#gaun malam
Explore tagged Tumblr posts
Text
Kamu, Kematian Kecilku.

Sejujurnya, aku tidak tahu harus menulis apa.
Aku tidak tahu ingin menulis apa. Kisah kita sudah selesai bertahun-tahun yang lalu, dan seharusnya saat ini, aku sudah berhasil melupakanmu. Seharusnya saat ini, aku sudah berhasil melepaskanmu. Aku tidak tahu apa yang membuatku masih belum berhasil melupakanmu, namun aku tahu bahwa kamu sudah tidak seharusnya menjadi bayangan yang aku gambarkan ketika aku sedang berpikir tentang cinta–bahagia–selamanya. Sebab, mengapa kamu masih menjadi orangnya? Kamu sudah menghancurkanku, dan aku pun sudah menghancurkanmu. Kisah kita memang singkat, namun kita telah melalui badai yang cukup hebat. Mengapa aku tak kunjung mampu melupakanmu?
Di hari-hari di mana aku mengingat wajahmu, aku juga mengingat sentuhan-sentuhan kecil kita. Aku mengingat ucapan-ucapan kecilmu yang manis, yang masih dengan sadar aku beri senyuman kala ia mendatangi malam-malamku yang sepi. Sungguh begitu bodoh, bukan? Ucapku di dalam hati penuh penyesalan. Namun aku tahu, aku akan mengulanginya lagi ketika wajahmu kembali mendatangiku. Sampai aku bosan. Sampai mataku memerah sebab ternyata air mataku tengah diam-diam menyeberangi pipiku. Mengapa aku tak kunjung mampu melupakanmu?
Di manakah letak memori-memori tentangmu mengendap? Adakah ia bersembunyi di balik ketiak gaun bunga-bunga merah muda yang pernah kau hadiahkan kepadaku—ataukah ia sebenarnya masih ingin bertengger di langit-langit kamarku layaknya hantu penghuni kamar yang tidak mau diusir? Ada banyak hantu di dalam hidupku, biasanya mereka bersembunyi di balik kepalaku. Beberapa tahun ke belakangan, aku menyadari kalau kamu telah menjadi salah satu dari mereka.
Sumpah demi Tuhan, dan demi mimpi-mimpi kita yang telah hancur, aku sungguh lelah. Aku sungguh amat lelah. Aku telah mencari-cari tangan-tangan baru. Aku telah mencari kehangatan-kehangatan baru. Belum ada satu pun dari mereka yang mampu memberiku kehangatan, sebagaimana kedua tanganmu pernah menyentuhku. Belum ada satu pun dari mereka yang mampu membasuh luka-lukaku, sebagaimana bibirmu mencium tangisan-tangisanku. Kamu memang berakhir menjadi lukaku yang lain, namun tak bisa kupungkiri bahwa kamu juga pernah menjadi tempat yang aman di mana aku memulangkan kesedihan-kesedihanku. Atau setidaknya, begitulah yang aku rasakan ketika aku masih bisa mendekap harum hoodie favoritmu.
Entah sudah berapa ember air mata yang kutumpahkan. Di titik ini, mereka seperti saksi-saksi hidupku yang memalukan, yang membuatku terus bertanya-tanya, sampai kapan aku harus mengemban berat wajahmu yang pudar. Aku seperti manusia yang tidak punya kendali atas dirinya sendiri, dan bagiku, itu sungguh lucu. Bagi teman-temanku, itu juga sungguh lucu. Sebab, aku dan teman-temanku selalu berpikir bahwa aku adalah seorang wonder woman. Bahkan, beberapa teman laki-lakiku mengira aku adalah perempuan yang tidak pernah menangis. Aku adalah teman perempuan mereka yang tangguh, yang selalu tahu bagaimana caranya menghadapi hari dengan senyum sumringah, dan candaan-candaanku yang gila. Sungguh lucu, bukan? Bagaimana bisa seorang perempuan tangguh menangis berember-ember hanya karena sebuah kisah cinta yang bodoh.
Akhir-akhir ini aku jadi menyadari kalau mungkin sebenarnya, akulah yang bodoh. Bukan kisah cinta kita, bukan juga dirimu yang pernah membuatku mengumpat-umpat sebab aku tidak percaya telah jatuh cinta pada seorang laki-laki sepertimu. Kamu yang jauh dari nilai standarku. Kamu yang jauh dari laki-laki impianku. Kalau aku bertanya pada mereka yang membaca tulisan ini, mereka pasti akan mengamini kalau akulah Si Bodoh itu. Namun, persetanlah dengan diriku yang bodoh. Sebab ibuku bilang, tidak ada perasaan yang salah. Ibuku bilang, perasaan tidak bisa disalahkan, meski kita menganggap keberadaannya terlalu hina untuk kita akui. Ibuku bilang, ia mengerti dan memaklumi kalau anak perempuannya pernah menaruh hati pada seseorang yang jauh dari bayangannya.
Ibuku memang halus dan sungguh menyayangiku. Kamu pun tahu itu. Kamu pun dulu sangat menyukai ibuku. Nah, sekarang, bagaimana aku harus mengakhiri tulisan ini? Aku menahan malu ketika menulis ini. Meskipun aku tahu, kemungkinan kecil kamu akan membaca tulisanku. Meskipun aku tahu, kemungkinan kecil orang-orang akan tahu, sosok siapa yang sedang aku tangisi. Ya, kamu. Sosok yang pernah amat aku sayangi. Lihat, sayang, betapa aku masih bertingkah sangat bodoh dan memalukan di depan banyak orang. Aku sudah berubah, namun juga tidak terlalu banyak berubah. Aku masih sering membuat orang-orang di sekitarku merasa kesulitan saat menghadapiku. Sebagaimana dulu kamu pernah bilang, kalau aku adalah kekasih yang terlalu overwhelming buatmu. Ya, kamu. Kematian kecilku.
Bagaimana aku harus mengakhiri tulisan ini? Bagaimana aku harus mengakhiri penderitaanku ini? Aku tidak pernah membayangkan kalau aku akan dibuat sebegitu menderitanya hanya karena seseorang. Kalau kamu mengira ini adalah sebuah pencapaian, maka kamu telah salah besar. Sebab, sampai hari ini, kamu tetaplah kematian kecilku. Kematian kecilku yang pernah membuatku susah payah mencari gairah hidupku kembali. Kematian kecilku yang pernah membuatku kehilangan kepercayaan pada semua laki-laki di sekitarku. Kematian kecilku yang pernah membuatku berpikir kalau sebaiknya, aku tidak usah merasakan indahnya jatuh cinta lagi.
Kamu, kematian kecilku. Aku masih bisa merasakan sentuhan-sentuhan kecilmu di setiap sudut tubuhku. Aku masih bisa mendengarkan bisikan-bisikan manismu di balik bantal, gulingku. Aku masih bisa mencecap kebohongan-kebohongan pahitmu merayap di dinding-dinding rumahku. Kamu, kematian kecilku, yang ingin kukubur dalam-dalam di pusaran kegelapanku. Yang ingin kulempar jauh-jauh ke jurang kehampaanku, dan yang—sumpah demi Tuhan—ingin kumusnahkan selamanya, sampai waktuku telah habis sepenuhnya.
━ Zalfaa Daughtervy
#tulisanzalfaa#prosa#puisi#sajak#tulisan#sedih#patah hati#puisi sedih#cerita sedih#heartbroken#bucin#gagal move on#galau
25 notes
·
View notes
Text
A Royal Promise: Eleanor & River's Next Chapter

River tahu sejak awal bahwa Eleanor bukan tipe yang menginginkan lamaran megah di depan ratusan orang dengan banyak kamera yang mengarah padanya. Dia tidak butuh kemewahan, tidak perlu ribuan kelopak mawar atau orkestra yang mengiringi momen mereka. Yang Eleanor butuhkan hanyalah ketulusan, sesuatu yang intim—yang hanya menjadi milik mereka berdua.
Jadi malam ini, River mengatur makan malam pribadi di sebuah restoran mewah di Jakarta, sengaja menyewa satu restoran itu agar tak ada yang mengganggu mereka. Tidak ada tamu lain, hanya mereka, meja dengan lilin yang menyala lembut, dan jendela besar yang memperlihatkan gemerlap kota di kejauhan. Musik jazz mengalun pelan di latar belakang, menciptakan suasana yang begitu hangat dan romantis tentunya. River ingin Eleanor tak akan pernah melupakan malam yang indah ini, ia ingin momen ini membekas di ingatan sang pujaan hati.
Karena River akan menyampaikan janji suci untuk mengikat putri mahkota itu ke dalam hubungan yang lebih serius lagi. Bermodalkan restu dari sang raja dan juga cincin berlian di dalam kotak merah beludru yang ia bawa, River sudah sangat siap tentunya.
Eleanor duduk di seberang River, mengenakan gaun elegan berwarna biru tua yang membuat matanya semakin bersinar, rambut panjangnya tergerai dengan begitu menawan. Mereka berbicara seperti biasa—tentang pekerjaannya, tentang betapa ribetnya protokol kerajaan, tentang bagaimana dia ingin lebih lama tinggal di Indonesia agar bisa terus bertemu sang kekasih setiap harinya.
River mengamatinya dengan penuh perasaan. Betapa mudahnya Eleanor membuatnya jatuh cinta lagi dan lagi, seolah setiap momen bersamanya adalah pertama kali.
River masih senantiasa mendengarkan dengan senyum kecil, jari-jarinya mengusap punggung tangan Eleanor dengan lembut dan setelah beberapa saat, setelah gadisnya selesai dengan ceritanya ia akhirnya berbicara.
"Baby," panggilnya, suaranya sedikit lebih dalam dari biasanya.
Eleanor menatapnya, kepalanya sedikit dimiringkan. "Hmm?"
River menatapnya begitu dalam sebelum ia menarik napas. Dia tidak gugup, tapi ada sesuatu yang bergetar di dadanya. "You know I love you, right?"
Eleanor tersenyum kecil. "Yeah, i know baby. Isn't that obvious?"
Figur april itu terkekeh lembut lalu perlahan berdiri dari kursinya. Dia tidak melepaskan genggaman tangannya, bahkan saat dia perlahan turun berlutut di hadapan Eleanor buat sang tuan putri mematung di tempat, matanya membesar, dan napasnya tertahan seolah otaknya masih memproses apa yang terjadi sekarang.
River membuka sebuah kotak beludru kecil dengan cincin berlian di dalamnya yang tentunya harga dari cincin itu setara dengan satu rumah. Tapi bukan cincin itu yang membuat Eleanor terdiam—melainkan tatapan River yang begitu dalam, seolah seluruh dunia menghilang dan hanya menyisakan mereka berdua.
"Eleanor," suara River terdengar lembut, penuh ketulusan. "You're the home i've always wanted to come to, the light that always makes everything feel clearer. I know i can live this life without you, but i don't want to. I don't want a world where you're not part of my life."
Eleanor menutup mulutnya, air mata mulai menggenang di sudut matanya, tutur kata sang pujaan benar-benar langsung menyentuh hatinya.
"I want to love you in every morning we have. I want to hold your hand on every journey, laugh at the little things, share a cozy silence, and be by your side in every joy and sorrow." River tersenyum kecil, suaranya sedikit bergetar. Dua netra itu memandang tepat pada mata sosok cantik yang berada di hadapan.
"I don’t want a life where you’re not in it, you should be a part of my life. You drew memories in my mind i could never erase, you painted colors in my heart i could never replace." Sambungnya, kali ini suaranya terdengar lebih tenang dan penuh keyakinan. "You’re my home, my safest place. I will love you even on bad days when you feel unlovable. So, Eleanor Victoria... will you marry me?"
Air mata akhirnya jatuh di pipi Eleanor. Dia tertawa kecil, menutup wajahnya dengan tangannya sejenak sebelum akhirnya mengangguk berulang kali.
"How could i say no? Of course i want baby." Suaranya pecah, namun senyum di wajahnya tidak pernah hilang.
River tertawa lega sebelum menyelipkan cincin itu ke jari Eleanor. Tangannya sedikit gemetar, tapi hatinya terasa penuh. Saat dia akhirnya berdiri, Eleanor langsung menariknya ke dalam pelukan erat, seolah dia tidak ingin melepasnya lagi.
"Now you’re officially mine," bisik River di telinga sang kekasih buat Eleanor tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
"Aku selalu jadi milikmu," balas Eleanor, suaranya lembut di dada River.
River mengecup puncak kepalanya, menutup matanya sejenak, merasakan momen ini sepenuhnya. "And I’ll spend the rest of my life proving that I’m yours too."
Malam itu, tanpa sorotan kamera, tanpa tepuk tangan dari orang asing, hanya ada mereka berdua—dan sebuah janji yang akan mereka genggam selamanya.
Eleanor tetap dalam pelukan River, merasakan detak jantungnya yang tenang dan familiar. Dadanya naik turun dengan ritme yang sama, seolah dunia akhirnya selaras, seolah inilah tempat di mana dia seharusnya berada.
Di luar, kota masih berdenyut dengan kehidupan, lampu-lampu gedung berkelap-kelip seperti bintang yang turun ke bumi. Tapi bagi mereka, malam ini hanya milik mereka berdua. Tidak ada yang lain—hanya cinta yang mengalir tanpa perlu kata-kata berlebihan, hanya keyakinan bahwa sejak awal, sejak hari pertama mereka bertemu, ini adalah akhir yang selalu mereka tuju.
Dan mungkin, bukan hanya akhir. Mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar—sebuah perjalanan panjang yang akan mereka jalani bersama, tangan dalam tangan, selamanya.
3 notes
·
View notes
Text
Dia Anggellina
Di kedalaman laut 250 meter
Jantung saya semakin melambat
Warga ikan mengerubungi raga saya, mereka kira saya adalah makanan dari Neptunus
Dalam pandangan yang samar saya melihat kamu diruangan yang penuh cahaya
Untuk siapa perasaan ini?
Saya melihat kamu dengan kamera ditangan, sedang saya disebelahmu menjadi objek fotonya
Untuk siapa perasaan ini?
Saat dunia seolah menarik saya dalam film lapuk. Disana duduk engkau dengan gaun mera muda dan saya, agak kumal sambil membawa nampan berisikan cangkir teh. Sore itu kita berbicara tentang tentara Jepang dan sekutu. Wajahmu sangat gelisah Nona, seperti esok atau nanti malam, peluru akan menembus dadamu
Untuk siapa perasaan ini?
Seseorang yang sudi saya lihat gelap dan terangnya, yang saya lihat dia kuat setengah mati sementara semesta menghajarnya nyaris mati
Untuk engkau, Nona. Perasaan ini untuk engkau
Tak apa kau lemah Nona, atau menangis duaratus jam, saya disini bersedia engkau maki saat hatimu terbakar marah, bangunkan saya tepat pukul dua pagi hanya untuk menceritakan mimpi takutmu
Hanya engkau, dimana perasaan ini berlabuh
Cukup engkau, tak perlu saya melihat arah hulu dan hilir, laut menemukan ombaknya, biar saya rayakan semua tentang kamu, di kehidupan manapun, di dunia manapun, saya tau bahwa saya akan selalu berdiri ditempat yang sama, menatap cintanya, yaitu kamu.

3 notes
·
View notes
Text
Amazing
---
"Ma, aku mau baju baru kayak punya kak Devi," rengek Dita pada mamanya.
"Baju baru kak Devi bagus, kayak tuan puteri," lanjutnya.
Dahi mama Dita berkerut seketika. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sementara suara takbir masih bersaut-sautan antar masjid. Malam lebaran haji dengan cuaca yang cerah.
Setelah berpikir beberapa waktu, teringat kain putih yang masih tersimpan di lemari baju. Sedianya akan digunakan untuk blouse tapi belum sempat membawa ke penjahit.
Segera dibukanya lemari dan mencari kain dimaksud diantara tumpukan baju. Tumpukan pertama dan kedua sudah disortir, tidak ditemukannya kain putih itu. Tangannya sudah di atas tumpukan baju ketiga, saat teringat tempat menaruh kain putih itu.
Tumpukan kain paling bawah!
'Ya, kemarin kutaruh bersama dengan kain-kain lain yang belum dijahit,' batinnya bermonolog.
Akhirnya, ketemu juga kain putih itu. Selain kain putih itu, ditemukannya juga kain Chiffon putih yang bagus untuk lapisan luar baju.
Segera dibuatnya pola gaun anak dari kertas koran, kemudian dipasang di atas kain satin putih. Dipotongnya kain mengikuti pola. Tak lupa dilebihkan 2 cm untuk jahitan.
Pepatah mengatakan: 'tak ada rotan, akar pun jadi.' Tak ada mesin jahit, jahit tangan pun jadi lah. Dijahitnya gaun Dita itu dengan teliti dan rapi. Lelah dan kantuk hilang saat bekerja demi orang yang kita cintai.
Tak terasa, jarum jam dinding sudah menyatu, menunjuk angka 12. Tengah malam!
Dan, taraaaaaa....
Jadilah gaun putih dengan lapisan Chiffon yang anggun. Renda dan pita biru muda menghiasi pinggang. Tak hanya gaun yang dijahit mama Dita. Lengkap dengan jilbab putih dengan ikatan karet, bak mahkota. Cantik!
Usai disetrika, digantungnya satu set gaun putih itu di kamar Dita. Besok pagi, saat dia bangun, pasti gaun itu yang terlihat pertama kali.
Mama Dita pun merebahkan badannya di pembaringan setelah membereskan semua peralatan menjahitnya. Masih ada tiga setengah jam lagi menuju subuh. Masih cukup waktu untuk tidur sejenak.
"Mama...!!"
Sebuah lengkingan kecil membelah pagi, mengalahkan gema takbir yang berkumandang di luar rumah. Mama Dita pun terbangun dan mengusap matanya yang terasa sepet karena kurang tidur.
Dita masih terkesima dengan gaun putih bak tuan puteri yang tergantung di pegangan pintu lemarinya. Seperti tak percaya, diusapnya kedua mata berulang kali. Dipegangnya gaun itu perlahan, memastikan bahwa dia tidak sedang bermimpi.
Mama Dita tersenyum bahagia, melihat anak semata wayangnya senang melihat gaun hasil jahitan tangannya semalaman. Dihampirinya Dita seraya mengajaknya mandi. Bersiap untuk salat Idul Adha di lapangan dekat rumah.
"Mama... terima kasih," bisik Dita, "ini gaun paling indah di dunia," lanjutnya dengan mata berkaca-kaca.
Dipeluknya mama yang telah mengabulkan permintaannya kemarin. Sungguh, benar-benar gaun yang lebih indah dari angan-angannya. Mama Dita pun tersenyum, melihat putrinya berlenggang lenggok sambil memegang pinggir gaunnya. Tuan putri kecil yang cantik.
"Ayo, kita berangkat!" Tiba-tiba suara papa Dita dari balik pintu mengagetkan ibu dan anak yang sedang berpandangan itu.
"Waow! Tuan puteri papa yang cantik!" seru papa Dita mengagumi gaun yng dipakai Dita.
"Kapan mama beli gaun ini?" tanya papa pada mama.
"Mama jahit sendiri, Papa. Mamaku hebat!" seru Dita sambil mencium pipi mama Dita kegirangan. Papa Dita memandang takjub, seolah tak percaya bahwa gaun itu buatan tangan isterinya.
'Ternyata benar kata orang selama ini, bahwa isteriku pintar menjahit,' batinnya bermonolog.
2 notes
·
View notes
Text
MAKAN MALAM
/1/
Kali pertama kita makan berdua, aku mengenakan gaun merah muda yang kubeli tiga jam sebelum kita bertemu. Aku ingin tampil sempurna di pertemuan yang membuat hatiku begitu bahagia meskipun kutahu pasti perutku tidak akan terisi sempurna. Kugerai pula rambutku dan kukenakan pewarna bibir merah padahal sebelumnya aku tidak pernah mengenakannya.
/2/
"Dengan siapa aku sedang makan sekarang?" Kamu mengaku hampir saja tidak mengenaliku karena perubahan penampilanku yang sangat drastis. Kamu bilang beruntung aku tidak mencukur alisku yang tebal. Aku tidak tahu apakah harus senang atau sedih sesaat sebelum kamu bilang aku cantik apa adanya. Meskipun baru pertama kali aku begitu, kamu nyaman dengan pemandangan yang menemanimu sampai makanan di atas meja habis.
/3/
Kamu menceritakan betapa kamu jatuh hati kepadaku sejak pertama kali kita bertemu di perpustakaan dan harus duduk semeja karena meja yang lainnya sudah penuh. Aku ingat pada saat itu kita tidak mengobrol. Bahkan aku tidak ingat persis seperti apa rupamu. Mungkin saja kamu diam-diam mencuri pandang dan jatuh hati dengan senyumku yang manis.
/4/
Kita hanya memesan beberapa menu, tetapi sangat lama habis karena kita begitu asyik mengobrol. Kamu bilang kamu pernah menjadi rajin mengunjungi perpustakaan untuk melihat apakah kamu bisa menemukan aku di sana. Kita tidak pernah bertemu di sana lagi karena aku makin sibuk dan tidak sempat berkunjung. Sayang sekali karena jika kita bertemu waktu itu, mungkin kita akan lebih cepat makan bersama seperti saat ini.
/5/
Kamu mengeluarkan sebuah kotak yang sudah dibungkus dengan kertas bermotif hati. Benda berharga yang tersembunyi di dalam kotak itu adalah sebuah jam tangan. Katamu itu adalah sebagai simbol agar aku selalu mengingatmu di setiap detik hidupku. Kamu memang pintar mengaduk-aduk perasaanku dengan bunga yang begitu menghangatkan.
/6/
"Tanpa jam pun, aku akan mengingatmu setiap kali aku bernapas."
2 notes
·
View notes
Text
Meskipun terpisah jarak ratusan kilo, aku masih mencarimu. Nyatanya meski cinta ini tetap tak terbalas, aku masih setia untuk mengagumimu.
Di sela-sela sibukku, aku masih sempat memastikan distory instagrammu, di setiap postingan yang kamu bagikan. Di sisi lainnya aku pun kerap menantikan namamu dalam viewer syoryku, ku lihat puluhan kali untuk sekedar melihat apakah kau ada di antaranya. Sekali lagi semua itu hanya untuk memastikan.
Membayangkan hidup bersamamu adalah ritual wajib sebelum tidur. Agar aku bisa terlelap dengan cepat bersebab ingin menjumpai bahagia di dalam mimpiku. Padahal aku juga tahu semua itu cerita yang ku karang sendiri, karena di dalam tidurku sungguh aku bebas mengarangmu tanpa revisi.
Kerap aganku membawamu dalam pernikahan impian, disana aku bahagia memakai gaun yang sederhana dan elegan. Semua mata memandang dengan penuh pesona keelokan kita berdua. Dekorasi kita sangat bagus, senyuman para hadirin terpancar ikut bahagia.
Tak lupa aku menaburkan bumbu romantis di dalam mimpiku, di sana seolah-olah aku bahagia sekali. Apalagi saat kamu menawarkan hidup bersama denganku, dengan skenario yang tanpa terduga. Bertambah bahagianya lagi ketika akad tiba, dan malamnya kita bercinta mesra. Bibirmu yang kerap membelai bibirku dengan lembut itu sungguh candu, lalu bersama itu pula keseluruhan tubuhku menjadi milikmu-hanya milikmu.. aku membayangkan lagi, lagi, dan lagi. Setiap saat setiap aku ingin tertidur.
Di dalam mimpi yang aku ciptakan itu, aku juga sering bercanda ketika memasak bersama ayah dan ibu mertua. Kakak dan adik iparku juga sangat perhatian. Kemudian dilanjutkan aku melahirkan kedua putri kembar yang sangat lucu, hadirnya putri kita menjadi pelengkap keluarga besar ini. Tak jarang kita juga di segani masyarakat sebab ke aktifkan kita dalam membaur dan melebur di dalamnya.
Tapi sayang. Itu semua hanya pengantar tidur dan belum tentu terjadi ketika mataku terbuka kembali.
Aku berdoa dengan doa yang masih sama setiap harinya, jika di beri kesempatan aku ingin tidur pulas tanpa membayangkan hal-hal indah. Tapi sayangnya setiap malam kepalaku terlalu riuh hingga mataku sulit terpejam. Hanya inilah cara untuk membuatku cepat tertidur pulas, bahkan aku sempat berfikir tidak mengapa jika tidak terjadi. Mimpiku terlalu indah dan rasanya tidak ingin bangun lagi,,,bangun dengan kenyataan yang sangat sulit
Apakah perasaan indah ini hanya sebatas mimpi? Tolong jawab Tuhan😭
5 notes
·
View notes
Text
Trik Makeup Pengantin Anti Luntur Mirip Luna Maya, Dijamin Secantik Bidadari
JAKARTA – Di hari pernikahan, setiap pengantin ingin tampil sempurna dari pagi hingga malam. Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga makeup agar tetap awet, segar, dan tidak ‘longor’ meski harus melewati sesi akad, foto, hingga resepsi. Luna Maya belum lama ini sudah resmi dipersunting oleh kekasihnya, Maxime Bouttier. Luna Maya pun tampil cantik di hari perniakahan dengan berbagai gaun yang…
0 notes
Text

malam itu, saat isi kepala dipenuhi dgn deadline tugas, serta tanggung jawab yg saling berkejaran disetiap harinya
saat dimana aku tidak ingin menjawab pesan2 di Wa ku, dan saat itulah kudapati sebuah notif WhatsApp yg asalnya darimu
sebuah pesan singkat namun cukup membuatku terkejut
alih-alih percaya, malahan kutanggapi dengan candaan mengejek :)
siapa yang bisa percaya, jika orang yang kutau sifat dan kebiasaanya yg sangat jauh dari kata 'ingin menikah muda', tiba2 memberiku kabar "aku mau nikah ul".
aku berupaya meyakinkan diriku sambil menanyakan kejelasan kalimatnya itu
dan ya, kutemui lagi alur cerita lain diluar batas perkiraan manusia
cukup lama aku merenung, berfikir bahwa, nyatanya Allah memang punya cara yang lebih baik dari prasangka hambaNya
siapa sangka, mba mba yang menuliskan cerita walimah sahabatnya itu, sekarang aku orangnya
fase kehidupan berpindah sangat cepat, ternyata Allah lebih melihat kesiapan pada dirinya, makanya Allah jumpakan lebih dulu
perihal hal hal lainnya, kutinggalkan prasangka baikku tentang dirinya, semata-mata karena memang Allah lebih sayang dan lebih tau kebaikan untuk dirinya ♡
perjalananku kala itu terbayarkan, sejenak meninggalkan jogja demi melihat dirinya dan gaun pengantinya
bercengkraman, berpelukan, seperti sudah sudah tiap kita berjumpa
sepertinya takpantas sekali jika aku harus menangis ditengah hari kebahagiaanya ini
kucoba kutahan air mata ini, kupancarkan senyum lebar melihat kebahagiaanya, jauh lebih bahagia dari sebelum sebelumnya
selamat ya untuk walimahnya 💐
selamat sudah menemukan teman hidup, Inshaa Allah selamanya 🥹
aku turut bahagia, dan akan terus bahagia sambil menunggu kabar baik lainnya
aku masih disini, menjalani kehidupan yang sejak dulu sering kuceritakan itu
aku berjalan dengan ridha orang tuaku diatas mimpiku Inshaa Allah, dan kamu berjalan atas ridha suamimu
-maktub, 5 bulan lalu
sekarang aku tengah menunggu kabar baik itu, semoga peri kecilmu nanti menjadi anak yg berbakti dan menjadi sumber kebahagiaanmu dunia dan akhirat, Aamiin 🤍
0 notes
Text
The Grand Galore
Nikmati gaya hidup mewah di The Grand Galore Slot dari pengembang ELK Studios . Putar 6 gulungan permainan mewah ini dan mainkan dengan hingga 1.000.000 garis pembayaran yang mencengangkan. RTP dalam permainan ditetapkan pada 96%, sementara mereka yang ingin menjadi kaya dapat mengincar hadiah utama 10.000x taruhan dan
Bersama dengan simbol bertumpuk, pemain dapat menantikan gulungan yang meluas dan putaran ulang untuk membantu membangun keseimbangan permainan mereka. Picu fitur bonus putaran gratis dan ada kemungkinan fitur Grand Synced Respin yang menguntungkan dapat aktif.
Dapatkan gaun malam terbaik Anda dan berjalanlah di karpet merah bersama kami saat kami memandu Anda melalui judul ini dalam ulasan lengkap kami. Jika Anda lebih suka bermain sendiri, langsung saja ke demo permainan gratis slot The Grand Galore yang merupakan bagian dari ulasan kami tentang permainan ini.
LINK GACOR MPO7788 : KLIK DI SINI
0 notes
Text
The Grand Galore
Nikmati gaya hidup mewah di The Grand Galore Slot dari pengembang ELK Studios . Putar 6 gulungan permainan mewah ini dan mainkan dengan hingga 1.000.000 garis pembayaran yang mencengangkan. RTP dalam permainan ditetapkan pada 96%, sementara mereka yang ingin menjadi kaya dapat mengincar hadiah utama 10.000x taruhan dan
Bersama dengan simbol bertumpuk, pemain dapat menantikan gulungan yang meluas dan putaran ulang untuk membantu membangun keseimbangan permainan mereka. Picu fitur bonus putaran gratis dan ada kemungkinan fitur Grand Synced Respin yang menguntungkan dapat aktif.
Dapatkan gaun malam terbaik Anda dan berjalanlah di karpet merah bersama kami saat kami memandu Anda melalui judul ini dalam ulasan lengkap kami. Jika Anda lebih suka bermain sendiri, langsung saja ke demo permainan gratis slot The Grand Galore yang merupakan bagian dari ulasan kami tentang permainan ini.
LINK GACOR MPO7788 : KLIK DI SINI
0 notes
Text
𐙚 pengen cerita aja di siniii pokonya hidup akhir akhir ini kayak diawasi cctv dari surga, bahkan perkataan isengku tuh Tuhan realisasikan. maksudnya gimanaa? okay let me elaborate real quick
𐙚 sejak kapan yah? aku juga gatau… aku selalu punya pernintaan dalam hati contohnya aku mau makan gacoan 2 porsi pake dimsum yang banyak. kemudian di hari itu ibu aku ajakin makan malam di gacoan dan karena dibayarin aku bisa makan sepuasnya… ihh senangnya.
𐙚 lalu sebelum aku balik ke cimahi, kami sekeluarga main. aku sudah dari lama pengen banget punya baju warna kuning. tapi pikirku, hmm kayak harus nunggu pulang dan cari sendiri. di mall kami mampir toko baju dan di sana ada dress floral kuning! dan dibeliin wahh aku ga usah keluar uang. karena beli baju di atas 200 ribu itu belum masuk diakalku.
𐙚 sampai cimahi aku main sama bestie akuu, david dan serra ke braga waktu itu. kita dapat kesempatan nonton jumbo (also in my wishlist). terus aku pengen banget makan bubur, nah di restoran pertama tuh kosong semua makanannya — pindah ke restoran thailand dan di situ ada bubur enakk banget. wah betapa kebetulan, tapi kok sering yah?
𐙚 nah aku inget banget di bis pas bareng serra bilang gini „kapan kapan temenin ke gedebage yukk aku punya wishlist baju ungu“ nahh pulang dari main aku main ke rumah tanteku dan dapet gaun ungu super cantik dari beliau… wahhh seriusan ini? what a coincidence yahh
𐙚 lalu beberapa minggu kemudian aku pergi ke rumah ka dhika buat belajar b2. aku sebelum pergi planning dalam hati : harus secepatnya beli masker karena dah mau habis. eh pas di rumahnya, ka dhika kasih aku masker karena warna pink. aku suka sangatt warna pink :)
𐙚 di hari minggu ada komsel lalu ka feby tanya : tujuan hidup kamu apa, tiap orang tulis ya. aku tulis di secarik kertas „aku ingin memperoleh kasih Tuhan dan membagikan kasih itu ke orang lain“ dan ternyata Firman Tuhan yang dibawakan ada di 1 Korintus 14:1 (plek ketiplek tentang kasih) dan ajaibnya, ketika buka alkitab di hp, ayat itu yang pertama kali terbuka. Tuhan literally lagi ngajak aku ngobrol dan itu indah!
𐙚 nahh hari ini kan ibadah Jumat Agung. maafkan tapi pas lagi doa yang kupikirkan cuman siomay. betapa ajaib dan herannya depan gereja tumben banget ada yang jualan siomay. aku bilanh ayah „ihh pas doa kaka kepikiran siomay lho“ dan akhirnya kubeli, kuberanikan diri pake pare — hmm not yet adult enough to tolerate it.
𐙚 intinya apa aku ketik panjang lebar gini? aku jadi sadar bahwa hal yang aku anggap sepele aja Tuhan jawab lho, hal yang hanya aku harapkan secara dangkal dan tidak sampai didoakan aja Tuhan perhatikan. Tentunya Tuhan mendengarkan doaku yang kuminta dengan resah dan air mata, tapi mungkin karena doaku terlalu besar — prosesnya ga secepat permintaan konyolku, dan itu ga masalah. aku yakin Tuhan ga pernah salah alamat ketika mengirim berkat ke anak yang disayangiNya.
𐙚 ketika di masa penantian ini juga aku sadar, oh mungkin prosesnya ga instan karena Tuhan mau bentuk wadahku untuk cukup besar dan tangguh untuk menampung apa yang kurindu. kalau hal sederhana aku ga perlu persiapan, misal : baju, masker, atau siomay. namun kalau aku minta „Tuhan tolong genapi janjimu untuk aku bisa berkarir di lusr negeri dan bekerja bukan hanya untuk mencukupi finansialku tapi menjadi berkat bagi orang yang perlu“ aku perlu dibentuk Tuhan, aku perlu belajar tekun dan sabar.
𐙚 sehingga bila nanti Tuhan berkehendak untuk memberkati aku, yang tercipta adalah rasa syukur dan bukan penyesalan.
0 notes
Text
The First Ball : Lord Ditrian’s Solitude.
Whisper to the Ink at the Royal Court.
Sunyi malam menemani diriku yang sedang menuangkan segala cerita yang terjadi di malam hari ini seusai kepulanganku dari sebuah pesta yang begitu meriah dengan tinta hitam yang selalu menjadi favoritku. Diary ini aku curahkan dengan membayangkan segala cerita yang begitu tergugah untuk dijadikan sebuah kenangan penuh manis bagaikan madu.
— — —

Istana berpendar dalam kilauan cahaya. Lilin-lilin menyala di setiap sudut, memantulkan sinarnya pada lantai marmer yang licin bak cermin. Gaun-gaun para Lady berayun lembut saat mereka berdansa, sementara para Lord menuntun langkah dengan anggun. Denting gelas beradu di udara, berpadu dengan alunan biola yang merayap pelan dalam gelapnya malam.
Untuk pertama kalinya, para Britons dari berbagai kerajaan berkumpul dalam satu ruangan, dalam perjamuan yang menjanjikan kenangan tak terlupa.
Malam ini adalah perayaan bagi mereka yang gemar berdansa, bagi mereka yang tahu cara bermain dalam permainan pesona. Namun bagiku, malam ini adalah sekadar rangkaian detik yang mengalir pelan, membawa pikiran berkelana lebih jauh dari lantai dansa yang berkilauan. Biasanya aku begitu menyukai hal-hal mengenai pesta dan semacamnya, tapi untuk kali ini aku memilih untuk duduk dan cukup melihat-lihat saja.
Namun tak diduga, ternyata bukan hanya diriku saja yang ingin berkelana cukup dengan kedua mataku, ada pula para bangsawan Senior yang sudah berkumpul dalam satu ruangan kecil sedang asik berbincang satu sama lain, mereka adalah Lord Aziel, Duke Ersya, Lady Adric, Lady Miyu serta Lady Lene.
Aku memberanikan diriku bergabung bersama mereka, hanya untuk mengizinkan diri sekedar duduk sambil menikmati segelas wine yang baru saja Butler berikan padaku. Dan jelasnya, obrolan ketidaksengajaan yang sedang mereka berlima bicarakan pun terdengar di telingaku.
Saat aku masih menikmati rasa wine yang baru saja kutengguk, suara familiar yang kukenal memanggil namaku. Benar sekali, suara itu adalah milik Lord Aziel. Dia secara tiba-tiba mengarahkan pandangannya padaku saat ini, begitu juga dengan yang lain. Dengan suara lembutnya, Lord Aziel bertanya apakah suasananya tidak tepat jika aku tidak ikut bergabung pada obrolan mereka.
“Memangnya apa yang kalian bicarakan?” Tanyaku sembari meletakkan gelas wine di meja sebagai bentuk hormatku pada mereka.
Mendengar pertanyaanku, Lord Aziel mengalihkan pandangannya pada Duke Ersya, seakan memintanya untuk mewakilkan perkataan yang seharusnya ia katakan padaku.
“Kebetulan obrolan kami berlima sudah selesai ketika Lord Ditrian duduk sambil menikmati wine.” Jawabnya sambil memberikan senyuman kecil.
“Apakah aku menganggu obrolan kalian? Bukan maksudku untuk mendengar pembahasan kalian dengan sengaja. Aku hanya—” belum selesai aku bicara, Lady Adric dengan lembut memotong.
“Maafkan kami, Lord Ditrian. Bukan itu maksudnya. Pembahasannya sudah selesai karena memang sudah selesai. Tapi kupikir belum saatnya kita harus mengakhiri obrolan ini tanpa mendengar pembahasan dari Lord Ditrian. Kau tahu Lord—? Bukan hanya kau yang ingin berkelana di alam pikiranmu.” Ujar Lady Adric.
Lalu dilanjutkan oleh Lady Lene. “Yang dikatakan Lady Adric benar. Mengapa kau tidak berbagi hal apa yang mungkin masih tersentak dalam pikiranmu kepada kami, Lord Ditrian?”
“Ah, begitukah? Sejujurnya aku tidak tahu apa yang harus aku bahas pada kalian,” jawabku sedikit kebingungan.
“Mungkin pembahasan yang sedang marak akhir-akhir ini, Lord Ditrian. Yang kutahu, Lord Ditrian adalah seseorang yang suka berada di sekitar banyak orang. Tentunya pasti ada sesuatu yang terbenak di pikiran Lord, bukan?” Ucap Lady Miyu yang kemudian membuatku teringat akan dua pertanyaan hingga rasa ingin tahuku menjadi begitu besar.
“Ah, tiba-tiba aku teringat dengan suatu pertanyaan karena ini sangat marak di antara kita dan kaum bangsawan yang lain.”
“Tentang apa itu, Lord Ditrian?” Tanya Lady Lene.
“Menurut kalian, apakah kita perlu untuk meneruskan pernikahan politik demi mempertahankan garis keturunan bangsawan dari segi apapun? Atau hanya cukup pada cinta?”
Tentu saja, pertanyaanku membuat mereka berlima terdiam sejenak. Aku tahu bahwa pertanyaan ini cukup berat untuk dibicarakan di tengah pesta penyambutan.
Namun tanpa pikir panjang, Lord Aziel pun menjawab pertanyaanku. Menurutnya pernikahan antara garis keturunan bangsawan dengan keluarga yang setara memang sudah menjadi tradisi di kerajaan manapun. Tapi tidak menutup mata bahwa cinta itu pun tidak kalah penting di dalam hubungan. Dari cinta yang memiliki keyakinan yang kuat tentu akan bisa menjadi landasan kuat untuk mempertahankan keutuhan garis keturunan itu sendiri.
Mendengar jawaban Lord Aziel, Duke Ersya menggelengkan kepalanya seakan tidak setuju dengan jawaban tersebut. Ia berkata bahwa semuanya harus sesuai dengan ketentuan yang telah berjalan dari para leluhur. Menurutnya cinta datang karena terbiasa, tidak akan ada yang tahu hati manusia walau mereka mengatakan tidak saling mencintai satu sama lain di awal. Bukan karena apa, walau usianya muda namun ia adalah Kepala Keluarga yang tentunya pasti pernikahan politik akan terjadi padanya.
Di seberang meja, Lady Miyu yang masih belia pun hanya tertawa mendengar dua jawaban yang jelas lebih senior daripada dirinya. Ia mengakui bahwa pertanyaan dariku sangat berat untuknya, namun dia tetap berusaha untuk menjawab sesuai dengan usianya. Ia berkata bahwa ia tak masalah jika tidak menikah dengan yang satu kasta dengannya. Baginya yang merupakan anak terakhir, pada akhirnya dia juga tak akan mendapatkan tahta, apalagi dia anak perempuan juga.
Berbeda halnya dengan Lady Adric, ia berkata bahwa jaman sudah berbeda. Hubungan itu lebih dari sekedar garis keturunan ataupun ekonomi. Menurutnya jika dua insan saling mencintai dan bisa membangun kestabilan ekonomi tanpa harus saling pandang kesetaraan, kenapa harus dibatasi oleh status kan. Semuanya tergantung pada visi misi masing-masing saja.
Diakhiri dengan Lady Lene mengatakan tidak masalah menikah dengan yang bukan bangsawan asal bisa menghidupi keluarga kecilnya.
Dan jelas saja, jawaban dari Lady Lene membuat semuanya tertawa termasuk diriku. Sungguh jawaban yang terdengar lucu pada pertanyaan seberat itu.
Kemudian Lady Adric bertanya lagi, “pertanyaan pertama Lord Ditrian begitu berat sampai Lady Lene harus memberikan jawaban lucu seperti itu. Apakah Lord Ditrian tidak punya pertanyaan yang—sedikit ringan dari ini?” Tanyanya sambil tersipu malu.
“Hahaha, maafkan aku, Lady Lene. Hmm mungkin—menurut kalian, apa yang membuat pesta dansa menjadi berkesan?” Tanyaku yang justru membuat mereka berlima sangat antusias, sampai Lady Lene ingin menjawabnya terlebih dulu.
Menurutnya yang sangat berkesan adalah apabila makanan yang disajikan begitu enak di lidahnya.
Dan lagi-lagi jawabannya membuatku dan lainnya tertawa.
Kemudian Lady Miyu berkata yang membuat pesta itu terkesan adalah ia sangat menyukai interior dari rumah kerajaan itu. Lalu ia akan sangat terkesan apabila di dalam pesta itu terdapat konsep charity yang tentunya tidak akan menjadi pesta yang sia-sia.
Disambungin oleh Lady Adric, ia mengatakan bahwa pesta akan berkesan jika atmosfer bisa membuat semua orang tenggelam dalam momen yang bisa membuat hati siapa saja melayang karena telah menciptakan keajaiban itu sendiri. Tentu saja itu akan menjadi kenangan yang sulit untuk dilupakan.
Lalu bagi Lord Aziel, menurutnya pesta berkesan karena alunan musik yang indah dan interaksi para bangsawan. Sambil membayangkan bahwa kita saling menatap satu sama lain pesta dansa tanpa beban, kenangan akan terus melekat dalam ingatan.
Duke Ersya sekali lagi tertawa kecil mendengar jawaban dari Lord Aziel. Lalu ia menjawab dengan rasa percaya diri yang tinggi, berkata bahwa tentu saja dengan kehadirannya itu sendiri akan membuat pesta tersebut berkesan.
Jawaban Duke Ersya jelas saja berhasil gelak tawaku dan yang lainnya terpecah. Sungguh jawaban yang tidak disangka-sangka.
Waktu telah berjalan begitu cepat sehingga diriku dan para tamu undangan yang lain tidak menyadari bahwa pesta penyambutan para Britons sebentar lagi akan berakhir. Aku membungkukkan badanku di hadapan Lord Aziel, Duke Ersya, Lady Miyu, Lady Lene dan Lady Adric dengan tujuan untuk berpamitan pulang. Begitu juga dengan mereka yang membungkukkan badannya di hadapanku.
— — —
Begitulah ceritaku pada malam yang menyenangkan ini. Semoga aku diundang kembali pada perayaan pesta selanjutnya sehingga aku bisa menemui para Duke, Lord dan Lady lainnya. Dan aku harap aku bisa menemukan cerita baru yang jauh lebih menyenangkan dari ini.
Love, Ditrian.
0 notes
Text
Sinopsis Taylor Swift: The Eras Tour
Berikut adalah penjelasan panjang, lebar, dan lengkap tentang film Taylor Swift: The Eras Tour (2023), sebuah film konser yang mendokumentasikan tur monumental Taylor Swift.
Latar Belakang dan Konteks
Taylor Swift: The Eras Tour adalah film konser yang dirilis pada 13 Oktober 2023 di bioskop-bioskop di seluruh dunia. Film ini merekam penampilan langsung Taylor Swift selama tur dunia The Eras Tour, yang dimulai pada 17 Maret 2023 di Glendale, Arizona, Amerika Serikat. Tur ini dirancang untuk merayakan seluruh "era" musik Taylor Swift—setiap era mewakili salah satu dari album studio yang telah dia rilis selama kariernya hingga saat itu, mencakup 10 album dari Taylor Swift (2006) hingga Midnights (2022). Film ini disutradarai oleh Sam Wrench, seorang sutradara ternama yang dikenal karena karya-karyanya dalam film konser seperti Billie Eilish: Live at the O2 dan Lizzo: Live in Concert.
Film ini bukan sekadar dokumentasi biasa; ia menjadi fenomena budaya yang memperpanjang pengalaman tur bagi jutaan penggemar yang tidak bisa hadir secara langsung, sekaligus memecahkan rekor box office untuk film konser. Dengan durasi sekitar 2 jam 48 menit, film ini menampilkan perjalanan epik melalui karier Swift, menyoroti evolusi musiknya dari country hingga pop, folk, dan eksperimental.
Produksi dan Pembuatan Film
Film Taylor Swift: The Eras Tour direkam selama tiga malam pertunjukan di SoFi Stadium, Inglewood, California, pada 3-5 Agustus 2023. SoFi Stadium, dengan kapasitas lebih dari 70.000 penonton per malam, menjadi lokasi ideal karena merupakan salah satu venue terbesar dalam tur tersebut. Taylor Swift dan timnya bekerja sama dengan perusahaan produksi Silent House serta distribusi langsung melalui AMC Theatres (bukan studio besar tradisional seperti Universal atau Disney), sebuah langkah inovatif yang memberi Swift kontrol kreatif penuh dan keuntungan finansial maksimal.
Proses syuting melibatkan teknologi kamera canggih, termasuk drone dan crane shots, untuk menangkap setiap sudut panggung raksasa tur—yang mencakup layar LED sepanjang 100 meter, catwalk panjang, dan berbagai set yang berubah sesuai tema setiap era. Audio direkam dalam format Dolby Atmos, memberikan pengalaman suara imersif bagi penonton bioskop.
Swift mengumumkan rilis film ini secara mendadak pada 31 Agustus 2023 melalui media sosial, hanya beberapa minggu setelah syuting selesai, menunjukkan kecepatan dan efisiensi produksi yang luar biasa. Ini juga mencerminkan pendekatan Swift yang berorientasi pada penggemar, memberikan akses cepat ke konten yang sangat dinanti-nantikan.
Struktur dan Isi Film
Film ini mengikuti struktur pertunjukan langsung The Eras Tour, di mana setiap segmen didedikasikan untuk satu album dengan visual, kostum, dan koreografi yang mencerminkan suasana album tersebut. Berikut adalah rincian lengkapnya berdasarkan setlist yang ditampilkan dalam film:
Lover Era
Film dibuka dengan lagu "Miss Americana & the Heartbreak Prince" dan "Cruel Summer," menampilkan panggung penuh warna pastel dan energi pop optimis. Taylor mengenakan bodysuit berkilauan dan boots senada.
Sorotan: Penampilan "The Man" dengan set kantor modern dan "You Need to Calm Down" dengan pesan inklusivitas.
Fearless Era
Kembali ke akar country-pop Swift, dengan gaun emas berkilau dan gitar akustik. Lagu seperti "Fearless," "You Belong with Me," dan "Love Story" membawa nostalgia awal kariernya.
Sorotan: Interaksi manis dengan penonton saat "Love Story," di mana dia berjalan di catwalk.
Evermore Era
Bertema folk-pop dengan nuansa musim gugur, Swift mengenakan gaun cokelat panjang. Lagu "Willow" menampilkan tarian mistis dengan lampion, sementara "Marjorie" menjadi momen emosional tentang neneknya.
Sorotan: Piano akustik di "Champagne Problems" dengan standing ovation panjang dari penonton.
Reputation Era
Panggung berubah gelap dan edgy dengan ular raksasa di layar LED. Lagu "…Ready for It?" dan "Look What You Made Me Do" menonjolkan sisi pemberontak Swift dalam bodysuit hitam.
Sorotan: Koreografi agresif dan efek visual yang dramatis.
Speak Now Era
Segmen singkat tapi memesona dengan gaun ungu panjang untuk "Enchanted," menonjolkan vokal kuat dan estetika dongeng.
Red Era
Menggunakan topi fedora ikonik dan set merah-hitam, Swift menyanyikan "22," "We Are Never Ever Getting Back Together," dan "I Knew You Were Trouble."
Sorotan: "All Too Well (10 Minute Version)," sebuah penampilan piano yang mengharukan dan epik.
Folklore Era
Bertema kabin hutan dengan gaun abu-abu lembut, segmen ini menampilkan "Cardigan," "Betty," dan "August" dalam nuansa intim dan storytelling.
Sorotan: "My Tears Ricochet" dengan visual peti mati yang dramatis.
1989 Era
Penuh energi pop 80-an, dengan set neon dan kostum dua potong berwarna cerah. Lagu "Style," "Blank Space," "Shake It Off," dan "Bad Blood" membuat penonton ikut bernyanyi.
Sorotan: "Blank Space" dengan efek palu virtual yang menghancurkan mobil di layar.
Surprise Songs
Dua lagu akustik ditampilkan dalam film: "Our Song" (dengan gitar) dan "You’re on Your Own, Kid" (dengan piano), mencerminkan tradisi Swift menyanyikan lagu kejutan di setiap konser.
Midnights Era
Penutup dengan vibe modern dan gelap, menggunakan mantel biru tua untuk "Lavender Haze" dan "Anti-Hero," serta jaket berpayet untuk "Bejeweled" dan "Karma."
Sorotan: Koreografi kompleks di "Bejeweled" dan confetti warna-warni di "Karma."
Catatan: Beberapa lagu dari setlist asli tur (seperti "The Archer," "Long Live," "Wildest Dreams," dan "Seven") tidak masuk versi bioskop, tapi versi extended dirilis kemudian di platform streaming.
Penerimaan dan Dampak
Film Taylor Swift: The Eras Tour menjadi fenomena box office yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk kategori film konser. Dengan pendapatan global lebih dari $261 juta, film ini memecahkan rekor sebagai film konser terlaris sepanjang masa, mengalahkan Justin Bieber: Never Say Never ($99 juta). Hari pertama penayangannya meraup $37,5 juta di AS saja, dengan penjualan tiket prapemesanan mencapai $100 juta sebelum rilis—angka yang biasanya hanya dicapai oleh film blockbuster superhero.
Kritikus memuji film ini karena berhasil menangkap energi langsung konser, visual yang memukau, dan koneksi emosional Swift dengan penggemar. Rotten Tomatoes memberi skor 99% dari kritikus dan 98% dari audiens, dengan banyak yang menyebutnya "pengalaman sinematik yang transformatif." Namun, beberapa mengkritik durasinya yang panjang dan pemotongan lagu tertentu.
Film ini juga memperkuat status Taylor Swift sebagai ikon budaya. Penggemar ("Swifties") mengubah bioskop menjadi pesta, bernyanyi bersama, menari, dan mengenakan kostum bertema era. Film ini dirilis ulang dalam versi "Taylor’s Version" (extended cut) di Disney+ pada 15 Maret 2024, menambahkan lagu-lagu yang sebelumnya dipotong dan cuplikan di balik layar.
Tema dan Signifikansi
The Eras Tour lebih dari sekadar konser atau film—it’s a celebration of legacy. Setiap era menunjukkan evolusi Swift sebagai artis dan individu: dari remaja country yang polos (Fearless), patah hati yang penuh drama (Red), hingga wanita dewasa yang reflektif (Evermore dan Folklore). Film ini juga menyoroti hubungan simbiosis antara Swift dan penggemarnya, dengan banyak momen di mana dia berbicara langsung kepada penonton, mengucapkan terima kasih atas dukungan mereka selama 17 tahun kariernya.
Secara bisnis, film ini menunjukkan kekuatan Swift dalam mengendalikan narasi dan distribusi karyanya, menghindari studio besar dan bermitra langsung dengan AMC, yang memberinya keuntungan lebih dari $100 juta secara pribadi.
Kesimpulan
Taylor Swift: The Eras Tour adalah bukti visual dari kerja keras, kreativitas, dan ketahanan Taylor Swift sebagai salah satu artis terbesar abad ini. Film ini bukan hanya untuk penggemar, tapi juga untuk siapa saja yang ingin melihat bagaimana musik bisa menceritakan sebuah perjalanan hidup. Dengan produksi megah, penampilan vokal yang kuat, dan energi yang menular, film ini berhasil membawa pengalaman stadion ke layar lebar.
Kalau kamu mau aku bahas bagian tertentu lebih dalam—misalnya analisis kostum, lagu favorit, atau dampak budayanya—bilang aja ya! Apa pendapatmu tentang film ini atau tur-nya?
#taylor swift#just thinking#thinking smart#obsessive thinking#positive thinking#thinking out loud#emotions#feelings
0 notes
Text

The Final Chapter – Noblest Club
Karakter:
1. Ferniza Adhisti - Kelas Model
2. Sinchia Lintang Ayumi - Kelas Musik
3. Kelana Utara - Kelas Musik
4. Cherine Rosabell - Kelas Akting
5. Sunday Viola - Kelas Model
6. Reiko Alaric - Kelas Dance
7. Nabilah - Kelas Model
Pagi itu, sinar matahari menghangatkan bangunan megah Noblest Club. Cahaya lembutnya menembus kaca-kaca jendela, menerangi aula besar yang selama ini menjadi saksi perjalanan mereka. Para Novices sibuk dengan berbagai persiapan, suara tawa, gesekan sepatu di lantai dansa, dan dentingan alat musik memenuhi udara. Namun, di balik semua itu, ada satu kenyataan yang sulit mereka hadapi—hari ini adalah hari terakhir mereka sebagai bagian dari Noblest Club.
Di ruang latihan model, Ferniza Adhisti berdiri di depan cermin besar, mengamati pantulan dirinya dalam gaun yang telah ia siapkan untuk sesi foto terakhir mereka. Di belakangnya, Sunday Viola dan Nabulah sedang berbincang di sofa.
"Fern, serius deh, ini gaun paling cocok buat kamu," puji Nabilah sambil menyisir rambutnya.
Sunday menyetujui. "Aku yakin kamu bakal tampil stunning di foto. Siap buat peragaan terakhir kita?"
Ferniza menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan debaran jantungnya. "Jujur, aku agak gugup. Ini penampilan terakhir kita di sini. Rasanya seperti baru kemarin kita mulai."
Nabulah tersenyum dan merangkulnya. "Kita sudah sejauh ini, kita akan membuat momen ini berarti. Lagipula, kita selalu bisa bertemu lagi di luar sana."
Di ruang musik, Sinchia Lintang Ayumi dan Kelana Utara sedang menyelaraskan instrumen mereka. Sinchia memetik gitar dengan lembut, sementara Kelana menekan tuts piano dengan penuh perasaan.
"Kelana, bagaimana kalau kita tambahkan sedikit improvisasi di bagian tengah lagu?" usul Sinchia, memainkan nada-nada kecil.
Kelana mengangguk. "Ide bagus, kita buat bagian ini lebih spesial. Lagu ini akan selalu mengingatkan kita pada Noblest."
Sinchia menatapnya dan tersenyum. "Aku akan merindukan ini. Bermain musik bersamamu adalah salah satu hal terbaik di sini."
Kelana menoleh dan menatapnya dengan hangat. "Sama, Sinchia. Tapi aku yakin ini bukan yang terakhir kali. Musik akan selalu menyatukan kita."
Sementara itu, di studio tari, Reiko Alaric sedang mempraktikkan gerakan terakhir dari koreografinya. Keringat mengalir di pelipisnya, tapi ia tetap fokus. Cherine Rosabell masuk dan memperhatikannya dengan kagum.
"Rei, gerakanmu makin luar biasa," puji Cherine.
Reiko berhenti dan menghapus keringatnya. "Terima kasih, Cher. Aku ingin memastikan bahwa aku memberikan yang terbaik."
Cherine mendekat. "Aku tahu kita semua akan merindukan tempat ini, tapi aku percaya kita akan menemukan panggung yang lebih besar di luar sana."
Reiko tersenyum. "Kau benar. Noblest telah memberi kita fondasi yang kuat. Sekarang saatnya kita terbang lebih tinggi."
Malam itu, mereka berkumpul di aula besar Noblest Club untuk acara perpisahan. Lampu kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya hangat yang menambah suasana akrab di antara mereka.
Ferniza menatap teman-temannya satu per satu. "Aku nggak nyangka kita sudah sampai di titik ini. Rasanya terlalu cepat."
Sunday menimpali, "Kita mungkin berpisah, tapi kenangan ini akan selalu hidup bersama kita."
Sinchia mengangkat gelasnya. "Untuk semua tawa, air mata, dan perjuangan kita. Semoga kita semua sukses di jalan kita masing-masing."
Kelana menambahkan, "Dan jangan lupa, musik selalu menyatukan kita. Mari kita jadikan ini sebagai awal dari kolaborasi kita di masa depan."
Cherine mengangguk. "Setiap panggung yang kita injak nanti, akan selalu membawa jejak Noblest Club."
Reiko tersenyum. "Dan setiap tarian yang kita lakukan, akan selalu mengingatkan kita pada momen-momen indah ini."
Malam itu, mereka menyalakan lampu kecil di halaman belakang sebagai simbol perjalanan mereka. Cahaya-cahaya itu melayang perlahan ke langit, membawa harapan mereka ke masa depan.
Ferniza menatap langit, lalu menoleh ke teman-temannya. "Ini bukanlah akhir. Ini hanya awal dari petualangan baru kita."
Mereka semua mengangguk setuju, menyadari bahwa meskipun mereka akan berpisah, ikatan yang telah terjalin di Noblest Club akan selalu menghubungkan mereka.
0 notes
Text
ulang tahunku yang dirayakan secara meriah adalah waktu aku berumur 2 tahun. aku tidak ingat apa-apa waktu itu. aku hanya tau aku pernah menggelar pesta ulang tahun saat berumur dua, sebab melihat foto-foto yang ibu simpan di album. di foto, aku menggunakan gaun pink juga tiara, di belakangnya ada kado-kado yang ditumpuk melebihi tinggi badanku. di sekelilingiku ada banyak anak kecil juga orang dewasa. aku tidak ingat mereka sedang apa, tapi yang kulihat di foto mereka sedang bertepuk tangan, mungkin menyanyikan lagu selamat ulang tahun.
tahun-tahun berikutnya, hanya ada kue ulang tahun yang ditinggalkan ibu dan bapak di kulkas. aku sudah larut dalam mimpi, sedangkan mereka terlalu lelah untuk menyanyikan lagu selamat ulang tahun. jadi ucapan "selamat ulang tahun" mereka layangkan saat mereka ingin berangkat kerja, tak lupa mengecup keningku dan bilang kalau kue ulang tahun ada di kulkas. aku baru bangun, bahkan untuk tau kaki ku masih bisa dipakai berjalan saja aku harus berpikir, aku baru tau kalau ibu dan bapak mengucapkan ulang tahun dan meninggalkan kue saat siang, sepulang aku sekolah. memakannya sambil menonton serial kartun upin ipin.
tahun-tahun berikutnya lagi, ulang tahun bukan menjadi sesuatu yang dirayakan bagi keluarga kami. aku tidak ambil pusing, bagiku itu lebih baik daripada harus makan kue ulang tahun itu, ibu lupa kalau aku tidak suka kue yang cream nya banyak, jadi kue itu habis dibawa mbak supaya bisa makan bersama keluarganya.
euphoria ulang tahun menjadi sesuatu yang biasa saja saat aku beranjak enam belas. ucapan selamat ulang tahun dari orang lain menjadi sedatar "apa kamu sudah sarapan?". tiup lilin dan memotong kue bukan lagi menjadi salah satu daftar yang harus dilakukan saat aku ulang tahun. aku hanya bangun tidur, melihat tanggal, dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada diriku, dan mengucapkan terima kasih kepada orang orang yang sudah mengucapkannya. kadang-kadang tertawa melihat foto yang post teman-temanku di kanal instagram nya untuk mengucapkan selamat ulang tahun, dan aku akan memposting ulang dan menyelipkan ucapan terima kasih di sana, template. setelahnya, ada malam-malam yang kugunakan untuk menonton video youtube atau membaca tulisan orang-orang di wattpad. tidak ada lilin maupun kue, ibu dan bapak hanya mengingatkan, jangan tidur terlalu larut, saat tanganku mencapai gagang pintu. setelahnya lagi, aku tidur, tidak berdoa apa-apa, tidak berharap apa-apa.
di umur 17 dan 18 pun tidak ada bedanya, hanya saja, mungkin orang yang mengucapkannya sedikit lebih banyak. kadang aku berpikir, apakah aku bisa membuat teman sebanyak ini. kadang ada hadiah kecil yang diselipkan bersama sebuah kartu ucapan. dan di umur delapan belas aku menyadari kalau ulang tahunku tidak sedatar tahun biasanya.
ibu dan bapak tidak pernah lagi mengucapkan selamat ulang tahun, mereka hanya menitipkan pesan dan doa-doa, dan itu lebih baik daripada beribu hadiah dan ucapan. adik ku yang kedua, biasanya membuka pintu kamarku dan hanya mengucapkan, "met ultah" kami tidak seterbiasa itu menyatakan endearment untuk satu sama lain dan akan sangat menjijikkan kalau dia mengucapkan satu kalimat full, selamat ulang tahun. adikku yang paling kecil, dia suka membuat kerajinan tangan dan menggambar. biasanya, dia akan memberikan aku gambar yang disana ada aku dan dirinya dengan style anak kecil, tulisan "selamat ulang tahun, mba aya" dengan tulisan tangan yang berantakan juga dengan warna yang berbeda setiap hurufnya akan bertengger di atas gambar itu.
di tahun berikutnya, yaitu saat aku beranjak ke sembilan belas, tiba-tiba teman di bimbel ku untuk persiapan ujian masuk universitas, memberikan kejutan padaku. aku tidak pernah bilang kapan hari lahirku, tapi sepertinya mereka tahu lewat postingan ulangku karena teman-temanku yang lain menyelamatiku. hari itu, ulang tahunku kembali dilewati dengan meniup lilin dan memotong kue, aku sedikit kagok karena terakhir melakukannya saat berumur dua, untuk mengingat itu hari ulang tahunku saja aku tidak bisa. saat itu doa ku berharap agar teman-temanku lolos di universitas yang mereka impikan. namun, diam diam, di dalam hatiku, saat aku meniup lilin dan asapnya berterbangan memenuhi ruangan, aku berbisik, semoga aku tidak lagi merasa kesepian di hari aku bertambah usia.
tahun ini aku berumur 20, masih ada 73 hari lagi agar kalender umat manusia berubah menjadi 29 april. ada rasa takut yang bersarang di dalam hati, umur yang setelahnya kamu akan lebih sering menggunakan koyo dipunggung, membandingkan harga makanan toko ini dengan toko yang lainnya, atau ada di mana waktu waktu kamu memilih sepatu yang pijakkannya lebih lembut daripada yang sedang tren sekarang. tapi umur bukan sesuatu yang bisa di pause dan mundur ke belakang semau kita, itu hal yang harus dihadapi satu tahun sekali, entah yang setelahnya adalah kebaikkan atau sebaliknya.
dan yang setelahnya, yang paling jelas dalam hidup dan yang akan pasti datang, kematian. iya, kita akan semakin dekat dengan kematian. dan ini menjadi salah satu alasan ibu dan bapak agar kami tidak lagi merayakan kematian, dan itu cukup masuk akal. siapa yang mau dirayakan saat ajal sudah dekat.
tapi aku rasa, menerima ucapan selamat atas bertambah satu tahun lagi usia bukan hal yang buruk. mungkin, itu bagaimana ucapan syukur dari orang orang sekitar karena kamu masih hidup, masih mau hidup, masih diberi kehidupan. ucapan karena kamu telah berjuang satu tahun kebelakang dan mengucapkan selamat datang kepada kamu dengan usia baru. lalu setelahnya akan bagaimana itu pikiran nanti-nanti.
masih ada 73 lagi umurku menyentuh angka 20. namun, ini pertama kalinya dalam hampir dua puluh tahun hidup memikirkan bagaimana ulang tahunku dilewati. sederhana saja sebenarnya, membeli kue murah di toko kue, lilin-lilin yang aku tancapkan di atasnya dan berdoa dalam hati sebelum aku meniup lilin saat jam menunjukkan waktu tepat dua belas malam. mungkin sisanya aku akan menaruh kue di kulkas atau berbicara kepada diri sendiri, merefleksikan apa saja yang sudah kulakukan setahun ke belakang. di waktu lewat tengah malam, di saat umat manusia terlelap, aku menceritakan diriku sendiri kepada aku.
mungkin ibu dan bapak akan menitipkan pesan juga doa yang lain, mungkin nenekku akan menelpon untuk menyelematiku, mungkin adikku yang kedua akan mengucapkan lewat pesan teks atau kembali membanting pintu kamar (tergantung apakah aku ada di rumah atau di indekos ku), mungkin akan ada lagi gambar diriku dan adikku yang paling kecil juga spidol warna warninya dan diselipkan di tas kuliahku, mungkin aku akan kembali memposting ulang semua postingan teman-temanku. ada berbagai banyak kemungkinan lainnya dan bisa saja berubah dalam waktu tujuh puluh tiga hari. tetapi yang pasti, tidak ada lagi aku yang menganngap 29 april hari yang biasa saja seperti yang ada di minggu-minggu sebelumnya, tidak ada lagi ucapan selamat ulang tahun yang sama tingkatnya dengan pertanyaan apakah sudah sarapan.
di sana; ada aku, harapan, doa, mimpi, dan orang-orang yang rela menyempatkan barang 1 menit dari 24 jam yang mereka miliki guna menyelamatiku. maka, aku akan selipkan doa doa kepada mereka di sela sela ucapan terima kasihku.
0 notes
Text
Chapter Three
Contain fiction. Just a reminder that the visualizations used have nothing to do with the real person. They are all to support the storyline and make it easier for readers to imagine the situation.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ・・・・・
Malam ini terasa lebih mahal dari biasanya. Bisa jadi karena venue-nya—salah satu hotel termewah di jantung kota yang tak pernah tidur—atau mungkin karena sesuatu yang jauh lebih nyata: kalung ‘berat’ yang kini bertengger di leherku. Seolah berlian-berlian itu bukan sekadar aksesoris, tapi mahkota tak kasat mata yang mengukuhkan posisiku malam ini.
Lima menit lagi, acara akan dimulai. Aku sudah duduk di ruang tunggu bersama para model lain, menunggu giliran untuk naik ke atas catwalk dan menampilkan perhiasan yang kami bawa. Suasana backstage dipenuhi suara bisik-bisik, beberapa model sibuk membetulkan posture mereka di depan cermin, sementara yang lain melirik kompetitornya dalam diam. Tak jauh berbeda dengan Jemima yang menatapku dengan penuh bara api. Kebetulan memang Sejak insiden tadi, ia belum mengeluarkan satu kata pun kepadaku—tapi ekspresinya sudah cukup untuk menuliskan novel penuh dendam.
Sementara itu, aku masih setia dengan jus apel di tanganku, menyeruputnya perlahan sembari menikmati dinginnya yang meresap ke dalam tenggorokan. Fakta bahwa aku menjadi model terakhir yang akan naik ke panggung membuatku harus tetap sabar berada di ruang tunggu sedikit lebih lama dari yang lain. Setidaknya, keberuntungan masih berpihak karena kami diperbolehkan membawa ponsel ke dalam ruangan ini—tentu saja, begitu namaku dipanggil, Jennifer akan menyimpannya untukku.
"Alright, ladies, get ready!" Salah satu staf bertepuk tangan, menarik atensi seluruh ruangan. "Remember, confidence is key. You are not just models tonight—you are the embodiment of luxury itself."
Riuh tepuk tangan dan sorakan semangat menyelimuti ruangan, menciptakan atmosfer yang lebih hidup di antara dentuman gugup yang mulai merayapi perutku. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan gelombang kegugupan yang sesekali menerpa.
"Miss Rei Satoshi, get ready to go up on stage!"
Nama seorang model asal Jepang, Rei Satoshi, menggema di antara dinding ruangan. Aku melihatnya bangkit dengan percaya diri, ekspresi wajahnya menunjukkan semangat yang tertahan, sementara beberapa model lainnya memberikan ucapan selamat dan keberuntungan untuknya.
Dari layar besar yang terpasang di ruang tunggu, aku bisa melihat suasana ballroom yang dipenuhi tamu-tamu eksklusif. Seluruhnya mengenakan topeng, membuat identitas mereka tersamarkan dalam kemewahan misterius. Namun, satu hal yang pasti—setiap sosok di sana berasal dari lingkaran konglomerat atau jajaran pengusaha besar yang memiliki dompet lebih tebal dari kebanyakan orang di dunia.
Tak lama, Rei muncul di atas panggung. Gaun birunya yang menjuntai mengikuti langkahnya, seirama dengan kilaunya perhiasan yang bertengger anggun di tubuhnya. Cahaya lampu sorot berpendar, memantulkan kemewahan berlian yang membingkai dirinya, menciptakan ilusi seolah ia adalah bintang yang turun ke bumi.
Aku menelan ludah, berusaha menenangkan diri dari desiran gugup yang semakin merayapi setiap inci tubuhku. Satu per satu model telah naik ke panggung, menampilkan kemewahan berlian mereka di hadapan ratusan pasang mata yang lapar akan keindahan. Kini, giliranku tinggal menghitung detik.
Sebelum melangkah keluar dari ruang tunggu, aku menyerahkan ponselku kepada Jennifer. Gaunku jatuh sempurna membalut tubuhku, menyatu dengan kulit bagaikan aliran sutra yang tertata dengan presisi. Namun, daya tarik utama bukan terletak pada gaunku—melainkan pada air berlian yang menjuntai indah di punggungku, menangkap setiap bias cahaya dengan kesempurnaan yang hampir magis.
Aku melangkah menuju belakang panggung, menyesuaikan ritme napasku agar tetap stabil. Di tengah desiran suara para tamu dan kelap-kelip lampu, pembawa acara akhirnya menyebut nama perhiasan yang kini bertengger di tubuhku.
Dengan kepala terangkat dan bahu yang tetap rileks, aku menaiki tangga menuju panggung. Begitu mencapai puncaknya, lautan manusia di aula besar hotel terbentang di hadapanku—mata mereka mengunci gerakanku, menelusuri setiap detail dari sosok yang kini berdiri di bawah sorotan lampu utama. Aku tetap tenang, melangkah dengan gerakan yang menyerupai tarian kucing; elegan, lembut, namun membawa aura dominasi tersendiri. Ekspresiku tetap netral, hanya seulas senyum tipis yang menjadi pemanis di wajahku.
Aku berhenti tepat di ujung panggung, lalu menegakkan kepala sedikit lebih tinggi, memberikan mereka kesempatan untuk mengamati Waterfall Necklace dalam segala kemegahannya. Pembawa acara mulai berbicara, suaranya lantang namun yetap berkelas, menyusun kata-kata dengan keindahan hiperbola yang begitu meyakinkan.
"As you can see, the beauty of white gold which is coated with rhodium as a chain to accommodate the attached gems, making it more sparkling and long lasting. Not only that—"
Momen yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan gerakan halus, aku membalikkan tubuh, memberikan pemandangan penuh pada punggung telanjangku yang kini menjadi kanvas bagi perhiasan megah ini. Ujung jemariku menyapu rambut ke samping, membuka lebih banyak ruang bagi cahaya untuk memantulkan kilaunya pada air berlian yang menjuntai mengikuti kontur tubuhku.
Ruangan seakan menahan napas. Bisikan-bisikan halus mulai terdengar dari para tamu, entah tentang keindahan perhiasan ini atau mungkin punggung yang kini terekspos sepenuhnya di bawah gemerlap lampu panggung. Aku menoleh sedikit, memberikan mereka sudut samping wajahku, mempermainkan pencahayaan agar menciptakan ilusi dimensi yang lebih tajam—membiarkan cahaya berlian dan warna kulitku membentuk harmoni sempurna.
Kemudian, suara yang dinanti akhirnya bergema. "Now, ladies and gentlemen, let the bidding begin!"
Dan seperti yang sudah kuduga, tawaran pertama langsung meluncur dari salah satu meja VIP. "Ten million dollars!"
"Thirteen million!"
"Fifteen million!"
"Seventeen million!"
Lelang ini dimulai dengan panas. Angka-angka terus melambung, menguar di udara seperti nyala api yang disulut bensin. Aku tetap berdiri di panggung, punggung tetap tegak, wajah tetap netral—seolah tidak terpengaruh, meskipun telingaku menangkap setiap angka yang diteriakkan dengan gairah yang membara.
"Twenty million!"
Beberapa orang mulai mendesah, suara-suara samar bercampur antara takjub dan frustrasi. Ada yang menyerah, ada yang masih menunggu momen yang tepat untuk menusukkan angka yang lebih tinggi. Aku bisa mendengar desas-desus di antara para tamu—mereka yang kecewa, mereka yang masih bertahan, mereka yang tidak menyangka angka akan naik secepat ini.
Dan memang, berlian ini sungguh memikat. Sebuah masterpiece yang mencuri perhatian, memancarkan pesona yang tidak bisa diabaikan. Aku paham mengapa mereka berebut. Jika aku memiliki uang sebanyak itu, mungkin aku juga akan tergoda untuk memilikinya.
Namun, keheningan tiba-tiba menyelimuti ruangan ketika sebuah suara lain terdengar—dalam, tenang, dengan keangkuhan yang tidak terbantahkan.
"Thirty million dollars." Oh—aku mengenali suara itu. Suara yang terlalu akrab di telingaku, suara yang sering kudengar ketika percakapan larut dalam malam, suara yang terlalu santai namun menyiratkan otoritas yang tidak bisa diganggu gugat.
Ruangan seketika membeku. Tidak ada bisikan, tidak ada obrolan, tidak ada penawaran lain yang menyusul. Bahkan pembawa acara pun sempat terdiam, sebelum akhirnya mengulang angka tersebut dengan sedikit getaran dalam suaranya. Mataku dengan sendirinya menyapu ruangan, mencari sumber suara itu. Sebuah firasat kuat menyelusup ke dalam dadaku—seakan aku sudah tahu siapa yang berada di balik angka fantastis itu.
Gotcha!
Di salah satu meja VIP, dengan santai, seorang pria mengangkat nomor 55—seakan sengaja memberi petunjuk bahwa dialah yang baru saja membuat seluruh ruangan terdiam. Sylus, dengan setelan serba hitamnya membingkai tubuhnya dengan sempurna, menciptakan siluet yang memancarkan dominasi tanpa perlu banyak usaha. Jasnya tersampir di bahu, sementara kemeja hitamnya, dengan corak merah samar, seolah menjadi metafora bagi sifatnya yang selalu tenang namun penuh intensitas.
"Thirty million dollars going once!"
Ia tidak berkata apa pun. Hanya duduk di sana, santai, namun matanya terkunci lurus padaku—pandangan penuh kemenangan, seolah ia tahu sejak awal bahwa perhiasan ini tidak akan jatuh ke tangan siapa pun selain dirinya. Tidak ada keraguan, tidak ada kegelisahan. Hanya keyakinan mutlak.
"Going twice!"
Bahwa berlian ini—dan aku—hanya akan menjadi miliknya.
"Waterfall Necklace is sold! To the young man with silver hair!"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ・・・・・
Setelah acara lelang berakhir, para tamu dipersilakan menikmati after party—sebuah kesempatan bagi mereka yang ingin berbasa-basi, menjalin koneksi, atau sekadar menghabiskan malam dengan segelas sampanye di tangan. Suasana ballroom tetap gemerlap, dipenuhi denting halus gelas kristal dan percakapan-percakapan penuh makna.
Aku, di sisi lain, masih berdiri di sudut ruangan, menyesap jus apel dingin yang terasa segar di tenggorokan. Entah sejak kapan, minuman ini menjadi semacam pelarian kecil bagiku. Manisnya pas, tidak berlebihan, namun cukup untuk mengalihkan pikiranku yang mengembara—mencari sosok yang baru saja menghilang begitu saja.
Sylus.
Aku menelusuri ruangan, mencari keberadaannya, namun hanya menemukan wajah-wajah asing yang tersenyum ramah. Pesan yang kukirim pun tak berbalas. Apakah ia kembali tenggelam dalam pekerjaannya? Menemui klien? Tapi ini sudah hampir tengah malam.
Pikiranku terhenti ketika dua sosok berjas hitam dengan topeng burung gagak mendekat. Mereka tidak perlu memperkenalkan diri—aku sudah cukup mengenal aura mereka.
"Luke... Kieran..." Aku menyipitkan mata, menyilangkan tangan di depan dada. "Where’s your boss?"
Sepasang saudara kembar itu saling menoleh sebelum akhirnya Luke yang membuka suara. "Boss is going somewhere only he knows..." Ia mengedikkan dagunya ke arah saudaranya. "We don’t even know where, he doesn’t tell us too."
Kieran, yang sejak tadi diam, menyodorkan sebuah kotak beludru berwarna biru dongker. "Yeah! But he gave us this."
Jantungku berdebar. Aku menatap logo emas yang terukir di atasnya—Graff. Oh, please don’t tell me… Dengan sedikit ragu, aku membuka kotak tersebut, dan napasku langsung tersangkut di tenggorokan.
OH. MY. GOD.
Duduk manis di dalamnya, seolah sedang menungguku sejak awal, adalah Waterfall Necklace yang tadi kupresentasikan di atas panggung. Berlian itu berkilau lebih terang di bawah cahaya chandelier, seakan menyapaku untuk kedua kalinya.
"Wait, is this for—"
"Boss gave this to us for you," sela Kieran sebelum aku bisa menyelesaikan kalimatku. "He doesn’t wear diamonds or gold, soooooo it feels like wasting his money."
Wasting his money, katanya? Aku hampir tertawa. Namun perhatianku kembali teralihkan pada sesuatu yang terselip di dalam kotak—sebuah kartu kecil berwarna senada dengan tinta emas yang ditulis tangan.
"Accept this as a small gift from me, as well as your princess treatment."
Tanganku menggenggam kartu itu sedikit lebih erat. Berlian di tanganku berkilau, namun yang berputar di pikiranku adalah sorot mata abu-abu yang menatapku dari seberang ruangan beberapa saat lalu. Pandangan penuh kepemilikan, penuh janji yang tersirat di balik sikapnya yang terlalu santai.
Aku mengembuskan napas perlahan, menekan senyum yang tiba-tiba muncul di bibir.
That man… he really knows how to make a statement.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ・・・・・
To be continued.
0 notes