Tumgik
#envihsauin
envihsauinjkt · 7 years
Text
Peringatan Hari Kesehatan Lingkungan Sedunia ke-7: 26 September 2017 Peran Mahasiswa dan Masyarakat bagi Lingkungan yang Berkelanjutan
Divisi FOKASI (Forum Kajian dan Edukasi)
ENVIHSA UIN JAKARTA 2017
Lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Kondisi lingkungan yang baik dapat mendukung meningkatnya status kesehatan.  Namun, pada kenyataanya dalam membangun lingkungan yang sehat tidaklah mudah. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya permasalahan di lingkungan yang terjadi, mulai dari polusi air akibat limbah industri dan pertambangan, polusi udara di perkotaan, hingga hal yang kita sering abaikan seperti sampah pun kini menjadi salah satu permasalahan didalamnya.
Masalah polusi udara kini sedang memanas. Munculnya banyak pembangunan, industri dan transportasi membuat keadaan udara semakin tak karuan. Buruknya kualitas udara meningkatkan potensi penyakit berbasis lingkungan, seperti ISPA, TB, dan lainnya. Peningkatan penduduk turut serta dalam peningkatan kasus penyakit dikarenakan tidak diseimbangkan dengan peningkatan perilaku mencegah kerusakan lingkungan. Permasalahan lainnya adalah masih ditemukan adanya fasilitas sanitasi dasar yang buruk di daerah terpencil di Indonesia, seperti banyak masyarakat daerah yang masih melakukan BAB secara terbuka. Intinya adalah masalah lingkungan tidak akan lepas dari kehidupan sehari-hari jika masih ditemukannya masyarakat yang acuh terhadap kesehatan lingkungan.
Meningkatnya kasus penyakit berbasis lingkungan, membuat banyak pihak geram untuk segera mengendalikan atau menyelesaikan permasalahan lingkungan, salah satunya ialah mahasiswa kesehatan lingkungan. Mahasiswa merupakan agent of change sebagai ujung tonggak terhadap adanya perubahan-perubahan untuk Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. Mahasiswa Kesehatan Lingkungan tiada henti-hentinya terus membantu pihak pemerintah khususnya dalam upaya pelestarian lingkungan. Mahasiswa juga sebagai perantara apresiasi antara pihak pemerintah dengan masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan mahasiswa dapat menjadi influencer khususnya dalam memperbaiki sikap dan perilaku masyarakat untuk senntiasa menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
Aksi nyata cinta lingkungan marak diadakan di masyarakat demi mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan. Namun perlu digaris bawahi, aksi nyata ini juga harus diiringi dengan tindakan-tindakan yang ecofriendly dan tidak sekedar berapi-api mendengungkan suara kepedulian tanpa aksi nyata. Masyarakat bukan harus dipaksa untuk patuh dengan aturan, melainkan butuh pemahaman, kesadaran dan perubahan sikap serta perilaku. Pendekatan yang dalam antara mahasiswa dan masyarakat sangat dibutuhkan saat ini untuk mencoba memahami keluhan dan hambatan masyarakat sendiri dalam berperilaku cinta lingkungan.
Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, masyarakat memiliki hak dan kesempatan untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran masyarakat dapat berupa pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Masyarakat dengan pemerintah, LSM dan lembaga swasta bersama-sama melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup demi mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan dan ketaatan masyarakat terhadap pelestarian lingkungan hidup, diantaranya faktor internal seperti pengetahuan, pemahaman, dan sikap yang dapat mendorong perilaku masyarakat menjadi ecofriendly. Selain itu, faktor eksternal juga turut berperan dalam mempengaruhi perilaku manusia, seperti adanya ancaman atau paksaan yang mendorong dan memaksa masyarakat untuk tunduk kepada lingkungan.
Pemerintah perlu mengeluarkan program yang bersifat pro lingkungan, sementara pihak swasta perlu juga menyadari pentingnya pemanfaatan SDA (sumber daya alam) secara berkelanjutan, dan masyarakat diharapkan mengadakan atau mendukung aksi-aksi ramah lingkungan seperti memilah dan memelihara pohon atau juga menggunakan energi secara bijak.
Masalah lingkungan bukan lagi menjadi masalah suatu daerah saja, melainkan merupakan masalah internasional yang sampai saat ini masih dirasakan begitu pun dengan dampaknya. Indonesia sebagai negara yang masih terus berkembang, masih memiliki masalah lingkungan. Demi terciptanya lingkungan yang seimbang, dibutuhkan kesadaran dan upaya dari berbagai pihak untuk membantu mengatasi masalah kesehatan lingkungan yang terjadi di Indonesia.
0 notes
envihsauinjkt · 9 years
Text
Enrich Your Knowledge #ENVIHSA2_15
Akbar Yazil Siregar
“Penilaian Status Kesehatan Dan Kelayakan Pasar Tradisional Ciputat dan Pasar Modern BSD Tahun 2014″
Abstrak
Data Ditjen Perdagangan Tahun 2007 menyebutkan sekitar seperempat dari jumlah total populasi penduduk Indonesia beraktifitas atau berkaitan dengan pasar, sementara pasar dapat menjadi jalur utama untuk penyebaran penyakit SARS dan Flu Burung. Terkait dua hal ini, maka penting kiranya untuk memperhatikan aspek kesehatan dari pasar, penelitian ini bertujuan menganalisa status kesehatan dan  kelayakan pasar tradisional Ciputat dan pasar modern BSD City berdasarkan Kepmenkes No.519 tahun 2008 pada bulan Mei-Juli Tahun 2014.
Dalam penelitian ini sampel didapatkan dengan metode purposive sampling. Penilaian status kesehatan pasar dan status kelayakan pasar dilakukan melalui observasi dan analisis item-item penilaian yang tercantum pada form I dan form II  untuk mendapatkan nilai status kesehatan dan status kelayakan pasar tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan status kesehatan pasar Ciputat adalah “tidak sehat” dengan skor total 38,94% dan status kesehatan pasar Modern BSD adalah “kurang sehat” dengan skor total 67,88%. Status kelayakan pasar Ciputat adalah “kurang layak” dengan skor total 20 checklist dan status kelayakan pasar Modern BSD adalah “baik” dengan skor total 48 checklist. Saran bagi kedua pasar tersebut agar mengupayakan hal-hal penting terkait kesehatan pasar yang belum dimiliki seperti tempat cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, menyediakan pos pelayanan kesehatan P3K, meningkatkan kualitas pengelolaan sampah dan melakukan desinfeksi pasar secara menyeluruh 6 bulan sekali.
Kata Kunci: Kesehatan, Pasar, Pasar Modern, Pasar tradisional
0 notes
envihsauinjkt · 9 years
Text
Enrich Your Knowledge #ENVIHSA2_14
Tri Astuti Lestari
“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala ISPA pada Balita di Desa Citeureup Tahun 2014”
Abstrak
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang satu atau lebih dari saluran nafas. ISPA sering menyerang balita karena kekebalan tubuhnya yang masih rendah. ISPA masih menempati urutan teratas dari data 10 besar penyakit di Wilayah Kerja Puskesmas Citeureup. Di Desa Citeureup terdapat pabrik semen yang dalam proses produksi dan transportasinya menghasilkan pencemaran udara. Salah satu zat pencemar tersebut adalah SO2 yang dapat menyebabkan gejala ISPA.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deksriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan sejak bulan April sampai dengan Mei tahun 2014 di Desa Citeureup. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster sampling dengan jumlah sampel 92 balita dan menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 71 balita (77,2%) yang mengalami gejala ISPA dan terdapat hubungan antara konsentrasi SO2 dengan gejala ISPA (p value < 0,032). Variabel lain yang berhubungan dengan gejala ISPA adalah anggota keluarga yang mengalami ISPA, ASI Ekslusif, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), dan status gizi (p value < 0,05).
Untuk menanggulangi masalah ini diharapkan terdapat kerjasama antara masyarakat dengan pelayanan kesehatan untuk menciptakan lingkungan dan perilaku hidup sehat untuk mengurangi gejala ISPA pada balita di Desa Citeureup. Penanggulangan ini dapat dilakukan dengan cara penyuluhan terkait dengan penyakit ISPA, mengenai tanda dan gejala ISPA dan cara pencegahannya.
Kata Kunci: Gejala ISPA, balita, pencemaran udara luar ruangan, pencemaran udara dalam ruangan, kekebalan balita
0 notes
envihsauinjkt · 9 years
Text
Enrich Your Knowledge #ENVIHSA2_8
Annis Syarifah Nasution
“Kandungan Zat Pewarna Sintetis pada Makanan dan Minuman Jajanan di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014″
Abstrak
Zat pewarna sintetis merupakan bahan tambahan makanan buatan yang dapat memperbaiki penampilan makanan. Berdasarkan hasil uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun 2008 terhadap 861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,95% (344 contoh) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dari total sampel itu, 10,45% mengandung pewarna yang dilarang (Nurdwiyanti, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan di SDN I-X Kelurahan Ciputat, diketahui bahwa dari 15 sampel makanan dan minuman jajanan terdapat 7 sampel positif mengandung zat sampel sintetis yang dilarang penggunaannya. Berdasarkan hasil observasi, dari 10 SDN hanya beberapa saja yang menyediakan kantin sekolah dan pihak sekolah juga memperbolehkan siswa/i jajan di luar sekolah karna keterbatasan kantin yang kurang memadai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui zat pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya dalam makanan dan minuman jajanan yang dijual di SDN I-X Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian studi kasus yang dilakukan sejak bulan Juni-Oktober 2014 di sekitar SDN I-X Kelurahan Ciputat. Penelitian ini menggunakan total sampling sebanyak 20 sampel makanan dan 20 sampel minuman dan dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan alat Hot Plate and Stirrrer menggunakan serat wol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari masing-masing 20 sampel makanan dan minuman terdapat 9 sampel makanan dan 17 sampel minuman yang positif mengandung zat pewarna sintetis. Semua zat pewarna sintetis yang ditemukan pada sampel makanan dan minuman jajanan adalah dilarang Permenkes RI No.722/MenKes/Per/IX/1988. Akan tetapi jumlah zat pewarna sintetisnya sebanyak 15 jenis perwarna dan diantaranya. Maka disarankan, sebaiknya BPOM dan pihak sekolah memantau dan mengawasi peredaran makanan dan minuman jajanan di sekolah dan memberikan bimbingan dan pembinaan kepada pedagang agar memahami jenis pewarna sintetis dan bahayanya terhadap kesehatan.
Kata Kunci: Makanan dan Minuman Jajanan, Zar pewarna sintetis, Sekolah Dasar
0 notes
envihsauinjkt · 9 years
Text
Enrich Your Knowledge #ENVIHSA2_7
Elfira Augustin
“Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2014″ ABSTRAK
Makanan adalah kebutuhan dasar yang sangat penting untuk kehidupan sehari-hari tetapi sangat mungkin terkontaminasi sehingga menimbulkan penyakit bawaan makanan. Seringkali kasus keracunan makanan jajanan yang dijual di sekolah dasar dikarenakan higiene sanitasi makanan yang buruk.
Jenis penelitian ini merupakan kuantitatif deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan sejak bulan Oktober sampai dengan Nopember tahun 2014 di Sekolah Dasar Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel 35 pedagang makanan dan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan 60% responden berjenis kelamin laki-laki, 34,4% responden berumur 31-40 tahun, 68,6% respoden menggunakan gerobak, 60% responden berstatus pemilik sarana berdagang, 74,3% responden telah bekerja selama ≤ 10 tahun, serta 40% responden berpendidikan SMA.
Pada pengetahuan responden, 60% responden berpengetahuan baik mengenai kebersihan diri, 62,9% berpengetahuan baik mengenai peralatan, 68,6% responden berpengetahuan baik mengenai penyajian dan sebesar 74,3% berpengetahuan baik mengenai sarana. Dalam sikap responden, 80% responden bersikap baik terhadap kebersihan diri, 65,7% responden bersikap baik terhadap peralatan, 80% responden bersikap baik terhadap penyajian dan sebesar 97,1% responden bersikap baik terhadap sarana. Untuk tindakan responden, 77,1% responden bertindak baik terhadap kebersihan diri, 60% responden bertindak baik terhadap peralatan, 60% responden bertindak baik terhadap penyajian tetapi sebesar 54,3% responden masih bertindak buruk terhadap sarana.
Meskipun pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi pedagang makanan secara umum adalah baik, tindakan terhadap sarana masih termasuk buruk. Oleh karena itu pengetahuan dan kesadaran pedagang makanan jajanan perlu ditingkatkan dengan cara memberikan penyuluhan, pelatihan serta pengawasan yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan.
Kata kunci: Higiene sanitasi, pengetahuan, sikap, tindakan, pedagang makanan.
0 notes
envihsauinjkt · 9 years
Text
Enrich Your Knowledge #ENVIHSA2_6
Muhamad Febriansyah Akbar Ali
“Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Berdasarkan Toleransi Tingkat Kholinesterase Pada Teknisi Perusahaan Pest Control Di Jakarta Tahun 2014″
Abstrak
Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama. Terdapat lebih dari 200 formulasi pestisida di Indonesia yang terdaftar dan diijinkan untuk digunakan dalam kegiatan pest control. Pestisida dapat masuk melalui kulit, kedalam mulut atau lewat pernapasan. Petugas pest control mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar oleh pestisida. Pemeriksaan kolinesterase dalam serum darah merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat keracunan dalam darah petugas pest control.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control. Pengukuran dalam penelitian terdiri dari 8 faktor dengan keseluruhan pertanyaan berjumlah 42 item. Ke-8 faktor tersebut, antara lain : (1) umur; (2) tingkat pendidikan; (3) pengetahuan; (4) status gizi; (5) tata cara pencampuran; (6) frekuensi penyemprotan; (7) jumlah jenis pestisida; serta (8) penggunaan APD. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Sampel berjumlah 42 petugas pest control. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan dua variabel yang terdapat hubungan yang bermakna dengan tingkat keracunan pestisida. Dua variabel tersebut yaitu umur dengan nilai median umur 38,50 tahun, Pvalue sebesar 0,036 dan penggunaan alat pelindung diri yang tidak sesuai sebanyak 17 orang (53,1%), rata-rata kadar kolinesterase sebesar 7548,24 u/l dengan Pvalue sebesar 0,036.
Kata Kunci : Tingkat Keracunan, Kadar Kolinesterase, Pestisida
0 notes