Tumgik
#benbenan
aslipoerworedjo · 5 years
Photo
Tumblr media
#PurworejoUpdate | #RI74 #HUTRI74 #17an #Merdeka #IndonesiaMerdeka #DirgahayuRI | #NYAManBERkreasiBanggaBerbudaya via 🎥📽️📹📷📸📱📲 🧷 @musikpurworejo #Purworejo #JatengGayeng #PesonaIndonesia Beautiful Benowo - Musik Sepoi-Sepoi strikes again! Tahun ini akhirnya datang juga benbenan paling syahdu di Purworejo, setelah pertama kali deselenggarakan pada tahun 2017. Kenapa kamu wajib datang? Kedua, line-up pengisinya keren-keren. Ketiga, pilih sendiri genre favoritmu di sini mulai dari pop, rock, reggae sampai dangdut, semuanya ada. Keempat, acara ini diramaikan dengan expo produk unggulan setempat yang bisa dikunjungi sejak siang hari. Dan sengaja kami taruh alasan utamanya di belakang, kenapa nggak boleh sampai ketinggalan. Yang pertama adalah, LOKASINYA ADA DI KETINGGIAN 950 MDPL! Bayangin sendiri deh gimana rasanya. Catat tanggal dan waktunya: Sabtu, 24 Agustus 2019 mulai pukul 14.00 WIB sampai malam. Live performs: - @peoplejavarasta - @papizy_official - @kimberlines_ - @blkflks - @laserskill - @pentanorth_band - Serojo #sedulurrockpurworejo - Dangdut Spesial See you there! 🍻 (di Navigator) https://www.instagram.com/p/B1hwDD5ngrc/?igshid=4wbgpbzqkga5
0 notes
heyjonski · 7 years
Text
Gig Review: BEAUTIFUL BENOWO (MUSIK SEPOI-SEPOI)
Tumblr media
Bahwasanya dua hari terakhir di bulan April kemarin adalah anugerah bagi saya yang sedang berada di Desa Benowo, sebuah dataran tinggi di perbatasan Purworejo-Magelang. Sinyal provider yang sulit dijangkau justru menjadi berkah tersendiri, itu artinya tidak ada lagi kesempatan untuk membuka tab explore Instagram yang selalu penuh dengan berita-berita ajaib.
Saya termasuk golongan konsumen pelahap entah-isu-entah-fakta yang jelas-jelas nirfaedah itu. Berani taruhan, kamu pasti pernah menggunakan istilah "sumbu fendek" hingga "silent majority" ke dalam topik pembicaraan atau sekadar jokes di saat nongkrong, bukan? Semuanya berjalan di luar nalar, dan jangan tanyakan di mana tombol stopnya. Kita sama-sama tidak tahu.
Sudahlah, tidak penting membahas kegaduhan tersebut. Tulisan ini adalah puncak dari antusiasme saya pribadi terhadap acara yang dihelat oleh Paguyuban Musik Purworejo (PMP) untuk mempertemukan musisi-musisinya. Waktu berputar lebih cepat di Kota Geblek yang terkenal adem ayem.
Tumblr media
Sebenarnya wacana untuk membuat forum diskusi yang diselingi jamming session antar anak band di Purworejo sudah terdengar lama, hanya saja waktu belum bersedia menjodohkan. Barulah di awal bulan lalu, kemunculan akun pmpurworejo menjadi angin sejuk, seperti foto Instagram unggahan pertama mereka. Indah sekali, bukan?
Apa yang terlintas di kepalamu saat membayangkan panggung musik di alam terbuka? Woodstock? Glastonbury? Ngayogjazz? Jazz di Atas Awan? RREC Fest? Ya, benar. Tapi Musik Sepoi-Sepoi masih jauh dibandingkan sederet gelaran tadi. PMP masih baru dibentuk, acara ini juga perlu tambalan di sana-sini. Hanyalah konsistensi paguyuban, solidnya tim panitia penyelenggara, serta dukungan dari banyak pihak; yang akan menjadikan musik Purworejo dapat berkembang dan berbicara lebih banyak di masa mendatang.
Sebagai pengisi hajatan, didaulatlah barisan band-band seperti Congculy, People Java Rasta, Fluss, Papizy, Toni Boster, Purworejo Blues Squad, Mayoonice, Kongkalikong, Kameswara Project, Blekfolks, Hooterdamn, Kriet, Lastnightcoustic, Sick to Sweet, Tosca, dan Hello Out There.
***
Tumblr media
Persiapan panitia yang terkendala cuaca dan medan membuat acara sedikit mundur dari rencana awal. Tapi untunglah, molor dua jam tak membuat rangkaian menjadi berantakan. Hello Out There membuka dengan beat-beat pop-punk mereka, disusul kemudian Hooterdamn yang juga memainkan tempo-tempo serupa menghangatkan suasana gerimis.
Sick to Sweet yang personelnya rata-rata di atas kepala tiga mendapatkan sambutan meriah dari “adik-adiknya” saat melantunkan nomor-nomor slow-rock nostalgia. Tapi sayang sekali, saat membawakan “Don’t Cry” milik Guns n’ Roses, amplifier salah satu gitar mengalami gangguan teknis.
Lastnightcoustic berhasil mengobati antiklimaks tersebut dengan tiga cover manis, salah satunya “Layang Kangen” dari Didi Kempot yang diubah sedemikian rupa. Mereka adalah bibit-bibit musisi handal, karena semua anggotanya masih berstatus pelajar SMA. Keren, ya?
Tumblr media
Selanjutnya, Blekfolks, yang notabene adalah band saya sendiri. Main pating plethot kui wes biyasa, sing penting wani tampil. Kebanggaan menjadi line-up membuat saya lebih lepas membawakan “Fake Plastic Trees” (Radiohead), "Irish Girl” (The Trees & The Wild), dan "Sebelah Mata” (Efek Rumah Kaca) yang dibantu oleh Choky, vokalis dari Fluss sekaligus guru vokal baru saya. Lebih menyenangkan lagi, karena kami turut dibantu oleh mantan gitaris dan partner musikal terbaik saya sejak jaman SMA di Semarang, Zaenun...thanks and big regards, bro!
Selepas break maghrib, Fluss hadir dengan drummer barunya, Herlambang. Untuk pertama kalinya saya merasakan band modern-rock ini menemukan formulasi sound yang tepat, terutama takaran riff dan lead gitar dari Aziz. Bagaimana dengan Cecep si pemain bass? Dia masih setia dengan senyumnya yang selalu asik sepanjang penampilan. “When”, “Aneh”, dan “Dendam” dituntaskan apik.
Siapa tidak kenal Toni Boster? Pop-punk waton muni ndobose banter paling kekinian digawangi Ria Cingcing, Wisnu, beserta dua personel lain yang mungkin kita tidak pernah tahu namanya on stage, nih! Pokoknya jabat erat tanganku, kawan. Beri senyuman pada dunia, kita tunjukkan pada mereka siapakah yang ‘kan tertawa. Yaksip.
Tumblr media
Tosca dan Kameswara Project secara berurutan membius penonton karena beramunisikan saksofonis terbaik di kota ini, Pandu. Alunan jazz yang kadang groovie, kadang menyakal, memang menjadi racun untuk tidak buru-buru berkemas dari bibir panggung. Tanpa sadar saya larut berdendang reff “You are My Everything”-nya Glenn Fredly, damn.
Berikutnya adalah waktu untuk ber-skankin' ria, bercampur bersama joget santai khas jah-jah berbendera merah-kuning-hijau yang mengambil alih malam itu. Para penonton yang tadinya malu-malu, dan perlahan menyemut di bibir panggung. Ska manis dari Mayoonice lewat “Kau Tinggalkan” dan “Bernyanyi” mampu mengimbangi Kongkalikong yang sebelumnya menutup dengan “Aku Cinta Anak Reggae”.
Massa yang masih haus kembali disegarkan oleh People Java Rasta (PJR) yang sudah ditunggu-tunggu. Duet vokal Djink Lujah dan Nano Neo berhasil menggoyang berkat “Siti Jembeb” dan “Men Sana in Corpore Sano”, sepasang materi andalan dari album yang sebentar lagi akan di-launching. Ah iya, “Englishman in New York” (Sting) versi mereka tidak pernah membosankan untuk dinikmati.
Tumblr media
Seusai PJR turun, tempo kembali dinaikkan oleh Purworejo Blues Squad. Walaupun tampil dalam format band, sejatinya mereka adalah sebuah forum pecinta blues di Purworejo. Siapapun dapat bergabung untuk jamming, seperti malam itu yang semakin panas berkat raungan gitar Fizz Hantoro dan Azme Fadhlan. “Another Brick in the Wall” (Pink Floyd) berubah liar di tangan mereka.
Congculy mencuri perhatian melalui vokalisnya, Adelia, yang bersuara merdu dan indah dipandang. Terlebih lagi, dia tidak pelit untuk berbagi mic dengan baris depan yang hanyut menikmati irama keroncong yang diterjemahkan ke dalam “Indonesia Tanah Air Beta” dan “Jemu” (Koes Plus). Entah bagaimana menggambarkan kegembiraan saya kemarin, stage diving adalah jawaban paling tepat setelah melafal “Sebut tiga kali namaku, Bento, Bento, Bento...Asik!”
Malam belum beranjak lalu, Kriet menghadirkan nuansa ballad-folk nan menggugah. Bahkan dari belakang panggung, saya merinding menyimak bapak-bapak gagah perkasa ini menyerukan “Penjelajah Alam” milik Sawung Jabo dari album Fatamorgana. Meski tampil dalam set minimalis, Kriet tetap mendapatkan applause meriah.
Dan tibalah pada penghujung, Papizy yang baru saja merilis album perdananya ditunjuk untuk memungkasi kegembiraan di Gunung Kunir malam itu. Aliran pop berwarna-warni semacam "Cerita Kita” yang sudah mendapat perhatian para penikmat musik lokal. Tidak kurang, “Fix You” (Coldplay) dan “Pria Kesepian” (Sheila on 7) diselipkan guna memancing singalong crowd di hadapan mereka.
***
Tumblr media
Kata siapa Musik Sepoi-Sepoi hanya berisikan benbenan tanpa jeda? Di tengah acara, trio komika perwakilan Stand-Up Indo Purworejo (Dika, Ikhwan, dan Wisnu) bergantian mempertunjukkan kebolehan open mic memancing gelak tawa pengunjung.
Menyesallah kamu yang kemarin diam di rumah melewatkan, agenda whole package dipersembahkan secara cuma-cuma oleh Paguyuban Musik Purworejo. Bosan menikmati benbenan? Naiklah ke ujung bukit untuk menangkap pemandangan menawan di puncak Gunung Kunir. Selepas band terakhir disediakan pemutaran layar tancap (yang sayang sekali sudah tak dihiraukan karena faktor kelelahan). Bagi yang ingin bermalam di lokasi, sudah menanti satu tenda besar yang menghadap panggung.
Tumblr media
Sunrise di Benowo sungguh memukau, mata termanjakan oleh view perbukitan menoreh lengkap dengan selaput kabut yang saling berkejaran. Bagi saya yang bukan seorang pendaki gunung, ketinggian 975 mdpl tidaklah sulit dijangkau. Setelah puas menikmati puncak, kepul asap dan aroma kopi lokal sudah tercawis menggoda pasukan pecandu kafein. What a morning!
Terima kasih sekali lagi saya haturkan kepada Paguyuban Musik Purworejo dan seluruh pihak yang terlibat dalam Beautiful Benowo: Musik Sepoi-Sepoi. Semoga semangat kalian selalu terjaga sehingga kota ini tetap terus berirama.
Photo credit: Rahmat Agung Riandoko (Alif Photography)
2 notes · View notes
slinkybones · 7 years
Photo
Tumblr media
“Journey” - a Stage Photography Exhibition by @fndkbl ———————————————- Turut senang bisa menyaksikan, menikmati, serta mendokumentasikan hasil kerja atas passion serta penuh dedikasi selama 10 tahun lebih sebagai Stage Photographer yang dipamerkan di @kelaspagi oleh @fndkbl, mas sekaligus guru bab perpanggungan dan permenejemenan benbenan sa ini. • 10 tahun bukan waktu yang singkat, ternyata sa berdiri di sebelah saksi hidup pasang surutnya scene musik baik lokal maupun nasional serta dokumentator ratusan band yang ada di Indonesia ini. • Sudah pantas ya mang, kamu disebut lejen, sudaaah. • Terus menginspirasi, terus berinovasi, terus nencari tantangan lagi, jangan berhenti. Jangan pernah. Aku seduk nyusul. • NB : jan lupa rabi yes. sip. • 2 foto terdepan oleh bassis sejuta umat dan jurnalis penuh waktu : @agibtanjung • #journey (at Kelas Pagi)
0 notes
harinopali · 7 years
Text
Ngakak, nangis, seneng, sedih, berbunga, patah hati, nelongso, tarung, baikan, benbenan, organisasi, usaha, channel, duwek, utang, mabok, mangkel, tersanjung, ngamok, digoroi, nggoroi, poyokan, bales dendam... kwabeh, terangkum ndek mbrebes maeng pas moleh. Lek kopintar iku orep, de e wong sing swabar, sing bener2 gak medit ambek ilmune dan sembarang kalire. Aku gak tau njalok opo2 nang kopintar, tapi de e ngekeki qku sembarang kalir... terutama... dulur... iku, iku sebuah anugerah sing bahkan masio kon sugeh gak mesti iso duwe iku Suwun nemen mbah kopintar, mben lek lewat kono ambek anak ku tak critakno kabeh sopo sopo ae mantan calon ibuk e de e sing tau rono. HUWAKAKAKAKAKAKAKK! Wajor 😂 Overall, 31 Maret 2016 iki GUWILEK!
0 notes
aslipoerworedjo · 5 years
Photo
Tumblr media
#AgendaPurworejo | Siapa yang kangen nonton benbenan di #Purworejo #JatengGayeng #PesonaIndonesia? Di hari kemerdekaan ini, Paguyuban @musikpurworejo membuat kejutan berupa gig "Musik Merdeka" di kompleks @warungbogowonto Pangenrejo Surprising line-ups: - @fluss_ind - @kimberlines_ - @bedaband - @purworejobluessquad - @panduskameswara Saxo & Band - @laserskill - @pentanorth_band - SM Project - dan masih banyak lagi kejutan lainnya. Mari rayakan HUT #RI74 bersama band-band lokal andalan kita semua. Acara selepas upacara penurunan bendera yes! ;) (di Navigator) https://www.instagram.com/p/B1PfgLOHaja/?igshid=e1920g7ut681
0 notes
chanchanscraw · 5 years
Photo
Tumblr media
Semalam kembali mendengarkan lagu-lagu Lamb of God dan teringat saat masih muda dulu, masih SMA suka benbenan coverin lagu-lagu mereka. Sekarang suda tida bisa karena ikut trend hijrah, musik itu haram! Yang halal adalah mengafirkan sesama. Wenaaaak~ #chanchanscraw #drawing #art #artwork #sketch #comics #illustration (at Central Java) https://www.instagram.com/p/Bx-s5AOlPQg/?igshid=gjm5g2737ni5
0 notes
heyjonski · 7 years
Text
Menjadi Anak Band di Purworejo (Part 1)
Tumblr media
Miris rasanya setiap kali mendengar cerita teman yang baru saja menyaksikan konser, entah intimate show di kafe kecil atau performance megah dari band luar negeri. Bukan iri karena melewatkan pertunjukan tersebut, tapi sedikit tidak terima dengan mereka yang mudah sekali mendapati ajang musikal di sekitar tempat tinggalnya. Bagi seorang yang hidup di kota kecil seperti saya, butuh perjuangan ekstra untuk melihat musisi-musisi favorit secara langsung. Terlebih skena musik di Purworejo hari ini bisa dibilang masih sepi panggung. Hal tersebut terbukti dari perbincangan dengan beberapa anak band di sini.
“Kondisinya berbeda. Dulu setiap festival band pelajar pasti ada 50-an grup yang mendaftar, sedangkan sekarang bahkan setengahnya pun tidak. Peminatnya berkurang. Dulu mudah sekali menemukan banyak band di dalam satu sekolah, sementara hari ini punya dua band saja sudah bagus,” cerita Pandu Kamasetra yang menjadi seorang guru mata pelajaran seni musik di sebuah sekolah menengah kejuruan. Dari ratusan murid, hanya empat orang saja yang berhasil diampunya untuk kemudian dia bentuk menjadi band.
Pandu yang tergabung dalam grup band grindcore bernama Predator, sudah merilis dua mini album dan merasakan banyak pengalaman bermain live di berbagai kota. Selain itu, bersama teman-temannya se-almamater di Fakultas Seni Musik UNY (Universitas Negeri Yogyakarta), dia pernah menyelenggarakan Oktoberirama, sebuah pertunjukan chamber orchestra di Gedung Kesenian Purworejo tahun lalu.
Saya bersama 500-an audience lain beruntung dapat menyaksikan orkestra yang pertama kalinya diselenggarakan di Purworejo, yeaiy! Pertunjukan ini mendapat sambutan meriah dari banyak kalangan, termasuk para beberapa tamu undangan dan pejabat setempat seperti Wakil Bupati Yuli Hastuti. Dalam sambutannya, beliau mengatakan bahwa acara tersebut bermanfaat di tengah-tengah era globalisasi yang berpotensi dapat mengikis moral pemuda bangsa dan budaya asli, seperti halnya minuman keras dan narkoba yang identik dengan kehidupan anak band.
Tumblr media
Sepintas tidak ada permasalahan dari perkatan beliau, hanya saja agak membuat saya sedikit mengernyitkan dahi. Saya setuju, tapi tidak sepenuhnya. Menurutnya, para pemuda dituntut untuk lebih kreatif dan berkarya positif. Sampai di sini saya masih sependapat. Lantas kenapa selanjutnya harus menghubung-hubungkan anak band dengan miras dan obat-obatan terlarang?
Hal ini mengingatkan saya pada sebuah SMA yang tempo hari membatasi siswanya dalam mengadakan pentas seni tahunan, dengan alasan mengganggu kegiatan belajar mengajar. Begitu juga dengan yang dialami panitia/EO (event organizer) sebuah konser lokal yang dipersulit ijin acaranya atas dalih keamanan.
Well, tampaknya ada yang perlu diluruskan. Sepertinya hingga detik ini pandangan tentang seni, seniman, dan berkesenian belum sepenuhnya lepas dari stigma lawas (1) seniman itu penampilannya urakan dan hidupnya tidak jelas, (2) anak band adalah pecandu alkohol dan narkotika, (3) ngeband akan merusak nilai rapormu, (4) setiap konser musik pasti rusuh, dll.
Duh, gusti….
Seluruh anggapan itu sebenarnya sah-sah saja saat sifatnya masih subyektif, tidak mengikat, dan debatable.
***
Tumblr media
Musik sendiri pada kodratnya adalah bagian dari seni, karya musik merupakan contoh produk budaya, dan kegiatan bermusik adalah salah satu bentuk kegiatan mengekspresikan diri yang sepatutnya kita respon. Apresiasi tersebut dapat berupa pujian atau kritik.
Namun sayang, stigma-stigma konservatif tadi tak ubahnya memandang sesuatu hanya dari satu sisi. Alih-alih mengkritisi, sifatnya tidak membangun; cenderung mengklaim musik sebagai sumber dari perilaku menyimpang serta tindak kriminalitas. Parahnya lagi, sepaket mitos tersebut mengakar kuat dari generasi ke generasi. Padahal, selama bertahun-tahun saya mengikuti perkembangan berita musik dalam negeri maupun internasional, tidak ada akibat yang membahayakan dari sebuah kegiatan benbenan.
Mari sejenak pause topik tadi dengan menengok sejarah.
Sejak dijajah Belanda, bangsa kita sudah mengkonsumsi minuman keras tradisional, setiap daerah di nusantara mempunyai jagoan masing-masing. Narkotika kala itu juga sudah beredar, namanya opium (madat). Walau dilarang pemerintah dan tidak sesuai dengan norma agama, praktik gelap penjualan alkohol dan peredaran narkotika di Indonesia masih marak terjadi hingga hari ini.
“Satu dari 20 orang Jawa mengisap candu,” tulis pakar Henri Louis Charles Te Mechelen pada tahun 1882.
Pertanyaan saya adalah, dari semua pemakai dan penjual narkoba, baik yang sudah tertangkap maupun masih berstatus sebagai incaran target operasi di Indonesia dan di Purworejo, berapa persen yang berasal dari kalangan musisi?
Tumblr media
Bukankah penyalahgunaan obat-obatan dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa terkecuali. Apakah dengan melihat beberapa bukti pemberitaan pejabat yang tertangkap tangan sedang kedapatan nyabu di hotel, akan membuat semua kegiatan politik di kotanya harus dihentikan? Tentu tidak. Berarti logika yang sama boleh digunakan sebelum musik dikambinghitamkan, dong!
Prestasi seorang siswa sekolah tak akan terganggu hanya karena musik. Kali ini, korbannya adalah “musik keras” yang dianggap negatif dan merusak generasi muda. Padahal, seorang profesor di Inggris menunjukkan bahwa penggemar musik heavy-metal ternyata lebih pandai meredam emosi negatif, lebih ekspresif dan lebih bisa meluapkan kemarahan. Terbukti dari penelitiannya yang melibatkan 1.057 responden berumur 11 hingga 18 tahun itu, pendengar musik heavy metal cenderung berbakat dan pintar. Mereka umumnya menggunakan musik cadas untuk mengurangi tekanan dan rasa stres.
Pernyataan ini didukung fakta bahwa tidak sedikit musisi rock dengan tingkat intelijensi tinggi; seperti Bruce Dickinson (vokalis Iron Maiden, berprofesi sebagai novelis dan pilot penerbangan), Dexter Holland (vokalis The Offspring, bergelar Ph.D biologi molekuler), Brian May (gitaris Queen, bergelar Ph.D astrofisika), dan masih banyak lagi. Di Indonesia sendiri bisa dijumpai musisi yang berprofesi sebagai dosen, pengacara, pengusaha, aktivis sosial, hingga politisi.
Jadi, bukan musik yang membuat anak menjadi malas, melainkan ketidakmampuan dalam hal membagi waktu. Peran orangtua yang baik adalah menuntunnya menyusun skala prioritas tanpa menghambat hobi dan menyunat bakat yang dia miliki.
***
Tumblr media
Di Purworejo yang masih kental dengan mitos-mitos tadi, bukan perkara sulit untuk menemukan bukti ketidakberdayaan seni di sela-sela keseharian masyarakat. Atau awareness masyarakat sendiri yang belum mau memfokuskan pemberdayaan seni, bahkan sebatas hanya untuk kebutuhan tersier mereka.
Nah, satu lagi alasan yang sungguh konyol yang masih sering terjadi. Adalah prosesi potong memotong—bahkan memangkas—durasi benbenan di tengah jalan dengan alasan kerusuhan. Sekali lagi, ini konyol.
Ditilik lagi, yuk. Kerusuhan itu bisa terjadi kapanpun, terlebih dalam satu momen yang mempertemukan banyak kepala. Area konser musik memang berpotensi menimbulkan senggolan antar penonton saat menikmati lagu yang dimainkan. Tapi, sebenanya tak hanya di mulut panggung saja, kontak fisik dapat terjadi di manapun. Jalan raya, ruang publik, bahkan ruang sidang paripurna DPR pun, nyatanya pernah digunakan sebagai tempat perang urat saraf hingga adu otot.
Bagi saya, masih wajar di dalam sebuah moshpit yang dipenuhi dengan slamdance, pogo, dan stage diving sekalipun, selama mereka dapat menjaga diri masing-masing. Penonton yang sudah terbiasa akan mencari tempat yang lebih longgar jika mulai merasa tidak nyaman untuk kembali berjoget, atau tetap meneruskan sing along seolah-olah tak terjadi apa-apa meski baru saja bersenggolan. Wajar juga kalau ada person yang lebih mudah tersulut emosinya. Tapi percayalah, teman-teman di sekelilingnya pun pasti akan mencoba melerai apabila suasana yang tadinya fun kemudian mendadak berubah menjadi tegang.
Perilaku anak muda yang paham terhadap skena musik akan menyadari, bahwa sebuah konser digagas melalui rangkaian proses panjang nan rumit. Oleh karena itu, mereka pasti mengupayakan agar acara tetap berjalan lancar. Jika memang terjadi hal yang tidak diinginkan, musik akan langsung dihentikan sampai perkelahian segera diselesaikan. Atau dengan mempersilakan dan menyeret keduabelah pihak keluar dari venue.
“Bandku disuruh berhenti sebelum lagu terakhir karena ada penonton berantem. Padahal waktu itu anak-anak lain udah ngingetin. Ya begitulah, yang berantem cuma dua orang, tapi semua kena efeknya. Kita sendiri nggak pernah melihat (si pelaku) sebelumnya. Kayanya dia nggak pernah kelihatan (menonton) sebelumnya deh,” curhat seorang teman suatu ketika.
Tumblr media
Baik panitia penyelenggara, band pengisi, hingga penonton, semuanya mengerti betul tentang hal ini. Mereka tidak akan begitu saja membiarkan acara yang ditunggu-tunggu diberhentikan di tengah-tengah rundown, hanya karena satu kerusuhan kecil. Inilah yang membedakan siapa yang memang datang untuk bersenang-senang dengan mereka yang sok jagoan.
Konser mampu mempertemukan sekelompok penggiat musik dengan para pendengarnya agar dapat menyalurkan ekspresi, bertatap muka, bertukar kegembiraan, serta saling memberi dan menerima energi positif.
Dengan menggagas kegiatan tersebut, sebenarnya ada banyak manfaat yang didapat: (1) melatih berorganisasi dan komunikasi, (2) mengembangkan gagasan ide/konsep, (3) bekerja sama dengan banyak pihak, (4) membiasakan disiplin menepati waktu, (5) mempromosikan apa yang sudah dibuat, (6) mengambil keputusan paling efektif, (7) meng-handle kemungkinan yang tak terduga, bahkan (8) dapat menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan.
Belum tentu praktik-praktik pelatihan tadi terpaparkan secara teoritis layaknya pelajaran formal di sekolah, lho.
Edukasi ihwal self-control terus didengungkan para pecinta musik yang menginginkan konser yang sehat. Termasuk di dalamnya menanamkan mindset sesederhana “gelut kuwi ndeso” atau “njoget rapopo asal ojo jotos-jotosan.” Niat baik ini seharusnya didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Tapi piye meneh jal, boro-boro mengeluarkan izin acara, lha wong orang tuanya saja masih ngeyel pada pendiriannya.
Ada hal yang perlu diluruskan dari dua persepsi yang tidak pernah bertemu ini, dan wajib kita sampaikan. Stigma-stigma usang tersebut kini sudah tidak berlaku lagi. Imajinasi tanpa dasar yang selama ini tertanam harus dipatahkan dengan bukti jelas dan argumentasi yang faktual. Mereka tidak merasakan eksternalisasi saat berada di posisi yang dituntut ini-itu, selamanya akan selalu merasa benar.
Tumblr media
Dari internet saja kita dapat menyaksikan (1) kegigihan seorang Erix Soekamti yang penuh tato dan piercing di tubuhnya dapat merintis berdirinya sekolah animasi, (2) perjuangan musisi-musisi asal Bali yang melawan reklamasi Teluk Benoa demi terjaganya kelestarian lingkungan, (3) lirik dari band Efek Rumah Kaca tentang perlawanan aktivis HAM Munir Said Thalib, dan (4) kolektivitas artis-artis dalam penggalangan dana sosial untuk korban bencana alam.
Lalu apa kabar dunia nyata setelah kita berpaling dari layar? Apakah anggapan negatif tentang anak band sudah hilang?
Lihatlah, hari ini musik telah melampaui batasan-batasannya dan semakin menemukan fungsi sosial yang teramat sangat positif. Jika di luar sana telah terjadi banyak perubahan, mau sampai kapan kita terbelenggu paranoid semu yang hanya mengada-adakan yang tidak ada?
Globalisasi bukanlah momok yang menakutkan jika kita sanggup beradaptasi. Justru perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan, termasuk untuk membuat Purworejo semakin berirama.
Beginilah potret anak muda yang selalu tertantang untuk terus berkreasi. Di zaman yang serba maju seperti sekarang, diam berarti menunggu ketertinggalan di hari esok. Saling membuka mata, saling memahami, dan mulai berjalan beriringan dapat menyelaraskan langkah demi masa depan. Jika memang selama ini ada banyak tiran menghalangi, mari bersama-sama kita bersihkan. Karena semakin kegiatan kami terasa menyenangkan, semakin tulus pula kami mengerjakannya.
Photo credit: Rahmat Agung Riandoko (Alif Photography)
1 note · View note
chanchanscraw · 7 years
Photo
Tumblr media
Berjudul: Menerjang hujan nan kembroh menuju studio benbenan yang tempatnya jauh. #chanchanscraw #drawing #art #artwork #illustration (at Lintasan Jalan Pantura Surabaya - Banyuangi.)
0 notes
heyjonski · 7 years
Text
Menjadi Anak Band di Purworejo (Part 2)
Tumblr media
Purworejo dengan segala romantikanya, inilah yang sedang saya nikmati. Sementara gembar-gembor industri kreatif yang melibatkan anak muda di luar sana sudah berputar kencang, sementara di kota pensiunan ini, cetak birunya masih dirumuskan dengan hati-hati sekali.
Jujur saja, sekembalinya di rumah, ada banyak keprihatinan atas keadaan sosi... ah, maaf bercanda. Tiga tahun terakhir adalah proses adaptasi yang lumayan berat. Banyak ketertarikan yang tersendat dikarenakan saya belum menemukan teman yang bisa diajak berdebat seputar musik, film, buku, sosi... ah, maaf bercanda lagi, hehehe.
Gemas? Mungkin kita perlu menyimak lantunan Noel Gallagher dalam "Half the World Away”.
“I would like to leave this city. This old town don't smell too pretty and I can feel the warning signs running around my mind. And when I leave this island, I'll book myself into a soul asylum. 'Cause I can feel the warning signs running around my mind.
Here I go, I'm still scratching around in the same old hole. My body feels young but my mind is very old. So what do you say? You can't give me the dreams that are mine anyway. I've been lost, I've been found but I don't feel down.”
Jadilah apa yang tersedia di sini saya pahami satu persatu (selain meng-update dunia saya sebelumnya, sendiri). Dari proses itu saya menemukan banyak hal baru, cukup menarik sebetulnya. Seperti musik, di Purworejo kamu tidak bisa seenaknya membuat gigs lewat dari adzan isya’ jika tidak mempunyai dana besar untuk mengurus perijinan.
Jika bandmu akan merilis album, perjuanganmu sangatlah berat, karena hampir 80% proses pengerjaan harus kamu tangani sendiri. Apa yang kamu cari, produser rekaman yang mau diajak berunding mengarahkan musik yang hendak direkam? Label yang bersedia membantu memasarkan? Manajer yang bersedia membuatkan dan mengedarkan press release? Media partner yang siap bekerjasama mempromosikan karyamu?
Jangan harap.
Tumblr media
Acara launching party EP/album penuh sudah ada. Dan memang, selalu ramai oleh anak-anak muda yang selalu haus akan benbenan. Tiket habis? Iya. Karya laris? Nah, ini dia. Keterbatasan kuantitas duplikasi (terlebih dengungan embel-embel indie, padahal terkendala dana cekak) terkadang masih belum dibarengi status “CD/kaset sold out” di akhir acara. Padahal penonton yang datang biasanya mencapai tiga hingga lima kali lipat jumlah copy yang tercetak.
Secara umum, infrastruktur pendukung kegiatan bermusik di Purworejo masihlah kurang. Praktis hanya tersedia studio untuk latihan dan rekaman. Event organizer yang berfokus di acara musik juga masih minim. Tidak ada radio yang mengakomodasi airplay band-band lokal. Record label dan record store apalagi, lha wong toko CD hanya memajang keping-keping bajakan band melayu yang sudah lewat jaman. Pentingnya manajemen di dalam sebuah band tidak pernah tersampaikan karena memang kekurangan sumber daya manusia.
Sampai kapan kita menunggu semua itu disediakan secara tiba-tiba di depan mata? Sepertinya mustahil, mengingat agenda besar pemerintah daerah belum menyasar ke ranah berkesenian yang lebih aktual. Satu-satunya yang bisa diandalkan tidak lain tidak bukan ya pelakunya sendiri, which is anak-anak muda yang mau berkomitmen penuh terhadap musik dan kegiatan benbenan.
***
Tumblr media
Maka bersoraklah saya dalam hati, beberapa waktu yang lalu seorang teman bersedia menginisiasi sebuah forum yang mewadahi musisi lokal tanpa memandang genre. Di komunitas tersebut akan lebih lanjut membahas apa saja yang menjadi problematika anak band di Purworejo. Lebih serunya lagi, akan sering diadakan live perform dan jamming session antar musisi di dalamnya.
Respon positif didapat setelah nama “Paguyuban Musik Purworejo” terbentuk dan langsung tancap gas mengadakan acara Beautiful Benowo: Musik Sepoi-Sepoi. Tidak main-main, mereka mendapuk Gunung Kunir sebagai venue. For your information, tempat tersebut jauh dari keramaian kota dan belum pernah digunakan sebagai tempat panggung hiburan (selain hajatan penduduk setempat) sebelumnya.
Singkat kata, helatan tersebut sukses membuka pandangan masyarakat terhadap para pegiat musik di kota kelahiran WR. Soepratman. Dan sudah seharusnya, teman-teman kita ini mendapatkan apresiasi yang lebih baik berkat pencapaian yang telah mereka buktikan.
Jika dalam waktu dekat mereka kembali mengadakan kegiatan-kegiatan bermusik lain (di samping benbenan)—seperti saresehan, workshop/coaching clinic, dan edukasi kesenian untuk masyarakat—apa yang akan kita siapkan untuk mendukung mereka? Ini bukti bahwa fungsi musik secara sosiologis telah melebar ke arah yang positif.
Tumblr media
Anak-anak muda di Purworejo sudah mulai sadar pentingnya rasa, karsa, dan cipta demi kehidupan yang lebih baik. Mereka juga bersedia meluangkan waktunya untuk berkumpul dan mengakrabkan diri di dalam satu wadah. Bukan tidak mungkin percepatan pembangunan di kota ini semakin tersinergikan karena ide-ide kreatif mampu tersalurkan.
Di awal saya memaparkan keputusasaan karena keadaan terlalu santai. Ketika ada setitik api yang menggeliat, itulah yang kemudian dinamakan harapan. Selama ini memang belum saya buang, masih terlipat rapi di sela-sela tumpukan baju di lemari. Tiuplah jika kita menginginkan harapan tersebut semakin membara.
Keep on the right track, Paguyuban Musik Purworejo!
Photo credit: Rahmat Agung Riandoko (Alif Photography)
0 notes
slinkybones · 7 years
Photo
Tumblr media
Setelah 3th tidak pernah merasakan panggung pensi dan 8th tidak pang-pangan, akhirnya beberapa hari yang lalu kembali naik panggung tidak fota foto tapi genjrang genjreng diwujudkan oleh @havinhell_band • Suwun 👊🏻@diajeng_budi @ika_hvnhll @aries_ebo • 📷: @motrelia • #benbenan #pang #pangog #owiehavinhell #lengserkanajenghavinhell #ajengresignaja (at Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia)
0 notes