Janji yang Berharga - Onaji Sora no Shita De: Kichou na Yakusoku 「同じ空の下で: 貴重な約束」
(Ini adalah Side Story dari “Dibawah Langit yang Sama: Janji yang Berharga” yang menceritakan kisah tentang Kenzo Ono dengan Kirisaki Yukari)
Awalnya, dia memang tidak percaya akan hal-hal berbau percintaan. Pesimis dan tidak peduli. Angkuh, congkak, sombong, suka ngatur yang lainnya. Kadang nipu, kadang berbaik hati. Pikirannya tak pernah bisa ditebak, hatinya apalagi. Akan tetapi semuanya berubah, semenjak dia duduk di bangku SMP.
Sudah 2 tahun lebih, ia memiliki seorang sahabat. Sahabat yang selalu menemaninya. Di kala susah, di kala senang, di kala sedih, di kala bahagia, di kala marah-marah, di kala disayang, di kala dilempar panci, di kala diberi pujian. Semuanya sudah dia alami semasa SMP. Momen seperti itu seharusnya takkan pernah terlupakan. Ya... benar...
Dialah Kenzo Ono, dari keluarga Ono. Anak pertama dari dua bersaudara. Ia ditumbuh besarkan oleh keluarga yang cukup mapan. Memiliki rumah yang cukup besar, mobil cukup mewah, dan... keluarga yang cukup perhatian. Ya... semuanya serba cukup. Tapi, hidupnya tidaklah secukup itu.
Keahliannya dalam memasak sudah diakui oleh masyarakat satu kelas, bahkan hampir seluruh sekolahan mengenalnya. Sejak kelas 1, ia benar-benar sudah jago masak, mulai memasak nasi goreng, mie goreng, ramen hingga sekarang sampai memasak masakan Eropa. Masakan Itali ia pelajari, masakan Perancis ia pelajari, masakan Inggris ia pelajari, masakan Belanda ia pelajari, masakan Yunani ia pelajari, hampir seluruh negara di Eropa ia kuasai. Memangnya, dapat dari mana pelajaran itu semua?? Aku benar-benar penasaran...
“Ei, Kenzo-kun, emangya semua pelajaran masak tentang Eropa kamu dapat dari mana??”
“Dari buku dong, kan sekarang udah banyak buku-buku tentang masakan Eropa. Jaman sekarang tu sudah bukannya pergi ke luar negeri hanya untuk belajar memasak, lewat buku saja aku sudah bisa menguasai semuanya. Lumayan... ngirit uang.”
“Ehmm... bener juga sih... tapi kan, kalo ke negerinya langsung bisa dapet mentor dan koki-koki yang ahli. Mereka bisa mengajarkan secara langsung, iya kan??”
“Yah, kau benar juga, tapi bagiku itu hanya buang-buang waktu. Aku juga belum tentu bisa kembali tiap tahun ke negara ini. Karena disana pasti tempat tinggalnya di sanitarium akademi.”
“Jadi, agak sedikit tidak leluasa,ya?”
“Bukan itu sih masalah pokoknya. Semuanya harus serba ngirit.”
“Hedeh... kenapa ujung-ujungnya selalu uang.”
“Ya jelas lah, semua demi masa depan, jika aku pengeluaranku lebih daripada pemasukanku, maka semuanya akan kacau.”
“Hei, hei, tapi kita kan belum kerja.”
“Setidaknya aku sudah memiliki prinsip ini.”
“Yah... terserah deh...” “Eh, guru sudah masuk nih.”
Mereka siap untuk memulai pelajaran memasaknya.
***
Sedikit cerita tentang keluarga Kirisaki Yukari.
Kirisaki adalah seorang gadis dari empat bersaudara, dia adalah anak ketiga. Kakaknya pertama bernama Alonso Alfredo, dia seorang pria yang sudah memiliki keluarga. Kakak kedua bernama Yokohama Alfredo, dia juga seorang pria dan saat ini sedang menjalani kuliah akhirnya. Kirisaki Yukari anak ketiga, seorang perempuan yang dulunya pada masa kecilnya, dia suka manja dan suka mencari perhatian dari kakak-kakaknya laki-laki. Yang terakhir adiknya bernama Fransisca Yukari, dia juga menimba ilmu dari kakaknya perempuan. Tingkah lakunya hampir sama yang selalu manja dan mencari-cari perhatian. Tapi itu semua pada masa kecilnya. Untuk sekarang, Kirisaki dan adiknya sudah berubah.
Keempat saudara ini semuanya blasteran[1], ayahnya dari Belanda dan ibunya dari Jepang. Ibunya sendiri juga blasteran, keturunan dari Jepang dengan Indonesia. Kenapa bisa begitu? Kalo diceritakan jadi tambah panjang deh. Lebih baik tidak usah.
Kembali lagi ke Kirisaki.
Dia sudah bersahabat dengan Kenzo sejak kelas 1 SMP. Dari dulu, mereka sudah kenal akrab satu dengan yang lainnya. Tak hanya itu, Kenzo juga memiliki banyak teman, semua gara-gara dia ahli memasak. Fans-nya juga banyak, bahkan puluhan. Tak heran jika di dalam kelasnya selalu menjadi pusat perhatian. Kirisaki juga sama. Dia juga memiliki banyak teman, terutama teman perempuan.
Kirisaki juga seorang gadis yang ahli dalam hal olahraga, terutama lari panjang. Sebagai seorang gadis, dia memang memiliki pernafasan yang panjang. Makanya, dia selalu juara baik solo maupun per tim. Untuk renang dia juga ahli. Dalam perlombaan sekolah, dia juga sering mengikuti perlombaan. Berbagai jenis perlombaan renang dia bisa megatasinya, tapi... pada suatu saat, dia mengalami cedera. Saking semangatnya, kepalanya membentur tembok kolam renang. Akhirnya, dia pensiun dari lomba renang dikarenakan dia trauma dengan hal itu. Untuk sekarang, dia hanya mengikuti pelajaran renang saja.
Dan, karena dia punya sahabat yang namanya Kenzo... dia pun ikut-ikutan untuk belajar memasak. Tiap pelajaran memasak, Kirisaki selalu meminta bantuan kepada Kenzo untuk mengajarinya banyak hal soal masak. Tak jarang juga, Kenzo bisa marah dengan Kirisaki, entah menjatuhkan mangkok lah, entah menumpahkan susu, entah masakannya gosong, entah telur pecah, entah adonannya kacau, dan lain sebagainya. Tetapi dari semua kejadian itu, Kirisaki memiliki banyak pengalaman dalam memasak. Dia sangat beruntung punya sahabat yang ‘berusus’ panjang untuk mengajari dirinya yang seringkali salah.
Nah, hari ini adalah hari Valentine! Hari dimana para pria suka bersiap-siap dan bersolek dengan lama agar dapat (banyak) coklat dari pada gadis. Para murid pria di kelas selalu mencitrakan pencitraan yang sangat baik hanya demi mendapatkan coklat dari seorang gadis, apalagi gadis yang mereka sukai. Bagaimana dengan si Kenzo?
“Eh, Kenzo-kun, kau berharap mendapatkan coklat dari seorang gadis, tidak??”
Yang bertanya ini namanya Gilbert de Blanc, dia keturunan orang Perancis, yang suka makan coklat dan suka berisik.
“Memangnya kenapa?”
“Ya ampun... kenapa tanggapanmu begitu??”
“Memangnya penting banget, yah?” Kenzo jawab dengan muka datar.
“Asatagahhh... Kenzo-kun, kau benar tidak punya harapan di hari yang spesial ini. Apa sih yang ada dipikiranmu?”
“Hmmm... apa ya... biarkan aku berpikir sejenak...,” matanya sambil melihat ke atas.
“Ya ampun... kau ini, memangnya sedang berpi—“
“AAA!!! Aku dapat ide bagus!!!” Tiba-tiba Kenzo menjadi semangat.
“APA’AN?!” Gilbert kaget.
“Aku akan membuat Eclair[2] ala Perancis!!!”
“Ya ampun... soal masak lagiii...,” sambil menutup mukanya.
***
Saat istirahat tiba, Kenzo beserta ajudannya (maksudnya Gilbert) menuju ke ruang masak. Kenzo memulai percobaannya untuk membuat coklat ``` ala Paris itu, sedangkan Gilbert sebagai asistennya. Kenzo mulai mengumpulkan semua bahan yang ada di ruang itu, menatanya, meraciknya, dan menakarnya dengan teliti. Resep mana yang Kenzo lihat? Yap, dia cuman menggambar contoh gambar dengan pensil yang dijadikan sebagai refernsi. Jadi... tidak ada buku resep apapun, hanya melalui imajinasinya yang dia dapat dari televisi.
“Kau, menggambar Eclair ini sebagai refrensi??”
“Iya, betul.”
“Kenapa kau tidak pinjam saja buku resep di perpustakaan???”
“Buang-buang waktu.”
“Tapi! Darimana kau mendapatkan bayangan ini???”
“Dari acara televisi.”
“Huh... Ya ampun... kau ini selalu saja begini.”
Kenzo tetap mengaduk-aduk adonannya dengan tenang meski temannya dari tadi berisik.
Dengan ketangkasan tangannya, adonan tercampur dengan baik. Dia juga mempersiapkan bahan-bahan dengan cepat. Sambil menunggu roti itu di oven, Kenzo membayangkan desain hiasan apa yang akan dipakainya.
~tinggg~
Suara bel oven terdengar, menandakan rotinya sudah matang, tinggal dilapisi dengan coklat dan dihias.
“Taraaa! 3 Eclair siap dimakan.”
“Ha? Dimakan langsung?? Apa sebaiknya, kita coba berikan pada orang lain?”
“Kalo tidak dimakan tidak bisa tau rasanya seperti apa.”
“Baiklah, biarkan aku memakan yang kotak itu.”
Di piring itu ada 3 Eclair yang berbeda-beda bentuk. Yang pertama berbentuk lonjong berlapis coklat dengan hiasan dari vanila, yang kedua berbentuk kotak berlapis coklat dengan hiasan dari vanila juga, yang ketiga berbentuk angsa dengan lapisan coklat diatas, dan yang paling spesial adalah yang berbentuk angsa, sayang kalau dimakan.
“Aku coba, ya?” Gilbert memotong Eclair tersebut sambil membuka mulutnya.
~nomnomnom~ Gilbert mengunyah potongan itu, ~gleekkk~ ia menelannya.
“WAAHHH!!! ENAKNYAAA!!! Beruntung sekali aku bisa berada disini dengan Kenzo-kun...,” wajahnya berbunga-bunga, matanya berbinar-binar, air liurnya keluar, sambil tangannya memeluk sendok itu di samping pipi kirinya.
Gilbert berasa mabuk Eclair coklat vanila yang dibuat oleh Kenzo-kun. Dia melirik Eclair yang lainnya dan tangannya hendak menggapai Eclair angsa.
~plakkk!~ tangan Gilbert disampar Kenzo seketika.
“Apa yang kau lakukan, Gilbert?”
“E—E—Eeeeee... m—ma—maaf, a—a—aku ke—ketagihan...,” Gilbert langsung takut dan terdiam diri dengan gemetar.
“Dasar kau, selalu makaaannn melulu.” “Ini akan aku berikan kepada orang lain,” sambil membawa piring Eclair untuk diamankan dari Gilbert.
Kenzo mencoba mencari sebuah wadah untuk Eclair tersebut bisa dibungkus dengan tertutup. Ia mencari-cari dari lemari ke lemari, dari rak satu ke rak lainnya.
“Dimana ya pembungkunya...,” Kenzo mencari-cari dengan gelisah.
“Oi, Kenzo-kun, aku menemukannya,” Gilbert sambil membuka lemari di atas wastafel.
“Oooh, itu dia!” mata Kenzo berkaca-kaca.
Dengan cepat Kenzo menuju lemari itu dan mengambil pembungkus roti.
“Oi oi Kenzo-kun, setidaknya kau berterima kasih denganku, dong,” bibirnya cemberut.
“Terima kasihmu akan aku balas setelah ini,” dengan ekspresi datar sambil mengangkat jempol kepada Gilbert.
“Eh?! Ya ampunnn... ekspresimu...,” wajah Gilbert memucat.
Kenzo pun langsung membungkus roti itu dengan hati-hati dan cepat. Pas sekali, pembungkus yang dipakai adalah pembungkus karton untuk roti dan kue, jadi ukurannya pas, tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar.
“Nah, sudah beres!” Pembungkus-pembungkus itu tampak bercahaya.
Sambil Gilbert turun dari kursi, ia bertanya, “Eclair ini akan kamu berikan kepada siapa?”
“...” Kenzo diam saja.
“Oooh aku tau, jangan-jangan....”
“YOSH! Akan aku taruh di lemari es dulu!”
“HEEEEE?!”
Lalu roti itu di taruh di dalam lemari es supaya dingin.
“HAH! Aku kira kamu akan memberikannya langsung.”
“Sebaiknya Eclair itu dalam keadaan dingin, supaya sus yang di dalamnya tidak terlalu cair.”
“Oooh...,” Gilbert melongo.
***
Pulang sekolah pun tiba. Kenzo beserta ajudannya mulai beres-beres buku mereka. Lalu mereka segera berjalan keluar kelas.
“Kenzo-kun....”
“Kirisaki? Ada apa?”
Tiba-tiba dia memberikan bingkisan kepada Kenzo.
“Ini buat kamu.”
Kenzo melihat dengan sedikit heran.
“O—Oh... terima kasih.”
Kirisaki tersenyum dengan manisnya.
“WAAA... Kirisaki-san kalo tersenyum imut bangeeettt,” Gilbert berkata dalam hati serta dengan ekspresi terenyuh.
“Ei ei Kenzo-kun, aku jadi iri deh...,” sambil tangannya menarik-narik centil lengan seragam Kenzo.
“Jadi kalo begitu, kita pulang bareng yuk!” Kirisaki megajak mereka (eh lebih tepatnya mengajak Kenzo pulang).
“Baik.”
Kirisaki dan Kenzo serta ajudannya berjalan menuju keluar sekolah. Mereka berjalan bersama-sama menuju ke persimpangan jalan.
“Oya, Kenzo-kun.”
“Ada apa?”
“Hari ini aku boleh ya main ke rumahmu lagi?”
“Lagi? Bukannya minggu lalu kamu sudah ke rumahku, ya?”
“Ehmmm, iya sih...,” jari telunjuknya sambil ditaruh di bibirnya dan matanya melirik ke langit. “Habis rumahmu enak buat main sih..,” dia tersenyum.
“Emmm... baiklah....” Kenzo pasrah.
Sesampai di rumah, mereka masuk seperti biasa. Ibu menyambut dengan ramah seperti biasa.
“Ooo... Kirisaki-chan.” “Loh, ada Gilbert juga? Tumben?”
“Iya, dia habis kutemukan di tengah jalan.” Kenzo bercanda.
“EH?! Kenzo-kun... kau...,” wajah Gilbert cemberut gemas.
Dan Ibu tertawa lepas.
“Ayo, silahkan masuk.” Ibu membawa mereka ke ruang tengah.
Di ruang tengah, mereka disajikan teh hangat oleh Ibu.
“Silahkan dinikmati...,” Ibu sambil menaruh teh nya.
“Terima kasih, Tante.” Kirisaki dan Gilbert membalasnya.
Lalu Ibu meninggalkan mereka bertiga saja.
“Eh, Kirisaki, kamu tidak membantu nenekmu hari ini?” Tanya Kenzo.
“Hari ini nenek ku sedang pergi kok, tadi pagi dia bilang mau pergi ke rumah temannya.”
“Ooo... nenek mu suka pergi-pergi juga, ya?”
“Tidak... hanya untuk hari ini saja, dia mau menjenguk teman lamanya.”
“Emangya tidak kamu antar, Kirisaki-san?” Tanya Gilbert.
“Tidak, rumahnya dekat, kok.” “Oya, coklat pemberianku tadi mana, Kenzo-kun?” Kirisaki penasaran.
“Oh, iya, masih ada di tas.” Lalu Kenzo mengambil coklat itu di dalam tasnya. Tetapi dia jadi teringat akan suatu hal.
Ketika melihat bingkisan coklat dari Kirisaki, dia ingat... bahwa ada coklat di dalam lemari es ruang masak sekolah. Tidak! Aku lupa! Eclairnya masih ada di dalam lemari es sekolah!!
Eclair yang sudah dibuat tadi siang, lupa dibawa! Bagaimana ini?!
Kenzo kebingungan.
Sambil mengeluarkan bingkisan coklat pemberian dari Kirisaki, Kenzo mencoba untuk menenangkan diri, dan dia duduk kembali.
“Kenapa kamu?” Tanya Kirisaki sedikit heran.
“Tidak apa-apa.” Kenzo menjawab dengan tenang. “Aku makan ya coklatnya?” sambil mukanya mengarah ke Kirisaki.
“Iya, makanlah,” Kirisaki tersenyum.
Kenzo mulai membuka bingkisan itu dengan perlahan. Di dalamnya adalah bola-bola coklat yang sepertinya enak untuk dimakan. Lalu Kenzo membuka mulutnya lebar, dan mengunyahnya.
“Hmmm... enak juga, ini buatanmu?” sambil mengunyah, dia bertanya kepada Kirisaki.
Kirisaki tertawa pelan, “Hehehe, tidak, itu beli,” mukanya menjadi malu.
“Eum eum, tapi enak, kok.”
Ekpspresi Kirisaki terlihat lega. Tidak sia-sia dia memberikan ke Kenzo.
“Tapi... apa kamu tidak membuat coklat, Kenzo-kun?”
Kenzo berhenti mengunyah seketika, “Uh, anu... aku akan membuatnya juga,” sambil jari telunjuknya terangkat. Lalu menelan coklatnya.
“Oooh... baguslah kalo begitu...,” Kirisaki tersenyum lagi.
“Oi, Kenzo-kun, aku coba satu dong...,” telunjuk kanan Gilbert diangkat.
“Tidak boleh,” Kenzo memegang bola coklat tersebut.
“Uhhh... jahatnya...,” wajah Gilbert kecewa, seperti habis disuntik racun.
“Kenzo-kun, tolong beri dia satu dong, kasihan lho... tuh lihat wajahnya... seperti anak ayam yang tak pernah dikasi makan sama ibunya.” Dengan tepat Kirisaki bercanda.
“Loh?!” Gilbert terpaku.
“Nih nih nih, aku kasih makan,” Kenzo sambil melemparkan bola coklat itu ke mulutnya. Dan untungnya tepat sasaran.
Sambil mengunyah, Gilbert menangis terharu, “Ah... dasar kau Kenzo-kun...,” menangis terharu (lebih tepatnya, memalukan).
~glekkk~
“Uhhh ENAKNYAAA!!!” tiba-tiba Gilbert berteriak.
“Ini hanya coklat biasa, Gilbert-san,” wajah Kirisaki langsung malu saat memandangi Gilbert menjadi lebay seperti itu.
“Kau itu menyedihkan. Tidak pernah makan bola-bola coklat, ya?” dengan nada datar, matanya ditutup sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
“Kapan-kapan aku juga dikasi dong, Kirisaki-san??” Dia berharap.
“Tidak!” Singkat, jelas, padat.
“OOORRRGH!!!” Dia tertusuk oleh kata Kirisaki.
Kasihan sekali Gilbert. Dia hanya bisa duduk terdiam, sampai dia menangis dengan air mata palsunya. Meskipun di buli hampir tiap hari, namun sebenarnya Gilbert adalah orang yang suka menolong dan setia.
Sudah berjam-jam Kirisaki dan Gilbert main di rumah Kenzo. Saatnya mereka untuk pamit pulang.
“Sampai jumpa di sekolah lagi, ya?” Kirisaki berpamitan dengan gembira kepada Kenzo.
Tapi Gilbert masih terlihat lesu.
“Oi, Gilbert, jika kau tidak sadar, kau takkan bisa pulang.” Kenzo mengatakannya.
“Kenapa kau mengatakan seperti itu, Kenzo-kun?” kepalanya tertunduk lesu, seirama dengan nadanya.
“Hedeh... ya sudah. Eh, Kirisaki-chan, tolong jaga dia saat perjalanan pulang, ya?”
“Siap, Kenzo-kun,” tangannya sambil hormat. “Kalo begitu, kami pulang, ya!”
“Baik, hati-hati.”
“Aku pulang dulu, Kenzo-kun.” Nadanya masih tampak lesu campur lemas.
“Iya.” Kenzo menanggapinya dengan datar.
Setelah semuanya pulang dan menutup pintu, Kenzo jadi teringat sesuatu hal lagi.
“Oya! Eclairnya!!” Dia jadi panik.
“Ahhh tidakkk... kalo kelamaan di lemari es, lama-lama bisa beku nih! Bagaimana ini?!” Dia masih kebingungan.
Tapi, dia menghelas nafas panjang. “Sebelum pelajaran dimulai, aku akan megambilnya duluan!” Kenzo menjadi memiliki secercah keyakinan.
Hari penyelamatan pun dimulai. Kenzo bangun pagi-pagi, mandi dan bergegas untuk segera berangkat ke sekolah. Ibu dan Ayah sampai heran melihat Kenzo terburu-buru berpamitan. Kenzo berlari menuju ke sekolah.
Tiba saatnya di sekolah, ia langsung menuju ruang memasak. Ia masuk, lalu membuka lemari es. “WAH! Ternyata masih ada!!” dia terlihat bahagia.
Raut mukanya berseri-seri setelah melihat Eclairnya masih ada terbungkus rapi, lalu dia membukanya. “Yosh! Masih utuh!”
Setelah mendapatkan Eclairnya dengan selamat, Kenzo menuju ke kelas untuk menunggu semua murid masuk kelas. Tapi dia menantikannya dengan bosan.
“Wuaaahhh,” Kenzo menguap. “Jadi ngantuk lagi deh. Aku tidur bentar, ah.” Kenzo tidur sebentar di atas mejanya.
Waktu demi waktu pun berjalan, Kenzo tak sadar jika jam pelajaran hampir dimulai.
“Hei, Kenzo-kun, bangunlah!” Kirisaki berkata sambil menunjuk-nunjuk pipi Kenzo.
“Hmmm... siapa sih...,” Kenzo mulai membuka matanya pelan-pelan.
“Ayo bangun... jam pertama hampir dimulai loh....”
Di depan Kenzo juga ada Gilbert yang sedang mengamatinya untuk bangun.
“Ayo Kenzo-kun! Cepat bangunlah....” Gilbert juga berkata.
“Baiklah baiklah...,” Kenzo bangun sambil memandang mereka dengan mengantuk.
“Eh, sebaiknya kau cuci mukamu dulu.” Kirisaki menyarankan.
“Emh....” Lalu Kenzo melihat di atas mejanya. Sepertinya ada sesuatu yang hilang. “Loh? Dimana Eclairnya??” Kenzo heran.
“Kau sedang mencari sesuatu, kan?” Tanya Gilbert.
“Gilbert, kau menyembunyikannya, ya kan?” Kenzo menuduh dia.
“Tidak, tanya saja kepada dia,” Gilbert menunjuk Kirisaki.
“...Kau mencari dua bingkisan itu, kan?” Kirisaki memandang Kenzo dengan serius. “Aku sudah memakannya, kok,” dia main mata.
“...” Kenzo terdiam sebentar. “A—Apa?? Kau sudah memakannya???” Kenzo menjadi kaget.
“Iya, benar... Gilbert yang bilang kepadaku, kalo bingkisan itu adalah untukku,” wajahnya tersenyum manis. “Terima kasih, ya... apalagi yang bentuknya angsa, lucunya...,” kedua tangannya dikepalkan di dadanya.
Raut wajah Kenzo memerah seperti memakai blush-on setebal 5 cm. Dia menjadi terlihat gelisah di hadapan Kirisaki.
“O—Oohh... me—memang benar....” Lalu wajah Kenzo berpaling ke Gilbert, “Kenapa kau lakukan itu, Gilbert??”
Gilbert juga jadi gugup, “Ehhh?! Habisnya... kau tidak mau mengakuinya sih, ketika aku bertanya padamu waktu itu. Jadi, aku berikan saja pada Kirisaki-san,” dia tersenyum gugup campur takut.
“Emph... ya sudahlah... tak masalah,” kedua tangan Kenzo dia taruh di belakang kepalanya sambil melirik ke arah lain.
“Lain kali jika kamu ingin memberi sesuatu, jangan terlambat, ya?” badan Kirisaki mencondong ke depan tepat ke arah Kenzo, dan wajah Kenzo terlihat memerah lagi. Kali ini seperti panci panas.
Kirisaki yang selalu tersenyum saat bertatapan dengan Kenzo, hal itulah yang membuatnya selalu merasa tenang dan ceria. Kenzo pun juga suka memperlihatkan kegugupannya dan kecanggungannya di hadapan Kirisaki. Dan mereka berdua memang benar-benar sangat akrab dan tali persahabatan mereka takkan pernah putus.
“Sudah ya, aku masuk dulu. Sampai ketemu lagi, Kenzo-kun.” Selalu dia tanggapi degan senyuman manisnya.
“Yah... dia sudah masuk...,” sedih Gilbert sambil mukanya menunjukan ketidak berdayaan.
Kenzo, juga ikut tersenyum lega.
***
Musim panas pun sudah tiba. Hari libur pun juga tiba. Tibalah saatnya untuk darmawisata. Sebelum kelulusan kelas 3 SMP, semua murid diwajibkan untuk ikut darmawisata selama 3 hari 2 malam di hutan pariwisata. Lokasinya cukup jauh untuk ditempuh, terutama saat menuju jalan ke penginapan. Para murid diharapkan untuk menjaga satu sama lainnya dan berjalan pelan-pelan saja, agar tidak kehabisan tenaga. Namun berkat adanya jalan setapak, mereka semua bisa terbantu untuk naik menuju lokasi penginapan.
Di tengah perjalanan, Kenzo, Kirisaki dan juga Gilbert berjalan bersama-sama sambil menikmati segarnya udara di tengah hutan. Meskipun cuaca sedang panas terik, namun berkat tertutupnya dengan pepohonan, udara disekitar jadi terasa sangat sejuk. Gilbert yang berada di posisi depan, sedangkan Kenzo dengan Kirisaki berada di belakangnya. Perjalanan demi perjalanan, mereka nikmati bersama. Sampai pada satu area lokasi yang sangat indah untuk dipandang, mereka berhenti melihat pemandangan itu.
“Hei, lihatlah, Kenzo-kun... INDAHNYAAA...,” mata Kirisaki bersinar-sinar kagum melihat pemandangan yang menabjubkan itu.
Disana tampak sebuah panorama perkotaan yang terlihat jauh, dengan pemandangan hijau terbentang di bawah garis cakrawala, dan sebuah gunung besar di belakangnya. Langitnya biru bersih dengan awan yang sedikit, cahaya sinar matahari menerangi kota dan rerumputan hijau yang ada dibawahnya. Sungguh pemandangan yang menabjubkan.
“Jarang sekali kita melihat pemandangan seperti ini.” Kenzo menuturkan dengan wajah damai.
“Iya... terakhir aku lihat pemandangan seperti ini sewaktu aku masih kelas 1 SD. Jadi teringat masa lalu.”
“Aku juga... terakhir aku bersama dengan keluargaku melihat seperti ini waktu adikku masih kecil, aku jadi tak ingat kelas berapa.”
“Tapi sekarang, kita bisa melihat seperti ini lagi ya kan, Kenzo-kun,” Kirisaki sambil melihat ke arahnya.
“Kau benar,” Kenzo juga melihat ke Kirisaki.
“Anu... maaf Kenzo-kun, Kirisaki-san... tunggu aku ya... aku mau pipis dulu nih....” Setelah menaruh tas nya, Gilbert berlari untuk mencari tempat tertutup untuk pipis.
Sepertinya Kenzo dan Kirisaki tak mendengarnya, karena angin disitu benar-benar kencang, sampai-sampai suara Gilbert tak terdengar dengan jelas.
“E—Ehmm... Anu... Kenzo-kun...,” wajah Kirisaki tampak malu, tiba-tiba dia menjadi gugup sambil menggenggam tangannya di belakangnya.
“Hmm? Ada apa?” Kenzo penasaran.
“A—Anu... Kenzo-kun....”
Kenzo sambil melihat gerak tubuh Kirisaki yang aneh dengan penasaran.
Kirisaki sepertinya juga sedang memikirkan sesuatu yang teramat penting untuk dibicarakan kepada Kenzo. Dengan mengumpulkan keberaniannya, Kirisaki mendekatkan dirinya kepada Kenzo dan menatap wajahnya.
“Bisakah kamu berjanji?” “...Untuk kita akan datang kesini lagi?” sambil menatap Kenzo yang sedikit kaget.
Kenzo menjadi gugup dan bingung harus menjawab apa, “E—Eh—Ehm... b—baiklah...,” wajahnya tampak memerah seperti biasanya.
“Janji ya...,” Kirisaki sambil menunjukkan jari kelingkingnya.
“Y—Ya...,” Kenzo pun mengikat jari kelingkingnya bersama dengan Kirisaki. Sekali lagi, wajah Kirisaki tersenyum manis bahagia.
Dengan angin berhembus kencang, berdiri dihadapan panorama yang indah, mereka berdua, mengikat sebuah perjanjian.
Tanpa Gilbert menjadi saksi mata, mereka berdua sudah membuat sebuah janji yang sangat berharga bagi Kenzo dan juga terutama, bagi Kirisaki. Lalu mereka, beserta Gilbert, melanjutkan perjalanan mereka sampai ke lokasi.
***
“Yaaa... itulah ceritanya.” Kenzo berkata.
“Jadi, foto itu dari guru Kakak, ya?”
“Yah, iya... guru wali kelas ku memang suka iseng kalo lagi ada orang berduaan.”
“Oooh....” “Tapi... aku masih belum paham.”
“Heh... apanya??”
“Soal Kakak berkata, jika Kakak mencari seorang pacar, maka hal itu dapat melemahkan kemampuan Kakak.”
“...Oh, untuk itu....” “Sebenarnya, Kakak juga masih belum tau jawabannya. Kakak hanya tidak ingin jika fokus Kakak pecah gara-gara memikirkan seorang gadis, apalagi pacar. Yang bisa Kakak lakukan saat ini adalah fokus mengembangkan usaha Kakak, dan jikalau sudah sukses besar, maka baru Kakak memikirkan seorang gadis.”
“Tapi... bukannya itu terlalu egois, Kak?”
Kenzo agak tercengang mendengar balasan dari adiknya. “Maksudmu??”
“Bagaimana jika waktu yang seharusnya datang, tidak pernah datang?”
Kenzo masih belum mengerti dengan ucaopannya.
“Bagaimana jika janji itu Kakak langgar?”
“Untuk hal itu, tidak mungkin Kakak langgar.” “...Karena Kakak sudah berjanji dengannya, bukan?”
“Aku harap, aku bisa memegang perkataan Kakak barusan. Tentang Kirisaki-san, dia sebenarnya suka kepadamu, Kak.”
Kenzo melihat ke arah jendela, memandang langit malam yang penuh dengan bintang-bintang.
“Aku sudah tau itu... dan itulah yang Kakak pikirkan sampai hari ini. Jika dia mengungkapkan perasaanya ketika kami bertemu lagi... aku tidak tau, aku harus membalas apa. Tapi... jika aku menolaknya, maka....”
“Hadapi saja, Kak! Untuk urusan dia mengungkapkan perasaannya atau tidak, yang terpenting, Kakak harus datang menemui dia dulu. Jika tidak... perasaannya akan jatuh ke tempat yang tidak bisa ia raih kembali, kepercayaannya akan terluka menunggu sebuah janji yang tak pernah ditepati.” Aku menghela nafas sebentar. “...Karena dia juga seorang gadis, sama seperti Fransisca. Siapapun yang sudah membuat janji, ia harus menepatinya, apalagi dengan sahabatnya.”
Kenzo kaget mendengar adiknya yang baru pertama kali berkata-kata seperti itu.
“Baiklah... aku mengerti sekarang.” “...Aku akan datang ke tempat itu lagi.”
* * f i n * *
[1] Keturunan campuran dari bangsa/negara lain
[2] Adalah kue/roti lonjong yang diisi oleh pastry cream/vla/whipped cream. Bahannya dari mentega, telur, tepung terigu, sedikit garam dan air, lalu diatasnya diberi lapisan coklat yang manis.
0 notes