Tumgik
#filsafatpuisi
buletinaufklarung · 3 years
Text
narasi puisi pandemi | buletinaufklarung.com
Merdeka tahun ini berbeda Tak ada lagi semarak ceria perlombaan Anak-anak sampai usia senja di lapangan
Kulihat hanya tertancap tinggi tiang Dipasang bendera merah putih pada puncaknya Ia pun melambai ke rumah-rumah sekitar
Merdeka tahun ini berbeda Tidak mungkin menggantung kerupuk Pun menata karung atau kelereng
Satu petak persegi itu tinggal sisa jejak perjuangan dulu Ketika di ujung jarak terdengar suara teriakan Ayo! Ayo! Ayo! Jadilah pemenang
Merdeka tahun ini berbeda Harapan bangsa masih rapi tertata Menanam sejarah tuk diceritakan
Sebatas kenang yang tak padam Entah kapan merdeka pandemi dimulai Apa ketika lama menua, lalu timbul generasi anyar?
0 notes
buletinaufklarung · 3 years
Text
era filsafat puisi | buletinaufklarung.com
Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa puisi adalah bagian dari filsafat. Sebagian lainnya berujar, jikalau filsafat itu sesungguhnya puisi yang di teorikan.
Selain anggapan di atas, ada juga yang mengatakan sebetulnya filsafat dan puisi itu menunjukan titik di mana apa yang dinamakan dengan bahasa itu bekerja. Bahasa tergantung daripada bagaimana pengguna itu memperlakukannya. Bahasa terkadang kita pakai untuk mengurai fakta yang ujungnya adalah kesepakatan (agreement).
Dalam keadaan yang lain, kita memperlakukan bahasa sebagai sarana untuk mengekspresikan diri untuk menemukan keunikan dan pengalaman pribadi. Bahasa memungkinkan kita menemukan jawaban atas pertanyaan yang praktis tetapi juga membukan wawasan serta prespektif baru. Bahasa melampaui antara ilmu pengetahuan dan seni. Ernie Lepore, profesor dari Universitas Rutgers adalah pemantik perbincangan ini.
Sepintas keduanya benar, tetapi apakah memang begitu? Yang pasti, dalam lanjutan tulisan di bawah ini, paragraf kedua tidak begitu mencolok terpakai.
Filsafat datang dari sebuah pertanyaan. Yaitu pada saat kita merasa bahwa apa yang sudah menjadi ‘berwujud’ tak dapat lagi memuaskan jawaban atas pertanyaan kita. Dari titik itulah, filsafat kemudian berimajinasi dan mencari bentuk ideal yang baru melaui proses perenungan yang dalam. Filsafat selalu menuntut alasan atau non spekulatif.
Sementara puisi berangkatnya dari perasaan. Puisi adalah catatan daripada kondisi yang dilihat untuk kemudian berkolaborasi dengan apa yang sedang ada di hati kita. Puisi meronta dan membahasakan kondisi tersebut dengan bahasa yang tak pernah bisa dibahasakan.  Oleh karenanya, tidak jarang, puisi membentuk makna-makna yang setiap orang memiliki kebebasan untuk menafsirkan artinya sesuai dengan kehendak masing-masing. Tidak ada unsur ‘tirani akademik’ dalam puisi.
Persamaan keduanya, filsafat dan puisi, terletak hanya pada sisi pertanyaan yang dibentuk atas dasar kegilisahan. Cukup. Sisanya, berbeda.
0 notes