Tumgik
#fortjapara
susindra · 4 years
Photo
Tumblr media
Pandemi kali ini membuat banyak pelaku usaha berbasis wisata yang terdampak. Beberapa bisa dikatakan terpuruk. Tulisan ini semoga membuat teman-teman ingat Jepara dan ke kota saya ini saat libur pertama. Saya buatkan daftar wisata di jantungnya kota Jepara, yang semuanya bisa diakses dengan jalan kaki atau naik becak dari hotel @RedDoorzID Lengkapnya di artikel ini https://www.susindra.com/2020/05/destinasi-wisata-menarik-di-jepara.html #blog #bloggerindonesia #blogpost #lombablog #wisata #Jepara #wisatajepara #susindra #pantaikartinijepara #ceritasusindra #pantaibandengan #kapalkarimunjawa #fortjapara #masjidmantingan https://www.instagram.com/p/CA-ZlrPgITK/?igshid=6vt6cg6irtf6
0 notes
perempuanbanyu · 8 years
Text
Meneropong Kisah Masyhur Jepara dari Lodji Gunung, di Ujungbatu
Tumblr media
Jeparanya Kartini adalah “tempat yang di masa jauh berlau begitu masyhur”, sebuah pelabuhan terbaik Kerajaan Demak. Pelabuhan ini menjadi pusat pengiriman bahan makanan bagi daerah Maluku, Malaka, dan Jawa Barat.” (Pramoedya, 2003;78)
Setelah merunut cerita di Rembang, menyusuri pecinan tua di Lasem, saya melanjutkan perjalanan ke kota ketiga. Selama kurang lebih empat jam perjalanan dari Rembang, sampailah saya di Japara, di sebuah penginapan di dalam area Pantai Kartini.
Sore yang cerah, desiran angin yang menghembus dari Laut Jawa di utara membuat kopi kemasan yang, sebenarnya memiliki rasa biasa saja, terasa istimewa. Di lantai atap penginapan itu, menunggu hari berganti malam.
***
Kali ini, saya bersama Apeep dari Komunitas Rumah Kartini sudah berada di Fort Japara. Masyarakat setempat menyebutnya dengan sebutan Lodji Gunung. Karena bangunan yang berfungsi sebagai benteng pertahanan tersebut, berada di atas sebuah bukit. Delapanpuluhlima meter di atas permukaan air laut, setengah kilometer di utara pusat kota.
“Saya sebenarnya masih ragu, Mbak, benteng ini adalah peninggalan Belanda atau Portugis.” ujar Apeep ketika kami baru saja sampai di depan gapura Fort Japara.
“Kalau dari bangunannya sih Belanda, ya. Dan kata “lodji” itu biasa digunakan oleh Belanda,” saya menjawab dengan sedikit mengingat-ingat dengan ilmu arsitektur yang didapat ketika kuliah, sembari memperhatikan gapura yang baru saja dilewati.
“Iya, tapi di buku Pram disebutkan benteng Portugis.”
Kami membiarkan pertanyan itu menggantung. Dan kami terus berjalan mengelilingi area benteng. Seperti layaknya bangunan benteng, terdapat empat pojok benteng di masing-masing mengarah ke empat pejuru mata angin. Di atas pojok-pojok benteng itulah para tentara berjaga dan mengintai ancaman yang, kiranya, akan menerkam.
“Dulu, di bawah ini tuh laut, Mbak,” ujar Apeep sembari menunjuk pemukiman yang berada di bawah benteng yang, pagar batu kelilingnya, sedang kami pijak. Di sisi kanan area benteng.
“Oya?” jawab saya singkat.
“Mari ke gazebo di tengah itu, Mbak,” ajaknya sembari becerita mengenai tanah kelahirannya.
Mengulur satu langkah mengikuti Apeep, saya mendengarkan ceritanya.
Dahulu Japara adalah dataran yang terpisah dari Pulau Jawa. Pulau Muria namanya. Daerah itu meliputi Japara, Kudus, dan Pati. Tentu saja Gunung Muria sebagai puncak tertingginya. Seturut dengan waktu, proses alam akhirnya menjadikan selat pemisah antara Jawa dan Pulau Muria mengering menjadi daratan.
***
Kisah masyhur Japara dimulai pada abad delapan.
“Japara dulu punya pelabuhan besar, Mbak. Hasil-hasil bumi dan barang kerajinan diekspor dari sini.” ujar Apeep dalam runtutan ceritanya.
Pelabuhan di bawah Karesidenan Demak itu adalah yang terbaik pada masanya. Pelabuhan yang menjadi pusat kegiatan perekonomian bagi Japara. Tak heran hasil bumi dan barang kerajinan Japara berhasil melanglangbuana ke berbagai penjuru dunia.
Kemasyhuran Japara paling utama karena perjuangan Raden Surya mengusir Portugis. Tanpa takut, ia dengan ratusan armada lautnya menyeberangi Laut Jawa sampai ke Malaka.
“Makanya dijuluki Pangeran Sabrang Lor.” tak putus Apeep bercerita tentang banyak hal sejarah kampung halamannya itu.
Saya hanya mengangguk berdecak kagum.
Kemegahan pelabuhan itu secara otomatis membuat perekonomian Japara berkembang pesat. Banyak yang tertarik dengan Japara dan Jawa pada umumnya. Saudagar Tiongkok, Arab, India, dan Eropa, berbondong datang ke kota yang dulu dikenal sebagai Ujung Para ini. Di lain pihak, Mataram terus menggempur Demak dengan tiada jeda. VOC terancam, dan merasa perlu mendirikan sebuah tempat untuk menyimpan perbekalan mereka.
“Nah, akhirnya VOC mendirikan benteng ini, Mbak.” Apeep menyimpulkan ceritanya mengenai asal-muasal pendirian lodji.
Dari tempat kami berdiri sekarang, di dalam sebuah gazebo yang berada pada titik tertinggi di dalam area Lodji Gunung, tampak dari kejauhan membentang Laut Jawa dari segala arah.
“Jadi, di sini adalah spot terbaik untuk meneropong kapal-kapal musuh yang akan datang. Di sana itu, yang ada menara, dulu adalah Pelabuhan Japara, Mbak,” Apeep menunjuk sebuah menara pemancar yang berada di bibir pantai. Jauh di bawah sana. Saya melihat arah yang ditunjuk.
“Padahal VOC kan perusahaan dagang, ya?” saya menyahut sekenanya.
“Hahahaha. Iya, dulu bangsa kita dijajah oleh perusahaan dagang Belanda. Lucu juga.”
“Iya, karena negara kita kaya akan rempah, mereka (VOC) yang niat awal hanya berdagang, berubah menjadi menjajah.”
Kami tertawa ringan.
***
Begitu masyhur Japara pada saat itu ternyata tidak bertahan abadi. Segala perang berkecambuk di ujung mara yang enak dipandang dari segala penjuru lautan ini, menjadikan Japara tidak lagi harum. Terlebih ketika pelabuhan akhirnya ditutup. Namanya yang besar tidak lagi diingat orang. Kerajinan tangan dan kesenian rakyat yang jaya pada awalnya berubah menjadi sisa-sisa reruntuhan batu lodji yang hampir semua rubuh.
***
Benarkan Japara menjadi “pojok yang dilupakan”?
Ketika pada era Kartini, ada seseorang yang menyebut Japara tak lebih dari kandang babi, Den Adjeng menulis:
Tempat kecil, damai, dan suci, yang menghasilkan karya-karya seni yang bersifat ilahi … yang tidak akan terbenam dalam ketiadaan, tetapi yang memikul amanat, sebagaimana halnya di masa silam, pendukung daripada nama yang masyhur dan dihormati.
Tapi bagi Apeep, dan harapan semua orang termasuk saya bahwa, sisa-sisa bangunan bersejarah seperti lodji ini diperhatikan kelestariannya oleh pemerintah setempat.
“Jadi, lodji ngga cuma buat pacaran, Mbak,” kelakarnya dengan humor.
Kami tertawa sembari melangkah keluar lodji.
“Kita lanjut ke Blakang Gunung?” tanya Apeep kepada saya untuk memastikan tujuan kami selanjutnya.
Saya mengangguk setuju.
***
Sementara kisah harum Japara terus mengusik kepala saya, membayangkan potongan-potongan adegan pada masa silam.
Kendaraan roda dua serasa berjalan lebih lambat dari biasanya. Saya tidak sabar untuk sampai ke Blakang Gunung, tak sabar untuk mencari lebih dalam tentang kisah-kisah masyhur Japara lainnya.
Tumblr media Tumblr media
1 note · View note