#gerakan masyarakat menolak reklamasi
Explore tagged Tumblr posts
Text
Gema Aksi Heran, Kawasan Pantai Bersertifikat Atas Nama Perorangan
SUMENEP, detiikkota.com – Warga mempertanyakan status lahan yang akan dibangun tambak garam di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Kabarnya, lahan tersebut telah bersertifikat hak milik (SHM) atas nama perorangan. Padahal, lahan itu merupakan kawasan pantai yang notabene milik negara. Berdasarkan data yang dikantongi Gerakan Masyarakat Menolak Reklamasi (Gema…
View On WordPress
0 notes
Text
PERJUANGAN KITA SELALU HAMPA. BEGITU PULA KERIUHAN ITU, BUKAN PULA UNTUK KITA!
Ini adalah tulisan remeh dan nyeleneh yang sebisa mungkin kita tulis untuk meramaikan balada pemilihan umum tahun 2019 ini. walaupun untuk menulis inipun akhirnya seperti mengcopas tulisan kawan-kawan yang sudah lebih dulu menulis tentang hal ini dalam versi pemalas. adalah Golput sebagai gerakan natural yang muncul sebagai tanggapan atas fenomena politik yang terjadi. seperti yang telah kita ketahui bahwa golput memiliki 3 kategori, yaitu teknis, ideologis/politis, dan apatis -kalian bisa cari aja di google artinya. tulisan ini akan kita fokuskan untuk menjawab balik atas keresahan para simpatisan yang merasa bahwa gerakan golput adalah gerakan yang apolitis, psycofreak, pecundang, egois,dsb. dan menurut kita ini adalah hal aneh. Lebih aneh lagi banyak “A”kademisi maupun HORANG PENTING yang menggunakan istilah-istilah tidak berwibawa seperti di atas untuk merespon gerakan tersebut. tanpa menjawab balik tantangan politik yang para golputers -fans golput 48- lempar ke publik dengan berbagai cara *lisan/tulisan. kita ambil satu contoh tulisan yang paling aman untuk kita kritisi. Sebuah tulisan di tatkala yang di tulis oleh Marx_Tjes-sejarawan amatir ;p. yang kita yakin tulisannya adalah gabungan gagasan dari beberapa tulisan yang tidak mampu menjawab tantangan dari tulisan para golputers yang sudah beredar sebelum ini. okey kita mulai dari atas....
“Meski begitu, beberapa kawan milenial yang saya temui menyatakan pesimis dengan hajatan pilpres tahun ini dan berniat golput. Menurutnya, kontestasi pilpres 2019 tidak lebih dari pertunjukan drama politik pragmatis sekaligus oportunis. Alih-alih memberikan pendidikan politik yang mencerdaskan, yang disuguhkan justru caci maki dan saling menjatuhkan................dan seterusnya dan seterusnya..................hoax mempengaruhi golput.........................hingga Pada kasus Indonesia, saya menemukan kepribadian yang mendua dari kelompok golput, semacam kegalauan intelektual. Mereka kadang bangga dengan ke-golputan nya, tetapi di sisi yang lain meneriakkan perubahan. Kebanyakan dari mereka melayangkan wacana presiden independen tanpa dukungan partai politik, kemudahan akses pendidikan, pelayanan kesehatan, penyelesaian masalah HAM di masa lalu, kerusakan lingkungan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta supremasi hukum yang memadai.”
pernyataan yang kita singkat”diatas karena males kita copas tidak menyentuh hal mendasar yang menyebabkan seseorang menjadi golput. seperti masalah HAM masa lalu dan masa kini yang katanya mau diselesaikan *salah satunya kasus novel baswedan. masalah sospol identitas yang terlihat semakin menjadi” (kriminalisasi kelompok “rentan”, hingga kriminalisasi antar kelompok masyarakat). hingga perusakan maupun penghilangan hak hidup yang layak sering terjadi di masa kepemimpinan ini berlangsung *ga usah dirunut kalian bisa cari sendiri via walhi, greenpeace, kontras, jatam, hingga YLBHI. mereka menggunakan algoritma dengan data kongkrit untuk membuktikan ada yang salah dengan keberlangsungan negara ini, bukan retorik simpatisan macam rocky gerung DKK di ILC ataupun panggung”lainnya.para golputers tidak mempan dengan drama"di ILC/panggung lainnya yang sengaja dihadirkan sebagai panggung adu retorika sekelas FTV. kita akan menjawab sedikit mengenai prihal SIKAP MENDUA di atas yang berujung pada pernyataan “ Lalu pertanyaannya, bagaimana mungkin mimpi itu terwujud jika tanpa masuk ke dalam sistem ?”. Bukankah kita sepakat pada konsep dualisme sebagai penyeimbang, bukankah dalam teori posmo pun sudah dijelaskan bahwa baikpun adalah subyektifitas, malah bisa terlihat objektif padahal adalah sebuah intersubyektifitas. poinnya adalah : dalam demokrasi siapapun dan melalui lini manapun bisa menciptakan perubahan, atau memberikan pengaruh atas perubahan. itu alasan mengapai LSM hingga gerakan aktivisme adalah oposisi negara yang paling santer membawa perubahan-perubahan. kita ambil contoh misalnya kasus NGAENGAE penistaan AGAMA AHOK DAN GERAKAN KEIMANAN 212. isinya adalah rakyat sipil yang tergabung melalui LSM-LSM keagamaan. And then AHOK pun di penjara. konyol memang tapi cukup menjadi contoh kan? belum lagi gerakan-gerakan yang masih berproses hingga saat ini seperti Tolak reklamasi teluk benoa, penolakan PLTU batu bara, dan aksi tolak tambang di sulawesi tenggara. mereka adalah rakyat sipil yang tersadar akan kondisi dan tidak mendua dalam keberpihakan politiknya dengan melakukan aksi langsung. bukan duduk-duduk digiring hoax. Namun digiring keadaan yang masuk di nalar mereka. Bila kita kaitkan pada kesadaran seperti contoh di atas? *tidak termasuk contoh aksi buku jilidan, dimana naralnya para golputers ini? “MUNCULNYA NARASI SISTEM NEGARA HANYA MENJADI NEGASI ATAS PENINDASAN YANG DILAKUKAN MODAL ATAS HAK HIDUP YANG LEBIH EGALITER”
Berikutnya.......
“Fenomena lain yang membuat saya menolak gagasan golput bahwa selama periode 2014 – 2019 adalah periode yang tidak produktif dalam sejarah parlemen kita. Bayangkan saja, dari 50 RUU, yang selesai dan menjadi UU hanya 5 saja. Dengan minimnya produk undang-undang itu, kemajuan Indonesia yang dicanangkan tercapai pada 2045 melalui tagline “generasi emas” akibat overpopulasi usia kerja hanya mimpi di siang bolong. “
Kontra Produktifitas di Parlemen tidaklah bisa kita samakan dengan memilih berikutnya semuanya akan baik-baik saja. malah membenarkan kondisi itu bukan? atau mengharapkan akan baik-baik saja kalau kenyataannya ketidak baikan itu sudah terbukti dengan lemahnya sistem yang berkembang mencapai suatu keberlangsungan negara yang tidak efesien dan korup.
TERUS MENGAPAI KITA GOLPUT? perlu kita jelaskan dulu bahwa golput tidaklah tindakan kuno karena tindakan tersebut adalah tindakan yang terjadi atas respon kondisi aktual hari ini dan perlu di ingat dalam kondisi politik Golput bukanlah porses final. Golput adalah sebuah Intro sebagai proses kritis dan menunjukkan sikap mosi tidak percaya kepada sistem yang sedang berlangsung. apabila memilih adalah tesis maka golput politis/ideologis adalah antitesis..tujuannya???????????????????
MENGHASILKAN SINTESIS?
TIDAK PERLU TAKUT PADA PERGERAKAN GOLPUT YANG TIDAK POPULER ITU HINGGA HARUS MENGATAKAN MEREKA PECUNDANG. LUHUT, WIRANTO, DAN TIM BRAVO 5 HANYA TAKUT BISNISNYA TIDAK BAIK”SAJA APABILA KEBIJAKAN PEMERINTAH BARU YANG TIDAK MEMIHAK PADANYA MENYULITKAN POSISINYA DAN BISNISNYA, DANNNNNNNNNNNNN TIDAK ADANYA KEPENTINGAN RAKYAT SECARA MERATA DI DALAMNYA SELAIN CPO, BATU BARA, DAN KONSESI HUTAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KELAS BOJUIS SEMATA.
tulisan ini sengaja tidak mengandung gaya penulisan yang intelek, dan pendekatan sistemis, dan bernas. kita hanya sedang bercerita kepada kawan-kawan kita dengan cara yang lebih egaliter. se egaliter warung kopi di dekat rumah saya.
bacaan yang kita kutip bisa kalian singgahi di link berikut golput dan apolitisme milenial pada pilpres 2019
selebihnya kita rujuk siapapun untuk memilih tulisan tentang golput dari link berikut ini.....
https://kelung.com/golput-2019-siapa-pun-yang-menang-rakyat-tetap-kalah/
https://medium.com/sayagolput/tagged/alasan-sayagolput
https://www.youtube.com/watch?v=qlB7vg4I-To&t=11s
0 notes
Text
ILUNI UI GELAR DEMO TOLAK HAK ANGKET KPK, SETNOV, FAHRI, Dan Fadli Jadi Sasaran - FROM RUMAHINJECT
WARTABALI.NET - Ketua DPR Setya Novanto serta Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon diteriaki oleh para pengunjuk rasa yang menggelar aksi penolakan hak angket di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (7/7/2017).
Para pengunjuk rasa tergabung dalam Ikatan Alumni Universitas Indonesia dan jaringan masyarakat sipil lain. Mereka meneriaki nama Novanto, Fahri, dan Fadli karena dinilai menjadi pendorong utama terbentuknya hak angket terhadap KPK. "Mana itu Fahri Hamzah, keluar, Mana itu Fadli Zon, keluar," ujar Koordinator Gerakan Antikorupsi Lintas Alumni Rudi Johannes melalui orasinya. Dia mengaku kesal dengan sikap DPR yang justru malah menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia. Rudi menilai saat ini DPR sudah tak lagi merepresentasikan kepentingan rakyat karena tidak lagi mau mendengar aspirasi dari rakyat yang justru menginginkan penguatan KPK, bukan pelemahan KPK melalui hak angket. Hal senada disampaikan Anggota Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia Tubagus Tirtayasa. Dalam orasinya, ia juga meneriaki Fahri Hamzah, Fadli Zon, dan Setya Novanto sebagai pihak yang turut memperlemah pemberantasan korupsi. "Wahai Fahri, dia adalah angkatan '98 kami. Dia sejak 1998 sudah menjual negeri ini. Dia musuh kami, jaringan aktivis seluruh Indonesia," ujar Tirta. [ads-post] ILUNI GELAR AKSI TOLAK HAK ANGKET Ikatan Alumni (Iluni) Universitas Indonesia (UI) menggelar aksi untuk menolak hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (7/7/2017). Aksi dimulai sekitar pukul 14.00 WIB dan diikuti sekitar 200 orang yang tergabung dalam Iluni UI dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI. Ketua Umum Iluni UI Arief Budhy Hardono menyatakan aksi ini merupakan kali pertama yang dilakukan pihaknya akibat keprihatinan terhadap pelemahan terhadap pemberantasan korupsi melalui hak angket KPK. "Kami menolak dengan tegas intervensi pada proses hukum di KPK baik dari pemerintah maupun DPR ataupun parpol (partai politik). Dan menolak semua upaya pelemahan pemberantasan korupsi yang tak terbatas pada hak angket dan revisi Undang-Undang KPK," ujar Arief dalam orasinya di Depan Gedung DPR. Ia menambahkan, aksi yang dilakukan pihaknya kali ini bukan yang kali pertama dan terakhir. Ia berjanji akan terus menyuarakan penolakan terhadap upaya pelemahan KPK. Namun, Iluni juga tetap akan bersikap kritis terhadap KPK agar pemberantasan korupsi berjalan seadil dan seoptimal mungkin. Ia pun meminta pemerintah mengambil sikap tegas terkait polemik hak angket kepada KPK yang terus mendapat penolakan dari masyarakat. "Kami mendesak KPK tuntaskan proses hukum e-KTP dengan tetapkan semua pelaku sebagai tersangka dengan segera. Kami mendesak KPK tuntaskan proses hukum kasus besar lainnya seperti BLBI, Century, Petral, reklamasi, Sumber Waras, dan yang selainnya," ujar Arief. [error title="SUMBER BERITA" icon="exclamation-triangle"]Anda Meragukan Informasi Yang Ada Dalam Tulisan Diatas ?? Atau Anda Melihat Ada Masalah Soal Postingan Diatas, Silahkan Cek Sumber Berita - Atau Anda Dapat Menghubungi Kami Di Halaman Contact - Mari Sama Sama Saling Cross Check Sumber Berita :
http://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/17125751/fahri.hamzah.fadli.zon.setya.novanto.jadi.sasaran.pengunjuk.rasa
http://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/15182021/iluni.ui.gelar.aksi.tolak.hak.angket.di.depan.gedung.dpr
Judul Asli : [/error]
WARTABALI.NET - Media Informasi Kita Bersama
from Media Informasi Kita http://www.wartabali.net/2017/07/iluni-ui-gelar-demo-tolak-hak-angket.html
0 notes
Text
Mantan Jubir Gusdur: Kasus Ahok Jatuhkan Citra Negara di Dunia Internasional
Mantan Jubir Gusdur: Kasus Ahok Jatuhkan Citra Negara di Dunia Internasional
Kasus penistaan Al Quran oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah menjatuhkan citra negara dan bangsa Indonesia di dunia internasional. Seolah-olah umat Islam di Indonesia intoleransi dan radikal. Hal itu tidak bakal terjadi jika sejak awal aparat penegak hukum gagal menjalankan tugasnya.
Kasus penistaan agama sebenarnya hanya satu dari sekian banyak kasus hukum yang melibatkan Ahok. Hal itu disesalkan jurubicara Presiden era Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Adhie M Massardi, di Jakarta, Jumat (12/5/2017) malam.
Menurut Adhie, kondisi saat ini muncul akibat kegagalan penegak hukum dalam menjalankan tugasnya terkait berbagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Ahok. Ada banyak indikasi pidana yang melibatkan Ahok tetapi didiamkan baik oleh KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung.
Adhie mengungkapkan, KPK tidak aktif mengusut dugaan tindak pidana korupsi di Balai Kota yang melibatkan Ahok. Seperti, kasus reklamasi, Transjakarta, Rumah Sakit Sumber Waras, pembelian lahan Cengkareng, dan trilunan rupiah dana nonbudgeter setoran dari para pengembang. Juga penggusuran rumah warga.
Padahal, kata Adhie, hampir semua kasus besar yang ditangani KPK di luar operasi tangkap tangan berasal dari hasil audit BPK. Tapi giliran audit BPK melibatkan Ahok, KPK menolak mengusutnya. “Kalau saja dari awal KPK masuk ke ranah ini dan tidak takut dengan dasar lebih mementingkan kemaslahatan bangsa dan kelangsungan NKRI, pasti tidak akan muncul penistaan agama dan kasus-kasus lainnya,” papar Adhie.
Hal yang sama dipertontonkan Polri. Menurut Adhie, kalau saja Polri betul-betul menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum, mestinya mereka memproses kasus Ahok tanpa harus menunggu aksi-aksi besar dari umat Islam. “Tapi yang terlihat tidak begitu. Muncul kesan kuat polisi malah membiarkan dan melindungi Ahok,” katanya.
Begitu juga dengan Kejaksaan Agung. Korps Adhyaksa di bawah kendali HM Prasetyo yang bekas pentolan Partai Nasdem, tidak berani menahan Ahok selama proses persidangan kasus penistaan agama berlangsung, sebagaimana dilakukan terhadap terduga penista agama lainnya seperti Arswendo Atmowiloto, Permadi, dan Lia Aminuddin. Belakangan, jaksa malah membuat kontroversi dengan membuat tuntutan ringan.
Penggagas Gerakan Indonesia Bersih (GIB) mengatakan, dirinya bersama sejumlah tokoh dan aktivis berupaya menetralisasi isu keagamaan yang mungkin muncul di balik aksi-aksi umat Islam dengan turut terlibat di dalamnya. Namun sayangnya, upaya ini malah dimentahkan oleh kepolisian dengan tuduhan makar. Nama-nama seperti Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet dan beberapa aktivis lainnya diciduk, ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan.
Adhie mengingatkan, citra negatif Indonesia yang muncul saat ini di dunia internasional sebenarnya sudah dingatkan jauh-jauh hari oleh mantan Menko Maritim Rizal Ramli. Lewat opininya di media ekonomi ternama di dunia yang terbit di New York. ‘The Wall Street Journal’, Rizal membaca fenomena muslim Indonesia dicitrakan tidak toleran.
Ketika itu Rizal menulis, orang luar hanya tahu Ahok memiliki posisi sulit sebagai politisi dari etnis Cina dan beragama Kristen, serta memimpin Ibu Kota di negara yang mayoritas penduduknya muslim. “Tapi semuanya sudah terjadi. Untuk menjelaskan integritas dan citra bangsa Indonesia yang sebenarnya, sekarang aparat hukum harus betul-betul berjalan di rel hukumnya.
Adhie berpendapat, kini saatnya bagi KPK masuk ke korupsi di Balaikota yang melibatkan Ahok, agar masyarakat terbuka bahwa orang ini bukan orang bersih. Jadi upaya penokohan seseorang dengan upaya manipulatif dan rekayasa sudah harus dihentikan,” tukas Adhie.
ts
Sumber : Source link
0 notes
Text
MEMANDANG AYAM DENGAN LOGIKA YANG TAK JONGKOK
Beberapa hari terakhir, terjadi beberapa hal yang sebetulnya tidak begitu penting untuk diperdebatkan. Tetapi saya tergerak untuk menanggapinya dalam pandangan yang lebih menyeluruh. Tidak parsial, atau terpotong-potong menjadi segmentasi isu tertentu.
Pertama, saya melihat publik kita sudah menjadi masyarakat yang mudah sekali tersulut emosinya. Publik yang hanya melihat isu dari hal-hal yang tampak saja. Lalu memaknai peristiwa secara parsial, tidak menyeluruh dan objektif. Akibatnya, kita menjadi publik yang mudah sekali dipermainkan, dibodohi, dan diombang-ambing oleh media. Tipikal masyarakat seperti ini, adalah tipe masyarakat yang mudah sekali untuk diadu domba.
Kedua, setelah saya telusuri, akun yang gencar sekali memposting video tersebut adalah akun ‘pasukan kecebong’ sang penista agama. Dan kalau sedikit saja kita mau telusuri, video tersebut adalah video aksi pada tanggal 20 Oktober 2016. Artinya, sudah lewat 4 bulan yang lalu. Pertanyaannya, kok baru heboh sekarang? Dan yang lebih aneh, banyak orang yang mendadak ikut-ikutan jadi 'pasukan cebong’ juga. Tanpa tau substansi aksi tersebut.
Ketiga, 14 Februari lalu, BEM SI melakukan demonstrasi menuntut diberhentikannya Ahog sebagai Gubernur, karena dinilai bertentangan dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah. Aksi tersebut dibubarkan paksa yang kemudian berujung ditangkapnya beberapa Presiden Mahasiswa, termasuk salah satunya adalah Ketua dan Wakil Ketua BEM UNJ. Lalu tiba-tiba, 2 hari kemudian, viral video ayam tersebut. Pertanyaannya, ada apa? Hanya kebetulan kah? Kalau kita lihat poin kedua dan ketiga ini, sangat sulit sekali untuk mengatakan bahwa tak ada unsur politik dari viralnya video ayam tersebut.
Keempat, adalah fakta bahwa BEM SI merupakan salah satu elemen mahasiswa yang paling keras dan kritis terhadap rezim yang berkuasa saat ini. BEM SI adalah elemen mahasiswa yang dengan tegas menolak tax amnesty, reklamasi, korupsi RS Sumber Waras, dll. Tidak seperti elemen mahasiswa lain, BEM SI berbeda dengan mahasiswa 'nasi bungkus’ yang aksi di depan rumah SBY atau mahasiswa parade-parade boneka tunggal ika itu. Dari sini, dengan melihat fakta di atas, saya merasa bahwa semua ini menjadi masuk akal. In simple words, BEM SI juga merupakan target yang harus dilenyapkan. Artinya, ini baru awal, akan ada serangan lanjutan.
Kelima, saya juga melihat ada unsur pemberitaan yang tidak fair dan tidak berimbang dari media mainstream terhadap gerakan mahasiswa. Seolah-olah isi aksi mahasiwa itu sadistis, anarkistis, dan merusak. Padahal, aksi merupakan cara yang legal dalam negara demokrasi dan difasilitasi konstitusi. Aksi adalah bentuk kegelisahan, konten yang ada di dalamnya adalah simbolisasi tentang perlawanan terhadap penguasa. Kita juga melihat, substansi aksi mahasiswa jarang sekali diberitakan secara fair oleh media-media mainstream.
Keenam, ini menjadi bukti bahwa rezim yang berkuasa saat ini adalah rezim yang sedang panik. Rezim yang banyak menyimpang dari UUD '45. Negara ini bukan lagi negara hukum. Tetapi negara adalah hukum. Hukum hanya menjadi alat bagi penguasa untuk menyingkirkan lawan politiknya. Penguasa lebih terkesan melindungi koruptor dan pelanggar hukum.
Terakhir, itulah mengapa saya malas sekali memperdebatkan soal ayam-ayaman. Bagi saya, perdebatan terkait isu ini sama sekali tidak substansial.
Jika ayam tersebut memang layak untuk dipersoalkan, bukankah rumah jagal hewan jauh lebih layak untuk ditutup? Jika karena ayam saja diributkan, mengapa dulu, mengarak kerbau hingga istana negara lalu menempelkan foto SBY di pantatnya, semua orang biasa-biasa saja?
Lagipula, pasal penghinaan presiden sudah dibatalkan oleh MK karena bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia yang diatur dalam UUD 1945.
Mengapa sejak dalam pikiran, kita terbiasa untuk tidak berkeadilan? Atau memang, kita menikmati dipermainkan?
Bagi saya, rakyat yang terpinggirkan, keadilan yang diabaikan, penistaan yang dibiarkan, itu lebih layak untuk diperjuangkan.
Rezim yang tak berperasaan, elit yang kelewatan, penista yang berkeliaran, semua itu juga jauh lebih layak untuk dilawan.
Allahu a'lam.
0 notes
Text
Warga Desa Gersik Putih 'Sandera' Exsafator Penggarap Tambak Garam
SUMENEP, detikkota.com – Gejolak penolakan warga atas pembangunan tambak garam di kawasan pantai Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur semakin memanas. Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Menolak Reklamasi (Gema Aksi) menghentikan paksa aktivitas penggarapan tambak dengan ‘menyandera’ alat berat exsafator dari lokasi, Jumat (14/4/2023). Warga juga protes…
View On WordPress
0 notes
Text
Warga Gresik Putih Minta Komisi II DPRD Sumenep Hentikan Penggarapan Tambak Garam
SUMENEP, detikkota.com – Sejumlah warga Desa Gresik Putih, Kecamatan Gapura yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Menolak Reklamasi (Gema Aksi) melakukan audiensi dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Kamis (16/3/2023) siang. Mereka meminta wakil rakyat itu turun tangan agar penggarapan tambak garam yang dinilai meresahkan warga dihentikan. Juru…
View On WordPress
0 notes
Text
Pantai untuk Tambak Garam Bersertifikat, GEMA AKSI Akan Datangi BPN Sumenep
SUMENEP, detikkota.com – Ketua Gerakan Masyarakat Menolak Reklamasi (GEMA AKSI) Amirul Mukminin menyampaikan, aksi menolak rencana pembangunan tambak garam sudah sering dilakukan oleh warga. Sejauh ini, belum ada tanda-tanda dari Pemdes Gersik Putih dan pemilik modal untuk mengurungkan niatnya menggarap Pantai Keris itu menjadi lahan tambak garam. Padahal, pantai itu menjadi jantung kehidupan…
View On WordPress
0 notes
Text
Duh! Gara-gara Ahok Penistakan Agama, Indonesia Jatuh Citranya dimata Dunia. Pengamat: Seolah-olah umat Islam di Indonesia intoleransi dan radikal.
Duh! Gara-gara Ahok Penistakan Agama, Indonesia Jatuh Citranya dimata Dunia. Pengamat: Seolah-olah umat Islam di Indonesia intoleransi dan radikal.
Harianpublik.com – Kasus penistaan Al Quran oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah menjatuhkan citra negara dan bangsa Indonesia di dunia internasional. Seolah-olah umat Islam di Indonesia intoleransi dan radikal. Hal itu tidak bakal terjadi jika sejak awal aparat penegak hukum gagal menjalankan tugasnya.
Kasus penistaan agama sebenarnya hanya satu dari sekian banyak kasus hukum yang melibatkan Ahok. Hal itu disesalkan jurubicara Presiden era Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Adhie M Massardi, di Jakarta, Jumat (12/5/2017) malam.
Menurut Adhie, kondisi saat ini muncul akibat kegagalan penegak hukum dalam menjalankan tugasnya terkait berbagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Ahok. Ada banyak indikasi pidana yang melibatkan Ahok tetapi didiamkan baik oleh KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung.
Adhie mengungkapkan, KPK tidak aktif mengusut dugaan tindak pidana korupsi di Balai Kota yang melibatkan Ahok. Seperti, kasus reklamasi, Transjakarta, Rumah Sakit Sumber Waras, pembelian lahan Cengkareng, dan trilunan rupiah dana nonbudgeter setoran dari para pengembang. Juga penggusuran rumah warga.
Padahal, kata Adhie, hampir semua kasus besar yang ditangani KPK di luar operasi tangkap tangan berasal dari hasil audit BPK. Tapi giliran audit BPK melibatkan Ahok, KPK menolak mengusutnya. “Kalau saja dari awal KPK masuk ke ranah ini dan tidak takut dengan dasar lebih mementingkan kemaslahatan bangsa dan kelangsungan NKRI, pasti tidak akan muncul penistaan agama dan kasus-kasus lainnya,” papar Adhie.
Hal yang sama dipertontonkan Polri. Menurut Adhie, kalau saja Polri betul-betul menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum, mestinya mereka memproses kasus Ahok tanpa harus menunggu aksi-aksi besar dari umat Islam. “Tapi yang terlihat tidak begitu. Muncul kesan kuat polisi malah membiarkan dan melindungi Ahok,” katanya.
Begitu juga dengan Kejaksaan Agung. Korps Adhyaksa di bawah kendali HM Prasetyo yang bekas pentolan Partai Nasdem, tidak berani menahan Ahok selama proses persidangan kasus penistaan agama berlangsung, sebagaimana dilakukan terhadap terduga penista agama lainnya seperti Arswendo Atmowiloto, Permadi, dan Lia Aminuddin. Belakangan, jaksa malah membuat kontroversi dengan membuat tuntutan ringan.
Penggagas Gerakan Indonesia Bersih (GIB) mengatakan, dirinya bersama sejumlah tokoh dan aktivis berupaya menetralisasi isu keagamaan yang mungkin muncul di balik aksi-aksi umat Islam dengan turut terlibat di dalamnya. Namun sayangnya, upaya ini malah dimentahkan oleh kepolisian dengan tuduhan makar. Nama-nama seperti Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet dan beberapa aktivis lainnya diciduk, ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan.
Adhie mengingatkan, citra negatif Indonesia yang muncul saat ini di dunia internasional sebenarnya sudah dingatkan jauh-jauh hari oleh mantan Menko Maritim Rizal Ramli. Lewat opininya di media ekonomi ternama di dunia yang terbit di New York. ‘The Wall Street Journal’, Rizal membaca fenomena muslim Indonesia dicitrakan tidak toleran.
Ketika itu Rizal menulis, orang luar hanya tahu Ahok memiliki posisi sulit sebagai politisi dari etnis Cina dan beragama Kristen, serta memimpin Ibu Kota di negara yang mayoritas penduduknya muslim. “Tapi semuanya sudah terjadi. Untuk menjelaskan integritas dan citra bangsa Indonesia yang sebenarnya, sekarang aparat hukum harus betul-betul berjalan di rel hukumnya.
Adhie berpendapat, kini saatnya bagi KPK masuk ke korupsi di Balaikota yang melibatkan Ahok, agar masyarakat terbuka bahwa orang ini bukan orang bersih. Jadi upaya penokohan seseorang dengan upaya manipulatif dan rekayasa sudah harus dihentikan,” tukas Adhie. -teropongs Sumber : Source link
0 notes
Text
Buzzer Ahok Kewalahan Hadapi Isu 'Al-Maidah'
Buzzer Ahok Kewalahan Hadapi Isu 'Al-Maidah'
Dian Paramita sesenggukan di kamarnya. Pandangannya tidak lepas dari layar iPhone yang memutar video pidato kekalahan Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Tangisnya mereda sebentar setelah video usai, lalu kembali mendera ketika membaca berita kekalahan sang jagoan di Pilkada DKI Jakarta. Dalam hasil cepat lembaga-lembaga survei, Ahok terpaut jauh dengan pesaingnya, Anies Baswedan, selisihnya di atas 5 persen.
“Kemarin itu itu langit gelap, hujan deras, sendiri juga di apartemen, jadi perpaduan yang pas, menangislah aku semalaman,” kata Paramita kepada saya, Kamis lalu.
Mimit, sapaan Dian Paramita, adalah pendukung Ahok yang punya pengaruh di media sosial. Dalam Pilkada yang berjalan selama enam bulan terakhir, ia kerapkali mengampanyekan hasil kerja Ahok di Jakarta. Ia pernah seharian mengikuti kegiatan Ahok dan menulis pengalaman itu di blognya. Tak lupa diselipi swafoto makan bareng Ahok.
Aktivitas Mimit mengampanyekan Ahok di media sosial bermula dari pertemuan pertama mereka dalam satu jamuan makan malam di kediaman Ahok, Maret 2016. “Pertemuan itu hanya ngobrol saja, Pak Ahok tidak minta didukung. Ini kesadaran saya sendiri mendukung, karena saya tahu Pak Ahok itu orang baik, yang lebih memilih bekerja sebagai cara kampanye.”
Sejak itu, ia mulai rajin melawan balik isu-isu tak sedap tentang Ahok yang muncul di media sosial. Mimit pun harus mempelajari soal penggusuran, reklamasi, hingga penistaan agama, lalu menyiapkan serangan balik di media sosial.
Hal macam ini tidak hanya dilakukan oleh Mimit. Ada banyak influencer yang juga melakukannya. Namun mereka, termasuk Mimit, menolak disebut buzzer, meski sejatinya mereka melakukan kerja-kerja buzzer.
“Kalau buzzer itu dibayar, kami itu sukarela,” kata Mimit yang punya akun Twitter
Joko Anwar, sutradara film yang juga punya pengaruh di media sosial, turut bergerak sebagaimana Mimit. ia sering mempromosikan Ahok sebagai calon gubernur DKI Jakarta yang ia bilang sudah terbukti bekerja nyata.
Contohnya, pada 16 April lalu, ia mencuit: “Udah terdaftar buat nyoblos? Cek yok sekarang, temen-temen. Biar bisa nyoblos Ahok Djarot. Pertahankan keberagaman.”
Pada 18 April, Joko Anwar mengajak warga Jakarta untuk menggunakan hak pilihnya. “Asaaall kita semua ke TPS. Amiinn… #BesokGueAhok”
Joko juga kerap meretwit informasi dari akun-akun pendukung Ahok lain seperti Teman Ahok dan media center Ahok-Djarot. “Itu cara yang secara pribadi bisa saya lakukan di tengah kesibukan pekerjaan saya,” kata Joko kepada saya.
Pasukan Siber Jasmev
Selain influencer seperti Mimit dan Joko, Tim Ahok-Djarot juga memiliki pasukan khusus yang bekerja di dunia maya. Pasukan itu dinamai Jakarta Ahok Social Media Volunteers (Jasmev).
Hariadhi, penggiat Jasmev, mengklaim sampai pencoblosan putaran kedua, mereka memiliki 200 ribu pasukan sukarela yang gentayangan di dunia maya.
Para sukarelawan ini ditampung dalam grup-grup WhatsApp berdasarkan wilayah. Di dalam grup ini mereka saling berbagi informasi dan berdiskusi bagaimana mengatur materi kampanye di media sosial, baik Facebook maupun Twitter.
Model kampanye yang sering mereka lakukan adalah menunjukkan klaim hasil kerja nyata Ahok melalui foto, video, dan cerita. “Contohnya sungai, kita foto before dan after. Dulu kotor, setelah Ahok jadi gubernur, bersih,” ujarnya.
Cara lain dengan mengenalkan program-program Ahok kepada masyarakat lewat sentuhan poster digital dengan desain menarik dan mudah dipahami. Mereka bekerja dengan bebas memilih isu yang dianggap menarik.
Namun, mereka juga melawan balik isu-isu yang menyudutkan Ahok. Misalnya isu penggusuran di Kalijodo, lokasi prostitusi di Jakarta Barat, Jasmev melawan isu itu dengan mengunggah foto dan video pemandangan Kalijodo yang rapi dan bersih sesudah digusur.
Pasukan Jasmev bekerja lebih massif ketimbang pasukan siber bentukan Anies-Sandi. Tim operator media sosial Anies-Sandiaga hanya 25 orang, menurut Reiza Patters yang punya akun Twitter dengan 11,5 ribu pengikut (per 21 April). Di kubu paslon 3 ini pun ada komedian tunggal Pandji Pragiwaksono (1,02 juta pengikut per 21 April).
“Dua puluh lima orang itu khusus operator saja. Kalau riset data, isu, dan desain sama foto video sudah ada sendiri. Selebihnya organik,” ujar Reiza kepada saya, Kamis kemarin.
Meski dari jumlah kalah jauh, bukan berarti tim Anies kalah. Mereka justru mendapatkan kemenangan karena para buzzer Ahok kelimpungan menghadapi isu penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Ahok.
“Kami tidak pernah menggunakan isu SARA, kalaupun ada itu adalah pendukung Anies di luar tim yang tidak bisa kami kendalikan. Kami hanya fokus di program kerja Anies dan mengkritisi program serta kinerja Ahok,” ujar Reiza.
Kekalahan para buzzer Ahok itu terlihat dari hasil exit poll Indikator Politik Indonesia pada 19 April kemarin. Di sana terbaca lebih banyak pemilih Anies Baswedan berdasarkan akses media ketimbang pendukung Ahok.
Pemilih Anies-Sandiaga yang mengakses media sosial setiap hari sebanyak 47 persen, sering mengakses 43 persen, dan jarang mengakses 48 persen. Sebaliknya pemilih Ahok-Djarot yang mengakses media sosial setiap hari sebanyak 42 persen, sering mengakses 41 persen, dan jarang mengakses 36 persen.
Kampanye Negatif Al-Maidah 51
Gencarnya gelombang protes apa yang disebut Aksi Bela Islam bermula dari ucapan Ahok mengutip Surat Al-Maidah ayat 51 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Ahok mengatakan bahwa lawan-lawan politiknya memakai salah satu ayat dalam Alquran ini buat menyerang dirinya karena identitas ganda sebagai Kristen dan Tionghoa. Di hari yang sama, orang yang bernama Buni Yani mengunggah sebagian rekaman video Ahok di Pulau Pramuka lewat akun Facebook.
Pada 4 November, gelombang protes besar terkonsentrasi di pusat ibukota, dengan tokoh politik dari PKS maupun Gerindra—partai pengusung pasangan Anies-Sandiaga—seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon serta tokoh massa agama seperti Rizieq Shihab, Imam Besar Front Pembela Islam.
Aksi jalanan yang disebut “411” ini menuntut Ahok dipidanakan dan dipenjara karena dituduh telah melakukan penistaan agama. Ia membawa Ahok ditetapkan tersangka oleh Kepolisian Republik Indonesia pada 16 November dan, hingga kemarin, dalam persidangan Ahok, tuntutan jaksa terhadapnya adalah setahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Perjalanan kasus Ahok tersebut membuat para buzzer Ahok kelimpungan, klaim mereka. Serangan di media sosial kepada Ahok karena kasus itu menjadi bagian yang sulit ditangkal dengan taktik menunjukkan kinerja Ahok.
Itu diakui oleh Joko Anwar, Dian Paramita, dan Hariadhi, yang kerap menerima tudingan kafir. Mimit, misalnya, pernah diserang dengan tudingan ia beragama Kristen yang tidak suka dengan Islam.
“Al-Maidah itu paling susah, karena itu sudah bicara soal keyakinan orang, kepercayaan. Jadi levelnya meyakinkan mereka itu seperti mengajak orang pindah agama,” ujar Mimit.
Joko dan Hariadhi mengakuinya. Mereka berkata, saban kali mereka bisa meredakan tuduhan-tuduhan anti-Islam, di lapangan justu sebaliknya: demonstrasi terus digelar buat menyerang Ahok dan imbasnya menguatkan kembali tensi di media sosial. Tuduhan jagoan mereka sebagai “penista agama Islam” makin menguntungkan tim Anies-Sandiaga di putaran kedua yang telah menyisihkan pasangan Agus Harimurti-Sylviana Murni.
“Sudah sehalus mungkin gimana caranya agar orang mau mendengar dulu, setelah itu baru ikut. Tapi faktanya enggak, ada kebencian yang disulut,” kata Joko.
Jasmev mengalami kesulitan membalasnya, klaim Hariadhi. “Kita enggak menggunakan cara yang sama seperti yang dilakukan mereka kepada Ahok,” ujarnya.
Bagian pembingkaian agama ini yang membuat Joko Anwar agak tidak ikhlas dengan hasil Pilkada. Kemenangan Anies dengan kampanye brutal, katanya, membuat kekalahan Ahok menjadi terasa lebih pahit.
“Saya ikhlas menerima Anies sebagai gubernur Jakarta, tapi bagian yang menyakitkan kemenangan itu dilakukan dengan cara yang seperti itu,” ujar Joko.
Sementara bagi Mimit, pertempuran di Pilkada menyisakan dua kesedihan. Pertama, kekalahan Ahok yang dinilainya hanya karena masalah agama serta ras; kedua perselisihan antara dia dan teman-teman seprofesi yang beda kubu, seperti Pandji.
“Tulisan saya terakhir untuk Pandji itu berat sekali. Saya harus melawan orang yang selama ini saya sayangi, yang dulu pernah bersama-sama berjuang untuk keberagaman,” tuturnya.
[Catatan: buat pembanding klaim pendukung Ahok, sila baca “Mayoritas Warga Miskin Memilih Anies-Sandiaga”]
Sesudah Kekalahan Ahok
Meski Pilkada telah usai, tetapi bukan berarti para buzzer sukarela menyarungkan perhatian mereka yang sifatnya lebih personal, yang lebih berperan secara psikologis menautkan mereka dengan Ahok
Joko Anwar, misalnya, punya pandangan berbasis ketakutan kalau masyarakat Indonesia akan lebih intoleran, dengan contoh gerakan ‘Al-Maidah’ mampu menjegal Ahok. Dengan jualan yang sama, katanya, intoleransi bisa merembet ke daerah-daerah dan tidak menutup peluang pesan rasisme dalam demonstrasi anti-Ahok bisa direplikasi di pesta demokrasi lain.
“Saya tentu tidak akan mengganggu Anies, saya akan dukung,” kata Joko. “Tapi saya tidak percaya lagi sama Anies dan Sandi karena mereka sudah menggunakan isu intoleransi dalam politik. Tidak bisa diharapkan. Tapi saya tetap akan pantau ini, memastikan tidak merembet.”
Jasmev, usai kekalahan calon yang diusungnya, secara struktur sudah pasti membubarkan diri setelah Pilkada. Namun, Hariadhi mengatakan tidak menutup kemungkinan ada relawan yang masih terus mengawal Ahok sampai akhir masa jabatan pada Oktober mendatang.
“Saya akan kembali kerja seperti biasa, tapi tetap sebagai warga Jakarta ingin kota Jakarta maju. Karena itu mengawasi pemimpin baru tetap harus dilakukan,” ujarnya.
Sementara bagi Mimit; ia bertekad mengampanyekan kerja-kerja Ahok hingga akhir masa jabatan. Dalam waktu sisa enam bulan ini, ia akan berupaya membuat warga Jakarta menyesal karena menyingkirkan Ahok.
“Saya mau bikin mereka menyesal tidak memilih Ahok,” tandasnya.
[tirto]
Sumber : Source link
0 notes