#ceritakukuliahs2
Explore tagged Tumblr posts
Text
Kerja keras, doa, dan keberuntungan
Aku sering kali meremehkan ketiganya. Bukan meremehkan, tapi mudah berputus asa. Tidak setangguh itu menghadapi tantangan yang muncul, hingga pada akhirnya memilih menyerah dini, escape, ketimbah berjuang sampai mentok.
Lalu aku mulai kehabisan waktu.
Tapi bersyukur. Waktu yg mepet ini menyadarkanku untuk segera bergegas, memperbaiki diri.
Tuhan, maafkan hambaMu yang sering kufur bin fujur ini. Izinkan hamba kembali..
Tainan, 15 Mei 2022 01.28 am
12 notes
·
View notes
Text
Melihat kegagalan
3 semester hampir berlalu, dan langkahku belum membawaku mendekati garis finish. Hal yang tak kusiapkan dulu sebelum memutuskan untuk kuliah lagi adalah “failure mindset”.
Sejak menjadi mahasiswa S2 dan mulai tinggal di negara ini, kegagalan kecil rasanya besar sekali, segagal itu rasanya. Padahal sesederhana gagal bangun pagi, gagal eksekusi to do list, gagal bisa paham dalam sekali baca, gagal presentasi, dan gagal-gagal kecil lainnya yang biasa terjadi dalam sehari-hari. Entah kenapa aku menganggap hal kecil itu sebagai kegagalan yg sangat berdampak.
Dampaknya, aku merasa bodoh, tidak pantas, dan madesu alias masa depan suram. Bersamaan dengan itu aku juga jadi takut berinteraksi dengan teman sejurusan, takut keliatan bodoh, takut salah. Juga aku jadi ga pede dengan apa yang kulakukan sekarang, even jadi ga yakin dengan tema tesis yang dari semester awal sudah dibahas. Ke tidak yakinan akan tema tesis ini membuatku tidak benar-benar mengerjakan tesisku sampai akhirnya semester 3 tinggal hitungan minggu akan berakhir.
Setelah dikasih wejangan oleh seniorku waktu itu, aku jadi punya pandangan yang lebih baik akan kegagalan. Ditambah postingan Bapak Ario Muhammad di instagram yang bilang kalau “kegagalan itu tidak mendefinisikan siapa kita, kegagalan hanya menunjukkan persiapan kita yang kurang matang”.
Bukankah kegagalan itu yang membuat kita bertumbuh, menyadari kalau kita ini butuh untuk terus melakukan perbaikan karena memang dasarnya manusia tidak sempurna?
Yuk semangat Yuk.
Insyaallah sampai digaris finish tepat waktu
Tainan, 22 April 2022
11 notes
·
View notes
Text
Berulang kali ingin menyerah, tidak ingin menjalani proses yang tidak enak ini, tapi pilihan itu tidak tersedia.
Mengutuki diri sendiri yang bulan-bulan sebelumnya tidak dihabiskan dengan nyicil belajar sungguh-sungguh, lalu kini, menjelang akhir semester, semua bak berkejaran. Bingung yang mana harus dikerjakan, atau mundur saja?
Disisi lain khawatir dengan pendapat orang (kawan satu lab dan pembimbing), ingin sempurna tapi minim usaha.
berulang kali bertanya, sebenarnya untuk apa ini semua?
Bagaimana caranya membuat semua ini terasa menyenangkan?
Tainan, 23 Desember 2021
14 notes
·
View notes
Text
Survival skill.
Ditanya sama temen lab, "apa yang bikin kamu stress? Segitu banyak tekanan kah?"
Lalu aku mikir, dan sadar. Sebenernya tekanannya ya aku sendiri yang membuatnya.
"Ga sih, sebenernya problemnya diaku. Aku aja yang gabisa manage diriku sendiri. Terus gimana caranya kamu nyelesaikan semua "kerjaan" mu?". Tanyaku balik.
Jadi dia adalah mahasiswa tahun ke 3 program doktoral. Dia setiap hari ke kampus, ngerjain sesuatu. Entah nulis, analisis data atau ambil data. Dan selalu teratur gitu.
Terus dia jawab, "cuma atur waktu aja. Time management". Kata dia. Dan yaah iya bener. Apalagi kalau bukan time management kan?
Terus aku iseng nanya, gimana si respon dia kalau orang2 disekitar dia ngomong pake bahasa lokal yg dia samsek gatau? Dia jawab "I dont care". Terus aku kaget. Kukira ada jawaban lain. Ternyata, yang memang itu konsepnya.
Gausah peduli apa yang tidak perlu diperduliin.
Setelah aku cerita kalau sering feeling guilty and stupid ketika dikelas org2 pada ngomong pake bahasanya, dia jawab, "gausah dipeduliin. Kalau aku jadi kamu aku main hape aja atau ngerjain yg lain. Kalau mereka mau kamu ngerti ya pake bahasa inggris. Atau yaudah terima aja. Ini negara mereka. Gausah peduliin hal2 yang ga penting utk dipeduliin. Kalau kamu peduli dg hal2 yang ga seharusnya dikasi perhatian berarti masalahnya ada di kamu. Masalah kenapa kamu peduli ditempat yg ga seharusnya". Yah kurang lebih gitu.
Don't give a f*ck, itu survival skill.
Terlalu banyak ngasih input hal2 ga penting ke otak, akibatnya makin pusing dan bingung.
Yokyok belajar fokus ke hal2 yang memang pantas untuk dikasih perhatian. Tugas2 mu tuh numpuk.
Tainan, Nov 19, 2021
Sore2 dibawah pohon Banyan Garden.
8 notes
·
View notes
Text
Pertemanan lintas generasi
Baru ini punya temen yang beda 16 tahun tapi kayak temen sebaya. Awal kenal emg ngira beliau masih early 30, tp ternyata umur anaknya beda tipis aja sama aku. Dan so many life lesson yg bisa diambil dari perjalanan hidup beliau.
Semua orang itu pasti pernah stress. Temen2 kita, aku, itu jg stress. Tapi kita udah dapet cara ngatasinnya. Nah, mungkin kamu belum nemu aja. Coba dicari, karena setiap org beda. Dan, gaselalu cerita sama org lain itu aman. Tetep cerita ke Tuhan itu yg paling bener.
Kata beliau bulan lalu waktu aku bilang lg stress. Literally sebulan lalu pas bgt tanggalnya 🤭
Lalu hari ini dapat pencerahan soal manajemen keuangan. Tiba2 aja pertemuan kali ini membuat pikiranku terbuka dan berniat bismillah utk mulai nabung.
Mulai dr nominal yg paling kecil. Esensi nabung itu di konsistensinya. Gausah ikutin metode orang. Coba metodemu sendiri. Namanya nabung itu yaa ga diganggu2 uangnya.
The power of words. Emg ya, rezeki punya temen yang bisa saling mengingatkan ini tak ternilai saking berharganya.
Semoga Allah selalu lindungi dan limpahi keberkahan.
Tainan, 14 November 2021
8 notes
·
View notes
Text
(Aku) selalu memohon agar Allah berikan kesabaran, kemudahan, kebahagiaan, dll.
Tapi (aku) sering lupa, kalau permohonan itu tidak akan pernah terwujud kalau (aku) tidak berusaha untuk melatih kesabaran itu, berusaha bangkit dari setiap kesulitan, dan berusaha menumbuhkan rasa bahagia..
Karena Allah tidak akan mengubah nasib hambaNya jika dia tidak berusaha
Tainan, 28 April 2022
5 notes
·
View notes
Text
Perhatian
Seperti biasa, Jumat adalah hari yang paling ingin aku hindari, tapi tidak mungkin kan. Secara Jumat adalah hari yang penuh dengan berkah. Akunya aja yang selalu ga menyiapkan hari ini dengan baik.
Entah sejak kapan aku ga pede untuk ngobrol dengan pembimbingku sendiri. Rasanya akhir-akhir ini bertemu beliau bikin semua yang ada dikepalaku hilang. Setiap beliau nanya selalu aku gabisa jawab, dan setiap beliau jelasin, aku loading banget nangkapnya. Yaa memang akunya aja kayaknya yang ga paham ya.
Hari ini beliau tanya "then, whats next?" dan aku gabisa jawab, lagi-lagi. Rasanya susah banget membuang kebiasaan "dicekokin" alias nunggu arahan, sedangkan sekarang dituntut untuk apa-apa ditentuin sendiri dan direncanakan sendiri. Ga pede bin gaberani sih lebih tepatnya. Duh sampe kapan :(
Tentu saja ujung-ujungnya beliau ngasih arahan apa yang harus kulakukan. Tapi sepertinya beliau mau tiap mahasiswanya tau dan paham tentang risetnya masing-masing. Setelah beliau kasih arahan, auto mumet. Aku bingung gimana caranya menyelesaikan "banyak hal"; tugas kuliah, mid-term, diri sendiri, sosial, pahamin topik riset. Dan heran, gimana teman lab ku bisa tau semuanya, ngerti semuanya, dan ngerjain banyak hal.
"makanya, manfaatin waktu dengan baik dan benar".
Sebelum mengakhiri lab, beliau nanyain gimana kuliahku. Kubilang mau mid-term. Dan beliau jawab "pantesan kamu nampak sedih, ga bahagia".
Haha auto aku bertanya ke diri sendiri, "hah, semenyedihkan itu kah?". Dan mikir, kapan ya terakhir kali aku ketawa, dan merasa happy. (Nah kan, sadar kalau kurang mensyukuri).
Ternyata beliau perhatian. Beliau tau kalau aku kurang nyaman kalau ngobrol dengan beliau sehingga beliau "utus" temenku sebagai perantara.
Tuh Ci, makanya jangan berkesimpulan yang tidak-tidak. Positive thinking is the key.
Tainan, Nov 19, 2021
6 notes
·
View notes
Text
Kukira
Poin penting dalam beradaptasi dengan lingkungan baru (dalam konteks apapun) adalah adaptasi dengan diri sendiri. Paham bagaimana jiwa, raga, dan perasaan diri sendiri serta mampu dalam mengendalikannya dalam situasi dan kondisi apapun.
Sehingga mau kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun, bisa switching, matching dengan kondisi terkini.
Dan ternyata itu ga mudah.
Kukira adaptasi adalah sekadar bisa menerima makanan, cuaca, bahasa, budaya, dll. Ternyata adaptasi yg sesungguhnya adalah ketika bisa menerima diri sendiri dalam posisi apapun.
Dan proses penerimaan itu berlangsung sepanjang hayat. Karena hidup ga statis. Akan selalu ada perubahan dalam hal apapun yang selalu butuh penyesuaian.
Tainan, 22 Juli 2021
14 notes
·
View notes
Text
Membuka diri
Seperti biasa, Jumat terasa begitu menegangkan. Meskipun sudah coba melakuan sesuatu, tetap saja rasanya tidak ada progres yang bisa dilaporkan. Aku datang ke pertemuan mingguan lab tanpa berniat menampilkan apapun. Laptop sengaja kututup. Tapi sepanjang giliranku, aku merasa lega. Karena prof masih memberikan kesempatanku buatku untuk belajar lagi.
Selepas pertemuan, aku kembali ke ruangan kerja, lab 203. Memberanikan diri untuk bertanya cara palpasi PSIS kepada senior yg tinggal menunggu wisuda. Iya, untuk bertanya kedia aja aku gaberani saking aku merasa minder. Padahal dia sangat welcome dan hangat.
Selesai penjelasan tentang palpasi otot, tiba2 seniorku itu bertanya,
"gimana? Apakah semua berjalan dengan baik?".
Awalnya aku ragu untuk menjawab jujur kalimat itu, karena gamau terlihat bodoh dan tak berdaya. Tapi aku coba membuka diri.
Apakah maksudmu tentang tesisku? Semua baik, yaah kecuali bagian yang tadi aku tidak bisa jawab saat pertemuan.
Jawabku. Surprisingly.. jawaban itu membawaku menemukan sosok dewasa dari dia. Berikut aku ketik ulang kalimat2 yang dia sampaikan..
Menurutku, kamu sudah membuat progress yang bagus. Kamu sudah bisa export datanya, karena untuk bisa pakai sistem itu tidak mudah. Dulu, aku juga butuh banyak sekali waktu untuk memahaminya. Gapapa. Semua butuh waktu. Kamu butuh waktu untuk terbiasa menggunakan sistem itu.
Hal yg paling susah dari menjadi mahasiswa pascasarjana memang manajemen diri. Kita harus bisa mengatur waktu kita, kapan kita harus melakukan ini dan itu, dan gimana kita harus menghadapi situasi ini dan itu. Memang susah, tapi setiap dari kita harus menemukan pola, kecepatan kita masing-masing untuk menghadapinya. Karena setiap orang pasti menghadapi kesulitan itu, dan punya cara tersendiri untuk menghadapinya.
Kalau ada masalah, cari jalan keluarnya; baca sumber lain, tanya teman, tanya guru.
Buat target mingguan yang bisa dicapai, meskipun kecil. Misal, minggu ini ambil 1 data, minggu depan analisis 1 data. Gapapa lambat, menjadi lambat bukan suatu kesalahan. Ketika ada target kecil yang tercapai dalam seminggu, maka kita akan merasa ada hal yang kita lakukan dan tidak menyalahkan diri sendiri.
Mahasiswa pascasarjana memang ga ada liburnya, pekerjaan terasa tiada hentinya. Ditahun pertamaku, aku terbiasa kerja dari pagi hingga tengah malam. Tapi berikan diri kita istirahat. Pergi jalan2, makan, ngobrol dengan teman ketika mulai tertekan.
Don't put too much pressure on your self.
Kurang lebih begitu pesannya.
Jam makan siang, aku bertemu dg temanku yg lain dan menceritkan kejadian itu. Lalu dia menambahi;
Iya, buat target mingguan yang kamu bisa capai. Tapi jangan dikurangi. Kalau kamu bisa lakuin 2, jangan lakuin satu. Kamu tau kan batas kemampuanmu.
Pada intinya, memahami diri sendiri memang sepenting itu.
Tainan, 25 Maret 2022
4 notes
·
View notes
Text
Capek bgt kalau ketemu sama diriku yang satu ini.
Ayo dong comebackk.
Sejak disini, insecurity makin menjadi-jadi. Apalagi ketemu temen2 kelas yg warga lokal yg pinter2. Ditambah keterbatasan bahasa diantara kami. Makin deh, berasa bego banget.
Udh tau bego tapi aku seringnya malah jadi males belajar. Kyk yaudah, gue nyerah. Gitu. Gampang bgt perasaan mudah menyerah itu muncul. Kalau lagi ngerasain hal itu rasanya makin uring-uringan, makin gajelas rasanya hidup ini. Gitu ya, satu perasaan negatif membawa diri ke makin banyak perasaan negatif yang lain.
Selain itu, sejak disini aku makin takut akan pendapat org terhadapku. Aku takut dianggap bodoh, lelet, pemalas, dsb. Aku takut thd penilaian mereka yang padahal ketemu mereka aja aku jarang. Karena ada pikiran2 itu aku jadi makin ga pede ketemu mereka. Entahlah. Gapaham juga kenapa dg diriku yg satu ini.
Memang yaa negatif vibes ini menyeramkan.
Tainan, 17 Nov 2021
4 notes
·
View notes
Text
Usai kelas, sekitar jam 5 sore, aku memutuskan ke perpustakaan fakultas. Duduk di kursi favorit deket tangga, lalu jam 6 lebih, memilih masuk ruangan, individual study room, reservasi sampai 9 malam. Memilih didalam ruangan supaya bisa solat magrib dan isya, karena udh cek ke mushola RS, tutup.
Memaksakan diri untuk menepati jam reservasi, tdk pulang duluan. Sering banget rasa ingin tutup laptop dan pulang, tp coba ditahan. Alhamdulillahnya, keluar ruangan 2 menit sebelum waktu reservasi berakhir.
Nah, pas keluar pintu, langsung di sambut dengan deretan rak buku. Harusnya bisa aja aku langsung lurus aja lewatin lorong antar dua rak buku pas depan pintu, tapi entah, kakiku memilih belok.
Lalu entah mengapa lagi, mataku tertuju pada deretan buku Neurology dg judul yg itu. Awalnya mau kuambil, tp susah, terlalu tinggi. Lalu menurunkan pandangan ke rak dibawahnya, ketemu buku yg judulnya kok kayaknya seperti yg aku butuhkan.
Gapake pikir panjang, liat yg paling terbaru edisinya, langsung kucabut dia. Karena biasanya, wasting time aku kalau pilih buku. Bismillah aja lah, kalau ga cocok yaa tinggal dikembalikan.
Ternyata, isinya cocok :') ditambah ada website yang bisa dipake juga. Berasa ketemu sesuatu yg dicari2 terus jd hepi pas ga sengaja ketemunya..MasyaaAllah.. mmg Allah Sang Maha pengatur segalanya.
HambaNya banyak dosa, tapi rahmatnya terus mengalir tak terkira.
Tainan, 6 Jan 2021
4 notes
·
View notes
Text
Asuransi Kesehatan
Meskipun mahasiswa asing, kami punya asuransi kesehatan, sebutannya NHI (National Health insurance). Setaun (kalau ga salah) kita bayar sekitar 2,5jt.
Alhamdulillah, selama tinggal di negara sendiri belum pernah pakai bpjs dkk. Tapi disini aku manfaatin NHI itu utk ke dokter gigi, ke klinik yg di rekomendasikan teman2.
Berbeda dg di Indonesia yg layanannya tergantung apa yg kita butuhin (sejauh pengalamanku), disini pelayanan berdasarkan hasil rontgen. Dan datang ke kliniknya sesuai janji temu yg udh dibuat.
Pertemuan pertama, di rontgen. Hasil rontgen akan menentukan tindakan apa yg akan dilakukan drg. Karena gigiku banyak karang dan beberapa karies, jadilah pertemuan pertama dipakai utk bersihin karang gigi atas bawah yg menghabiskan kurleb 1 jam (tiap kali pertemuan durasi maks 1 jam). Pertemuan ke 2 dan ke3 diminggu2 berikutnya dipakai untuk menambal si karies gigi ini. Tiap kali pertemuan bayar kira2 75ribu.
Yaa kalau diitung2 ongkosnya sama aja kalau ke drg di negeri sendiri ya.. cuma karena udh bayar asuransi diawal, jadi ga begitu berasa.
Menariknya, NHI ini bisa dipakai manapun selama tempat itu ada logo NHInya. Jadi gaperlu rujuk merujuk dr level yg paling rendah. Entah, sistem disini sepertinya sudah saling terintegrasi.
Semoga selalu sehat, semuanya!
Tainan, 1 Dec 2021
5 notes
·
View notes
Text
"Kitakan memberikan yang terbaik untuk orang-orang disekitar kita, perkara impactful atau ga impactful itu udah bukan ranah kita",
Kata Kak Agung dalam podcast mendengarid.
Setelah denger kalimat itu aku jadi flashback 7 bulan terakhir selama aku disini, selama jadi mahasiswa.
Ternyata selama itu aku belum benar2 memberikan yang terbaik, bahkan untuk diriku sendiri, dalam hal berproses belajar. Aku gampang nyerah dengan keadaan yg "berat". Aku gamau susah, lelah, dll. Sampai pada akhirnya dihadapkan dengan kondisi yang sangat tidak ideal akibat ulahku itu; presentasi kacaw, gapaham, malu, minder, bingung harus gimana tapi gamau nanya. Terlalu sombong dan gengsi dan maunya instan.
Ternyata memang, kita harus berikan yang terbaik sebisa mungkin dalam kondisi dan situasi apapun.
Seperti sekarang. Lagi bantu teman penelitian tapi tiba2 alat yang mau dipakai eror. Sudah coba dia perbaiki tpi gabisa. Dan aku, ga ada ide karena gapaham. Dititik akhir ketika dia sudah membatalkan janji dengan subjek penelitian yg mau dia ambil datanya hari ini, tiba2 datang pencerahan.
Entah kenapa, setelah aku mengingat2 kalimat diatas, pandanganku tertuju pada 2 colokan yang nampak longgar. Dan ketika kucoba untuk lebih tekan colokannya, viola, alatnya bener. Ternyata masalahnya dicolokan yang longgar dan aku baru bisa melihatnya setelah temanku menyuruh subjeknya pulang.
Ayok. Berusaha berikan yg terbaik.
Hidup cuma sekali, hiduplah yg terbaik.
Tainan, 13 November 2021
6 notes
·
View notes
Text
Mungkin lebih baik hidup tidak sendiri.
Awal taun lalu saat memutuskan untuk kuliah di luar Indonesia, aku berniat untuk hidup sendiri. Maksudnya, tinggal sendiri, satu kamar sendiri. Waktu itu alasan utamanya sebenernya karena biaya. Kalau mau tinggal di asrama kampus, harus bayar uang sewa sekaligus satu semester. Gabisa dibayar perbulan. Sedangkan waktu itu, aku masih gatau mau berangkat pakai duit siapa. Alasan kedua karena pikirku, aku udah pernah tinggal di asrama, 6 tahun pula. Masa skrg asrama lagi.
Jadilah semakin yakin utk tinggal diluar asrama, dan alhamdulillahnya dapar kamar sewa (kosan) yang murah dibanding harga lain meskipun banyak dramanya sebelum bisa nempatin kamar ini.
Aku kira, tinggal sendiri akan lebih nyaman. Yaa emang sih, nyaman. Bisa bebas tanpa perlu memikirkan orang lain. Tapi ternyata, aku tidak bisa tinggal sendiri. Karena setelah dipikir2, ternyata sejak SMP aku memang terbiasa hidup diantara keramaian.
SMP-SMA, 6 tahun di asrama. Gapernah sendiri kayaknya. Bahkan kyknya dulu, mau nangis aja harus diem2 biar ga ketauan anak kamar. Selalu ada yg bisa diajak ngomong. Pun kalau misal anak kamar ga ada, bisa main kesebelah. Atau ke kamar yg lainnya. Keluar masuk bebas. Sharing makanan. Apapun.
Masuk kuliah. 4 tahun aku gapernah pindah kosan. Selain karena harganya murah, kosannya kayak kontrakan. Tetangga kamar cuma 5 pintu, mana mba2 nya juga baik, ngemong. Ditambah ditaun ke3 dan ke 4 sekosan bareng teman SMA dan sepupu. Ternyata meski judulnya ngekos, rasanya juga kayak asrama.
Selepas kuliah, pernah tinggal 10 hari di Cirebon. Dan itu aku samsek ga betah. Karena sendirian. Meski tinggal bareng majikan, tapi tidak nyaman.
Setelah dr Cirebon, jadi relawan. Ah, itu momen paling berharga. Tentu saja gabisa sendirian.
Lalu tinggal di Jogja. Memilih satu kosan bareng teman SMP. Meski dia sibuk, tapi dengan adanya dia, merasa secure aja. Ditambah taun kedua datang satu lagi teman SMP. Kosan berasa asrama (lagi). Meski kadang pengen sendiri ga ada yg keluar masuk kamar, tapi ternyata kalau gada yang keluar masuk kamar aku kesepian. Kayak sekarang.
Jadi, kalau dipikir2.. meski aku terbiasa merantau sejak SMP, tapi sejak saat itu hidupku dipenuhi kehadiran teman2. Kayaknya rasio aku bener2 menghabiskan waktu sendiri ga sebanyak menghabiskan waktu bareng orang lain. Sedangkan 7 bulan terakhir ini kebalikannya.
Memang ya, yg sudah berlalu akan menjadi sangat berharga, padahal waktu itu rasanya biasa aja.
Ternyata, tinggal sendiri itu ga enak 🥺😭
Buat temen2 yang mau kuliah di luar negeri, atau merantau kemanapun, lebih baik tidak tinggal sendiri. Meski terbiasa hidup jauh dr ortu, kebanyakan sendirian di negara orang itu ga semenyenangkan itu (bagiku).
Tainan, 27 Oktober 2021
5 notes
·
View notes
Text
Apakah keputusan yang kita (aku) ambil adalah keputusan yang secara sadar aku buat atas kehendakku sendiri, atau atas ambisi ingin menjadi seperti orang lain?
Ketika S1 dulu, mengagumi dosen muda yang sangat expert dibidangnya. Beliau menjadi sport physical therapy, kuliah di luar negeri, dll. Dosenku yang satunya juga sama, friendly, kuliah di luar negeri, dan done riset yang menurut mataku keren, wah. Lalu secara gasadar, aku menyandarkan mimpiku ingin jadi seperti mereka tanpa tau alasan sebenernya buat apa. Pingin aja.
Lalu, setelah mencoba masuk didalamnya, kok susah? kok aku tidak setertarik itu? kok alat-alat itu buat aku muak, kok ga ada rasa ingin tau lebih lanjut. semua teras hampa. tidak ada energi besar yang datang dari diri sendiri.
mau berpaling, tapi aku tak siap menanggung risiko. juga gatau topik apa yang aku minati. mau dilanjutkan, tapi kok stuck?
makin flashback. ternyata dulu pilihan ku untuk kuliah S1 dibidiang ini juga karena ingin jadi seperti seseorang. dan karena gada pilihan lain bin gatau mau ngapain, mau belajar apa.
tapi aku sudah sampai sini. ada aja jalan terbuka. tapi sekarang bingung, mau kemana, gimana, dan jadi siapa.
aku harus gimana?
5 notes
·
View notes
Text
It's not easy to make a friend.
Sempet ngerasa stres dibulan awal2 datang karena ternyata ga gampang buat berteman. Masuk kelas pertama kali (kelas seminar) yg isinya cuma aku satu-satunya mhs Internasional (yes, I was the first inter student) rasanya bikin ciut. Ditambah mereka presentasi pakai Mandarin, diskusi juga in Mandarin. Makin2 deh.
Selama berjalannya kelas, aku cuma duduk aja, berusaha baca slides yg samsek gamasuk otak karena udh jiper duluan. Gaberani juga negur orang, dan gada yg negur juga. Gatau juga tuh nama2 prof yang hadir di kelas (ada 5 gitu karena kelas seminar).
Selesai kelas. Langsung pada bubar. Pas jalan di lorong, ada yg manggil. Chua namanya. Org yang ada difoto ini. Kenalan singkat, dia ternyata dari Malaysia (Chinese overseas). Kelas2 seminar selanjutnya aku ttp gapunya temen yg bisa dijak cuap2. Pernah ada ding, 1 temen lab (karena aku pilih duduk disampingnya) dan satu lagi Yifang yg baik hati nerjemahin inti dari diskusi dikelas.
Selain itu, mengenali mereka dibalik masker itu susah :( sudah nginget nama mereka ga gampang, bermasker pula kan. Tadi aja, pas ketemu Chua aku pangling, grgr dia ngiket rambutnya.
Kemarin senin, pas dijalan mau ketemu Chua utk bantu penelitiannya dia, aku ketemu Yifang. Kukira dia Chua. Mana aku sok yakin aja lagi. Pas dia nanya "mau kemana", baru aku sadar kalau aku salah orang. Sebelum buru2 pergi. Aku tanya lagi namanya, dan ngerasa guilty bgt lupa nama orang yg udh bantuin translate.
Gitulah. Udh mau masuk bulan ke 6, masih butuh perjuangan utk beradaptasi dg semua ini..
Tainan, 25 Agustus 2021
4 notes
·
View notes