Don't worry, selalu dapet free konsultasi dokter kok. 2. Kalau kamu udah keburu nikah, nggak pre marital check up? Gak apa-apa, ojo sedih. Banyakin makan buah, sayur, pokoknya sehat-sehat lah makanannya. Jangan kayak masih ngekos. Hahaha.. ini diskriminatif ya. Maafin, bu kos.. terus para cewe-cewe yg masa mudanya jarang nandain kalender saat lagi menstruasi, tandailah, sehingga kita bisa tau rutinitas menstruasi kita. Dari theasianparent.id , perempuan yg rutin haidnya lebih besar kemungkinan untuk hamil. Saya lupa judul artikelnya, dari notifikasi soalnya. 3. Temen-temen saya dulu, pas saya hamil, pada nyoba rutin minum madu program hamil. Saya nggak tau khasiatnya, tapi mungkin bisa dicoba ya.. boleh nanti share pengalaman nyoba madu program hamil ini. 4. Jangan lupa, Allah maha baik. Dia tau kapan sebaiknya dan siapnya kita menjadi orangtua. Jadi, ikhtiar sebaik-baiknya, hasilnya biarlah Allah yg menentukan. Selain itu, saya juga banyak baca buku tentang kehamilan. Banyak kok buku-buku bagus yg bisa kalian baca. Just for fun, meski belum hamil, baca buku hamil itu bikin bahagia. Ngebayanginnya aja bahagia. Waktu nulis ini, Hanum lagi bobo disebelah saya. Saya aja kaget, eh, ada bayi kecil saya.. ngga nyangka. Mungkin beberapa buku yg saya baca nanti saya post di instagram @drifayanti . Kalau ada pertanyaan lagi atau kurang jelas boleh direct message via instagram ya.. siapa tau tulisan ini perlu di revisi. Kan lebih detil lebih baik ya.. Semangat ibu-ibu baru (dan lama, wkwkwkw..) becanda, ojo masukin dalem hati yes? Muah!
0 notes