Menyerah, pasrah, dan merebah. Tiga hal yang tampaknya mudah dilakukan tetapi sulit untuk diakui. Atau sebaliknya, terlalu mudah diucapkan tapi terlalu sulit dilakukan. Mari kita mundur ke beberapa tahun belakangan. Tak jarang kumenemukan orang lain yang senang sekali ‘mewakili’ku untuk sekadar menceritakan seperti apa aku. Oh, yang paling mudah adalah: aku sulit menolak dan memberi batasan. Rasanya menakutkan jika kembali dibayangkan. Kilas balik pandangan orang lain di dalam kepala, bagaimana ekspresi mereka jika aku menolak, hingga penampakanku yang terlalu naif tetapi sebegitu reaktifnya setelah menyesal akan beribu kata ‘ya’ yang kadung terucap. Hingga tak jarang, aku berkali-kali kesal akan kontrol orang lain yang seara tidak langsung kuciptakan sendiri, dan sebegitu mudahnya aku menerima tuduhan tak berdasar hanya karena aku tak berani jujur atas apa yang kumau. Kau tahu apa lagi yang lebih mengesalkan dari hal-hal di atas? Kau tak lagi mengenal dirimu sendiri. kau terjebak atas penilaian-penilaian yang orang lain labelkan kepadamu. Memuakkan dan menyedihkan. Rasa marahmu tak lagi kau curahkan kepada mereka, tetapi dirimu sendiri. Hingga akhirnya di penghujung 2019, semua kerikil yang memenuhi tas membuatku tersungkur. Setiap butiran emosi yang terlalu lama kusimpan berjatuhan dan mengeluarkan aroma debu yang menyesakkan. Uh, tubuhku terjatuh, lagi, dan sendiri. Semua bukan karena tak ada lagi yang menemani, melainkan diriku yang terlalu keras untuk menghindari orang lain demi tak membuat masalah lainnya. Badanku kesakitan. Ia butuh istirahat. 10 hari, 4 kantong darah, 2 botol zat besi, berbutir-butir obat, dan dua ranjang rumah sakitlah yang berhasil ‘menamparku’. Oh, tenang aku tak bermaksud menyalahkan mereka. Namun, karena merekalah, aku merebahkan badanku, menyerah dalam diam, dan pasrah bersama tangis. Aku terlalu sibuk memikirkan orang lain. [Lanjut di kolom komentar.] @ninadiets31 - Menyerah, Pasrah, Merebah #30haribercerita #30HBC2211 #30hbc22Keputusan #KarsaBercerita #CatatanHitam #MbukaLembaranBaru @30haribercerita https://www.instagram.com/p/CYoiJYQrsZB/?utm_medium=tumblr
Ingatlah kamu dulu tidak ingin disebut sebagai perebut suami orang. Bukti-bukti ini hanya satu dari sekian yang berhasil direkam jejak dari catatan-catatanmu sendiri.
Saya tidak ingin menggali lagi. Lebih baik dikubur dalam-dalam dan berlalulah wahai wanita. Wanita yang dulu menggertak tidak ingin dicap perebut suami orang, kemudian justru kabur menghilang ketika dicari konfirmasinya.
Saya masih akan menyimpan nomormu 082144018515 agar siapapun yang mencarimu nanti bisa menemukan keberadaanmu di Malang ataupun di kota lainnya.
Lama hilang layarkan malam membayang sinar terang.. Love you @risa_saraswati semoga semakin produktif menulis makin sukses semuanyah ❤️💕 pic by Wisnu Hardana #CatatanHitam @sarasvatimusic
So here's how you can use the fortune stick of #catatanhitam @risa_saraswati for order text to 087821836088 or simply just cone to our store at Ciumbuleuit 151 B lt. 2 Bdg. Price IDR 350K. Lets!
Saya lupa memperlakukan manusia dengan baik, Saya lupa bagaimana tersenyum untuk wanita baik, Saya lupa bagaimana ucapan ‘terima kasih’ yang begitu manis & ‘Maaf’ senantiasa melegakan untuk manusia, Saya juga lupa bagaimana harus berbincang-bincang sampai larut malam dengan manusia. Saat itu hanya Tuhan yang menghadirkan semuanya, Pribadi elok tak selamanya terbaik, berdasi & ber'hotel'tak selalu tentang kebahagiaan.
Tuhan, Semoga selalu kehadiran hambamu ini menghadirkan ketenangan untuk semua orang, Aamiin
Ketika kau butuh lebih dari sekedar penafsiran penafsiran tentang siapa itu Tuhan, Teman, dan Diri Sendiri.
Heninglah sesekali, atau pergilah ke gunung, Semakin sering naik gunung, Ia seorang pendaki seharusnya berbanding lurus dengan semakin meningkatnya kedekatan ia kepada Tuhannya.
Tujuan seorang mendaki gunung memang bermacam macam
Tapi hakikat manusia adalah sama di alam, di tempat dimana tidak ada kekuatan harta dan tahta.
Tuhan adalah ingatan pertama bagi manusia yang banyak dibuat lupa oleh kota
Bagaimana jika waktu-ku habis, sebelum aku benar-benar sampai disisi-Mu? Bagaimana jika saat itu tiba, jiwaku masih belum sepenuhnya meninggalkan dunia? Bimbing hati ini agar selesai. Sebab, aku ingin mendatangi-Mu dengan perasaan damai.
Detik-detik berlalu perlahan tapi pasti, menuju mati, walau kerap datang rasa takut menyusup, akan takut hidup ini terisi oleh yang sia-sia, pada hening dan sepi ku bertanya, dengan apa ku isi detikku ini ?
- Orang-Orang yang Terlalu Takut pada Kesepian - Lupa, membiarkan diri ini menjadi orang lain adalah harga yg terlalu mahal hanya untuk mendapatkan perhatian. Dalam ketakutan pada penolakan, terbentuklah masyarakat yang anti dan alergi pada keberagaman, pada keunikan individu, dan pada siapa yang mengatakan ‘tidak’. Banyak orang berkata ‘iya’ hanya untuk sekedar diterima, sekedar sama dan dianggap ada, Seakan membutuhkan pengakuan dari orang banyak. Mereka Lebih Takut pada Penolakan dari pada Tuhan dan/atau Kebenaran.