Tumgik
#baralek gadang minangkabau
epiye · 2 years
Text
Festival Pesona Minangkabau 2022 Digelar dengan Baralek Gadang
Festival Pesona Minangkabau 2022 Digelar dengan Baralek Gadang
BATUSANGKAR – Festival Pesona Minangkabau (FPM) 2022 bakal digelar pada 17-20 November, dan dipusatkan komplek Istano Basa Pagaruyuang. Iven ini menandai  baralek gadang yang dilaksanakan Pemkab Tanah Datar,  tentu berbeda dengan FPM 2021 lalu saat dilaksanakan secara hybrid, yakni online dan offline. “Kali ini ribuan orang diperkirakan akan memadani Istano. Tidak saja masyarakat Luak Nan Tuo dan…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
turisiancom · 2 years
Text
TURISIAN.com - Laju modernisasi memang nggak terelakkan ya, Guys. Tak terkecuali juga menjadi ancaman bagi adat budaya, termasuk di Kampung Adat Sijunjung ini. Apalagi di era teknologi seperti saat ini. Segala hal yang berbau modernisasi, tampaknya menjadi sesuatu yang selalu digandrungi oleh setiap orang. Nggak heran kalau budaya tradisional yang sudah turun temurun kita temukan dalam masyarakat makin kendor atau pupus. Sebagai salah satu suku yang memegang teguh adat istiadat nenek moyang. Urang awak atau sebutan untuk masyarakat Minangkabau, masih berusaha untuk mempertahankan tradisi leluhur. BACA JUGA: Kopi Sipirok Padang SidempuanTerpilih Tampil di Ajang Hybrid Expo 2022 Salah satu bukti nyata hal ini adalah adanya Kampung Adat Sijunjung yang berada di Kabupaten Sijunjung. Kampung Adat Sijunjung adalah tujuan wisata terfavorit di antara 13 destinasi yang ada di Kecamatan Sijunjung. Masuk daftar tentantif  warisan dunia UNESCO Kecamatan Sijunjung merupakan satu dari 8 kecamatan yang ada di dalam wilayah administrasi Kabupaten Sijunjung, yang juga dikenal dengan julukan Nagari 1001 wisata, Guys. Salah satunya ya Kampung Adat Sijunjung. Kampung yang kental akan adat dan budaya ini selain menyabet Anugerah Pesona Indonesia kategori kampung adat terpopuler 2019, juga masuk ke dalam daftar tentatif warisan dunia UNESCO. Terletak di Jorong Koto Padang Ranah dan Tanah Bato ini, objek wisata ini bisa dicapai sekitar 3,5 jam perjalanan darat dari Kota Padang. BACA JUGA: Paninjauan Baralek Gadang, Warnai Pekan Budaya Sumatera Barat Kental akan budaya minangkabau Begitu memasuki kawasan wisata ini, kamu akan segera disambut dengan nuansa jadul ala tempo dulu. Ada patung perempuan Minangkabau berukuran besar di gerbang masuknya. Patung ini dilengkapi dengan pakaian adat Minangkabau, untuk menegaskan sistem matrilineal yang dijunjung tinggi dalam masyarakatnya. Sepanjang perjalanan, kamu akan bisa memandang jejeran rumah adat dengan desain yang unik dan indah. Rumah-rumah kayu ini masih terlihat sangat cantik, meski warnanya mulai pudar ditelan waktu. Semua rumah menghadap ke jalan yang ada di tengah. Sst, hanya ada enam suku aja loh yang boleh tinggal di kampung ini. Yaitu Suku Tobo, Piliang, Malayu, Caniago Nan Sembilan Sapuluah Jo, Malayu Tak Timbago dan Panai. BACA JUGA: Inilah Deretan Spot Diving dan Snorkeling Terbaik di Sumatera Barat! Total ada 76 Rumah Gadang berusia ratusan tahun di kampung ini. Semuanya masih dalam kondisi terawat. Selain dipergunakan sebagai rumah tinggal, juga berfungsi untuk prosesi adat budaya Minang. Desain dan arsitektur setiap rumah memiliki kesamaan, yaitu bergonjong empat dan hampir semuanya berlangkan. Kalau berada di kampung ini, dijamin kamu akan seolah-olah berada di masa lalu loh, Guys! Aturan berpakaian Kampung Adat Untuk memasuki perkampungan adat Sijunjung, kamu harus mengenakan pakaian yang rapi, Guys. Rapi itu maksudnya nggak boleh terlalu ketat, tidak boleh terlalu pendek. Dan khusus untuk para wanita, nggak boleh memakai celana panjang. Kenakan rok dan atasan longgar, ya. Kalau nggak, bisa-bisa kamu bakalan digiring ke balai adat dan dikenakan denda. Kalau sudah disuguhi makanan, kamu nggak boleh nolak, Guys. BACA JUGA: Air Terjun Sipagogo, Emas Biru yang Tersembunyi di Pasaman Barat Nah, kalau kamu sudah bisa memasuki kampung adat, dan kebetulan ada warga yang sedang berada di teras rumah, hampir bisa dipastikan bahwa kamu akan diundang masuk. Kalau sudah begini, kamu nggak boleh nolak, Guys. Termasuk saat disuguhi dengan aneka makanan dan minuman. Masyarakat Minang pantang menolak makanan. Sebisa mungkin, habiskanlah hidangan yang tersaji di meja. Hal ini artinya kamu menghormati tuan rumah. Selain itu, hidangan mereka juga percaya bahwa jika tamu menghabiskan makanan yang disajikan, itu artinya mereka akan mendapat banyak rezeki dan keberuntungan. Hmm, ... menarik ya! BACA JUGA: Air Terjun Sipagogo, Emas Biru yang Tersembunyi di Pasaman Barat
Jajanan khasnya yang masih tradisional Salah satu sajian yang hampir selalu ada di rumah masyarakat Kampung Adat Sijunjung adalah galamai atau kalamai. Jajanan tradisional ini memiliki tekstur mirip dodol atau jenang di daerah lain. Warnanya cokelat tua dan mengkilap. Cita rasanya manis, legit, dan berminyak karena menggunakan santan kental sebagai salah satu bahan utamanya. Galamai yang dihidangkan di sini, biasanya dibungkus rapi dengan daun pisang. Berbeda halnya jika kamu membelinya di toko oleh-oleh. Galamai yang dijual di toko sudah dikemas dengan plastik warna-warni yang lebih menarik. Dari segi rasa, sama legit dan nikmatnya. Nah, itu tadi sedikit cerita mengenai Kampung Adat Sijunjung. Buat kamu yang ngakunya urang awak, yakin sudah tahu beberapa fakta unik di atas? ***
0 notes
poetrafoto · 3 years
Photo
Tumblr media
(via Tarian Galombang Pasambahan Silek Baralek Gadang Minangkabau di Upacara Pernikahan Pengantin Adat Padang Wedding Jogja Ririn+Firman)  😍 Tarian Galombang Pasambahan Silek Baralek Gadang Minangkabau di Upacara Pernikahan Pengantin Adat Padang Wedding Jogja Ririn+Firman 
https://poetrafoto.wordpress.com/tarian-galombang-pasambahan-silek-baralek-gadang-minangkabau-di-upacara-pernikahan-pengantin-adat-padang-wedding-jogja-ririnfirman/ 
#TariGalombangPasambahan #TarianGalombangPasambahan #TariGalombangPasambahanSilek #TarianGalombangPasambahanSilek #TariSilek #GalombangPasambahan #GalombangPasambahanSilek #BaralekGadang #BaralekGadangMinang #BaralekGadangMinangkabau #BaralekMinang #BaralekMinangkabau #BaralekPadang #UpacaraPernikahanAdatMinang #UpacaraPernikahanMinang #UpacaraWeddingAdatMinang #UpacaraWeddingMinang #AdatMinangkabau #AdatMinang #AdatPadang #UpacaraPengantinAdatMinang #UpacaraPengantinMinang #PernikahanAdatMinang #PernikahanAdatMinangkabau #PernikahanAdatPadang #PengantinAdatMinang #PengantinAdatPadang #WeddingAdatMinang #WeddingAdatPadang #WeddingMinang
0 notes
Text
Tata Cara Pernikahan Adat Minangkabau Baralek Gadang
Tata Cara Pernikahan Adat Minangkabau Baralek Gadang
Tata Cara Pernikahan Adat Minangkabau  “Baralek Gadang”
Minangkabau memiliki prosesi pernikahan yang sangat beragam, begitu juga atribut pakaian dan perhiasan yang dikenakan pengantinnya dikala melangsungkan pernikahan. Masing-masing nagari memiliki karakteristik busana pengantin dan hiasan kepala yang dikenakan pengantin juga berbeda. Berikut ini tata cara perkawinan adat Minang, Sumatera Barat,…
View On WordPress
0 notes
gubuakkopi · 6 years
Text
Catatan Observasi Awal bersama Bakureh Project
Sore itu, Senin, 4 Juni 2018, saya bersama beberapa kawan melakukan observasi pertama mengenai isu-isu bakureh yang ada di Kelurahan Kampai Tabu Karambia (KTK), Kota Solok. Observasi ini bagian dari Lokakarya Daur Subur, sebagai tahap awal dari Bakureh Project. Sebuah upaya yang digagas oleh Gubuak Kopi, sebagai penelusuran dan mengembangkan nilai-nilai gotong royong masyarakat pertanian di Solok. Sebelum observasi, menjelang siang, sekitar pukul 11.00 WIB kami diberi materi bakureh oleh narasumber bersama Buya Khairani, beliau adalah salah satu pemuka adat di Kota Solok. Sayangnya saya tidak bisa mengikutinya karena saya masih berada di kantor dan saat itu belum mendapatkan izin untuk pulang. Sekitar jam setengah satu siang barulah saya kembali ke Kantor Gubuak Kopi untuk melanjutkan ketertinggalan saya. Hal pertama yang saya cari adalah meminta rekaman materi kuliah Buya Khairani kepada Ogy, ia adalah salah seorang fasilitator dalam Lokakarya Bakureh Project, lalu memfoto hasil catatan teman sesama partisipan lokakarya.
Saya tidak mengikuti materi yang diberikan oleh Buya Khairani, saya mendengarkan materi beliau melalui rekaman suara yang direkam oleh fasilitator. Yang saya pahami dari materi tersebut bahwa bakureh itu secara harfiah ‘ber-kuras’ atau menguras tenaga, ada memakai modal materi ada juga  memakai tenaga, ini adalah bentuk dari bergotong royong yang naluriah manusia yang dibawa sejak lahir, demikian ungkap Buya Khairani. Maka lahirlah prinsip adat yang menyatakan adat hiduik di dunie tolong-manolong, adat mati janguik-manjanguak, adat ado basaliang tenggang, adat kayo mambantu urang miskin (adat hidup di dunia tolong menolong,  adat meninggal saling melayat, adat berkecukupan saling bertenggang rasa, adat kaya saling membantu yang kurang mampu). Menurut Buya Khairani bakureh mengeluarkan segenap tenaga untuk menolong orang karena lillahi ta’ala. Jika kita menolong orang dengan ikhlas, maka kita akan dapat balasan yang setimpal. Seperti istilah “julo-julo” atau arisan, kita akan mendapatkan giliran yang sama.
Aktivitas panen di Gurun Mutiara, Kota Solok. (Foto: Dyah/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Setelah itu barulah kami dibagi dalam beberapa tim, di sini kami dibagi tiga kelompok untuk melakukan observasi. Saya ditemani Kiukiu salah seorang partisipan lokakarya “Bakureh Project” dan Ogy sebagai fasilitator. Kami melakukan observasi ke daerah KTK, karena kekurangan kendaraan maka kami menunggu kendaraan terlebih dahulu. Sekitar jam empat sore barulah kami mulai observasi, dalam perjalanan menuju KTK kami melihat sekumpulan masyarakat yang melakukan kegiatan manyabik padi (menyabit padi) pada salah satu sawah di Gurun Mutiara, karena penasaran melihat kegiatan mereka kami memutuskan untuk berhenti. Saya berjalan didekat sepetak sawah yang telah dipanen, di sana ada dua orang ibu-ibu yang mangipeh padi (mengipas padi), guna untuk memisahkan padi yang berisi dengan padi ampo (padi kosong), serta sampah. Lalu, kami berjalan menuju sekumpulan ibu-ibu yang sedang bercengkrama. Kami bertanya kepada salah satu ibu yang bernama Buk Des.
Menurut buk Des bakureh merupakan ajang masak bersama-sama yang juga termasuk dengan bergotong-royong. Menurut Buk Des makna bakureh di Solok, bukan mencari nafkah. Seperti halnya pergi ke sawah dilakukan secara bergotong-royong tetapi pergi ke sawah diberi upah, sementara bakureh tidak diberikan upah hanya suka rela saja. Buk Des bercerita bahwa lamanya ke sawah sekitar 4 bulan dari membajak,  bertanam, mayiang (menyiang), sampai memanen, nantinya mereka akan dibayar sekitar 1,2 juta rupiah.
Bertemu Tek Yuni di kediamannya, Kelurahan Kampai Tabu Karambia, Solok. (Foto: Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Di tempat kedua kami pergi mendatangi rumah Tek Yuni, pelaku budaya lokal yang aktif memberi pelatihan tentang tradisi Ilau di KTK. Ilau adalah salah satu fenomena budaya menangisi kematian anak di perantauan, dengan beberapa adab khusus. Fenomena ini kemudian berkembang menjadi kesenian lokal di KTK, dan Tek Yuni adalah salah seorang pegiatnya. Tek Yuni mengatakan bakureh merupakan ajang silaturahmi oleh para tetangga maupun para sumandan (ipar). Bakureh tak hanya pada acara baralek (pesta pernikahan) saja, juga acara mangaji (mengaji), batamek kaji (katam quran), aqiqah, batagak panghulu (penangkatan pimpinan adat). Untuk peserta bakureh sendiri tidak hanya orang Minang saja, orang Batak ataupun orang luar Minang  yang tinggal di daerah tersebut boleh ikut dalam bakureh, asalkan mereka mampu bersilaturahmi. Sebelum bakureh biasanya si pangka (keluarga inti) memanggil orang untuk ikut pergi bakureh ke acara mereka. Biasanya untuk para sumandan diberikan siriah, sedangkan tetangga hanya lewat lisan saja. Untuk pakaian mamanggia (memanggil/mengundang) tersebut memakai baju kuruang basiba dengan kain serong (sarung) didalam sama tingkuluak ketek (selendang kecil).
Baju kuruang basiba merupakan pakaian diidentikan dengan pakaian khas kaum perempuan Minangkabau, khusunya di Solok. Baju kuruang atau baju basiba inilah yang dipakai oleh bundo kanduang sebagai Limpapeh Rumah nan Gadang. Biasanya baju basiba longgar, tidak membentuk lekuk tubuh, dan panjangnya hingga ke lutut. Untuk acara pernikahannya sendiri sumandan memakai baju kuruang basiba dan tingkuluak kain panjang sementara besannya memakai baju kuruang basiba dan tingkuluak silodang. Sumandan merupakan istri dari mamak (paman). Tek Yuni menjelaskan kenapa sumandan memakai tingkuluak kain panjang, adalah untuk menandakan dia sudah menjadi menantu orang.
  Suasana bakureh di Solok
Suasana bakureh di Solok
Suasana bakureh di Solok
Sebelumnya, pada hari kedua lokakarya kami diberi materi oleh Mak Katik, beliau adalah seorang budayawan, seniman dan tokoh adat Minangkabau yang juga dikenal karena kepiawainnya dalam bidang sastra Minang. Sebelum masuk ke tema bakureh Mak Katik memberi pengantar tentang adab membaca, bahwa ketika membaca haruslah dengan suara lantang agar dapat di dengar oleh tubuh sendiri agar dewasa nanti tidak kekurangan kata. Aturan-aturan ini menengenai sistem sosial ini pada dasarnya tidak pernah tertulis. Ia terangkum dalam sastra, yang biasa disiarkan secara lisan oleh orang-orang tua terdahulu.
Menurut Mak Katik seluruh permainan ‘anak nagari’ melatih bakureh atau mengajarkan mencari jati diri agar menjadi generasi yang mandiri. Setiap anak kecil di Minang selalu diajarkan berupaya sejak dini, keuntungan yang didapat setelah dewasa menjadikan mereka anak yang mandiri. Mak Katik juga menjelaskan bahwasanya bakureh adalah upaya untuk mendapatkan sesuatu dengan cara gotong royong. Beliau juga berpendapat bahwa ada beberapa perbedaan dalam memakai kain serong (kain sarung), dalam falsafah adat Minang, jika kainnya diikat ke depan berarti masih seorang anak gadis, jika diikatkan kebelakang berarti sudah berkeluarga, sementara jika sudah menjanda kainnya dilipat dua ke depan. Saya tidak tahu pasti kenapa perbedaan itu sedemikian rupa dipertegas, dan apakah masih relevan untuk kita terapkan sekarang. Tapi menarik juga mengatahui tentang adab-adab berpakaian ini.
  Koleksi foto Anduang Siam
Koleksi foto Anduang Siam
Koleksi foto Anduang Siam
Koleksi foto Anduang Siam
Koleksi foto Anduang Siam
Pada lokakarya hari ketiga kami diberi materi oleh Buk Suarna, beliau adalah seorang bundo kanduang di Tembok. Buk Suarna juga berpendapat bahwa bakureh adalah kerja sama dalam suatu masyarakat. Beliau juga menjelaskan bahwa ketika mamanggia di daerah Tembok tuan rumah memakai kain-kain serong dan membawa kampia siriah/tas yang terbuat dari daun pandan untuk meletakkan daun sirih. Menurut Buk Suarna pakaian tersebut talah menjadi turun-temurun sejak dahulu. Buk Suarna mengatakan untuk pergi meminang kita membawa dua orang Bundo Kanduang dan satu orang nianiak mamak (orang yang dituakan dalam satu kaum) untuk membuat hitungan. Untuk meminang biasanya membawa nasi lamak, serta pisang. Dahulu bararak (arak-arakan) berjalan dari rumah induak bako ke rumah, sekarang anak daro diarak dari rumah induak bako menggunakan kendaraan bermotor. Ketika bakureh tiap orang membawa peralatan-peralatan seperti, pangukuran, kuali, dan sebagainya. Biasanya tiap kaum memiliki perlengkapan lengkap dan bisa dipakai ketika membutuhkan.
Pada observasi hari kedua saya tidak terlalu mendapatkan banyak informasi mengenai bakureh. Kami melanjutkan kembali observasi ke rumah Tek Yuni. Di sana Tek Yuni mengarahkan kami untuk pergi menemui Datuak Tan Ali salah seorang tokoh adat di Solok. Sebenarnya kami kurang menemukan jawaban mengenai bakureh saat mengobrol bersama beliau. Datuak Tan Ali berpendapat bahwa bakureh merupakan gotong-royong bersama masyarakat. Dahulu sebelum gotong-royong orang-orang mengumumkan dengan menggunakan canang, semacam alat musik logam, sambil berkeliling di kampung pada malam hari.
Datuak Tan Ali mengatakan pada zaman dahulu tinggi pagar rumah masyarakat Minang  hanya sebatas dada saja, agar bisa melihat kondisi tetangga terdekat begitupun sebaliknya, akan tetapi keadaan kini dengan kondisi tembok pagar rumah yang tinggi, sehingga kita sulit mengetahui kabar tetangga terdekat kita.
Dari yang diceritakan Datuak Tan Ali saya membayangan bahwa dulu mereka memukul canang yang terbuat dari logam kuningan emas, bentuknya lebih besar dari talempong dan lebih kecil dari gong. Mengapa mereka mengumumkannya pada malam hari, supaya warga di daerah sana tidak lupa bahwa besok mereka akan bergotong-royong bersama-sama. Jika ada yang tidak bisa ikut maka mereka wajib membayar denda tergantung pada kesepakatan bersama.
Observasi berikutnya, saya diajak oleh partisipan lain untuk bergabung menuju ke daerah Kinari. Sesampainya di sana kami diajak untuk berbuka bersama dalam acara aqiqahan anak nagari. Saya sangat kagum akan tradisi gotong-royong yang dimiliki oleh masyarakat Kinari saling membantu satu sama lain untuk menyelenggarakan acara tersebut, baik anak kecil, tua, ataupun muda antusias dalam kegiatan tersebut. Saya sangat terkesan oleh bapak-bapak yang menghidangkan makanan, bahkan menghidangkan makanan untuk para wanita tua. Menarik melihat ini, karena dalam keseharian sekarang kita melihat urusan masak dan hidang-menghidang selalu diajarkan sebagai tugasnya kaum perempuan.
Bakureh di Kinari. (Dyah/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Bakureh di Kinari. (Dyah/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Bakureh di Kinari. (Dyah/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Bakureh di Kinari. (Dyah/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Bakureh di Kinari. (Dyah/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Sebelum kami berbuka bersama di Kinari, pagi harinya, kami ikut membantu masyarakat sana memasak. Senangr rasanya mengalami peristiwa bakureh itu, yang di lingkungan saya cukup jarang ditemukan. Setelah berbuka saya mencoba bertanya kepada seorang ibu-ibu tentang tradisi bakureh. Di Kinari, bakureh disebut dengan pai mamasak-masak, sedangkan kata bakureh sendiri disebut bekerja mencari uang. Berbeda dengan yang dipahami di Kota Solok, yang secara keadaatan adalah wilayah Nagari Solok. Di sana bakureh adalah gotong royong, dan memang makana kata ini pun sudah bergeser sekarang. Saya sedikit tertarik pada perbedaan adab berpakaian di daerah ini yaitu ketika mamanggia untuk memasak, si pangka memakai baju kuruang baludru warna hitam, di daerah Kinari untuk para lelaki tiap suku pasti berbeda-beda warna bajunya, misalnya untuk suku Sipanjang pakaiannya berwarna hijau sedangkan suku Jambak berwarna merah, begitu pula suku lainnya.
Dalam observasi awal ini, banyak beberapa hal menarik untuk digali lebih lanjut. Hal ini pada dasarnya ada di sekitar kita, memang banyak yang mulai pudar, tapi banyak juga yang pernah saya rasakan. Selama ini seperti saya terlalu abai memahami hal-hal yang berkaitan dengan adab dan gotong royong ini, sehingga tidak pernah mengkritisi kepunahannya. Selama beberapa bulan ke depan, bersama Bakureh Project, saya dan kawan-kawan berusaha mendalami persoalan ini, sebagai upaya mengkritisi perkembangan zaman di kampung masing-masing. Perlu pula ditegaskan bahwa, ini tidak dalam rangka menolak perubahan dan perkembangan zaman itu sendiri, melainkan upaya untuk kritis terhadap perubahan itu sendiri.
Solok, 7 Juni 2018
Bakureh hingga Adab Berpakaian Catatan Observasi Awal bersama Bakureh Project Sore itu, Senin, 4 Juni 2018, saya bersama beberapa kawan melakukan observasi pertama mengenai isu-isu…
0 notes
Photo
Tumblr media
Pict @anakanakminang - PESTA URANG MINANG BARALEK GADANG 2018. OPEN BOOTH..... Ayo datang dan saksikan perhelatan akbar urang awak Di Taman Ismail Marzuki Tanggal 28 - 29 April 2018 mulai Pukul 07.00 - 22.00 Wib. . . 💠Event 🔸Pekan Olahraga Tradisional Minangkabau 🔸Parade Pertunjukan Kesenian Minang 🔸 Stand Up Comedy Minang 🔸Minangkabau Bridal Expo 2018 🔸Minangkabau Fair 2018 . . 💠Aneka Lomba : 🔸Lomba Manatiang Piriang 🔸Lomba Teh Talua 🔸Minangkabau Modern Dance Festival 🔸Festival Gandang Tasa . . 💠Acara 🔸Bedah Buku 🔸Bazaar 🔸Talkshow 🔸Rabab 🔸Saluang 🔸KIM 🔸Kuliner 🔸Games 🔸Instrumen Musik 🔸Silek 🔸Randai 🔸Tarian 🔸Artis Minang 🔸Dll . . 👉INFO ACARA/ BOOTH / STAND : 081284501546 👉Tiket Masuk Free alias Gratis - #SudutPayakumbuh
0 notes
d4rabi · 7 years
Photo
Tumblr media
PAGELARAN BUDAYA MINANGKABAU🎉📣 -BARALEK GADANG IKAMMI 23- "Mambuek Cito Maikek Raso" Saya, Fauzan Idal Fithri El-Ardhi Sie PDD SIAP UNTUK MENSUKSESKAN ACARA BARALEK GADANG IKAMMI 23!!! 😍😍😍😍 #Baralekgadangikammi23 #ikammi #sakalilayiatakambang,pantangsuruikkabalakang (di Undip)
0 notes
ghostzali2011 · 7 years
Link
SPORTOURISM-Kabupaten Solok Selatan kembali menjadi tuan rumah Tour de Singkarak (TdS) 2017. Lebih dari sekadar bersepeda, TdS bakal menyuguhkan wisata budaya Festival Saribu Rumah Gadang kepada para peserta.
Festival ini bakal digelar sebelum etape 6 dengan rute balap Kota Solok menuju Kayu Aro, Solok Selatan pada 22 November 2017.
Festival Saribu Rumah Gadang membuat TdS akan semakin berwarna karena menyajikan atraksi budaya dan seni termasuk pameran anak mudo seperti randai, silat dan barabab.
Peserta bakal mementaskan kesenian mulai tergerus zaman seperti Randai, Silat Tradisi, Pidato Adat sampai Tari Piring dalam Festival Saribu Rumah Gadang. Hartati, seniman asal Solok turun gunung membuat konsep dan ide dalam festival ini.
Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria menjelaskan, kawasan saribu rumah gadang salah satu desa yang masih menjaga tradisi Minang, termasuk melestarikan bentuk dan fungsi rumah gadang.
"Festival Saribu Rumah Gadang bakal digelar tahunan. Tahun ini menjadi tahun pertama. Kami akan melibatkan seniman asal Solok, salah satunya Hartati, seorang seniman dan koreografer handal. Kami beruntung memiliki Hartati, ikut terjun langsung bolak-balik pulang kampung untuk membangun dan mengembangkan konsep festival ini," kata Muzni, Rabu (15/11).
Festival ini, lanjut Muzni, membangkitkan lagi semangat budaya masyarakat Solok Selatan, bekerja sama dan gotong royong dalam membangun dan menjaga adat istiadat.
Seluruh peristiwa atau tradisi berkaitan erat dengan adat istiadat Minang digelar atas partisipasi masyarakat.
“Bukan semata instruksi dari atas. Prinsip 'duduak samo randah, tagak samo tinggi dan pemimpin ditinggikan sarantiang' itu menjadi acuan untuk festival ini," kata Bupati.
Demi menghidupkan lagi nyawa adat istiadat kental di Solok Selatan itu, Pemkab Solok Selatan memilih tema "Manjupuik nan tatingga, mangumpuakan nan taserak, mengambang pusako lamo" memiliki arti menjemput yang tertinggal, mengumpulkan yang tercecer, menampilkan lagi pusaka lama.
Guna membangkitkan atmosfer selama acara, masyarakat dan wisatawan di kawasan Saribu Rumah Gadang diimbau untuk memakai busana khas Minangkabau yakni baju kurung untuk perempuan dan taluak balango untuk laki-laki.
"Deta dan asesoris keseharian lainnya. Bukan baju adat, baju baralek atau baju datuk dan sejenisnya. Masyarakat bukan sebagai penonton. Tapi langsung menjadi pelaku," ujarnya.
TdS 2017 diramaikan peserta dari 30 negara pada 18-26 November. Tercatat 20 tim dari 30 negara terdiri dari 15 tim internasional dan lima tim nasional/lokal bakal berlompa balapan dalam sembilan etape.
TdS mengambil lokasi start dari Tanah Datar dan melintasi 18 kabupaten/kota dengan menempuh jarak sejauh 1,246 kilometer. Pembalap akan finis di Bukittinggi.
Event sport tourism bertaraf internasional ini berdampak positif bagi masyarakat Sumbar, terutama direct impact ekonomi selama lomba berlangsung.
TdS 2017 mendorong peningkatan infrastruktur, terutama jalan-jalan dilalui peserta menjadi terpelihara dan semakin mulus.
Selain itu, TdS juga menjadi sarana efektif untuk mempromosikan pariwisata. Sejak TdS pertama pada 2009, kini bermunculan destinasi wisata baru di Sumbar.
TdS merupakan kejuaraan wajib Asia dan mampu menyedot lebih dari satu juta penonton. Peringkat TdS tingkat dunia dari jumlah penonton menduduki peringkat 5 setelah Tour de France (12 juta penonton), Giro d’Italia (8 juta), Vuelta a Espana (5 juta), Santos Tour Down Under (750.000) dan TdS (550.000).
Gelaran TdS ini praktis mendongkrak aneka ragam budaya objek wisata alam dan budaya sekaligus memberikan dampak positif bagi pariwisata serta ekonomi masyarakat.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, TdS sejak pertama kali digelar mengalami banyak kemajuan. Pada 2013 Amauri Sport Organisation (ASO), sebagai penyelenggara resmi Tour de France merekomendasi TdS sebagai major race dari kalender dunia balap sepeda Asia.
"Berarti, TdS efektif sebagai sarana promosi dalam rangka meningkatkan kunjungan dan awareness wisatawan juga memberikan direct impact dan media value yang tinggi, setiap tahun pelaksanaanya harus semakin membaik," kata Menpar Arief Yahya.
Demi mendukung kegiatan ini, Kementerian Pariwisata terus melakukan kampanye guna mendatangkan wisatawan maupun investor untuk menanamkan investasi di wilayah Sumatera Barat.
"Di sepanjang lintasan, semua pebalap juga akan disuguhi dengan keelokan wisata alam Ranah Minang sekarang terus dipercantik dengan beragam fasilitas pendukung," ujar Menpar Arief Yahya. (*)
via SPORTOURISM.ID
0 notes
poetrafoto · 4 years
Text
WEDDING PADANG: 47 Foto Pernikahan Pengantin Adat Minang Modern+Hijab Ririn+Firman
WEDDING PADANG: 47 Foto Pernikahan Pengantin Adat Minang Modern+Hijab Ririn+Firman
Artikel ini berisi Foto Wedding Adat Padang Minangkabau: 47 Foto Pesta Resepsi Pernikahan (Baralek Gadang Minang) dengan Suntiang Minang Padang Baju Pengantin Adat Minang Padang Hijab Modern Merah. Foto Pernikahan Pengantin Adat Minang Padang Wedding Kk Ririn+Firman by Poetrafoto Photography, Fotografer Pernikahan Wedding Indonesia (Indonesian Wedding Photographer Yogyakarta based)Foto Pengantin…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
turisiancom · 2 years
Text
TURISIAN.com - Paninjauan Baralek Gadang (PGB) 2022 di Nagari atau desa adat Paninjauan Kecamatan X Kota Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat diikuti ribuan warga. Pekan budaya yang berlangsung sejak Rabu 17 hingga 20 Agustus 2022 tersebut diisi dengan berbagai kegiatan. Ketua Panitia PGB Firdaus dalam keterangan tertulis, Jumat 19 Agustus 2022, mengatakan kegiatan berawal dengan pawai alegoris yang dengan sekitar 2.000 peserta. Peserta pawai dengan  judul "Arak iriang" terdiri dari drumband Taman Pendidikan Al Quran (TPA). Berasal, dari tujuh masjid, sekolah, komunitas, bundo kanduang, PKK, dan lain-lainnya. BACA JUGA: Libur Lebaran di Padang? Jangan Lupa Kunjungi Masjid Raya Sumatera Barat "Alhamdulillah, pawai kita berlangsung semarak dan peserta yang 100 persen anak nagari kita juga sangat antusias," kata dia. Menghibur dan Membuat Warga Senang Ia mengatakan biasanya kalau setiap pawai 17 Agustus, warga pergi ke Kota Padang Panjang. Tapi sekarang sudah ada di sini dan tidak hanya jadi penonton, namun bisa menjadi bagian dari peserta pawai. "Setidaknya salah satu tujuan kita mengadakan acara seperti ini adalah untuk menghibur dan membuat masyarakat senang dan gembira sudah tercapai," jelasnya. BACA JUGA: Inilah Keunikan Negeri Ranah Minang, Guys, Apa Saja..? Pekan Budaya sendiri akan berlangsung hingga Sabtu mendatang. Dengan beberapa lomba seperti memasak Cangkuak, stan kuliner tradisional, makan bajamba, pentas seni tradisional seperti randai dan gandang tambua. Kemudian pertandingan sepakbola badunsanak yang melibatkan pemain dari empat jorong. Karya Anak Nagari Paninjauan Serta stan pameran yang menampilkan karya anak nagari Paninjauan. Sementara Wakil Bupati Tanah Datar Richi Aprian memberikan apresiasi yang tinggi kepada Nagari Paninjauan yang mampu menghelat acara yang sarat dengan nuansa dan nilai-nilai. BACA JUGA: Air Terjun Nyarai Surga Tersembunyi di Padang Pariaman Dia berharap kegiatan ini bisa menjadi kalender tahunan nagari. Dan menyatakan Paninjauan Barelek Gadang ini untuk tahun 2023 bisa masuk dalam program unggulan Pemkab, Satu Nagari Satu Acara. Menurut dia, untuk Kecamatan X Koto, baru satu nagari yang dapat kesempatan masuk program satu nagari satu kegiatan tersebut. Yaitu Nagari Padai Sikek, yang mengusung tema Pandai Sikek Festival. "Selain itu Paninjauan merupakan nagari yang kaya potensi. Selain punya potensi wisata alam indah dan seni budaya Minangkabau yang kental, juga punya keunggulan di sektor lain. Seperti pertanian dan pendidikan," kata dia. Nah buat kalian yang kebetulan sedang ada di Kota Padang, masih punya kesempatan untuk menyaksikan acara Paninjauan Baralek Gadang ini. *** Sumber: Antaranews
0 notes
gubuakkopi · 6 years
Text
Catatan Observasi Awal bersama Bakureh Project
Tradisi dan budaya memang selalu menarik untuk dibahas mengingat dirinya yang terus berkembang. Sumatera Barat dengan berbagai tradisi yang ada juga memungkinkan siapa saja untuk mendalaminya. Saya yang notabenenya tidak dibesarkan di Ranah Minang, sangat tertarik untuk mempelajari dan mendalami berbagai tradisi-tradisi yang ada. Salah satu tradisi yang akan dibahas dalam salah satu proyek penelitian yang digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi, yakni Bakureh Project. Proyek ini berupaya mendalami dan mengkaji nilai-nilai yang terkadung dalam tradisi bakureh di Solok, maupun dengan penamaan yang berbeda di daerah lainnya di Minangkabau.
Bakureh pada dasarnya mempunyai arti yang beragam bagi beberapa orang di Minangkabau itu sendiri. Menurut Mak Katik, salah satu budayawan di Sumatera Barat dalam kelasnya di Gubuak Kopi, bakureh sederhananya merupakan upaya mendapatkan sesuatu. Di lain kelas di Gubuak Kopi, Ibu Suarna, yakni tokh Bundo Kanduang, Tembok, Kota Solok, mendefenisikan bakureh sebagai kerja sama atau gotong royong, secara spesifik ia identik dengan tradisi masak bersama untuk alek (pesta) pernikahan. Sejalan dengan itu, menurut Buya Khairani, seorang tokoh adat di Solok, mendefinisikan bakureh adalah aktivitas yang mengeluarkan segala kemampuan untuk tolong-menolong dalam sebuah kegiatan.
Suasan diskusi bersama Mak Katik dalam Lokakarya Daur Subur, dalam Rangkaian Bakureh Project di Kantor Komunitas Gubuak Kopi, 2 Juni 2018. (Foto: Arsip Gubuak Kopi)
Pada kesempatan ini, dalam Lokakarya Daur Subur, sebagai bagian dari Bakureh Project ini, saya melakukan observasi ke beberapa temat di Solok. Observasi ini saya mulai melalui obrolan dengan warga di Koto Baru dan Kinari, Kabupaten Solok. Kedua nagari tersebut, mereka tidak memakai istilah bakureh, walaupun mereka juga mengenali istilah itu digunakan oleh masyarakat Kota Solok, sebagai tradisi masak bersama, tapi di sini warga biasa menyampaikannya dengan “pai manolong urang memasak di dapua ” (pergi menolong orang memasak di dapur).
Di Nagari Koto Baru, Kabupaten Solok, saya bertemu dengan ibu Hermita, ia bercerita bahwa tradisi bakureh yang kita maksud ini masih terus dijalani oleh masyarakat Koto Baru. Bakureh diadakan jika ada pernikahan atau baralek dan acara aqiqah. Prinsip dari bakureh menurut beliau memang tolong menolong jika ada orang kampung akan mengadakan baralek (pesta).
Biasanya bakureh akan  dilakukan oleh perempuan yang sudah bersuami. Cara mengajaknya adalah mendatangi rumah ibu-ibu satu persatu memintanya untuk membantu memasak dengan keperluan baralek ataupun aqiqah. Untuk menyebarkan informasinya, biasanya pihak akan mengadakan suatu perhelatan akan mengundang secara tatap muka ke rumah-rumah masyarakat sekitar. Seperti yang dicontohkan Ibu Hermita “assalamualaikum, bu Eli bisuak wak manggulai di rumah mah, tibo yo” (assalamualaikum Bu Eli, besok kita mau masak di rumah, datang ya). Di beberapa Nagari di Solok, yang memanggil rumah ke rumah ini bukan dari pihak keluarga penyelenggara kegiatan langsung, biasanya adalah tetangga terdekat, namun tetap mewakili pihak yang berpesta.
Dapat dilihat komunikasi yang terjalin dari warga Koto Baru yang masih sangat terjaga, dengan mementingkan komunikasi langsung antarmuka. Ibu Hermita juga percaya mengenai apa yang ia sebut ‘hukum timbal balik’, yakni: jika menolong orang lain dengan tulus, ia akan ditolong orang kembali. Oleh karena itu, Ibu Hermita selalu menyempatkan diri untuk membantu orang memasak saat ada acara/alek dengan pengharapan agar saat ia mengadakan alek akan banyak juga yang membantunya nanti.
Selain ibu Hermita, di Koto Baru saya juga bertemu Bundo Kanduang di nagari tersebut, yang akrab dipanggil Tek Erih. Beliau juga menjelaskan mengenai sosok rubiah dalam bakureh masak memasak. Rubiah merupakan seorang pemegang “kunci biliak” (istilah kunci kamar yang berarti penjaga lauk pauk yang sudah selesai dimasak) tempat samba (lauk pauk) sehabis memasak disimpan. Hal lain yang menarik dalam kegiatan bakureh adalah obrolan ibu-ibu saat proses memasak. Tidak dapat dipungkiri jika ibu-ibu sudah berkumpul, katanya, tentu ada saja yang dibicarakan mulai dari menggosip, membahas bahan makanan, bahkan sampai menjodohkan anak.
Lain ceritanya saat saya mengunjungi Nagari Kinari, kampung yang penuh dengan sawah-sawah yang terbentang luas, dan juga banyak Rumah Gadang yang masih dihuni. Tradisi bakureh di sini biasa disampaikan dengan ucapan pai manolong urang, yang sama konteksnya dengan bakureh secara umum di Solok. Bakureh yang mereka lakukan di sini tidak hanya untuk baralek atau pesta pernikahan saja, tetapi juga dilakukan saat acara aqiqah, membadak (anak baru lahir yang dirayakan seperti adat turun mandi), bahkan acara buka puasa bersama.
Dalam melaksanakan bakureh untuk baralek saja, si pembuat hajat harus mendatangi ibu-ibu di sana untuk menolong masak dengan menggunakan pakaian khusus yaitu atasan hitam dan kain songket dengan berkata “bisuak wak pai menggulai cubadak Volta yo” (besok kita pergi menggulai nangka Volta ya), dalam artian besok tolong saya masak ya untuk hajatannya Volta, seperti yang dicontohkan Ibu Elva, salah seorang warga Kinari yang mempunyai anak bernama Volta.
Suasana ibu-ibu masak bersama di Nagari Kinari. (Foto: Ade/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Ibu Elva juga menjelaskan mengenai sosok janang yaitu penentu jalan dari sebuah alek (acara). Janang menentukan jalan sebuah alek dengan mengatur tempat duduk dari ninik mamak dan sumando serta mempelai, mengantar serta menyajikan makanan. Selain itu, sebelum menyajikan makanan Janang akan  berpantun terlebih dahulu.
Dalam pandangan saya Gotong royong di Nagari Kinari sangatlah kental dan cukup dijaga dengan baik. Hal ini juga dipertegas oleh Ibu Elva yang mengatakan bahwa jika ada suatu alek, para perempuan akan memasak dan lelaki akan membuat suduang-suduang atau rumah kajang, semacam dapur dadakan yang dibuat untuk acara tertentu. Saya mendapatkan kesempatan yang sangat berharga dengan langsung melihat kegiatan bakureh yang dilaksanakan warga Kinari untuk melaksanakan buka puasa bersama. Di sana saya dapat melihat kegiatan bakureh secara langsung, dimana bapak-bapak melakukan pai mambantai atau memotong sapi dan juga ibu-ibunya memasak yang diawali dengan memotong bawang dan memetik batang  cabai.
Hal yang saya lihat dan rasakan di sini adalah kebersamaan dan keakraban yang terjadi antara ibu-ibu yang memasak bersama. Berbeda dengan Nagari Koto Baru yang melakukan bakureh hanya perempuan yang sudah bersuami, di Nagari Kinari, perempuan yang terbilang muda dan belum menikah pun dapat ikut serta dalam kegiatan bakureh. Obrolan dari ibu-ibu yang memasak saat itu yang saya dengar seputar bumbu-bumbu yang harus dilengkapi, percakapan sehari-hari dan membicarakan seseorang.
Saya sempat bertanya kepada salah satu ibu yang sedang memasak, darimana bahan-bahan dapur seperti bawang, cabai dan lain-lain. Ternyata saya mendapatkan jawaban yang mengesankan, yaitu ibu-ibu disana membawa bahan-bahan tersebut dari rumahnya sendiri. Selain itu, saya juga melihat ibu-ibu disana sangat banyak, akhirnya mereka membuat kelompok untuk mengobrol dan bercanda gurau satu sama lain yang ada di dekat mereka.
Berbicara mengenai obrolan-obrolan di dalam bakureh, saya juga menemukan hal-hal unik. Seperti yang diceritakan oleh Ibu Suarna dalam sebuah kelas di Gubuak Kopi, yang menceritakan bahwa obrolan di bakureh bisa menjadi ajang “biro jodoh””. Ibu Suarna bercerita, terkadang ibu-ibu di sana membahas anak-anak mereka yang belum mendapatkan pasangan untuk dijodoh-jodohkan. Hal ini juga dipertegas oleh Hendra Nasution, kelas lainnya dalam rangkaian Bakureh Project. Ia seorang dosen yang juga sudah meneliti bakureh, bahwa “biro jodoh” tidak dapat dipisahkan dari obrolan saat bakureh. Selain obrolan mengenai “biro jodoh”, tentunya cerita-cerita mengenai keseharian juga dibicarakan saat bakureh. Warga di Kinari biasanya membicarakan mengenai cara mereka bersawah, seperti pupuk baru atau tips baru bertani.
Suasana ibu-ibu masak bersama di Nagari Kinari. (Foto: Ade/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Suasana ibu-ibu gotong royong memasak di Nagari Kinari. (Foto: Ade/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Suasana ibu-ibu masak bersama di Nagari Kinari. (Foto: Ade/Arsip Gubuak Kopi, 2018)
Selain di Kinari, di Koto Baru pun saat bakureh ibu-ibu memberikan informasi mengenai keadaan di sekitar, misalnya seperti yang dikatakan Tek Erih misalnya “anak Ibu tu yang marantau lah baliak a ” (anak ibu yang merantau itu sudah balik lagi ke kampung lagi). Dapat dilihat bakureh ternyata juga menjadi media pesebaran informasi antar warga mengenai sebuah berita baru di sekitar mereka.
Tidak dapat dipungkiri juga, obrolan dalam bakureh tidak dapat lepas dari bagunjiang (bergosip). Ibu Hermita di Koto Baru berkata “induak-induak kalau lah sobok tu bagunjiang wajib mah” (ibu-ibu kalua sudah bertemu tentunya wajib menggosip). Tidak hanya Ibu Hermita, Tek Erih pun berkata hal yang sama “yo namonyo induak-induak pastilah bagunjiang” (namanya ibu-ibu pasti menggosip). Tidak hanya di Koto Baru, di Kinari pun Ibu Elva mengatakan hal yang sama bahwa bakureh pasti menggosip. Akan tetapi, ada yang menarik dari cerita ibu Elva. Yaitu terkadang, bakureh menjadi ajang untuk mencurahkan hati ibu-ibu. Bahkan pernah, menurut cerita beliau saat ada bakureh, ada seorang ibu yang menangis hanya karena mendengar cerita dari ibu lainnya. Ternyata, bakureh tidak hanya tempat menggosip saja, tetapi juga menjadi tempat untuk meningkatkan empati seseorang.
Hal yang penting dalam obrolan bakureh adalah pengajaran kepada anak muda bagaimana bakureh dilakukan seperti yang dilakukan oleh warga Kinari. Di Kinari, seperti yang saya lihat saat itu, ada bakureh untuk buka puasa bersama, perempuan-perempuan muda juga ada yang ikut bakureh untuk membantu memasak. Ibu-ibu di sana mengenalkan kepada mereka mengenai bumbu-bumbu untuk membuat suatu hidangan seperti kaliyo dan dendeng. Saya juga melihat mereka sepertinya sudah biasa melakukan bakureh dengan melihat cekatannya mereka bekerja, salah satunya mereka bisa mengupas dan memotong bawang dengan cepat.
Kiri ke kanan: Volta, Ade Surya, Tek Erih, dan saya (penulis)
Saya sempat juga mengobrol dengan salah satu ibu-ibu di Kinari selepas acara buka puasa bersama di sana. Beliau berkata memang di Kinari perempuan-perempuan muda juga ikut membantu bakureh agar mereka dapat belajar memasak dan melanjutkan tradisi gotong royong ini.
“gadih-gadih ko ka mamasak, baa bumbu-bumbunyo, diajaan dimasak basamo ko” (ketika gadis-gadis mau memasak, ia diajarkan mengenai bumbu-bumbunya saat gotong royong untuk masak bersama), Ibu Elva.
Bakureh pun juga menjadi media pendidikan untuk generasi muda agar tradisi ini terus berlanjut dan tidak hilang. Berdasarkan pengalaman saya sendiri yang tidak lahir dan besar di wilayah Sumatera Barat, saya tidak pernah mendapatkan pendidikan masak secara langsung seperti yang dilakukan di bakureh. Oleh karena itu, saya merasa tradisi bakureh sangat penting sebagai media pendidikan. Bagaimana bakureh secara tidak langsung sebagai alat untuk pembelajaraan generasi muda.
Setelah selama tujuh hari saya mengikuti lokakarya dari Komunitas Gubuak Kopi dalam rangkaian Bakureh Project, berseta kegiatan observasinya, saya merasa bahwasanya tradisi bakureh sangatlah mengesankan dan harus selalu tetap dilestarikan. Dapat dilihat pada obrolan-obrolan dalam bakureh adalah bakureh berfungsi sebagai media komunikasi dan informasi antarwarga. Di dalamnya, terdapat pertukaran informasi yang tentunya bisa membawa pengetahuan baru bagi yang mendapatkannya. Selain itu, dilihat dari generasi muda yang juga mengikuti kegiatan bakureh, ternyata bakureh juga berfungsi sebagai media pendidikan budaya, karena bakureh membuat mereka melihat dan belajar.
Menjadi hal yang menarik juga, bahwa bakureh merupakan alat dan media untuk menjalin hubungan yang harmonis antarwarga. Komunikasi antarwarga terjadi dengan adanya bakureh. Mulai dari menyampaikan pesan untuk melaksanakan bakureh, obrolan-obrolan dalam bakureh, dan budaya tolong menolong yang menjadi landasan dari bakureh itu sendiri. Tradisi dan budaya seperti inilah yang seharusnya tetap ada jangan sampai luntur apalagi di era modern sekarang. Saya sangat terkesan dengan penyampaian pesan yang di dalamnya mengedepankan komunikasi langsung yang tentunya pada zaman sekarang sulit ditemui, khususnya di daerah perkotaan. Bakureh membuat suatu ikatan antarwarga, dimana warga tidak akan merasa sendiri dan menganggap orang-orang di sekitarnya seperti keluarga sendiri. Sebagai orang yang bukan orang Minangkabau, dan punya banyak teman orang Minang, saya pikir hal inilah yang mungkin mereka rindukan saat berada di tanah rantau.
Solok, 7 Juni 2018
Pertemuan dengan Bakureh Catatan Observasi Awal bersama Bakureh Project Tradisi dan budaya memang selalu menarik untuk dibahas mengingat dirinya yang terus berkembang.
0 notes
Photo
Tumblr media
@kampoengminang - *☄ALEK GADANG URANG MINANG DI BANDUNG☄* Uda, Uni ,Niniak Mamak, Bundo Kanduang dan dunsanak kasadonyo.. InshaAllah, akan ado Baralek Gadangnyo urang Minangkabau di Tanah Pasundan, Bandung Apo sajo acaranyo tu? Haa iko nyo...ado pagelaran seni budaya minang oleh dunsanak kito di Bandung Ado Tari Piriang, Tari Layuik Sijombang, Tari Pasambahan dan Randai yang akan di tampilkan oleh mahasiswa mahasiswi USBM Telkom. Ijan lupo pulo Ado nan ka mahoyaak Pangguang, nan taragak "MAK PONO jo Piak Unyuik, marapek sanak. Nantikan penampilan adiak kamek kito Kintani .dangakan alunan musik nan mambuek sajuak didado..tunggu juo kolaborasi nyo nan apik bersama USBM..penasaran? Yuk marapek kito😁 Acara kito ko subana padek..nan ka mandanga amai2 ka ber-choir capeklah..sentuhan musik dari D'chamber mambuek lagu2 minang samakin rancak badaceh.. Ciek lai, nan suko bamain KIM, jan lupo datang di tanggal 1 okt 2017 Siap2 dunsanak manarimo hadiah 🎁 Nan indak tingga dan dicari urang sarantau, Kuliner Minang, nan suko bakacintuang..ikonyo Martabak kubang Hayuda, Sate Danguang Danguang, Soto Padang, Singgalang Kuliner, Rendang nyokap, Bika Mariani khas Pariaman, Karupuak kuah, Sala laluak, Teh Talua, Nasi Kapau, Es Tebak, Cindua Minang. Dan ado juo kuliner kreasi Minang Ayam Manih Randang. dan masih banyak makanan khas minang nan bisa dunsanak nikmati. Lingkaaan kalender Jo spidol merah yo dunsanak yo. Tanggal 21 September sd 1 Oktober 2017, tampeknyo di Pelataran Parkir Metro Indah Mall (MiM) Bandung. Catat tanggalnyo! Jan lupo ajak mintuo 😁, kerabat, tetangga, sadoalahnyo..babondong2 kito ka Pelataran Parkir Metro Indah Mall, Bandung Mari kito ramaikan Alek Urang Minang di Bandung sanaaak! Ditunggu sanak! Mohon bantu sebarkan ka Dunsanak nan lain! 😄🙏🏻🙏🏻 *CP : 085211077527 (Celi)* #KampoengMinang #MinangSahabatBandung - #sudutpayakumbuh #sudutpayakumbuhstore #sudutculinary #sudutheritage
0 notes