#basuki cahaya purnama
Explore tagged Tumblr posts
Photo
Ahok Cina Komunis
Basuki Cahaya Purnama
#ahok cina komunis#basuki cahaya purnama#ganyang komunis#bantai komunis#war against china communist#anti communist warfare
0 notes
Video
youtube
Yu Cari Jodoh di Kalijodo Skatepark – Jakarta TravelBlog.id berjalan-jalan ke taman skatepark di Kalijodo. Kalijodo Baru, bersama Rendy, Ferry, dan Rismayanti.
0 notes
Text
Pengacara Ahok: 'Kami akan Laporkan Novel ke Polisi soal Percakapan Telepon'
Pengacara Ahok: ‘Kami akan Laporkan Novel ke Polisi soal Percakapan Telepon’
Jakarta – Tim pengacara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang tergabung dalam Tim Advokasi Bhinneka Tunggal Ika, berencana melaporkan Novel Bamukmin ke polisi. Tim Ahok meminta polisi mengusut percakapan Novel yang mengaku mendapat banyak telepon dan pesan singkat ‘aduan’ dari warga Kepulauan Seribu setelah Ahok menyampaikan pidato.
“(Membuat laporan) secepatnya. Setelah transkrip kita baca dan…
View On WordPress
#Ahok#basuki cahaya purnama#habib novel#habib novel dilaporkan#kasus ahok#novel bamukmin#sidang Ahok
0 notes
Photo
Kayaknya lebih enak di rumah daripada di Mako Brimob KONTAN.CO ID -JAKARTA. Basuki Cahaya Purnama alias Ahok Komisaris Utama Pertamina banyak mengambil hikmah dengan kebijakan…
0 notes
Text
ESAI FILM: Ada Apa dengan Ahok dan Hanum?
JURNALRuang Film | Esai
Ada Apa dengan Ahok dan Hanum?
Oleh Ade Irwansyah
17 Desember 2018, Durasi: 10 menit Di tengah kecamuk persaingan dua kandidat pemilihan presiden (pilpres) dan masing-masing pendukungnya, hadir film A Man Called Ahok (Putrama Tuta) dan Hanum & Rangga: Faith in the City (Benni Setiawan) pada awal November 2018. Walau kontennya tak sama sekali menyinggung pilpres dan pileg (pemilihan legislatif) 2019, kedua film tersebut seperti ditakdirkan untuk terlibat dalam keriuhan tahun politik. Film A Man Called Ahok diasosiasikan sebagai film bagi pendukung Jokowi (akrab disebut kecebong atau cebong di lini masa media sosial), sedangkan film Hanum & Rangga bagi pendukung Prabowo (biasa dipanggil kampret). Itu sebabnya, perbincangan soal dua film ini, terutama di dunia maya, tak menyinggung konten maupun estetikanya, tapi perpanjangan dari adu mulut (jari?) saling menjagokan pujaan dan menjatuhkan lawan masing-masing. Hal yang lantas ramai diperdebatkan adalah soal jumlah penonton dan mobilisasi penonton oleh masing-masing pihak. Tulisan ini tak berniat menambah keriuhan soal itu. Namun, yang hendak saya bincangkan mengenai bagaimana dua film itu hadir dan apa yang direpresentasikan setiap film. Persoalan politik jelas tak terhindarkan dalam perbincangan ini, tapi saya janji akan melampaui debat cebong versus kampret yang tak bermutu.
Rasa Antagonistis Film A Man Called Ahok
Film A Man Called Ahok diangkat dari buku berjudul sama karya Rudi Valinka (pemilik akun Twitter @kurawa). Buku itu bukan sebuah biografi politik yang ditulis dengan metodologi riset yang ketat, tapi sebuah reportase yang dilaporkan lewat Twitter lalu dibukukan. Fokus buku dan filmnya bukan seputar bagaimana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok membangun karier politik dari bawah, tapi pada nilai moral yang menjadi akar sikap anti-korupsinya. Setengah durasi film ini pun tak bicara soal Ahok, tapi ayahnya, Kim Nam (dimainkan Deni Sumargo ketika muda dan di masa tua oleh Chew Kin Wah), yang sejak muda tak bisa dibeli oleh birokrat korup. Sifat ini menurun ke anaknya, Ahok (Daniel Mananta).
Film berakhir saat Ahok terpilih jadi bupati Belitung. Seakan ingin menghindari kontroversi, filmnya tak menyinggung dua hal yang mengiringi nasib Ahok dalam dua tahun terakhir: soal kasus penistaan agama yang menyeretnya ke bui serta biduk rumah tangganya yang berujung perpisahan. Bahkan, saking menghindari persoalan pribadi Ahok itu, kisah cinta yang biasa jadi bumbu cerita pun absen dalam narasi film ini. Kendati tanpa Al-Maidah: 51 (Ahok dituduh menghina ayat Alquran ini) dan Veronica Tan (istri yang ia ceraikan), sosok Ahok dan ayahnya dalam A Man Called Ahok tetap layak dibincangkan. Semasa rezim Orde Baru, film semacam ini mustahil bisa dibuat. Bahkan, ada warga keturunan Tionghoa jadi bupati pun tak terbayangkan. Kita tahu, pada masa Orde Baru, warga etnis Tionghoa tak mendapat tempat di kancah politik lokal dan nasional. Mereka dibolehkan berkiprah di sektor ekonomi. Namun, keberadaan mereka seringkali jadi sapi perahan pejabat korup. Ada upeti yang harus dibayarkan untuk setiap konsesi bisnis yang mereka dapat. Muak akan praktek itu, Kim Nam meminta Ahok untuk kelak menjadi pejabat (bupati) agar bisa memberantasnya. Permintaan itu tentu saja melampaui zamannya. Buat saya, ada dua tafsir di baliknya. Pertama, meminta Ahok untuk menjadi bupati lahir dari ekspresi kemarahan pada praktik yang koruptif, bukan hasil permenungan mendalam tentang strateginya. Kedua, Kim Nam berharap di masa depan, Indonesia memberi kesempatan bagi warga etnis Tionghoa untuk berperan di politik. Kesempatan berpolitik praktis bagi warga etnis Tionghoa nyatanya baru terbuka pasca-1998. Ahok adalah produk dari era baru politik bagi etnis Tionghoa, termasuk juga filmnya. Seperti dicatat Ariel Heryanto dalam Identitas dan Kenikmatan (2015), warga etnis Tionghoa tak pernah diakui perannya di jagat film nasional. Sejarah resmi perfilman nasional dimulai pada 1949, saat Usmar Ismail melakukan syuting film Darah dan Doa. Padahal, film di Nusantara telah dibuat sejak awal 1920-an oleh orang Eropa dan warga etnis Tionghoa. Namun, film-film yang mereka bikin dianggap tak mencirikan semangat kebangsaan. Sejarah resmi itu hingga kini diaminkan dan tak ada yang coba menggugatnya. Pada masa Orde Baru, lagi-lagi warga etnis Tionghoa yang berkiprah di bidang film dicap sebagai pedagang. Film diposisikan sama dengan komoditas lain, seperti cengkeh, mobil, hasil tambang, dan sebagainya. Hanya satu-dua orang etnis Tionghoa yang berada di depan dan balik layar sebagai pemain atau sutradara pada masa Orde Baru. Salah satu yang menonjol adalah Teguh Karya alias Steve Liem atau Liem Tjoan Hok. Namun, ia tidak pernah dianggap sebagai sutradara karena latar belakang etnisnya. Film-filmnya juga tak secara khusus merepresentasikan etnis Tionghoa. Yang menarik, film-film yang narasinya berlatar tentang etnis Tionghoa pada era pasca-Orde Baru kebanyakan justru tidak dibuat oleh sutradara berlatar etnis sama. Sebut saja Ca Bau Kan (2002) yang dibuat Nia DiNata dan Gie (2005) karya Riri Riza. Film A Man Called Ahok pun digarap Putrama Tuta. Walau begitu, ada pula sutradara-sutradara dari etnis Tionghoa yang kiprahnya mencuat, seperti Edwin (Babi Buta yang Ingin Terbang, Posesif, Aruna dan Lidahnya) dan Ernest Prakasa (Ngenest, Cek Toko Sebelah, Susah Sinyal). Namun, baik Ernest maupun Edwin serta film-film tentang warga etnis Tionghoa yang mereka buat butuh ruang diskusi lain di luar tulisan ini. Saat para sutradara yang bukan dari etnis Tionghoa menggarap film tentang etnis Tionghoa, maka penggambaran ideal sosok Tionghoa muncul dalam narasi film mereka. Seolah, film tersebut dibuat sekaligus sebagai permintaan maaf bangsa ini karena telah puluhan tahun berlaku tak adil kepada warga etnis Tionghoa. Cacat mereka tak tampak di layar.
Hal itulah yang membedakan, misalnya, film A Man Called Ahok dengan film-film garapan Ernest. Di film-filmnya, Ernest seperti tidak ada beban untuk berani mengolok-olok ke-Tionghoa-annya. Sementara Riri dalam Gie atau Tuta dalam film A Man Called Ahok ogah lancang menyentil itu. Maka, Ahok, Kim Nam, dan Soe Hok Gie dalam layar lebar tampak setali tiga uang: sosok ideal yang layak jadi panutan. Mereka nyaris tanpa cela dan terlalu sempurna sebagai manusia. Sampai di sini, pencapaian film A Man Called Ahok tidak beranjak dari yang sudah disajikan Gie sekitar dua belas tahun lalu. Hal ini sedikit banyak juga menggambarkan sikap kita terhadap warga etnis Tionghoa. Dua puluh tahun setelah reformasi rupanya kita masih berjarak dengan saudara-saudara kita itu. Keengganan menggambarkan sisi kontroversi subjek yang difilmkan adalah cerminan sikap itu. Sikap semacam ini, menurut hemat saya, tak elok. Sebab, kita seolah menutup pintu untuk berdialog secara terbuka. Pada akhirnya, sikap tersebut berkontribusi untuk melahirkan situasi saat ini: Ahok dipuja pemujanya dan sangat tak disukai pembencinya. Film A Man Called Ahok berada di kubu pemujanya. Maka, sosok Ahok yang muncul serba baik. Pilihan kreatif ini membuat filmnya jadi terasa antagonistis bagi pembencinya. Film A Man Called Ahok pun jadi film untuk kalangan sendiri (baca: Ahokers). Lantas, bagaimana dengan film Hanum & Rangga: Faith in the City? Film Hanum & Rangga Tak Buka Pintu Dialog Bagi kebanyakan orang, terutama mereka yang larut dalam keriuhan media konvensional dan media sosial, rupanya baru mengenal nama Hanum Salsabiela Rais saat muncul hiruk pikuk kabar pemukulan terhadap aktivis Ratna Sarumpaet—kabar yang ternyata hoaks. Hanum sendiri mengikuti garis partai Partai Amanat Nasional (PAN) dan ayahnya, Amien Rais, dengan berada di kubu capres Prabowo. Padahal, bagi penikmat film Indonesia, nama Hanum adalah sebuah franchise, persis James Bond atau Harry Potter. Hanum Rais menulis buku setengah fiksi berdasarkan kisah hidupnya saat tinggal di Eropa dan Amerika Serikat. Kisah itu lantas difilmkan jadi empat film panjang, yakni 99 Cahaya di Langit Eropa I dan II (2013, 2014) serta Bulan Terbelah di Langit Amerika I dan II (2015, 2016). Sementara Hanum & Rangga: Faith and the City merupakan sekuel terbaru dari film-film terdahulu. Hanum Rais selalu diperankan Acha Septriasa, sedangkan suaminya, Rangga, semula dimainkan Abimana Aryasatya, tapi di film teranyar digantikan Rio Dewanto. Untuk ukuran film Indonesia, franchise film-film Hanum terbilang laris. Film pertamanya saja ditonton 1,1 juta orang dan menjadi film terlaris nomor dua pada 2013. Buku Ariel Heryanto, Identitas dan Kenikmatan, bisa menjadi teman yang baik untuk memahami film-film Hanum. Di buku itu, Ariel meminjam konsep post-islamisme yang digagas Asef Bayat (1996). Bayat menganalisis kondisi sosial-politik di Timur Tengah pada pertengahan 1990-an. Menurut Ariel, apa yang terjadi pada kecenderungan konsumsi budaya populer islami di Iran, Mesir, dan banyak negara Timur Tengah lain juga paralel dengan yang terjadi di Indonesia sejak 1990-an sampai era 2000-an. Kita tahu pada 1990-an kelas menengah muslim mulai bangkit. Di saat bersamaan, sikap rezim Orde Baru terhadap Islam politik juga melunak. Sikap antagonistis yang berlangsung pada era 1970-an dan 1980-an berganti dengan sikap akomodatif. Islam politik diberi tempat, antara lain lewat pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Pada dekade itu pula Soeharto melakukan ibadah haji, yang kemudian dianggap menandai perubahan kebijakan rezim terhadap Islam politik. Di masyarakat, pendakwah pun kian popular. KH Zainuddin MZ dilabeli dai sejuta umat. Majelis-majelis dakwah tumbuh subur di kantor maupun kampus sekuler. Seminar keislaman berlangsung di hotel, alih-alih di masjid. Berjilbab tak lagi dianggap simbol radikalisme ekstrem kanan. Jilbab juga bisa dikawinkan dengan mode. Gaya hidup islami kian diakomodir dengan kehadiran bank syariah. Di jagat sastra lahir generasi penulis baru, misal komunitas penulis Forum Lingkar Pena (FLP), yang membedakan dari karya sastra Danarto, Kuntowijoyo atau Abdul Hadi WM. Di jagat budaya pop, musik nasyid—yang tadinya dilabeli musik kalangan sendiri—merambah ranah arus utama. Meskipun sebagai komprominya, nasyid jadi ditambahkan alat musik pengiring. Selain nasyid yang dibawakan Raihan dan Snada, ada pula solois Opick. Lagu-lagu selawat dipopulerkan Haddad Alwi. Di televisi, sinetron religi hadir selama Ramadan dan juga bulan-bulan setelahnya. Di saat itu, film islami (religi) tinggal menunggu waktu. Penantian itu berakhir pada 2008 dengan dirilisnya film Ayat-ayat Cinta karya Hanung Bramantyo, yang berdasarkan novel Habiburrahman El Shirazy, eksponen Forum Lingkar Pena. Film tersebut menandai perubahan tema Islam yang diangkat ke layar lebar. Seperti dicatat Eric Sasono (Kompas, 4 April 2008), film islami biasanya tidak mengambil cinta sebagai tema utama. Sebab, tema cinta tunduk pada hal yang substansial dalam pandangan Islam. Ini terlihat pada film-film islami pra-1998, seperti Titian Serambut Dibelah Tujuh dan Nada dan Dakwah, yang menempatkan persoalan cinta tokoh-tokohnya hanya cerita sampingan. Dalam Ayat-ayat Cinta (AAC), persoalan cinta dirayakan sambil diberi pemecahan islami, seperti taaruf dan poligami. Eric lalu menyimpulkan bahwa tokoh utama AAC, Fahri yang apolitis, adalah si Boy baru yang tersandera persoalan cinta. Tema begini masih berlanjut dengan Ketika Cinta Bertasbih I dan II hingga dua jilid Surga yang Tak Dirindukan. Lantas bagaimana dengan franchise film-film Hanum? Film-film Hanum mencoba melangkah dari cinta sebagai tema utama. Yang dirambah adalah persoalan besar umat Islam di tingkat global pasca-tragedi 11 September 2001 atau 9/11. Latar Eropa dan Amerika membawa tokoh-tokoh filmnya terseret persoalan Islam versus Barat, isu terorisme serta islamofobia pasca-9/11. Itulah yang tercermin dari masing-masing dua jilid film 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika. Di empat film pertamanya, Hanum terjebak dalam tesis benturan peradaban Huntington lantaran ia seolah mengamini tesis itu. Yang tampak di layar justru adalah Barat yang kebanyakan menaruh curiga kepada Islam dan menempatkan Islam sebagai lawan. Hanum dan tokoh lainnya menjadi korban dan akhirnya keluar sebagai pemenang dalam benturan peradaban ini. Kritik utama saya kepada film-film Hanum ialah filmnya tak hendak membuka dialog tentang Barat versus Islam, tapi justru menyiram api konflik semakin berkobar. Filmnya tampak ditujukan bagi umat Islam di negeri sendiri sambil bilang, "Begini lho, sikap orang Barat pada Islam." Adapun tema film kelima, Hanum & Rangga, sedikit bergeser. Persoalan global umat muslim berkelindan dengan persoalan pribadi (baca: cinta dan perkawinan) Hanum. Kendati demikian, dalam Hanum & Rangga, karakter Hanum masih harus berhadapan dengan stigma buruk terhadap Islam. Pihak Barat kali ini diwakili media yang mengeksploitasi isu terorisme dan Islam demi rating tinggi. Hanum kemudian berusaha mendobrak. Ia datang dengan konsep acara Punk'd yang ramah muslim. Acara yang ia percaya bisa mendatangkan rating sekaligus tak memojokkan Islam dan umat Islam. Jadi, kira-kira bayangkan Ashton Kutcher membawa wanita bercadar untuk mengerjai orang. Pada saat bersamaan, Hanum dibelit persoalan rumah tangga, yakni harus memilih antara karier atau keluarga. Lagi-lagi film Hanum yang terbaru ini juga tak hendak membuka dialog. Barat, diwakili medianya, digambarkan memusuhi Islam. Kita bisa mendengar tokohnya berkata sambil setengah berteriak, "The world would be a better place without Islam." Hanum melawan omongan itu. Ia membuktikan Islam memberi rahmat pada seluruh alam. Yang disayangkan semua disampaikan serba verbal lewat dialog perdebatan ketimbang bahasa gambar. Di sini filmnya melanggar kaidah "show don't tell." Namun, saya lantas berpikir, pilihan kreatif itu dilakukan dengan sadar karena target penontonnya. Film ini tampaknya menyasar umat Islam berpendidikan menengah ke bawah yang sudah menanam kecurigaan buruk pada Barat. Di sini Hanum & Rangga tidak memberi sumbangsih apa pun, kecuali memberi tontonan untuk kalangan sendiri. Jadi, mana yang Anda pilih, Jokowi atau Prabowo, eh film A Man Called Ahok atau film Hanum & Rangga? (*)
Ade Irwansyah, wartawan. Bukunya, “Seandainya Saya Kritikus Film” diterbitkan penerbit indie di Yogyakarta, Homerian Pustaka pada 2009.
Link asli: https://jurnalruang.com/read/1545046604-ada-apa-dengan-ahok-dan-hanum
0 notes
Text
Dari APBD DKI Jakarta, Kita Belajar Sifat dan Karakter Manusia
Sebetulnya saya enggan sekali menulis hal-hal yang bernuansa politis karena tidak banyak yang bisa didapat selain menguras emosi kita semua. Namun dalam tulisan ini saya berusaha untuk tidak menyentil sedikitpun pembahasan soal politik, namun lebih kearah bagaimana kita sebagai manusia lebih mencoba mengetahui sifat dan karakter kita dalam bekerja, pemegang amanah bahkan sebagai pemimpin.
Di era keterbukaan sekarang, dimana informasi begitu cepat berkembang menyamai kecepatan cahaya boleh dibilang. Kebaikan dan keburukan individu, kelompok ataupun kelembagaan begitu mudah diakses lewat kekuatan sosial media. Kebetulan akhir-akhir ini lagi ramai diperbincangkan mengenai rancangan APBD DKI Jakarta 2020 yang dianggap kurang wajar. Mulai dari pengadaan ATK, kendaraan roda dua, kostum kegiatan dan banyak hal yang kesemuanya tidak mencerminkan bentuk keadilan sosial.
Lewat video Diskominfo DKI Jakarta, saya coba mencari tau bagaimana dan siapa perancang anggaran ini. Dalam video berdurasi 1 jam 6 menit 54 detik tersebut saya menyimpulkan bagaimana ketidakberpihakan penyelenggara negara terhadap masyarakat dan mental kolonialisme penjajah yang menjamur dalam sifat karakter para aparatur pemerintahan.
Tamak, rakus, pengelembungan anggaran melekat dibenak saya saat menyaksikan beberapa anggaran yang disisir oleh Anies Baswedan (ABW) sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dihadapan para suku dinas (Sudin) yang coba dikonfirmasi langsung oleh ABW nampak tidak bisa menjelaskan rasionalisasi anggaran yang mereka bikin, terdiam dan tertunduk lesu ibarat maling kegrebek warga.
Padahal saya yakin, hampir semua para sudin, jajarannya ini merupakan orang pintar, terpandang dilingkungannya, pemimpin bagi dirinya, keluarga, lembaga. Namun sekali lagi, dari anggaran mereka bikin berupa pengadaan barang yang sebenernya sudah ada, seremonial pengadaan acara berulang-ulang setiap tahunnya, dan yang terpenting asal jadi.
ABW lagi apes aja, mungkin istilah yang tepat menggambarkan polemik permainan anggaran ini. Ada dua hal yang menguatkan pendapat ini.
Pertama, DKI Jakarta sebagai pusat dari segala kegiatan perekonomian dan pemerintahan menjadi poros cerminan bagi setiap pemerintahan daerah. Belum lagi jika dikaitkan ABW sebagai calon potensial untuk pemilihan presiden 2024, tentu lawan politiknya juga sudah mulai bekerja dalam melihat celah kelemahan yang dimilikinya. Padahal jika semua dibuka ke publik terkait anggaran setiap lembaga, bukan mencengangkan lagi bagaimana bobroknya mental aparatur negara kita baik ditingkat kementerian ataupun daerah menganut mental lemah, hipoktrit, janus.
Kedua, pemimpin jangan terjebak dalam urusan administratif, tetapi lebih kearah pengembangan. Kekurangan inilah yang saya perhatikan dalam tim ABW, tim yang harusnya bisa menjadi kepanjangan tangan ABW tidak bisa tidak bisa menjadi satu gerbong dalam visi gubernur, para aparatur ini tak ubah bagai anak kecil yang harus diarahkan, dimarahin, kalau tidak terlalu diperhatikan gubernur, dengan sewenangnya mengendap-endap melakukan penyelewengan. Ini akan terjadi berulang-ulang, terus menerus jika dibiarkan dan tidak menjadi perhatian serius ABW sebagai pemimpin.
Dari kejadian ini, semakin menambah kesimpulan saya bagaimana ketidakberpihakan penyelenggara negara kita terhadap kesejahteraan masyarakat. Mereka tidak berpikir jauh bagaimana, siapa dan dapat apa. Namun lebih mengedepankan asas berapa dan saya dapat apa?
Dalam hal ini jika kita kaitkan teori keseimbangan pemimpin DKI Jakarta terdahulu yakni Basuki Tjahja Purnama (BTP) mengenai pendapatan tinggi akan berbanding lurus dengan kinerja, saya rasa nol besar jika dilihat kondisinya hari ini. Padahal secara logika, gaji, tunjangan para aparatur jauh melebihi kebutuhan hidup mereka, namun karena sifat tamak, rakus yang sudah mendarah daging kepentingan pribadi dianggap lebih penting dibanding kepentingan rakyat.
Link youtube Diskominfo DKI Jakarta : https://youtu.be/dgqWiG66jkc
0 notes
Text
Mengkaji Usulan Ahmad Dhani Dipindah ke Mako Brimob Agar Setara Ahok
Liputanviral - Hari pertama Ahmad Dhani setelah menyandang status tahanan dilalui bersama 300 orang lainnya di ruang sempit, lembab, dengan cahaya redup. Dhani tak lagi menempati singgasananya yang megah saat menjadi bos Republik Cinta Management. Dhani tak lagi tidur di samping Mulan Jameela. Ia duduk di atas kasur yang tebalnya tak lebih dari 10 cm. Di sampingnya, sedang bersila seorang tahanan lain yang nampak disegani. Kaki kanannya dipenuhi tato. Dhani berusaha beradaptasi dan tak canggung, meskipun dalam benaknya, pendiri band Dewa 19 itu tahu betul bahwa ia harus menghabiskan 546 hari ke depan bersama orang-orang asing dengan catatan kriminal. Musisi berusia 46 tahun itu masih menjalani admisi orientasi di ruang penampungan sementara yang overkapasitas. "Kita kapasitas 1.100 orang, sekarang dihuni 4.326 tahanan. Bisa dibayangkan enggak? Over-nya 400 persen," ujar Kepala Rutan Cipinang, Oga G Darmawan.
Selama ini Ahmad Dhani memang dikenal sebagai musisi. Tapi rekan-rekannya yang menjenguk justru orang-orang penting berlabel politikus. Ada Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah hingga Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso. Usai menjenguk, keduanya memberikan gambaran akan kondisi Dhani. Secara fisik dan mental, Dhani tampak baik-baik saja. Tapi Priyo mendengar curhat Dhani yang harus tidur seperti Ikan Pindang. Ucapan Fahri setali tiga uang. Ia pun mengusulkan agar Dhani dipindah ke Rutan Mako Brimob, seperti Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Menurut Fahri, kasus yang menjerat Dhani juga berkaitan dengan Ahok. Mendengar usulan tersebut, kuasa hukum Dhani, Hendarsam dan Ali Lubis, menilai ucapan Fahri Hamzah masuk akal. "Maksud bang Fahri, mungkin tindak pidana pada mas Dhani 'kan ini ada kaitannya dengan Ahok. Kalau ada kaitan ke sana harusnya ada persamaan hak. Kalau Dhani tidur sama napi 300 orang harusnya semua kayak gitu," ucap Hendarsam. Pertanyaannya, apakah usulan tersebut potensial untuk dilaksanakan? Sekarang mari menengok ke belakang alasan Ahok ditahan di Rutan Brimob. Awalnya, Ahok akan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang setelah divonis 2 tahun penjara karena kasus penistaan agama. Namun, pihak Lapas Cipinang merasa sebaiknya mantan Wakil Gubernur Jakarta era Jokowi itu menjalani hukumannya di Mako Brimob karena alasan keamanan. Saat itu kondisi sosial dan politik memang panas karena kasus tersebut. Jika politikus asal Belitung Timur itu tetap dipaksakan ditahan di Cipinang, mereka khawatir akan mengganggu situasi keamanan di sana. Ketika itu, Fahri Hamzah juga sempat mempertanyakan alasan penahanan Ahok di Mako Brimob, dan dijawab oleh Kabag Humas Ditjen PAS Kemenkum HAM dengan alasan yang sama seperti pihak Lapas Cipinang. Kondisi itu cukup berbeda dari yang dialami Dhani saat ini. Menurut kuasa hukum Dhani, Hendarsam, kliennya disambut dengan sangat baik oleh ratusan tahanan di LP Cipinang. Fahri Hamzah juga menyebutkan bahwa ternyata banyak tahanan lain yang merupakan penggemar Dhani. https://www.instagram.com/p/BtN-QqQF7Rg/?utm_source=ig_embed "Ada kekhawatiran dari beberapa pihak. Ada residivis dan Curanmor di dalam, tapi ternyata Dhani enggak takut dan tahanan lain juga respect dan welcome pada mas Dhani. Tadi saya lihat dia dikerubungi seperti pahlawan," kata Hendarsam. Saat ini, kuasa hukum sedang mengusahakan agar Ahmad Dhani dipindah ke sel khusus orang tua. Dhani mengaku tak kuat dengan asap rokok dalam sel yang ia huni sekarang.
Ahmad Dhani dinyatakan bersalah karena melanggar pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atas tiga twitnya pada 6-7 Maret 2017 yang berbunyi: Siapa saja yg dukung Penista Agama adalah Bajingan yg perlu di ludahi muka nya - ADP Sila pertama KETUHANAN YME, PENISTA Agama jadi Gubernur...kalian WARAS??? - ADP Yg menistakan Agama si Ahok... yg di adili KH Ma,ruf Amin - ADP Ahmad Dhani dijatuhi hukuman kurungan penjara satu tahun enam bulan. Atas putusan tersebut, Ahmad Dhani dan tim kuasa hukum menyatakan banding. Read the full article
0 notes
Text
Kasus HRS, Media Saudi: RENCANA MEMBIDIK PIMPINAN FPI SETELAH PERANNYA JATUHKAN GUBERNUR KRISTEN JAKARTA
Kasus HRS, Media Saudi: RENCANA MEMBIDIK PIMPINAN FPI SETELAH PERANNYA JATUHKAN GUBERNUR KRISTEN JAKARTA
INI KATA MEDIA SAUDI TENTANG KASUS HABIB RIZIEQ
Media Arab Saudi ��TAWAASHUL” yang ber Kantor di RIYADH – SAUDI ARABIA, dalam pemberitaannya pada 1 Juni 2017 menyoroti kasus Habib Rizieq dengan judul headline: “RENCANA MEMBIDIK PIMPINAN FPI SETELAH PERANNYA JATUHKAN GUBERNUR KRISTEN JAKARTA”
Isi di bawah foto :
Paragraf pertama :
Kemenangan Ormas-Ormas Islam di Indonesia dalam menjatuhkan Gubernur Jakarta yang lalu Basuki Cahaya Purnama yang populer disebut Ahok, seorang Kristen dari keturunan China, dalam Pilkada, sebagai akibat dari pelecehannya terhadap Al-Qur’an.
Kelompok-kelompok Anti Islam mulai mengatur serangan pembusukan terhadap Pimpinan FPI Rizieq Syihab dengan tuduhan-tuduhan bohong dan fitnah serta menuntutnya agar diadili.
Paragraf kedua :
Media-Media Sekuler Indonesia yang dibiayai oleh kelompok-kelompok Anti Islam melakukan serangan melawan Rizieq Syihab setelah peran besarnya dalam menggelar Aksi Besar Anti Gubernur Jakarta yang lalu sehingga berakhir dwnhan kejatuhannya dalam Pilkada.
Semua Media tersebut berusaha merusak dan membunuh karakter Rizieq dengan menyebar-luaskan gambar dan chat hoax.
***
Demikian pandangan media Arab Saudi.
Sebagaimana diketahui, Habib Rizieq Shihab yang saat ini berada di Arab Saudi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda DKI Jakarta atas kasus “chat”.
Sumber : Source link
0 notes
Text
Malam 1000 Cahaya Doa untuk Negeri, Djarot ziarah makam Mbah Priok
Salma Nania Malam 1000 Cahaya Doa untuk Negeri, Djarot ziarah makam Mbah Priok Artikel Baru Nih Artikel Tentang Malam 1000 Cahaya Doa untuk Negeri, Djarot ziarah makam Mbah Priok Pencarian Artikel Tentang Berita Malam 1000 Cahaya Doa untuk Negeri, Djarot ziarah makam Mbah Priok Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Malam 1000 Cahaya Doa untuk Negeri, Djarot ziarah makam Mbah Priok
Djarot naik ke atas panggung ditemani oleh sang Istri, Happy Farida. Ahok meminta kepada para pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang hadir untuk tidak larut dalam kesedihan. http://www.unikbaca.com
0 notes
Text
Habib Novel Akan Laporkan Ahok Mengenai 'Fitsa Hats'
Habib Novel Akan Laporkan Ahok Mengenai ‘Fitsa Hats’
Jakarta – Sekjen DPD Front Pembela Islam (FPI) Jakarta, Novel Chaidir Hasan Bamukmin akan melaporkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke polisi karena telah melakukan perbuatan fitnah terhadap dirinya. Hal itu berkaitan dengan pernyataan Ahok usai menjalani sidang keempat perkara dugaan penistaan agama pada, Selasa, 3 Januari 2017 kemarin.
Saat itu, Ahok mengatakan Novel sengaja mengubah…
View On WordPress
0 notes
Photo
Ini cerita Ahok saat wabah corona, pertemuan dengan 10.000 pekerja Pertamina di MacBook KONTAN.CO ID -JAKARTA. Basuki Cahaya Purnama Ahok yang kini menjadi Komisaris Utama Pertamina dan Luna Maya berbagi cerita tentang…
0 notes
Text
Siapa Calon Wapres Jokowi? - Denny Siregar
New Post has been published on http://gampangqq.link/siapa-calon-wapres-jokowi-denny-siregar/
Siapa Calon Wapres Jokowi? - Denny Siregar
Jokowi
“Siapa kira-kira Cawapres Jokowi ?”
Begitu pertanyaan Alifurahman, owner
Seword
, kepada saya. Dia mengajak saya utak atik gatuk dengan menghitung kemungkinan-kemungkinan yang ada.
Wah ini berarti tantangan bagaimana melihat ke depan, mencoba melihat kemungkinan dan ketidakmungkinan, menggabungkan beberapa fakta dan rekam jejak, juga melihat peluang-peluang yang ada.
Oke, kalau begitu. Kita coba lihat ya.. Kita singkirkan dulu hal yang tidak mungkin.
Yang tidak mungkin adalah non muslim, karena pemilih terbesar adalah muslim. Ini berlaku sejak lama, sejak Indonesia merdeka. Dan bukan masalah suku, agama dan ras, tetapi karena hampir 90 persen pemilih di Indonesia beragama muslim.
Samalah dengan dimana ketika negara dengan mayoritas agama Kristen, mereka akan memilih yang beragama Kristen. Begitu juga dengan negara yang mayoritas beragama Budha, mereka juga akan memilih yang beragama Budha. Ini keniscayaan..
Dengan melihat fakta itu kita akhirnya bisa singkirkan nama Ahok atau Basuki Cahaya Purnama dan Luhut Binsar Panjaitan dari daftar. Meskipun potensi dan kemampuan mereka sangat besar, tapi kita tidak ada di negara seperti Lebanon, dimana penganut agama Kristen Maronit, Islam Sunni dan Islam Syiah sama besarnya, sehingga jabatan pemerintah dibagi-bagi di ketiga aliran itu..
Lagian, ketika Jokowi memilih pendamping yang bukan beragama Islam, maka dia sama saja membuka celah untuk diserang oleh kelompok fanatik yang ditunggangi oleh politisi.
Peristiwa Pilgub DKI tahun 2017, adalah pelajaran yang sangat berharga bagaimana perbedaan agama dijadikan celah untuk menjatuhkan seorang pemimpin dengan manajerial yang bagus dan membuka potensi kerusuhan yang lebih luas.
Ini fakta yang ada. Entah berapa puluh tahun lagi negara ini bisa menerima perbedaan itu dan bisa memisahkan agama dan politik.
Amerika Serikat yang disebut mbahnya Demokrasi saja belum bisa menerima hal itu. Bahkan Barrack Obama, mantan Presiden AS, pernah diserang isu agama oleh Kristen konservatif bahwa dia itu muslim sehingga Obama perlu mengklarifikasi bahwa ia Kristen Protestan.
Ketidakmungkinan kedua adalah wanita.
Sama seperti agama, sebagian dari bangsa ini belum bisa menerima pemimpin sekelas Wakil Presiden berdasarkan gendernya.
Jika Jokowi memilih wakil Presiden dari kalangan perempuan, maka itu juga akan membuka celah dia untuk diserang dan merontokkan suara pemilihnya. Akan keluar ayat-ayat tidak bolehnya umat Islam – sebagai agama terbesar di Indonesia – memilih pemimpin wanita.
Dan ketidakdewasaan juga keawaman pemilih muslim di Indonesia akan mempercayai itu, karena masih banyaknya ustad-ustad politis yang akan memainkan isu itu sebagai isu krusial. Model Jokowi adalah dia tidak mau keributan – bahkan dalam Pemilihan Presiden sekalipun – sehingga dia akan condong menghindari masalah itu.
Dengan melihat fakta itu, kita bisa menyingkirkan Sri Mulyani dan Susi Pudjiastuti – meski mereka sangat berpotensi, apalagi Puan Maharani meski dia dari partai pendukung terbesar Jokowi. Selain dia wanita, Puan juga banyak tidak disukai pemilih karena ia tidak muncul sekelas Sri Mulyani dan Susi.
Memaksakan pendamping Jokowi dari kalangan wanita, berarti menggerus suaranya dalam pemilihan nanti.
Yang ketiga, meskipun bukan sesuatu yang penting, yang tidak mungkin lagi adalah berisik.
Jokowi tidak suka orang berisik dan terlalu menonjolkan diri. Dia pekerja dan suka dengan pekerja juga, yang diam tapi menghasilkan. Kalau melihat gaya kerja Jokowi bersama menteri-menterinya, terlihat ia lebih suka bersama menteri yang pendiam dan lebih banyak berkarya daripada sering tampil di media dan media sosial.
Sebagai contoh Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono. Basuki adalah menteri kesayangan Jokowi. Ia pendiam, seorang seniman sekaligus pekerja keras. Tidak pernah terlihat Basuki bertentangan dengan Jokowi. Ia menjalankan agenda-agenda yang sudah disepakati sesuai target yaitu pembangunan infrastruktur berupa jalan dan bendungan.
Hanya saja Basuki tidak akan menjadi pendamping Jokowi, karena ia bukan sosok yang dicintai partai yang ingin ada unsur politis-politisnya. Basuki terlalu murni dan tidak akan mengangkat nama Jokowi ke permukaan. Dan ini sebuah kerugian bagi partai pendukung Jokowi..
Dengan melihat fakta Jokowi tidak suka orang yang berisik, kita bisa singkirkan Cak Imin yang wajahnya ada dimana-mana dan Mahfud MD yang sibuk dengan twitnya. Mereka tidak akan memperkuat posisi Jokowi tapi justru akan memperlemah karakternya.
Dengan menyingkirkan ketidakmungkinan ini, kita sekarang bisa melihat kriteria siapa yang mungkin bisa jadi calon Jokowi.
Jokowi kedepan akan fokus pada ekonomi.
Infrastruktur yang dia bangun harus dikuatkan dengan pembangunan ekonomi mikro. Dan orang yang mendampingi Jokowi harus berbasis pengusaha besar, mengerti dan menguasai jaringan ekonomi kerakyatan. Dia juga harus dari melayu untuk menangkis isu aseng dan pribumi, sehingga menutup celah serangan kepada Jokowi.
Jokowi tidak akan memilih calon wakil yang berbasis militer, karena dia tidak concern di masalah keamanan sebab ini narasi yang dibangun oleh lawan politiknya. Jadi sulit melihat bahwa Moeldoko, Tito Karnavian maupun Agus Yudhoyono sebagai pendampingnya.
Dan satu hal yang tidak juga penting tapi menambah daya jual Jokowi adalah, dia harus non Jawa. Dulu terpilihnya Jusuf Kalla sebagai calon karena dia bisa menarik suara dari Sulawesi. Dengan tidak adanya Jusuf Kalla, ada kemungkinan warga Sulawesi akan ditarik untuk mengalihkan dukungan. Suku juga punya peranan penting dalam menarik dukungan tambahan di Pemilihan Presiden nanti..
Lalu darimana kalau bukan Sulawesi ?
Kemungkinan besar adalah Sumatera. Karena Sumatera adalah basis oposisi, jadi simpatinya harus direbut dengan mengangkat wakil dari mereka.
Berdasarkan data, secara total jumlah suara di pulau Sumatera, Jokowi kalah lebih dari 200 suara waktu melawan Prabowo di 2014. Ini karena adanya Hatta Radjasa, orang Palembang, sebagai wakil yang diambil Prabowo sedangkan Jokowi memilih wakil dari Sulawesi.
Dari data yang didapat, jumlah penduduk Sumatera sebesar 50 juta, jauh lebuh besar dari Sulawesi yang sebanyak 17 juta. Ini penting untuk merebut suara di kantung-kantung yang selama ini menjadi basis pendukung Prabowo.
“Kalau dia pengusaha besar, lelaki, muslim, tidak berisik, pekerja, melayu.. kira siapa2 ?” Kata Alifurahman sambil memutar-mutar tasbehnya mirip seperti pendeta di Kungfu Shaolin. Dia tidak ngopi karena buatnya “Ngopi mengurangi kegantengan saya”.
Berbeda dengan saya yang ngopi karena akan menambah kegantengan sampai maksimal. Saya lalu menyeruput kopi sebentar dengan gaya yang dibuat mirip Chow Yun Fat dalam film God of Gambler.
“Chairul Tanjung..” Jawab saya.
Alifurahman melongo dan tidak mengira itu jawaban saya. Ia menatap dinding dimana semut merah berbaris dan menatapnya curiga.
Sementara ini Chairul Tanjung atau CT adalah pilihan yang tepat bagi Jokowi.
Chairul Tanjung adalah pengusaha pribumi yang menonjol. Ia juga pekerja dan tidak berisik. Ia juga tidak begitu berambisi untuk meraih jabatan sehingga tidak mengganggu kinerja Jokowi bahkan akan mengembangkannya.
Chairul Tanjung adalah pendukung ide pembangunan infrastruktur Jokowi sejak awal. “Betul bahwa infrastruktur kita itu lemah dibanding negara-negara lain di Asean, oleh karenanya saya mendukung penuh Presiden kita menggenjot pembangunan infrastruktur kita,” katanya dalam sebuah simposium.
Jokowi dalam pembangunan infrastrukturnya sangat bercermin pada kemajuan China. Di China, Presiden Xi Jinping banyak bekerjasama dengan Jack Ma dalam pembangunan ekonomi di wilayah yang dibangun infrastrukturnya.
Jack Ma melalui grup perusahaan onlinenya, masuk dengan investasi untuk mengembangkan ekonomi di satu wilayah yang tidak produktif dan menjadikannya produktif, dimana Jack Ma kemudian membantu menjualkan hasil produksi mereka melalui perusahaan online mereka.
Sebagai contoh, sejak 2012, perusahaan e-commerce Tao Bao, yang berada dalam grup Alibaba, beriventasi di banyak desa di China untuk pengembangan produksi daerah mereka dan menjualnya di aplikasi Tao Bao. Tao Bao juga berinvestasi di infrastruktur daerah tersebut untuk pengembangan jarigan produksi dan transportasi mereka.
Jadi Jokowi kemungkinan besar akan memanfaatkan jaringan usaha mikro dari pengusaha sekelas Chairul Tanjung untuk meningkatkan ekonomi dari daerah-daerah tertinggal yang sudah ia bangun infrastrukturnya. Chairul Tanjung juga punya potensi untuk mendatangkan investasi dari jaringannya kalangan pengusaha luar negeri sehingga ekonomi di daerah menggeliat.
Kemungkinan besar yang menjadi fokus utama Jokowi dalam pengembangan ekonomi mikro adalah dalam usaha pangan, sehingga para petani dan nelayan bisa menjual hasilnya melalui peningkatan produksi dan menjualnya melalui online ke seluruh dunia.
Itu dari sisi ekonomi. Dari sisi fakta bahwa Chairul Tanjung adalah konglomerat minoritas yang berasal dari kalangan pribumi akan menaikkan nilai jual Jokowi. Chairul Tanjung juga orang batak mandailing yang akan menarik simpati masyarakat Sumatera.
Dan menariknya, Chairul Tanjung juga akan meredam isu bahwa Jokowi adalah musuh umat muslim, karena Chairul Tanjung adalah pengusaha muslim juga. Dia juga akan berpengaruh untuk merekatkan hubungan Jokowi dengan partai besar lainnya seperti Demokrat, karena Chairul Tanjung dikabarkan sangat dekat dengan petinggi Demokrat.
“Apa kelemahan Chairul Tanjung dari sekian banyak kelebihannya ?’ kata Alifurahman sambil senam meregangkan tubuhnya. Entah kenapa dia pake senam segala. Mungkin cape mendengarkan penjelasanku yang panjang lebar tapi sangat berguna..
Isu hubungannya dengan PKS adalah salah satu isu yang akan memberatkan. Chairul Tanjung dulu dikenal sangat dekat dengan petinggi PKS, bahkan ia pernah diajukan sebagai sebagai salah satu calon Presiden PKS, sama seperti ketika ia diajukan sebagai calon Presiden dari Demokrat saat Konvensi.
Selama itu Chairul Tanjung tidak pernah mengiyakan, bahkan cenderung menarik diri dari politik daripada berambisi..
Bahkan ada kabar bahwa gedung PKS di TB Simatupang adalah sumbangan Chairul Tanjung, meski ini hanya berupa isu yang harus diklarifikasi lagi. Chairul Tanjung juga disebutkan bahwa dia punya peran besar dalam mendekatkan PKS dan Demokrat dan menempatkan PKS dalam jabatan di kabinet Susilo Bambang Yudhoyono waktu jadi Presiden dahulu.
Tapi dalam skala yang lebih luas, keterpilihan Chairul Tanjung akan membuat PKS dan Demokrat tidak berkutik, apalagi menyebarkan isu untuk memfitnah dia karena mereka berhutang sangat besar kepadanya. Jika Jokowi mau berdampingan dengan Chairul Tanjung, maka ia akan melenggang dengan santainya di Pemilihan Presiden 2019 ini.
Chairul Tanjung adalah pilihan yang netral dan tepat untuk meredam banyak hal. Ia punya uang, punya jaringan televisi dan yang pasti ia akan diterima banyak kalangan, baik dari politisi maupun pengusaha, karena hubungannya yang baik dengan mereka.
Bahkan dalam sebuah acara buka puasa bersama, Megawati mengirimkan bingkisan khusus kepada Chairul Tanjung yang diartikan oleh beberapa pengamat sebagai dukungan kepada dirinya supaya mau menjadi Calon Wakil Presiden mendampingi Joko Widodo.
Merebut Chairul Tanjung dari tangan PKS dan Demokrat, jauh lebih menguntungkan bagi Jokowi daripada ia berada di posisi sana. Tinggal bagaimana Jokowi bisa mengendalikannya sebagaimana ia mengendalikan Jusuf Kalla yang selama ini mendampinginya..
Alifurahman akhirnya menerima penjelasanku karena berdasar hitung-hitungan dan logika berfikir yang tepat tanpa ada unsur subjektifias dan emosional di dalamnya. Ia lalu mengangkat barbel yang ada di sampingnya..
“Ngapain ngangkat barbel ?” Tanyaku heran sambil menyeruput secangkir kopi.
“Biar tambah ganteng maksimal..” Katanya. Kami lalu tertawa bersama dan diakhir dengan senyum kecut Alif karena ia harus menerima bon pembayaran kopi.
Ya, aku kan pria traktiran. Kalau gak ditraktir, ogah ketemuan..
😆😆
#CawapresJokowi
Source
0 notes
Text
AHOK KUMPULKAN 2 MILYAR BANTU MAKO BRIMOB - BENARKAH ?? - FROM SUARASOSMED
SUARASOSMED - AHOK KUMPULKAN 2 MILYAR BANTU MAKO BRIMOB Orang baik dimanapun selalu menebar kebaikan. Aneka fitnahan tidak dibalas dengan kebencian. Basuki Thajaja Purnama ( AHOK ) yang kini dipenjara di Mako Brimob terus menebarkan sinar kebajikan di lingkungan dimana mantan Gubernur DKI ini berada. Dua orang Indonesia yang bermukim di Jerman dan Australia memberi kesaksian ketika membesuk Ahok bersama 12 orang tanggal 11 Agustus yang lalu. Dengan wajah bersinar, Ahok mengisahkan dia sangat memikirkan kesejahteraan anggota Brimob. Menurut Ahok, dia menghimpun dana dengan menjual aneka buku hadiah ulang tahunnya yang ke 51 pada tangal 29 Juni lalu. Dia jual buku itu Rp. 750,000 perbuku yang ditandatangani sendiri. Hasil penjualan buku itu dalam waktu sebulan terkumpul 2 Milyar. Seluruh hasil penjualan itu disumbangkan kepada Mako Brimob. Ini merupakan bagian dari upaya Ahok berbuat semampu dia membantu sesama. Dikatakan oleh Ahok, Mako Brimob seluas 60 hektar itu dihuni oleh sekitar 4000 KK yang tinggal di rumah susun yang rusak. Dia kepada para pengunjung prihatin dengan gaji polisi yang minim. Kepada pengunjung yang kemudian memberikan kesaksian, Ahok meminta agar para simpatisan dan berbagai pihak membantu merenovasi rumah susun didalam komplek Mako Brimob. Dia juga menghimbau ada sumbangan bibit lele yang disebarkan di danau besar yang ada di lingkungan Mako Brimob sebagai tambahan gizi bagi para penghuninya. Para pengunjung yang menuliskan laporan dan dishared oleh mbak Ifani Ifani ini sangat kagum dengan upaya Ahok memberi sinar kebaikan di tempat dia menjalani hukumannya. Yang mengharukan adalah ketika dia menceritakan bahwa anak-anaknya jarang menengok dia. Katanya , jika buah hatinya menengok, dia ingin pulang. Hanya istri tercinta yang menjenguknya 3-4 kali seminggu. [ads-post] Kesaksian mereka yang mengunjungi Ahok menegaskan sekali lagi bahwa karakter tidaklah bisa diubah. Penebar kebaikan selalu berbuat yang sama dimanapun mereka berada. Cocoklah, orang tuanya menamakan Basuki Tjahaja Purnama. Basuki dalam Bahasa Jawa artinya Orang yang selamat. Jika digabung maka orang ini adalah 0rang yang selamat yang sinar kebaikannya laksana bulan purnama yang memberi kebaikan bagi semua orang untuk berjalan ditengah kegelapan malam. Teruslah bersinar Cahaya Purnama. Dan kami tersenyum bangga setiap kali melintasi Simpang Baja di Semanggi yang terus membuat namamu harum mewangi. Berita Atau Informasi Diatas Sudah Terlebih Dahulu Tampil Dan Ditayangkan Di Halaman Berikut Sumber Berita : VIRAL SOSMED Judul Asli :
Terima Kasih Telah Menggunakan Dan Menyebarkan Kembali Berita Dari suarasosmed-Media Informasi Terkini Yang Senantiasa Dan Selalu Terbuka Untuk Umum - Bookmark Wartabali.net Dan Dukung Terus Perkembangan Kami - Wartabali-Media Informasi Kita
from Media Informasi Kita http://www.suarasosmed.com/2017/08/ahok-kumpulkan-2-milyar-bantu-mako.html
0 notes
Text
Ada Apa, Mengapa Kafe-Kafe Bisa Buka Lagi di Taput?
Kita masih ingat pada akhir tahun 2016 masyarakat berdemo ke Kantor Bupati Tapanuli Utara yang di antaranya hadir mantan Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan para perantau lainnya, kafe-kafe di kawasan Pancur Napitu sekitarnya akhirnya ditutup. Tetapi kemudian kafe-kafe tersebut kembali buka. Ini yang membuat saya dan saudara saya seantero nusantara lainnya kecewa. Bagi kami dan juga masyarakat di sana, peristiwa ini mempermainkan perasaan masyarakat di sana yang menghendaki kafe-kafe tersebut ditutup selamanya. Untuk diketahui, selain mempermainkan perasaan masyarakat di sana, saya dan juga masyarakat umum jadi bertanya, adakah sesuatu di balik pemberian ijin pendirian kembali kafe-kafe tersebut? Apakah kepentingan sekelompok kecil orang yang membuka usaha kafe yang disinyalir bernuansa negatif lebih penting, dibandingkan kepentingan masyarakat adat yang religius di kawasan Pahae dan Desa Pansur Napitu? Kami para perantau yang tersebar di Medan, Riau, Batam, Kalimantan dan Jakarta sekitarnya dan di berbagai daerah lainnya, sebenarnya sudah tak sabar menunggu sikap seorang Bupati, yang wilayahnya menjadi Daerah Tujuan Wisata Rohani dan daerah adat menindak kafe-kafe tersebut. Apalagi surat protes sudah dilayangkan lagi di tahun 2017. Apakah Pak Bupati ini menunggu kami perantau harus turun lagi untuk melakukan demo? Untuk diketahui, kawasan Pansur Napitu hingga ke kawasan Simasom, Pahae, sejak lama adalah kawasan yang aman dan tertib. Tetapi belakangan ini kawasan itu menjadi daerah "hitam" sejak dibukanya kafe-kafe beraroma negatif. Herannya, mengapa di kawasan pedesaan yang dulunya aman, tenteram dan damai serta religius itu, kini harus "dikotori" oleh kegiatan-kegiatan yang disinyalir tempat berbagai kegiatan negatif. Mengapa sampai demikian, orang pun menduga, barangkali ada kepentingan oknum-oknum di Pemkab Tapanuli Utara di dalamnya. Mungkin uang yang mengalir dari "proyek" kafe-kafe ini begitu manis, membuat orang-orang di Tarutung lupa, bahwa daerah itu daerah adat dan religius. Dan sejak ada Salib Kasih, Tarutung menjadi lebih terkenal lagi dengan Daerah Tujuan Wisata Rohani. Sayang sekali dan kontradiktif, kalau daerah ini juga kelak sekaligus juga terkenal sebagai daerah seribu kafe dengan aroma negatifnya.. Ada apa sebenarnya Pemkab Taput dengan kafe-kafe ini? Kenapa bisa buka lagi? Mungkin Pak Bupati tahu, di Jakarta, kawasan sehebat Kali Jodoh yang dikuasai preman sangar, bisa dibersihkan dan diberangus oleh mantan Gubernur DKI Basuki Cahaya Purnama alias Ahok. Apa susahnya bagi Bupati Taput sekaliber Nikson Nababan untuk menertibkan dan menutup kafe-kafe itu. Wajar saja saya kecewa terhadap pelaksanaan pemerintahan di Kabupaten Tapanuli Utara, karena saya salah seorang yang menerima kedatangan Pak Nikson bersama Bapak Mauliate Simorangkir di rumah Bapak Juliski Simorangkir di Medan bersama tokoh-tokoh marga Panggabean. Ketika itu Pak Calon Bupati dan Calon Wakil datang untuk mencari dukungan guna mensukseskan pasangan Nikson-Mauliate di Pilkada Taput. Yakin dengan program kerja yang dipaparkan ketika itu, termasuk di antaranya pembagian tugas, dukungan pun diberikan. Dan ternyata menang. Kemenangan manis mungkin membuat Bupati Nikson asik menikmati kekuasaannya dan lupa di sisi lain posisinya adalah pelayan masyarakat. Sekedar mengingatkan saja, semasa Lundu Panjaitan memegang tampuk kekuasaan di Tapanuli Utara, ia menyebut dirinya "parhobas" yang artinya adalah pelayan masyarakat. Saya pikir sampai sekarang ini aparatur pemerintah sebagai parhobas masih berlaku. Mereka adalah penerima mandat masyarakat untuk melayani, bukan untuk dilayani. Tetapi dalam konteks ini, Bupati Taput mungkin telah abai dan lupa terhadap masyarakat yang harus diayomi dan dilayaninya. DAERAH TUJUAN WISATA ROHANI Ketika Tapanuli Utara ditetapkan sebagai salah satu daerah tujuan wisata rohani di Sumatera Utara, kalau tak salah di bawah kepemimpinan Bupati Dr RE Nainggolan ketika itu. Salah satu tujuan wisata rohani tersebut adalah Salib Kasih yang ada di Kecamatan Siatas Barita. Selain Salib Kasih, masih ada lokasi lainnya yakni kuburan Lyman dan Munson, dan makam Dr IL Nommensen di Sigumpar, sebelum pemekaran Kabupaten Tapanuli Utara, waktu itu. Selain itu masih ada Gereja Dame, Seminarium Sipoholon, Tugu Nommensen dan lain-lain. Sedangkan objek wisata pemandian air soda dan pemandian air panas sudah ada sejak lama. Tetapi selain daerah wisata rohani, Pak Nikson mungkin lupa seluruh daerah di Tapanuli Utara adalah daerah adat sekaligus daerah religius. Artinya, di daerah itu ikatan adat masih sangat ketat dan keberagamaannya juga demikian. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan yang melanggar adat semisal menyediakan tempat berbuat tidak senonoh juga sangat diharamkan masyarakat. Masyarakat keberatan karena kafe-kafe tersebut kabarnya dijadikan tempat transaksi seks. Rasanya, sungguhlah tidak pantas di kawasan seperti itu diberi ijin kafe dengan alasan kafe keluarga atau alasan apapun. Untuk diketahui, Pancur Napitu itu adalah daerah awal berkembangnya kekristenan di Tapanuli Utara. Di Pansur Napitu itu pernah tinggal Dr IL Nommensen dan beberapa pendeta lainnya. Bahkan pekerjaan untuk menerjemahkan Alkitab ke bahasa Batak dan ditulis dengan Aksara Batak dilakukan di tempat itu. Kalau Bapak Bupati yang terhormat sudah tahu sejarah tempat itu, masih tegakah Bapak membiarkan kafe-kafe itu berada di sana? Mungkin Bapak tidak takut, kalau sejarah akan mencatat kelak Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan, adalah Bupati Tapanuli Utara yang membiarkan kafe penyakit masyarakat berkembangbiak di daerah Pansur Napitu. Untuk Pak Nikson tahu saja, seorang putra terbaik negeri ini namanya Jenderal Maraden Panggabean juga dilahirkan di desa tersebut. Karir Jenderal Maraden Panggabean diawali berjuang di Tapanuli melawan penjajah Belanda dan kemudian mencapai puncaknya sebagai Menhankam/Pangab di era Orde Baru. Terakhir Maraden menjabat Ketua DPA. Saya tak bisa membayangkan bagaimana marahnya Jenderal Maraden Panggabean, andai dia masih hidup dan di kampungnya menjamur kafe seperti sekarang ini. "Bumi hanguskan kafe-kafe itu, karena ini juga akan menghancurkan generasi muda bangsa ini!", mungkin kira-kira begitulah perintahnya. Jangan sampai dalam waktu dekat moral anak bangsa di daerah itu rusak. Jangan sampai anak bangsa di desa itu cepat atau lambat dijangkiti penyakit AIDS dan yang lainnya. Kabar yang sampai ke telinga saya, sudah ada orangtua yang terpengaruh dan pulang pagi dari kafe itu. Ini sudah parah dan payah dan ini baru tahap permulaan. Sekedar menyegarkan ingatan saja, menanggapi maraknya pendirian kafe di kawasan Tapanuli Utara, Harian SIB tanggal 4 Agustus 2016 memberitakan Ompui Ephorus HKBP Pendeta Willem TP Simarmata MA menyerukan agar pihak berwenang menutup semua kafe remang-remang di Kabupaten Tapanuli Utara. Alasannya, karena sudah makin menjamur dan meresahkan masyarakat serta menimbulkan kesan jelek sebagai daerah religius. Saya yakin, Ephorus HKBP yang baru Ompui Pendeta Dr Darwin Lumbantobing memiliki sikap yang sama dengan pendahulunya, meskipun belum mengeluarkan pendapatnya. Segeralah bertindak sesuai ketentuan yang berlaku menutup semua tempat yang bertentangan dengan hukum, agama dan adat istiadat masyarakat. Jika tidak, sebentar lagi ada Pilkada di Taput. Mereka yang selama ini memilih berdiam diri, pasti bertindak tidak lagi memilih orang yang tak disukainya, karena mereka menilai hukum, agama, harga diri serta adat istiadat mereka diinjak-injak. Masih ada waktu untuk menertibkan. Kecuali Pak Nikson tidak mencalonkan lagi, atau sudah tidak takut Tuhan?. Semoga terlaksana. Terima kasih. (Penulis adalah Wakil Ketua PPGM Kota Medan/f) http://dlvr.it/PN7Yqk
0 notes