#event menulis 30 hari novela
Explore tagged Tumblr posts
Text
Bab 1 ( Rencana Mendaki )
"Jadi?" Rey menjeda ucapannya. Menyisir rambut ikalnya kebelakang membuat kami bertiga memandang ke arahnya serius. "Kita mau liburan kemana, Bray?" cengirnya tanpa dosa.
Kebiasan. Mungkin hampir tiap satu menit, Rey bisa menyisir rambutnya ke belakang sampai lima kali.
"Gue eneg sumpah, ngeliat tiap menit kebiasan aneh lo. Sawan ya?" ungkap Ahdi ketus. Dia sampai menendang kerikil di jalan ke arah tong sampah di dekat parkiran.
Rey cuma mengangkat bahu cuek seolah tidak mendengar apapun. Lantas menoleh ke arahku, berbisik sesuatu. "Gimana kalau kita ndaki aja, Bonk?"
Matanya berbinar. Aku yang suka mendaki langsung saja mengangguk tanpa ragu. Lagi pula sudah lama tak melihat barisan pepohonan dan bukit yang mengular. Ah, kapan yah, terakhir kali aku menjelajahi alam bebas?
"Kalau mau bisik-bisik ya nggak usah keras begitu, Sapi." Ahdi nyolot, jengah melihat Rey yang pecicilan mirip cacing kepanasan.
Abil yang berjalan di sampingku menahan tawa. Melihat Rey dan Ahdi yang mulai bertengkar kecil, melempar ejekan satu sama lain.
"Nah, gitu ngegas." Rey tersenyum jahil melihat wajah Ahdi yang sudah memerah. Mungkin sebentar lagi, cowok cungkring itu siap meledak namun tepukan Abil sudah dulu menyadarkannya.
"Yang waras ngalah aja, Bray hehe ..." kata Abil sembari tertawa kecil meredam amarah Ahdi. Sesaat Ahdi menghela napas panjang lalu mengangguk.
"Ya udah, jadi kita mau ndaki atau ngecamp?" tanyaku membuka topik baru. Ketiganya menoleh, secepat itu lupa dengan pertengkaran kecil tadi.
Rey mengetuk-ngetukkan telunjuknya di atas dahi. "Ngecamp 'kan udah sering, tahun lalu juga kita ngecamp di Cibodas?" katanya kemudian.
"Kalau ndaki, kayaknya udah hampir dua tahun deh, Bray. Ingat nggak, yang waktu celana Rey melorot pas nanjak ke Cikuray? Mungkin kalau Abil nggak nolongin udah malu parah dia," cerca Ahdi mengungkit pengalaman memalukan yang ingin dilupakan Rey.
"Tuh mulut, bisa nggak. Jangan bahas soal itu terus?" sahut Rey sebal. Bibirnya mengerucut dengan pipi yang sengaja dikembungkan.
Aku menghembuskan napas jengah. "Terus kalau mau ndaki, emang mau ke gunung apa?" tanyaku lagi. Rey dan Ahdi saling pandang, bingung mungkin.
"Ciremai, gimana?" usul Abil.
Mata Ahdi dan Rey membelalak. Sesaat keduanya saling pandang sebelum berteriak heboh. "Gaskeun Bro!"
.
.
.
Benar saja, dua hari setelah rencana dadakan di parkiran itu di buat. Sabtu pagi, kita merealisasikan. Sekitar pukul 05.00, kita berempat sudah berkumpul di rumah Rey.
Terlihat Ahdi dan si tuan rumah masih saja menguap, efek begadang main game semalam. Padahal aku sudah menyarankan untuk tidur lebih awal, tapi namanya anak cowok kadang susah di atur apalagi jika sudah nongkrong bareng teman. Alhasil, kondisi mereka masih lesu dan kurang vit.
"Yakin mau nanjak?" tanyaku. Kurang yakin dengan perjalanan yang belum di mulai ini saat melihat mulut lebar Rey. Bahkan dia tak khawatir jika ada lalat yang bertamu.
Abil meletakkan carrier 40 liternya di atas lantai lantas menyahut, "Kusut gitu kayak tali layangan, gue nggak yakin mereka nyampe puncak."
Sindiran itu berhasil menyadarkan Ahdi dan Rey. Keduanya langsung mengecek perlengkapan lagi sebelum di masukan ke dalam daypack.
"Gue melek nih, nih!" seru Rey membuka matanya lebar-lebar ke arah Abil. Aku yang melihat hal receh itu seketika terbahak.
Pukul 06.00 akhirnya kita memulai perjalanan. Namanya juga manusia, pasti bisa molor lama banget dari waktu janjian awal.
Ngomong-ngomong, kita mendaki via Apuy. Alasannya simpel, jalurnya mudah dan paling cepat menuju puncak. Jam 07.00, tepat saat matahari mulai bersinar terang. Kita sudah sampai di Basecamp Berod.
Sebenarnya ada perubahan pos via Apuy. Selain basecamp, dulu Berod juga pos 1. Namun, entah karena alasan apa, Arban kini jadi pos 1 dan Berod hanya sebagai basecamp lengkap dengan warung-warung tempat singgah.
"Gue kebelet kencing, gimana dong?" teriak Rey mirip anak perawan. Padahal belum ada 20 menit kita meninggalkan Basecamp.
Aku yang bertugas jadi leader seketika mengintruksikan untuk berhenti sejenak. Kasihan juga, kalau sampai Rey ngompol di celana.
Ahdi yang kebagian membawa carrier dan merangkap sebagai sweper cuma geleng-geleng. Kalau bukan teman sediri, mungkin sudah ia angkut terus buang ke jurang tadi.
"Awas aja kalau molor lagi sampai puncak. Lo!" tunjuk Ahdi tepat di muka Rey dengan jari telunjuknya. "Gue jadiin sarung tinju!"
Glek! Rey menelan ludah susah payah. Ancaman Ahdi sampai membuat wajahnya yang putih semakin pucat. Lagi-lagi aku dan Abil terbahak. Lucu sekali melihat wajah Rey yang mati kutu.
Kurang lebih satu jam, akhirnya kita sampai di pos 1 Arban. Di sana kita hanya melepas lelah sejenak lalu kembali melanjutkan perjalanan ke pos 2. Rupanya jalur yang kita lewati begitu menanjak. Semakin tinggi, semakin naik dan banyak sekali akar-akar pohon yang melintang. Apalagi kita mendaki saat musim kemarau, jarang sekali menemukan sumber mata air. Paling di Goa Walet, itu saja setelah pos 5 nanti.
Dari pos 1 sampai pos 2, Tegal Pasang hanya membutuhkan waktu sekitar satu jam. Berbeda saat kita menuju pos 3 sampai pos 5, paling cepat satu jam setengah.
Ahdi mulai kelelahan, apalagi carrier yang ia bawa tidak bisa di bilang ringan. Mengetahui hal itu, akupun memutuskan untuk beristirahat di pos 4, Tegal Jamuju. Tak disangka, perjalanan menuju Tegal Jamuju rupanya lebih sulit. Banyak sekali batu terjal dan akar pohon yang mencuat. Bahkan ada tali yang sengaja dipasang untuk di gunakan pendaki saat musim penghujan, agar tak tergelincir karena licin.
"Lo masih kuat Di? Klo nggak sini carrier-nya biar gue yang bawa," kata Abil. Dia merasa kasihan melihat Ahdi yang bolak-balik berhenti sebentar di belakangnya.
Ahdi tersenyum mendengar ucapan Abil. Walaupun terkesan cuek dan tak peduli. Abil rupanya memerhatikan masing-masing dari kita.
"Gue masih kuat Bil," jawab Ahdi.
"Dia 'kan, otot kawat tulang besi. Ya nggak, Bonk?" sahut Rey yang langsung diberi jitakan gratis oleh Ahdi.
"Aw, sakit Tuyul!" desis Rey. Dia langsung menatap nyalang pada Ahdi. Ahdi yang di tatap pura-pura tak tahu.
"Jangan mulai deh, kita kan lagi istirahat. Simpan aja tuh tenaga buat lanjut jalan nanti, dari pada buat marah nggak jelas!" kataku tegas. Ketiganya langsung mengangguk.
"Nggak salah gue milih Ibonk jadi ketua," ucap ketiganya, aku geleng-geleng.
Terlihat tulisan Sanghyang Rangka di papan kayu yang tergantung di atas pohon sekitar 10 menit lagi. Seketika, senyumku merekah. Dengan semangat 45 dan kondisi 55. Aku mulai berseru untuk menyemangati yang lain.
"Pos 5 bentar lagi. Fighting all!" teriakku sembari menoleh ke belakang. Ketiganya menyahut dengan gembira.
Anehnya saat aku kembali menghadap ke depan, aku merasakan sesuatu yang janggal. Entah mengapa tanah yang kupijak seolah menghilang. Ujung kakiku mulai terasa dingin yang merambat naik sampai pangkal paha. Aku mulai tak konsen hanya dalam hitungan detik. Tiba-tiba mataku mulai berkunang, seperti tv hitam-putih yang mulai rusak. Tubuh terasa hilang daya lantas ....
Bruk!
"Ibonk!"
1 note
·
View note
Text
P R O L O G
'Kau yang semu berhasil mencuri hatiku, Maya.' ~Iqbal.F.R
.
.
.
Bayangan hitam itu perlahan mendekat, membentuk sebuah siluet lengkap. Sesaat mataku mengerjap, melihat kembali apa yang kulihat.
Seorang gadis? batinku.
Anehnya sosok itu hanya berdiri mematung saat jarak di antara kami mulai menipis. Seolah ada sekat tak terlihat yang menjadi pembatas. Aku tidak tahu, apa yang gadis itu lakukan di hutan tengah malam begini. Yang jelas ia hanya diam dengan kepala tertunduk.
Sejenak aku terpaku. Kala melihat potret dirinya yang begitu memikat. Tubuhnya tinggi semampai, rambut hitamnya berkilau saat terkena cahaya rembulan. Kulitnya putih tetapi begitu rapuh jika di sentuh. Satu lagi, gaun putih setinggi lutut itu cocok sekali ia kenakan. Sayangnya, aku tak bisa melihat rupanya yang ayu. Poni itu menghalangi penglihatanku.
"Ekhem!" batukku, memecah keheningan.
Gadis itu masih saja diam tanpa suara. Mungkin aku harus sedikit berani dengan menyapa? Akhirnya aku mulai melangkah, mengikis jarak yang hanya satu meter adanya.
Jantungku mulai berdebar tak karuan saat kakiku terhentak ke tanah. Seperti ada perasaan yang sulit untuk di jelaskan.
Satu langkah lagi, jarak kami lenyap. Namun, sang waktu menarik diriku ke dalam pusarannya. Tubuhku tiba-tiba jatuh terhuyung ke belakang dengan tangan yang hanya bisa memegang awang. Sensasi mual bercampur rasa pening yang luar biasa juga tiba-tiba datang. Lantas menghantam kepalaku bersamaan dengan kegelapan.
.
.
.
"Maya!" teriakku spontan.
Entah mengapa napasku begitu ngos-ngosan dengan keringat yang mengucur deras membasahi tubuh. Rasanya seperti ....
"Lo udah sadar?" kaget Rey dengan tampang syoknya. Aku yang bingung, hanya mengangkat satu alis.
"Alhamdulillah, akhirnya lo sadar juga Bonk." Abil tersenyum semringah, sembari menepuk bahuku lembut.
Aku masih mencerna perkataan mereka. Memangnya apa yang terjadi? Kenapa semuanya bertingkah aneh, dan kemana gadis itu pergi?
Sampai suara Ahdi di sampingku menjawab semua pertanyaan itu.
"Lo gila ya? Kenapa diem aja waktu kita bertiga teriak itu jurang!" kata Ahdi sarat emosi.
Dia bahkan menggebrak meja, yang baru kusadari jika ini di rumah sakit.
"Gue, Abil dan Rey sampe mikir lo udah lewat Bonk, karena salah jalur terus jatoh dari pos 3 ke pos 2!" lanjutnya sembari terisak.
Aku tertegun, saat melihat Ahdi menangis untuk pertama kalinya. Cowok itu memang paling keras di antara kita berempat, meski begitu Ahdi yang paling tak suka jika temannya di ganggu apalagi dalam bahaya.
"Ha-harusnya gue jagain lo, mungkin kalo gue lebih cepet lari dan ngulurin tangan, semua nggak bakal kayak gini. Asli, gue takut banget waktu ngelihat lo koma selama dua minggu," jelasnya.
Mataku melotot. "Du-dua minggu? Wah, kocak. Kalian mau ngeprank gue pasti."
Abil dan Rey menggeleng cepat. "Itu beneran."
Kepalaku semakin pusing.
"Dan saat koma, lo cuma nyebut satu nama." Rey menambahkan.
"Siapa?" tanyaku cepat.
Ketiganya berpandangan, sebelum menjawab.
"Maya!"
To be continued
Halo, namaku Leo. Kalian bisa manggil aku Le klo ngk Leon. Ini cerita pertamaku untuk event menulis 30 hari Novela. Hope, kalian enjoy bacanya. Terima kasih😁
6 notes
·
View notes