#fotrografi
Explore tagged Tumblr posts
ach-thebrother · 3 months ago
Text
© Giovanni Gastel, ritratti di donne b/n
Tumblr media
[*] Miriam Leone
Tumblr media
# [*] Charlotte Rampling (1990)
Tumblr media
[*] Naomi Campbell (1990)
Tumblr media
# [*] Leticia Herrera (2017)
Tumblr media
[*] Francesca Neri (2013)
Tumblr media
# [*] Tatjana Patitz (1990)
https://www.themammothreflex.com/grandi-fotografi/2020/10/05/giovanni-gastel-mostra-roma/
# https://www.albludiprussia.com/giovanni-gastel-selected-works/
https://ohyeahpop.tumblr.com/
https://www.theducker.com/belle-arti/giovanni-gastel-my-ladies/
5 notes · View notes
acrosstheuniverse02 · 11 months ago
Text
Benjamin Sumner Franke [aka Soulcraft], fotografo statunitense (1989)
Tumblr media
[*] Harvest Moon
Tumblr media
# [*] Ruins
Tumblr media
§ [*] Sinking
Tumblr media
[*] Muses
Tumblr media
# [*] Desert rose
Tumblr media
§ [*]
https://nftphotographers.xyz/nude/benjamin-franke-soulcraft/
# https://www.soulcraftphotography.com/
§ https://opensea.io/collection/alchemy-of-alignment
2 notes · View notes
rainyrens · 8 years ago
Text
HATTA: JEJAK YANG MELAMPAUI ZAMAN
Tumblr media
“A great book should leave you with many experiences, and slightly exhausted at the end. You live several lives while reading.” William Styron
Diantara beberapa buku tentang Hatta yang pernah gue baca, buku ini termasuk unik. Investigasi mendalam dari para jurnalis Tempo -yang selalu mencari sisi antimainstream dari berita- mampu memunculkan sosok lain dari Hatta. Hatta memang terkenal dengan kekakuannya, keteraturannya, tepat waktunya, kutu bukunya, tetapi di dalam buku ini kita bisa temukan bahwa sosok Hatta si bapak proklamator kita ternyata tidak bisa berenang sama sekali serta sosok Hatta sebagai seorang yang menjaga jarak dengan para wanita.
Anyway, mungkin ini akan menjadi #AyoBaca terpanjang yang pernah gue buat, semoga kalian enggak nyesel bacanya. Tapi percayalah, setelah kalian membaca #AyoBaca ini kalian akan berdecak kagum dan tidak menyangka jika Indonesia pernah memiliki sosok pemimpin seperti bung Hatta yang budi pekertinya patut ditiru oleh siapapun.
Dari segi fisik, tidak ada yang istimewa dari si Bung, Ia tidak tinggi, tidak tampan, berkacamata tebal, wajahnya selalu tampak serius dan tersenyum seperlunya, jika berbicara Ia membosankan, tak sepandai rekannya yang paham arti penting pencitraan, Ia tampil apa adanya.
Menyadari hal itu semua, Ia mencari kekuatan lain dengan menulis
Usia 18 tahun, Hatta mulai menulis cerita otobiografis tokoh khayali bernama Hindania. Berkisah tentang janda cantik yang ditinggal mati suaminya bernama Brahmana dan dinikahi kembali oleh seorang jauh yang miskin bernama Wolandia yang lebih mencintai hartanya daripada dirinya.
Hindania dan Wolandia bukanlah cerita roman picisan belaka, tetapi mereka adalah personifikasi dari Indonesia dan Belanda. Kisah Hindania dan Wolandia ini berhasil dimuat di majalah Jong Sumatra. Dan sejak itu, seperti ingin mengompensasi tubuhnya yang kecil, wajahnya yang dingin berkacamata tebal, serta gaya bicaranya yang membosankan, Ia mencari kekuatan pada menulis. Pena adalah senjata Ia untuk memerdekakan bangsanya.
Selama berkuliah di Belanda, Hatta tak berhenti bergerak, Ia masih aktif menulis bahkan berkegiatan politik bersama rekan-rekan Indonesia lainnya. Bahkan, selama di sana Ia mendirikan Indonesische Vereeninging. Bersama Indonesische Vereeninging, Ia aktif menulis, mengkritik kebijakan-kebijakan Belanda.
Merasa terancam dengan tulisan-tulisan si Bung, Pemerintah Belanda menangkap Hatta pada tahun 1927. Tidak ada kata untuk berhenti bagi Hatta, bahkan ketika di dalam penjarapun Ia masih aktif menulis. Pidato pembelaannya yang berjudul “Indonesia Vrij” (Indonesia Merdeka) yang nantinya akan Ia bacakan di depan pengadilan selama 3,5 jam pun Ia tulis dengan semangat di dalam bui. Suatu manifesto politik yang berani dari Hatta.
Perkenalan Hatta dengan Soekarno pun dimulai melalui tulisan. Tanpa pernah bertatap muka sebelumnya, kolom debat mereka menghiasi harian Daulat Ra’jat, Menjala, Api Ra’jat dan Fikiran Ra’jat selama tiga bulan berturut-turut.
Lucunya dan tak habis pikir, saat meminang Rahmi pun yang masih berusia 19 tahun kala itu, Hatta memberikan mas kawin berupa buku berjudul “Alam Pikiran Yunani” yang Ia buat sendiri.
Bagaimana Hatta bisa menulis?
Mak Eteb Ayub, pamannya, pada akhir Agustus membawa Hatta pergi ke toko buku di kawasan Harmoni. Ia mempersilahkan Hatta untuk memilih buku yang akan dibelinya, Hatta membeli tiga buku; Staathuishoudkunde karangan N.G Pierson, De Socialisten karangan H.P Quack dan Het Jaar 2000 yang ditulis Belamy. Mak Eteb Ayub dan ketiga buku itulah yang mengawali ‘kegilaan’ Hatta akan buku dan baca.
Ketika diasingkan ke berbagai tempat, Hatta turut serta membawa buku-buku yang dimilikinya. Di tempat pengasingan Hatta menghabiskan waktunya untuk membaca kembali buku-bukunya serta mengajar pemuda maupun anak-anak setempat. Tidak ketinggalan, menulis masih menjadi rutinitasnya. Dan tulisannya pun masih mengisi kolom-kolom surat kabar. Tidak kurang ada 30.000 judul buku yang telah Ia tinggalkan dalam perpustakaan pribadinya.
Mudah bagi siapapun untuk menemukan sisi menarik Hatta dalam tulisannya, tetapi lain halnya lagi jika kita mencari sisi menarik Hatta dalam foto
Andai Pemimpin Saat Ini bisa meneladani Hatta yang minim pencitraan tetapi lebih banyak bekerja, bahagialah negara ini.
Pernah melihat foto atau gambar bung Hatta? Adakah yang menarik dari setiap citra yang ditampilkan? Nyaris tidak ada. Foto-foto si bung selalu membutuhkan penjelasan historis yang mendalam.
Mengapa? Hatta selalu tampil dengan pose yang sama: lelaki dengan senyum ikhlas, wajah yang teduh, rambut yang disisir rapi, tubuh yang berdiri lurus dengan pakaian bersih dan disetrika rapi. Hingga difoto paling bersejarah pun Hatta tetap berpose kalem.
Lain halnya dengan Soekarno yang sangat menyadari pentingnya pencitraan pada sebuah fotonya, bahkan ia mampu “menyutradarai” sendiri adegan sebuah peristiwa agar bisa menampilkan citra yang dahsyat.
Sekali lagi, Hatta bukanlah Soekarno, karenanya terlalu berlebihan jika mengharapkan Hatta menampilkan gesture yang memikat secara fotrografis, atau mungkin Hatta memang tidak memikirkan citra?
“Foto Hatta justru bagus dalam hal isi dan bukan dari segi estetika,” kata Yudhi Soerjoatmodjo, kurator dan fotografer senior.
Ada kisah lucu tentang Hatta, kisah ini dituturkan secara langsung oleh Des Alwi, anak angkat Hatta selagi di pengasingan di pulau Banda.
Pada hari Minggu anak-anak angkat Hatta beserta Hatta dan Sjahrir menikmati senja di pantai. Mereka membawa Hatta dan Sjahrir berenang ke pantai yang jauh dari pelabuhan. Namun, siapa sangka jika Hatta dan Sjahrir tidak bisa berenang. Anak-anak tersebut terus merajuk kepada si Bung tersebut. Mengajaknya untuk berenang. Akhirnya kedua Bung tersebut berhasil dibujuk untuk berenang.
Dasar Hatta, bukannya mencopot celana panjangnya dan menggantinya dengan celana pendek, ia malah menggulung celana panjangnya sampai selutut dan tetap memakai sepatu tenisnya ketika berenang. Anak angkat Hatta beserta Sjahrir menertawai ulah Hatta tersebut. Mungkin karena malu, Hatta memilih untuk belajar berenang sendiri, mojok di sudut pantai.
Untuk urusan waktu, Hatta adalah orang yang disiplin dan teratur. Selain membaca buku untuk mengisi waktu kosongnya selama di pengasingan, Hatta juga menikmati jalan-jalan sore mengelilingi pulau Banda melewati kebun pala, setiap pukul 4-5 sore, ia menelusuri rute yang sama dari rumah dan berakhir di dekat pantai di ujung pulau dan ia akan berhenti sebentar kemudian kembali lagi ke arah semula.
Saking rutin dan tepat waktunya, Hatta dijadikan jam oleh para pekerja. Bila Hatta muncul, para pekerja akan berseru, “Wah, sudah jam lima.” Mereka lalu berhenti bekerja.
Si bung meyakini jika “Pemimpin berarti suri tauladan dalam segala perbuatannya…”
Entah sudah beberapa kali gue memuji Hatta sebagai sosok negarawan yang berbudi pekerti baik. Negarawan yang menulis, yang menyampaikan gagasan dan pemikirannya untuk pembangunan negeri ini. Negarawan yang bekerja sepenuh hati, dengan cintanya merawat negeri ini. Negarawan yang biografinya ditulis karena patut diteladani, bukan negarawan yang biografinya ditulis untuk kepentingan kampanye belaka.
Deliar Noor memuji Hatta sebagai pemimpin yang bermoral tinggi dalam bergerak, baik secara pribadi maupun dalam bermasyarakat dan dalam berpolitik. Hatta dikenal sebagai pemimpin yang bersih dan tak pernah berusaha memperkaya diri dan keluarganya. Padahal jika Hatta mau Ia bisa melakukannya.
Saat memasuki masa pensiun sebagai wakil presiden, Hatta sempat mengalami kesulitan keuangan. Dana pensiun yang Ia terima setiap bulannya hanya Rp5.000,- dana pensiun tersebut jelas tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Pada tahun 1965, ditengah kondisi keuangannya yang sulit, Hatta masih menolak dana taktis sebesar Rp25.000,- dari pemerintah, padahal dana taktis tersebut tidak perlu dipertanggungjawabkan.
Berkali-kali juga Hatta menolak tawaran beberapa perusahaan, termasuk perusahaan asing, untuk menjadi komisaris di perusahaan. Hatta selalu mengelak, "Apa kata rakyat nanti?" Ia khawatir bahwa perjuangannya membela rakyat tidak akan murni lagi, dan Ia tidak mau meninggalkan rakyatnya. Untunglah Hatta masih memperolah honorarium dari beberapa buku yang diperolehnya serta Ia juga mendapatkan bantuan dari beberapa kawannya yang membantunya dengan ikhlas.
Disaat kondisi bangsa seperti ini, sepertinya kita betul-betul membutuhkan banyak Hatta ditataran petinggi negara, bukan? Bukan hanya pemikiran dan sikap politiknya saja, tetapi yang paling utama adalah moral dan akhlaknya yang mampu menjadi teladan di hati rakyat Indonesia.  
1 note · View note