Tumgik
#athabercerita
athaisatha · 5 years
Text
Malaikat Kecil
Memang, Allah itu memberi cobaan untuk hamba-Nya yang pasti sanggup melewatinya. Aku mau cerita tentang salah satu sahabatku, dia baru saja mendapatkan cobaan yang aku pikir kayaknya itu cobaan paling besar dalam hidupnya sejauh ini. Kenapa aku bisa bilang begitu? Aku cukup dekat dengannya sehingga menyebut kami ini adalah sahabat, kami berteman dan bersahabat sejak sekolah menengah pertama. Aku akan bercerita tentang cobaan berat pertama dia ketika memasuki masa remaja menuju dewasa, masa SMA.
Ketika anak-anak seumurannya sedang begitu bahagia menikmati masa puber, main sama teman dan punya pacar, haha-hihi sepulang sekolah sambil nongkrong, dia tidak. Pada fase itu kedua orang tuanya bercerai dan dia harus membantu ibunya mengurus kedua adiknya yang juga masih sekolah. Ketika remaja seusianya bisa membeli segala dan meminta uang jajan kepada orang tuanya, dia berusaha menabung untuk mencukupi kebutuhan adik-adiknya. Yang aku ingat saat itu dia dan adik-adiknya ikut bersama ibunya, entah bagaimana skenario Tuhan setahuku ibunya seorang ibu rumah tangga namun mereka masih saja ada rezeki untuk sekolah dan hidup sehari-hari. Sahabatku tidak sampai putus sekolah, tidak perlu sekolah sambil kerja dan akhirnya dia lulus sekolah namun tidak melanjutkan kuliah seperti kami sahabat-sahabatnya.
Dia pindah ke kota lain, menuju tempat ayahnya berada. Ibunya menikah lagi dan tinggal dengan suami barunya, adik-adiknya masih ikut ibunya sementara dia pergi ke kota tempat ayahnya berada untuk bekerja. Dia punya kehidupan yang baru di sana, tanpa meninggalkan kehidupan di kota ini dimana kami dulu dipertemukan, dia masih suka bolak balik untuk menjenguk ibu dan adik-adiknya. Dia dapat menyesuaikan diri dan mengumpulkan pundi-pundi rupiah dikala kami masih minta uang jajan pada orang tua dan dibiayai segala keperluan perkuliahan. Dia kuat dengan tempaan lewat keluarganya itu, keluarga yang seharusnya utuh dan selalu menyambut hangat kepulangannya kini malah terpisah-pisah. Tapi dia, sepengetahuanku jikalau pun mengeluh namun tidak pernah berputus asa.
Kemudian dia menikah dengan lelaki di kota tempat dia bekerja dan sampai hari ini mereka menetap di sana, mempunyai bisnis, rumah, serta kehidupan di sana. Dia memiliki suami yang sangat menyayanginya dan keluarganya juga baik, perekonomiannya pun kian membaik dengan bisnis yang dirintis oleh suaminya kini dia juga turut andil di dalamnya. Rezekinya kian lancar dan dia tidak pernah lupa pada ibu dan adik-adiknya, bahkan kepada kami yang sejatinya tidak ada hubungan darah mengaku sebagai sahabat-sahabatnya. Tidak semulus perjalanan pernikahan pada umumnya, dia memiliki kehidupan yang lebih baik namun sulit mempunyai keturunan. Setahun, dua tahun, penantian ingin memiliki keturunan itu pun kian hari kian membuncah. Tiga tahun, empat tahun, segala upaya pun dia lakukan untuk membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi wanita seutuhnya dan melahirkan seorang anak. Aku percaya ini bukan terlambat tapi memang waktu yang seharusnya dan tepat, sejak dia mulai upaya memeriksakan keadaannya untuk mempunyai keturunan, suaminya masih sulit diajak berkompromi untuk ikut memeriksakan keadaannya dikarenakan sibuk dengan urusan bisnis. Bukan bersuudzon, tapi sejauh ini keadaan dia baik, subur, dan berkesempatan untuk memiliki anak, sudah saatnya pasangannya pun diperiksakan juga bukan? Akhirnya setelah sekian tahun menunggu, suaminya pun berkenan untuk bersama-sama melakukan program kehamilan dan bersedia untuk ikut diperiksakan. Ada sedikit terapi yang ternyata harus dilakukan suaminya pada program kehamilan untuknya ini.
Qodarullah, pada tahun ketujuh sahabatku akhirnya hamil. Betapa kami ikut berbahagia untuknya dan menyambut bumil baru tahun ini. Allah Maha Baik dan memberikan sesuatu di waktu yang tepat. Bulan demi bulan mengandung, dia menjaga dengan begitu baik janin yang ada di dalam rahimnya, pergi ke dokter tepat waktu dan menjadi ibu hamil yang bahagia. Segala persiapan untuk si buah hati pun dipersiapkan dengan telaten oleh si calon ibu itu. Senang sekali melihatnya. Apalagi ketika akhirnya dia mengabarkan bahwa anaknya itu kelak berjenis kelamin perempuan. Nuansa serba merah muda menyeruak di penjuru rumahnya, kamar untuk si kecil dengan box bayi lucu pun sudah siap untuk ditinggali ketika nanti bayi itu lahir ke dunia.
Semakin dekat waktu melahirkan, memasuki usia ke delapan bulan kandungannya dia mendapatkan cobaan lagi. Dia datang ke dokter sebelum waktunya kontrol, karena dia merasa ada yang aneh dengan kandungannya. Maha Dahsyat Allah dengan segala rencana-Nya, ternyata saat diperiksakan malam itu bayi dalam kandungannya sudah meninggal. Innalillahi wa innailaihi rajiun… kandungannya sudah kering karena menurut dokter ketuban dia sudah pecah dari seminggu yang lalu, kemudian si bayi keracunan air ketuban tersebut ketika mencoba bertahan dalam ‘rumah’ yang selama ini dia yang tinggali kian lama kian mengering. Placentanya sebagian sudah hancur dan bayi kecil itu sudah tidak bisa bertahan hidup sejak tiga hari yang lalu. Hal yang disesalinya adalah dia tidak mengetahui ketubannya sudah pecah, karena sama sekali tidak merembes keluar dan tidak ada pertanda sudah pecah ketuban. Malam itu juga dilakukanlah upaya persalinan mengeluarkan bayi kecil itu secara normal dibantu induksi. Dokter menyarankan untuk tidak melakukan section caesar agar sahabatku dapat segera hamil kembali.
Bayi kecil itu keluar sudah tidak bernyawa. Saking kuatnya, yang begitu aku salut dari sahabatku, dia tetap ingin melihat jenazah putri kecilnya padahal pihak keluarga takut dia menjadi down sehingga tadinya memutuskan untuk langsung mengurus jenazahnya saja. Dia melihat putri kecilnya yang sudah tidak bernafas, mendekap di sampingnya, tubuh bayi itu sudah membiru namun cantik, tubuhnya panjang, katanya mirip sekali papahnya. Jika dia tumbuh menjadi seorang anak pastilah cantik, namun Allah lebih menginginkan anak itu menjadi tabungan akhirat kedua orang tuanya.
Saat kami menjenguknya, dia menceritakan semua kisah itu dengan tegar. Tidak ada air mata, dia tetap tersenyum dan menguatkan hatinya agar kami tahu detail cerita kepergian malaikat kecil nan cantik itu. Barulah saat kami mengunjungi makamnya, air mata tumpah di sana.
“Dedek kenapa bobonya di sini? Padahal mamah udah siapin box yang nyaman buat dedek, tapi Allah lebih sayang sama dedek,” begitu katanya sambil mengusap nisan kecil dan tanah kuburannya.
Wahai sahabatku, kamu adalah wanita terkuat yang pernah aku kenal. Semoga setelah ini hikmah yang dirasakan lebih indah ya. Semoga selalu tegar dan sabar, aku doakan sebentar lagi kamu kembali diberikan kabar bahagia oleh Allah, diberikan lagi kepercayaan untuk memiliki keturunan. Aamiin… Peluk erat dari sahabatmu :*
Untuk keponakan cantik tante yang sudah menjadi malaikat, semoga kamu berada dalam dekapan-Nya dan menjadi penolong kedua orang tuamu kelak agar dimudahkan jalannya masuk surga ya Nak. Aamiin… Tante sayang kamu meskipun kita belum sempat jumpa di dunia :*
14 notes · View notes