#duchhound
Explore tagged Tumblr posts
Photo
sometimes we hang out inside. #dogsoftumblr #dogsofinstagram #dogsofnewyork #duchhound #montyandgorgie (at Upper West Side)
0 notes
Note
What about the name Bronze or Chocolate? For the duchhound? :)
Hmmm....Chocolate sounds good! Shortened to Choco. Yeah, I think I’ll go with that!
0 notes
Photo
#2017bestnine #illustration #characterdesign #disney #moana #viana #13reasonswhy #kiwi #adventuretimeislands #adventuretime #zelda #dog #duchhound #pokemon #pokemongo #gameofthrones #jeoffrey #jeoffreybaratheon #eggboy #latias #gardevoir #luvdisc #togekiss
#eggboy#13reasonswhy#illustration#kiwi#zelda#characterdesign#moana#disney#viana#adventuretime#2017bestnine#latias#dog#gardevoir#pokemon#gameofthrones#jeoffreybaratheon#togekiss#adventuretimeislands#pokemongo#luvdisc#duchhound#jeoffrey
1 note
·
View note
Text
Dibawah Langit Yang Sama - Onaji Sora no Shita De「同じ空の下で」(bagian 6)
Hari sabtu yang cerah. Awan menunjukkan keramahan, sinar matahari menembus jendela kamar. Meskipun cuaca tetap terasa dingin, namun aku masih bisa untuk menikmatinya. Rasanya tak ingin bangun dari tempat tidur.
*drrrt* *drrrt*
Ponselku tiba-tiba bergetar tanpa henti, sepertinya ada panggilan penting, tapi kenapa sepagi ini. Aku coba untuk berpaling mengangkat ponselku, tapi sepertinya mataku tak mau untuk membukanya. Aku mencoba untuk meraba-raba di meja belajarku. Dan akhirnya ponselku malah terjatuh.
*prok*
Ah sudahlah biarkan saja dulu, nanti kan bakal nelpon lagi jika penting. Aku mencoba untuk bangun dan terus bangun, tapi mata ini serasa masih lima watt.
*drrrt* *drrrt*
Lagi-lagi ponselku bergetar. Berarti hal itu menandakan ada sesuatu yang sangat penting. Aku mencoba untuk bangun sambil mengerang. “Urgh... urgh... urgh....”
Akhirnya aku bisa duduk juga, tapi “nyawa” belum terkumpul semua. Di saat inilah seseorang yang dibangunkan pagi-pagi oleh sesuatu, apapun itu, sebelum berdiri, masih ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Pertama membuka mata, kedua duduk sembari mengumpulkan “nyawa”, ketiga baru siap-siap untuk berdiri dan berjalan.
Setelah “nyawaku” terkumpul, aku mengambil ponselku yang terjatuh ke lantai. Aku meraihnya saat masih bergetar. Tapi ketika aku hendak menggeser tombol untuk menjawab, tiba-tiba getarannya hilang. Ya sudah apa boleh buat, aku harus menelpon balik dengan pulsaku terpotong beberapa Yen. “Uh....”
“Oh, ada apa Marco, pagi-pagi begini kau menelponku?”
“Hei, dari tadi tidak kamu angkat, kau sengaja mengabaikannya, ya?!”
“Iya. Aku masih mengantuk, jadinya aku abaikan,” aku sambil menutup mataku sejenak.
“APA?! Dasar kau. Kemarin kemana saja, Kazu?!”
“Oh itu, maaf, aku lupa mengabari kalian. Seharian kemarin aku dan kakakku pergi bersama, jadi aku tidak bisa pergi dengan kalian sementara.”
“Oh... kakakmu pulang, toh?”
“Iya benar.”
“Wah, kalau begitu, akan kami rencanakan pergi bersama kakakmu saja!”
“Hah? Kapan?” Mataku langsung terbuka lebar.
“Hari ini!”
“Aduh... kenapa mendadak begini??” Dasar kau Marco, membuat mataku jadi melek begini.
“Memangnya kenapa, biasanya juga mendadak, kok.”
“Bukan begitu, hari ini aku berencana akan pergi membelikan sesuatu untuk kakakku dan akan aku berikan saat malam Natal tiba.”
“Oh, ya baguslah... kalo begitu, kami ikut saja denganmu, oke?!”
Disaat seperti ini, aku hampir lupa jika masih ada mereka yang selalu ingin pergi bersama-bersama denganku. Mau tidak mau aku harus menerima mereka, siapa tahu mereka bisa dijadikan refrensi untukku saat memilih hadiah untuk kakakku.
“Hem... baiklah!” “Terima kasih, ya,” aku jawab dengan nada pelan.
“Ah... tidak usah begitu... biasanya juga seperti apa, hahaha.” “Baik, nanti kami jemput dengan mobil Sam jam 4 sore ya?”
“Oke.” Lalu aku menutup pembicaraan di ponselku.
Waktu sudah menunjukan pukul 8 lewat 25 menit, dan aku bergegas untuk mandi lalu sarapan. Seperti hari Sabtu pada biasanya, sarapan sudah tersedia di meja makan dan ibuku selalu menyempatkan diri untuk belanja di supermarket sebelum hari malam Natal besok dan saat hari Natal tiba. Ibu juga selalu memasak untuk kami sekeluarga, terlebih lagi ada kakak yang sedang pulang ke rumah. Ayah, pada hari Sabtu juga pulang lebih awal, biasanya kami sekeluarga menikmati makan malam bersama, terutama dalam tiga hari berturut-turut ini, dari hari sabtu sampai hari Natal tiba, kami semua pasti akan makan bersama-sama.
Tapi... dimana ya kakak? Sebelum aku turun untuk mandi, kakak sudah tidak ada di atas kasurnya, apa dia ikut pergi belanja dengan ibu?? Tumben sekali dia. Tapi... rasanya tidak mungkin deh.
Setelah aku mandi, aku mencarinya di dapur, di ruang tengah, di kamar ayah ibu, di garasi mobil, tidak ada semua. Lalu aku kepikiran, apa mungkin dia pergi lari pagi?
Aku mencoba untuk keluar ke halaman rumah, eh... dan ternyata... kakakku ada di samping teras rumah sedang jongkok mengamati sesuatu yang ada di depannya.
“Eh, Kak, lagi ngapain?” sambil aku berjalan mendekati Kakakku.
“Oh, Kazu, lihatlah....” Kakakku sambil menggeserkan badannya agar aku bisa melihat.
“Loh? Kok ada anak anjing?” aku melihat dengan kaget. Anjing yang ditemu oleh Kakakku berjenis Duchhound jantan, dengan moncongnya yang panjang dan berwarna coklat gelap. Kakinya juga pendek dan telinganya menjuntai panjang.
“Iya, tadi pagi waktu Kakak keluar rumah, tiba-tiba ada anak anjing sedang tidur di seberang jalan, jadi Kakak bawa aja kesini.”
“Pasti dia lagi terserat.”
“Iya, itu pasti.” Lalu dia mulai memikirkan sesuatu, “Kazu, apa kamu ingin merawatnya?”
Dari dulu kami berdua memang suka anjing, tapi aku dengan kakakku berbeda. Waktu kami kecil, kami punya dua anjing dan hanya kakakku lah yang bisa diandalkan untuk merawat mereka, sedangkan aku tidak suka merawat. Tapi semenjak dia pindah ke luar kota, dia jadi sedikit kehilangan minat untuk suka dengan anjing. Jadi saat ini, pekerjaan itu dilimpahkan kepadaku untuk merawat anjing. Sekali lagi, aku tidak suka merawat anjing, aku hanya menyuka anjing, karena hal itu dapat menyita banyak waktuku yang berharga.
“...Ehm, tidak deh, lebih baik biar diadaptasi sama orang lain saja, Kak.” Aku menolaknya langsung.
“Hmmm... benar juga.” “Baiklah, akan Kakak bawa ke penangkaran anjing di dekat sini, tapi sebelumnya... kamu ajak main dia dulu, ya? Kakak mau mandi dulu nih.”
Ah... menyebalkan... Ternyata belum mandi, toh?
“Baiklah...,” aku menjawabnya dengan wajah cemberut. Jujur, aku tidak ahli dalam merawat anjing, apalagi mengajak bermain anjing sependek ini. Yang benar saja?! Aku juga tidak suka anjing pendek tahu! “Huh....”
Setelah menunggu Kakak mandi, kami pun pergi ke tempat penangkaran anjing. Kata Kakakku disekitar komplek kami ada rumah yang dijadikan tempat penangkaran khusus anjing.
Kami berjalan mengelilingi komplek sebelah, dan ternyata benar, ada rumah penangkaran anjing. Kami pun masuk ke dalam sambil aku membawa anjing pendek ini. Hmm... sepertinya tempat ini baru.
“Permisi...,” Kakakku sambil menekan bel di atas meja resepsionis.
Lalu datanglah seseorang dari dalam ruangan menghampiri kami.
“Wah, ada pe—“ tiba-tiba perkataannya terhenti.
Walah, ternyata aku kenal dengan wajah orang ini. Tak salah lagi, dia...
“Marie?! Kenapa kamu bisa ada disini??”
Dia terkejut, aku pun ikut terkejut. Tidak disangka, ternyata dunia begitu sempit.
“Ehm... i—iya... aku membantu disini, soalnya tempat ini milik bibiku,” dengan raut mukanya yang sedikit malu.
“Ooh... jadi kamu sedang membantu pekerjaan bibimu, ya?”
“Iya... benar....”
Aku langsung mengobrol soal kedatangan kami disini dan menyerahkan anjing pendek ini ke dia. Memang benar, tempat ini baru buka tiga hari yang lalu, jadi ini masih sangat baru dan belum banyak orang yang mngetahuinya. Tak lama-lama aku mengobrol dengan Marie, karena kami harus segera kembali ke rumah.
“Kalo begitu, kami pamit dulu ya.”
“...Eh, tunggu dulu!”
“Kenapa??”
“...Aku, boleh minta alamat emailmu?”
Ada apa dengannya? Dia tiba-tiba meminta alamat emailku.
“...Oh, boleh.” Lalu aku memberitahunya.
“Baik, terima kasih ya,” wajahnya tersenyum ringan.
“Iya,” aku pun membalas dengan senyum ringan juga. Dan kami berjalan kembali ke rumah.
Setiba di rumah, Kakakku penasaran dan bertanya kepadaku tentang gadis itu. “Tadi, siapa dia?”
“Dulu teman sekelasku dan juga teman-temanku waktu kelas 1.” “Tapi sekarang dia pindah di sekolah lain,” Sambil aku mengabil remot tv dan menyalakannya.
“Ooh, jadi cuman sampai kelas 1 aja bareng sama dia?”
“Iya, betul.” Aku memperhatikan acara tv yang aku tonton sambil mendengarkan pertanyaan Kakakku.
“Lumayan juga lho....”
Tiba-tiba, dia berkata seperti itu. Apa maksudnya?
“Apanya??” wajahku mengadap ke arahnya.
“Wajahnya manis dan sikapnya tadi juga sopan.”
“Ah, iya juga sih...,” lalu aku mengarahkan pandanganu ke depan layar lagi.
“Kenapa tidak coba kau dekati saja, Kazu?”
“Eh?! Tidak, tidak... aku tidak berniat untuk mendekatinya sama sekali!”
Strike! Pernyataan yang cukup mengagetkan pendengaranku. Pandangan fokusku menjadi buyar karena aku sekali lagi memandang mukanya sambil terkejut. Anime yang aku tonton jadi terlewat beberapa detik nih. Hedeh, kenapa Kakak harus bertanya seperti itu?
“Loh? Kenapa??” Mukanya penasaran.
“Aku tidak mau menodai hubungan persahabatanku, karena dulu ia adalah pacarnya sahabatku,” kembali lagi pandanganku terfokus kepada anime di depan layar tv.
“Oh... begitu....”
“Kakak mengerti, kan?” Aku jawab dengan nada rendah.
“Ya... sepertinya...,” matanya sambil melirik ke atas. “Ya sudah kalo begitu, buat teman saja.” Dia mengatakan seperti itu, seolah-olah dia tahu situasi dan kondisinya tentang mereka berdua. Rikku dengan Marie.
Ngomong-ngomong, ibu sudah kembali dari belanjanya di supermarket. Dia membawa banyak barang belanjaan kebutuhan pokok. Yah seperti biasa juga, ibuku selalu suka repot sendiri dan selalu sungkan jika dimintai bantuan oleh orang lain, termasuk aku dan juga kakakku. Sebentar lagi juga ayah akan pulang dari kantornya.
Hari siang hampir tiba, kami bertiga berada di dapur untuk membantu ibu membuatkan masakan untuk malam nanti. Karena malam ini ada kakak yang akan membuatkan makanan penutup yang spesial untuk kami sekeluarga. Di dapur ini, aku membantu mereka untuk memotong sayuran, mencuci dan sekedar membawakan barang. Tumben... aku rajin kali ini. Daripada kena omelan terus menerus dari ibuku, lebih baik aku juga ikut membantu deh, hitung-hitung menimbun kebaikan (yah, meskipun di dalam hati nangis juga sih ingin nonton anime itu).
Sambil menyiapkan masakan, ayah tiba di rumah juga. Kami sekeluarga akan membuat makanan spesial, yaitu Spageti dalam jumlah yang banyak. Semenjak keahlian kakak dalam memasak bertambah, dia juga ahli dalam membuat masakan khas Eropa dengan sangat cepat. Tanpa berpikr panjang, hanya membayangkan saja, kecepatan otaknya sudah mengimbangi The Flash[1]. Tak hanya otaknya, tangannya juga sangat cekatan dalam mengaduk semua adonan yang ada di depan matanya. Itulah pekerjaan yang dilakukan dengan kecintaan penuh dari dalam hatinya, sama saja seperti memiliki kekuatan supranatural.
Tak terasa hari sudah mulai gelap. Kami sekeluarga menikmati masak bersama dan ngobrol bersama. Suasana di dalam rumah juga tak pernah sehangat ini sejak kakak mulai kuliah di Tokyo. Hal ini sungguh-sungguh terulang kembali seperti pada waktu kami berdua masih SD.
Saat aku hendak ke kamar mandi, aku melihat jam di dapur. Oya, aku sudah janjian dengan teman-temanku untuk pergi bersama dan aku dijemput oleh Sam menggunakan mobil. Jadi, aku cepat-cepat untuk mandi dan berpamitan setelahnya.
Jam 4 sore tepat, mobil Sam pun tiba. Aku berpamitan kepada orang rumah. Aku masuk mobil dan berangkat.
Tiba di tujuan kami, yaitu mall di dekat stasiun Kyoto.
“Kenapa disini sih?” tanyaku dengan heran.
“Kan sekalian jalan-jalan, Kazu. Daripada ke toko pernak-pernik yang kamu sebutkan tadi, disini malah lebih komplit lho.” Sahut Sam.
“Yah, disana macamnya sedikit, mending sekalian aja kesini.” Sambung Makoto.
“Lagipula kita juga bisa cuci mata nih...,” Marco berjalan sambil mengamat-amati gadis-gadis yang berlewatan.
“Bagaimana denganmu, Rikku? Katanya kamu ingin beli es krim yang ada di lantai 3??” Tanya Sam dengan penasaran.
“Itu... nanti saja, aku masih bisa menahannya kok,” matanya sambil melirik ke-kanan, ke-kiri.
“Sudahlah, jangan kamu tahan-tahan, daripada nanti fokusmu sama yang lainnya, lebih baik beli sekarang aja.” Sambung Makoto.
“Ayolah jangan banyak biacara, langsung saja kita ke lantai atas, ntar keburu habis lho.” Candaku kepada Rikku.
Lalu kami semua pergi ke lantai 3 bagian foodcourt. Yang ingin dibeli Rikku adalah es krim dari Korea Selatan bernama Jeju. Cone yang berbentuk huruf J dan diisi es krim di dalamnya dan ujungnya diberi toping. Ada juga yang berbentuk huruf U dan V. Tapi populernya bentuk huruf J, namanya aja “Jeju ice cream”. Itulah yang dibeli Rikku disini.
Karena kami juga penasaran, akhirnya kami juga membeli. Aku membeli yang rasa vanila di dalamnya dengan toping luar chocolate cotton. Rasanya biasa saja sih, cuman menang uniknya. Harganya pun tak terlalu mahal. Yah, kalau diitung-itung hampir sama seperti beli es krim cone pada umumnya.
Sambil duduk, kami menghabiskan es krim dengan mengobrol santai. Sam, tiba-tiba diam sejenak memikirkan sesuatu, lalu terlintas sebuah pertanyaan. Dia mengarahkan pandangannya ke Rikku.
“Oi, Rikku.”
“Ada apa?” sambil menelan es krimnya.
“Aku mau menanyakan sesuatu kepadamu. Bagaimana hubunganmu dengan Kirei akhir-akhir ini?”
Sejenak kami semua terdiam. Wajah kami saling bertatap-tatapan satu sama lain. Tetapi suasana itu hanya berlangsng dua detik saja. Lalu kami melanjutkan memakan es krim kami dengan santai.
“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya soal itu?” tanya Rikku dengan raut wajah yang bingung.
“Karena akhir-akhir ini kamu memang tidak berhubungan lagi dengannya, ya kan, Rikku?” Sahut Sam kembali.
“Memang tidak sih.”
“Lalu, soal kamu ingin membantu mencari orangtua nya bagaimana?” Sambung Marco.
“Aku sudah tidak berniat lagi. Lagipula, hal itu terlalu beresiko, kan?” jawab Rikku sambil menelan gigitan cone yang terakhir. “Ketika aku sedang jalan keluar menuju ke rumah, tanpa sengaja aku melihat Kirei berjalan dengan seorang laki-laki di tengah jalan. Padahal pada waktu itu pukul 10.30 malam. Mereka hendak menuju suatu tempat. Tadinya aku tidak memperdulikan hal itu, tapi ketika aku berada di depan pagar rumahku, aku penasaran. Aku coba ikuti mereka dari belakang, dan ternyata... mereka ke tempat karaoke.”
“Karaoke?? Bisa jadi mereka—“
“Sudah dipastikan mereka sedang melakukan ‘sesuatu’ di dalam tempat itu. Saat aku melihat wajah laki-laki tersebut, ternyata wajahnya jauh lebih tua dari dugaanku. Aku bisa yakinkan bahwa itu adalah om-om yang menyewa Kirei. Entah Kirei yang disewa atau justru dialah yang menyewa. Aku sempat mendengar percakapan dari mereka sebelum masuk ke tempat karaoke, aku bersembunyi di balik tiang listrik dan aku mendengar sebuah kalimat ‘berapa hargamu?’, ‘gak terlalu mahal kok’, ‘baiklah kalo begitu kamu akan aku bayar lebih’. Dan setelah mereka masuk, aku langsung pergi secepat mungkin ke rumah. Aku hampir tidak percaya akan percakapan mereka pada waktu itu.”
“Jadi sepertinya satu kebetulan bagimu, Rikku. Atau malah suatu peringatan yang sengaja diperlihatkan untukmu, bahwa jangan pernah mendekati Kirei lagi, iya kan?” Aku berkata dengan nada yakin.
“Sepertinya begitu.”
“Nah, kita sudah tahu semuanya, ya kan? Bahwa Kirei memang memiliki motif yang buruk. Sebetulnya Kirei hanya ingin memanfaatkan kebaikanmu saja, Rikku.” Aku sambung perkataanku tadi dengan lebih tegas.
“Tapi sekarang kamu sudah tidak apa-apa, Rikku. Masih ada kami yang selalu menjagamu dan meperhatikanmu.” Sambung Makoto dengan bijak.
“Terima kasih, semuanya.” “...Aku sangat berhutang pada kalian semua,” sambil memandang kami semua, wajah Rikku berubah menjadi seyuman yang penuh dengan rasa syukur.
“Tak masalah, Rikku. Kapan saja jika kau butuh bantuan, tinggal hubungi kami saja.” Makoto meresponinya dengan senyum ringan.
“Iya, benar.” Aku sambung.
“Tapi jangan hubungi Marco, dia pasti banyak bicara ketika ditelepon.” Canda Sam.
“Ha?! Dasar kau, Sam!” sambil mengenggam tangan kanannya dan mengarahkan wajahnya ke arah Sam. Tapi Sam hanya tertawa.
Beberapa waktu kemudian, kami semua turun ke lantai bawah mencari toko pernak-pernik yang sekiranya cukup murah untuk aku beli. Lalu setelah ketemu, kami pun masuk ke toko tersebut. Sambil aku melihat-lihat pernak-pernik dan barang-barang yang unik, aku memutuskan untuk kubelikan satu barang yang kakakku pernah inginkan waktu dia pulang pertama kali dari Tokyo. Untung harganya juga tak terlalu mahal, jadi pas dengan uang yang aku bawa saat ini.
“Sudah? Hanya ini saja?” Tanya Sam dengan nada sedikit meledek.
“Y—Ya iyalah, memangnya ada lagi?”
“Kamu tidak beli apa-apa?”
“Tidak, kali ini uangku terbatas hanya untuk membelikan ini.”
“Oh....”
Ketika aku berjalan hendak keluar, dengan cepat pundakku di tepuk oleh Sam dan ia memberikan uang kertas kepadaku.
“Ini buatmu, Kazu.”
Loh?! Kok aku diberi uang? Sebesar ini?!
“B—Buat apa, Sam?!”
“Sudah terima saja,” sambil menjulurkan tangannya yang memegang uang kertas sebesar ¥2000.
“G—G—Gak usah kali, Sam.” Ucapanku jadi gagap.
“Sudah... terima saja!”
Yah, kok jadi maksa gini... ya sudahlah, aku terima saja, daripada dilihat sama yang lain.
“B—B—Baiklah... tapi, kenapa?”
“Hah, masih bertanya lagi. Aku lihat dari raut wajahmu, kau ingin membeli sesuatu kan di toko ini?”
Hmmm... Hmmm... Apa jadi Sam mengamati wajahku terus ya selama di toko ini? Ah sudahlah... dalam hal ini aku juga lemah. Aku tidak bisa menolak pemberian dari orang lain, apalagi dari sahabatku sendiri ini. Dalam hati... seneng juga (kenapa gak dari dulu aja ya aku dikasi uang sama Sam? Hahaha).
Sebenarnya ada dompet yang dari tadi aku lirik terus, cuman dompet yang aku pakai ini juga masih bagus. Bingung juga, ini uang mau dipakai sekarang atau aku simpan dulu ya? Kalau aku simpan, nanti Sam tahu, kalo aku belikan buat dompet itu, dikira boros lagi.
Baiklah... aku putuskan untuk aku simpan dulu aja, siapa tahu di toko lain ada barang yang lebih bagus dari sini. Yang terutama aku sudah membelikan barang ini untuk kakak.
[1] Salah satu karakter Justice League dari komik DC Amerika yang memiliki kecepatan kilat
0 notes
Text
Merida, Fraccionamiento Las Americas 2, Hacienda San Ignacio.
Bitácora Yucateca Parte 31 Este día, es el penúltimo de nuestra estancia en Mérida, salimos a caminar como es costumbre, fuimos a el Fraccionamiento Las Américas, nos estacionamos a una cuadra de la Avenida principal, y Chacho apenas le abrí la Puerta salió como de rayo, ya para cuando Mami se bajó del coche ya llevábamos media cuadra. Nos gusta caminar en ente lugar porque las banquetas son amplias, con plantas y pasto de los dos lados, en el pasillo no hay obstáculos ni coladeras abiertas, no se diga la limpieza. Este fraccionamiento crece más del 20% cada año, y lo que más me sorprende es que el precio de las casas sigue en el rango de los $600,000 pesos. Caminamos por las amplias banquetas, saludando a nuestros viejos amigos, Mut y Jeff, son dos perros de lo más disímbolo, Mut es un Golden Retriver, alto y fuerte el otro es un Boston Terrier, y cada vez que pasamos se emocionan, ladrando y corriendo de la reja al fondo de la casa y retorno, normalmente pasamos sin detenernos, ya que si nos detenemos se enoja su dueño, por la escandalera. Más adelante nos encontramos con los tres amigos, uno es un retriver, el otro un duchhound y el tercero es un Terrier, y los tres empiezan una sinfonía de ladridos hasta que nos pierden de vista, y hay otro más un Schaunzer que le decimos el pin-pong ya que brinca de un lado de la puerta al otro sin parar. Este es nuestra última caminata de este año aquí, ya regresaremos pronto, para saludar a nuestros caninos amigos de tres años, llegamos al coche después de caminar 3 kilómetros, muertos de sed. Antes de llegar a la casa, pasamos a recoger la ropa a la lavandería, aquí dentro del fraccionamiento Las Américas 2, en la calle 100-2, entre 53 DX53E. el mejor lugar que encontramos, bueno y barato, nos despedimos de nuestra amiga, ya somos sus marchantes es el tercer año que nos tiene como cliente. Llegamos a casita y un opulento desayuno nos espera a los tres, ya que Chacho también participa en la comilona. Después de un baño refrescante y ya popopolveados nos arrancamos para nuestra última visita, esta va a ser a la Hacienda de San Ignacio. La hacienda San Ignacio pertenece al municipio de Progreso. Se encuentra ubicada aproximadamente a 21 kilómetros de la ciudad de Mérida, con la que se comunica por medio de la carretera Mérida - Progreso, que a su vez entronca con una carretera angosta de un kilómetro hasta la hacienda. Los orígenes de San Ignacio, una de las haciendas más importantes de la época del auge henequenero, datan del siglo XVII, cuando fue construida para ser originalmente una estancia ganadera. Si bien no hay datos precisos sobre la antigüedad de este sitio ni sobre su fundador o primer dueño, en el interior de la capilla están dos criptas: una "En memoria de Patricito" (julio 20 de 1882), y la otra con la inscripción "María del Carmen Esther Gómez Cervantes (6 de marzo de 1923), recuerdo de su tía Giordana".A mediados del siglo XIX, San Ignacio se incorporó a la producción henequenera. Al parecer, la hacienda fue no sólo productora de la fibra sino también escenario de prácticas políticas que acabaron con la finca y propiciaron su decadencia. La casa principal fue levantada en las últimas décadas del siglo XIX; la construcción de la capilla comenzó a principio del siglo XX, esta iglesia es única por su estilo gótico, solamente hemos encontrado otra con el mismo estilo en Eknakan. Tuvo su esplendor durante la época del auge henequenero y emitió fichas de hacienda las cuales por su diseño son de interés para los numismáticos. Dichas fichas acreditan la hacienda como propiedad de Álvaro de Regil.4 La iglesia de San Ignacio en su arquitectura conserva el estilo gótico alemán, contiene numerosas ventanas típicamente góticas, dándole mucha luz interior. El altar con columnas y ornamentación de madera, tiene la Imagen de San Ignacio, patrón de esta iglesia. Cuando llegamos, tuvimos la suerte de que estaban haciendo la limpieza de la iglesia, por lo que la encontramos abierta, y fueron tan amables, que nos permitieron visitarla y tomar fotografías. Salimos después de tan grata visita, a comer al Tilingo Lilingo, comida veracruzana, este lugar se encuentra en el fraccionamiento Campestre, y para abrir boca un coctel de camarones, y un filete de pescado empanizado y para rematar a la sorbeteria Colon a un helado de mamey, y para llevar dos docenas de merengues para el camino. Caminamos un rato sobre el Paseo Montejo, para el desempance y llevarnos un pedacito de Mérida en el corazón; nos subimos al coche y nos dirigimos a casa para empacar los tiliches, mañana entregamos la casa y regresamos a San Antonio, Texas.
0 notes
Photo
Just worked out, it is my baby, Layla's, 3 birthday 🎂 today. I will spoil her later when I feel better. #birthday #dogsofinstagram #dogoftheday #doggy #daxie #duchhound
1 note
·
View note
Photo
Almond in the house :)) #duchhound #petstagram #pet #love #cute
1 note
·
View note
Photo
Every time I turn on my mini heater, he always hogs it 😓 #lookatmababeh #cuddlinwithaheater #chihuahua #duchhound #chow
0 notes
Photo
Little dogs in the rain!
4 notes
·
View notes
Photo
I got these two fine looking snow dogs out here! these pups think snow if far superior to rain, funny boys. 🐶🌨❄⛄ #dogsoftumblr #duchhound #montyandgorgie #dogsofinstagram #dogsofnyc #snowdogs #IloveDogs #swiftopups #swiftolife
#swiftopups#dogsofnyc#montyandgorgie#ilovedogs#dogsoftumblr#snowdogs#duchhound#dogsofinstagram#swiftolife
0 notes
Note
Does the duchhound have a name? You can also fashion a collar out of a mask break (im not sure what they're called but its a bit of fabric that keeps a mask off your ears by going on the back of your head) the duchhound looks great! :)
I don’t really name my plushes. Heck, I already have a hard time naming characters!
I don’t think it NEEDS a new collar, and I might be able to find the original collar I made for it anyway, since I don’t think it’s like....gone. That one also had a special button on it!
Honestly sometimes I’m thinking about recycling that dog. It’s obviously not in best shape anymore, but it HAS stuffing and special buttons so......
#Reply#Hmmm....decisions decisions...#If buttons like that were easier to find I wouldn't even think about it!
0 notes
Photo
Monty wants a TREAT! #dogsofnewyork #dogsofinstagram #dogsoftumblr #duchhound (at Upper West Side)
0 notes
Photo
Nothing like being off my feet for 2 days to make me appreciate the boys that sit. #duchhound #montyandgorgie #dogsthatsit #dogsofnewyork #dogsincoats #dogsofinstagram #dogsofTumblr #workwork
#dogsofinstagram#workwork#duchhound#dogsthatsit#dogsofnewyork#montyandgorgie#dogsincoats#dogsoftumblr
0 notes
Photo
These boys are just to dog gone cute sometimes. #duchhound #montyandgorgie #2cutedogs #puppykisses #dogsifinstagram #dogsoftumblr #dogsofnewyork (at Upper West Side)
0 notes
Photo
Ain't no Walker like a swifto Walker cuz a Swifto Walker gets Georgie to wear a hat! #dogsinhats #duchhound #swiftolife #montyandgorgie #boygorgie #dogwalkerthings #dogsofinstagram #dogsofnyc #dogsofTumblr
#dogsofnyc#duchhound#dogsoftumblr#montyandgorgie#swiftolife#dogwalkerthings#dogsofinstagram#dogsinhats#boygorgie
0 notes
Photo
they found a sun patch and just stopped walking and plopped. these pups wanted to bask. #montyandgorgie #sunbasking #duchhound #dogsofnewyork #dogsincoats #dogsofInstagram #dogsoftumblr (at Upper West Side)
0 notes