#alusisenja
Explore tagged Tumblr posts
sajaksaddam · 1 month ago
Text
Tumblr media
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤ #hiraetheorèjaz — Layaknya dersik sangkala yang tak luruh bahari, lagi Nirmala hadir sebagai bayang-bayang pada chandraprabha, menari di atas riak memori pawana si adhikari. Tiap lekuk sasmita sang empu meretas batas senggang realitas dan ilusi – mencita tapak denai keabadian yang bernaung di sudut terdalam benak. Manik adikara puspa milikmu, pelias penaka pandang. Lerungan nan lembut, namun menembus, bak sorot lembayung yang membenam cakrawala, merayu esensi asa yang selesa terpatri di sanubari.
Adyakala, di setiap nishkala malam, kula pujangga maksih menjejaki bisikan sang Laksmi – lirih mengalun, melantas sekat jumantara fana. Engkau bak puisi yang tak jangkap, terurai dalam aksara tak berafal, namun menggema dalam sukma. Menating nuansa manyapada yang tak pernah benar-benar sirna, menyadikkan akan karsa yang sempat kita ikrarkan di bawah purnama – menyertaimu hingga batas akhir semesta, merajut benang amorfati dalam kerangka harsa dan amerta .
13 notes · View notes
kayyeshhaa · 2 months ago
Text
Tumblr media Tumblr media
Dia ; Sangga.
Aku masih ingat jelas malam itu ketika aku mulai menulis tentangnya, di bawah langit yang perlahan meredup, bintang-bintang yang dulu bersinar seterang Venus kini ditelan awan gelap, yang, jika tak salah, berjenis Nimbostratus. Seperti langit yang kehilangan gemerlapnya, hatiku pun merasa kehilangan. Tak peduli berapa purnama telah berlalu, pikiranku—atau mungkin hatiku—masih saja terikat pada sosoknya.
Namanya Sangga Nabastala. Pria yang tak tinggi semampai, namun hadir dengan aura yang tak pernah hilang dari benakku. Pakaiannya sederhana, bahkan kerap kali terlihat slengekan. Sudah tak terhitung berapa kali dosen menegurnya karena penampilannya, namun tak pernah tampak gusar di wajahnya. Sekarang, ketika semua sudah terlambat, aku baru mengerti alasan di balik ketenangannya yang aneh itu.
Ia selalu membawa tas cokelat tua, penuh gantungan kunci anime, dan sebuah kamera Fujifilm yang terselip di kantong jaketnya. Nyentrik, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kehadirannya di antara para mahasiswa. Dia adalah seorang periang dengan otak yang brilian. Seluruh teman sekelas hampir sepakat, “Apapun masalahnya, Sangga solusinya.”
Namun, tak ada yang benar-benar bisa mengikuti jalan pikirannya. Kadang-kadang, ia bisa tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang membuat kepala orang lain berdenyut, “Jika gravitasi adalah tarikan antar benda bermassa, kenapa cahaya yang tak memiliki massa bisa tertarik oleh gravitasi black hole?” Atau, “Kenapa Revolusi Prancis yang ingin menumbangkan aristokrasi malah menjadikan Napoleon Bonaparte kaisar seumur hidup?”
Berat, sungguh berat hanya untuk sekadar berbincang dengannya. Kadang, rasanya aku ingin menimpuk kepalanya dengan buku tebal yang tergeletak di mejaku, hanya karena betapa rumitnya setiap pembicaraan yang ia mulai. Namun, meski ia menyebalkan, Sangga memiliki daya tarik yang tak bisa diabaikan. Otaknya yang cerdas dan kepribadiannya yang cerah membuatnya menjadi idola banyak wanita di kampus.
Kebiasaan Sangga yang paling kuingat adalah ketika dia sering mengikuti kelas yang bukan pilihannya hanya untuk duduk di sampingku. “Lengkara, serius banget sih,” ucapnya suatu kali dengan wajah cengengesan. Konsentrasiku buyar, dan aku menahan segala umpatan di bibir. Ingin rasanya aku melemparnya dengan buku yang sedang kupelajari, namun urung kulakukan karena takut menarik perhatian dosen di depan kelas.
Setelah merusak fokusku, Sangga tanpa merasa bersalah membuka bekal dari Tupperware hijau, aroma masakannya menyebar, membuat seluruh kelas menoleh ke arahnya. Dia selalu bangga memamerkan masakan ibunya—nasi putih dengan cah kangkung, cap cay, dan sosis goreng. Setiap hari, ia selalu menyebutkan menunya dengan bangga, membuatku hafal dan kadang merasa kesal. "Ini masakan Mamah," katanya setiap kali, seakan-akan kami belum pernah mendengar kalimat itu sebelumnya.
Namun, satu hal yang selalu kurenungi tentang Sangga adalah kemampuannya untuk hadir ketika aku membutuhkannya. Pernah suatu kali, aku tidak masuk kelas karena sakit. Tanpa kabar, tanpa ponsel yang aktif, tiba-tiba Sangga muncul di depan kosku. “Lengkara! Aku bawain nasi uduk sama obat nih!” teriaknya, berdiri di depan pagar kos yang dijaga oleh anjing German Shepherd milik Pak Sutrisna.
Meski ditolak berkali-kali oleh Pak Sutrisna, Sangga tidak menyerah. Suara gonggongan anjing pun kalah oleh teriakannya yang berulang-ulang memanggil namaku. Dan, seperti biasa, aku harus turun dari kamar kos hanya untuk menemuinya. Sangga memang keras kepala, tapi di balik semua itu, ada sisi dirinya yang melankolis. Ada sisi tenang, peduli, namun sedikit egois, seperti ombak yang menghantam pantai tanpa basa-basi.
“Aku ingin tetap tinggal di sini, bukan untuk diriku sendiri,” katanya suatu kali. “Aku ingin menjaga teman-temanku, mamahku, bahkan kucing-kucing jalanan. Jika aku hidup hanya untuk diriku, aku mungkin sudah kehabisan alasan untuk melanjutkan hidup.”
Sangga Nabastala—sosok yang tak mudah dipahami, namun entah bagaimana, selalu berhasil membuatku merasa aman. Seperti senja yang selalu membawakan hangat dan rasa pulang, dia adalah rumah. Rumahku. Aku ingin mengenalnya lebih dalam, ingin menjadi seseorang yang ia percaya, seperti aku mempercayainya. Namun, seperti teka-teki yang rumit, Sangga tak pernah mudah dipahami.
Dan hingga kini, aku masih menunggu, kapan dia akan berlabuh di dermaga yang sama, mengarungi samudera hidup bersamaku. Ini adalah teka-teki Sangga, dengan aku sebagai penyusunnya.
5 notes · View notes
alusisenja · 10 months ago
Text
Entah kedepan akan berjalan seperti apa, semoga saja tulisan tulisan ini tidak akan pernah berhenti. Aku rasa tidak ada yang salah berkolaborasi kebaikan dengan siapapun. Aku benar, kan?
Sesukses apapun nanti kedepannya, semoga tidak pernah meremahkan hal hal kecil yang dulu sempat membuat kita tersenyum. Juga pada mereka yang pernah kita jumpai meski sekedar lewat sapaan ringan disosial media.
Keniscayaan bahwa setiap orang memiliki prioritasnya masing masing, termasuk Aku. Tidak apa apa kan, sesekali berseluncur diruang sederhana ini sembari bercerita beberapa peristiwa yang terjadi, Bukankah ini ruang kebebasan kita berekspresi?
Aku benar, kan?
Banyumas, 15 Januari 2024
2 notes · View notes
alusisenja · 1 year ago
Text
Aku menemukan pada bulir bulir embun yang menempel diatas dedaunan kelor. Sebuah pesan singkat yang membawa pada makna pertemuan yang sebenarnya.
Aku mencoba baik baik saja ketika garis ketetapan memaksa kita untuk saling menjauh. Bukan karena benci, tapi karena sudah selesai waktunya.
Memori bawah sadarku mengingatkan pada episode beberapa tahun lalu, ketika awal mula perjumpaan itu dimulai.
Kini episode itu telah selesai dengan datangnya lembaran lembaran kisah baru yang mesti diukir. Untuk apa yang akan datang, antara rasa cemas dan khawatir, juga kepasrahan akan ketetapannya yang pasti akan baik baik saja.
Mari kita terus melangkah menjalani pesan pesan kebaikan yang tersirat pada hakekat kehidupan. Akan tiba masanya dimana kita akan sama sama merindu untuk beberapa kisah masa lalu. Setidaknya perbaiki semuanya sekarang, sehingga ketika sekarang kita menjadi masa lalu di waktu nanti, kita akan merindu hal hal baik.
Seperti keelokan mentari terbit yang memberi kesan kebaikan dan kehangatan. Puluhan ribu manuisa rela jauh jauh tempat melewati medan yang sulit hanya untuk melihatnya. Sebentar memang, tidak lebih dari satu jam, tapi kesan yang diciptakanya membawa kebaikan untuk orang orang banyak.
Pada langkah kemaren yang mungkin belum sempurna, atau tidak akan pernah sempurna. Pada waktu waktu lalu yang mungkin masih banyak terbuang sia sia. Juga pada manusia manusia yang banyak berjumpa di episod sebelumnya.
Kini semua itu tertinggal dialam bawah sadar, meninggalkan sepucuk pesan singkat, sekedar ucapan selamat jalan. Selamat melangkah dijalan masing masing yang memang selamanya tidak akan sama, beribu jalan berbeda yang kita tempuh, meski sebenarnya akan bermuara kepada hal yang sama. Muara kebaikan.
Aku pamit untuk pergi. Aku ingin bertahan hidup setelah ini. Melangkahkan kaki ke arah mana saja dan dimana saja.
Percayalah tidak ada yang benar benar berpisah, karena kehidupan ini terhimpun. Pada akhirnya ketika kita sama, sama sama mencari dan memperjuangkan kebaikan, kita akan kembali diperjumpakan. Semoga kelak, dipertemukan dalam keadaan yang jauh lebih baik.
Purbalingga 19 Juni 2023
4 notes · View notes
alusisenja · 1 year ago
Text
"Seneng yah kalo kita bisa bertemu dengan sesuatu yang kita harapkan," kataku pada tiang tiang penyangga lampu kota yang jelas tidak bisa menjawab.
Wajah malam kali ini tampak berseri dengan beberapa kilatan putih yang sesekali nampak sekejap mata. Aku teringat bayang bayang harap yang pernah aku tuliskan dalam lembar diaryku, sebuah buku binder berwarna orange dengan ukuran A5 itu.
Kini kemana perginya harapan harapan itu? Semakin bertambahnya masa seolah semakin pasrah dengan pemberian Nya, tidak lagi muluk muluk seperti dulu. Lebih memilih sesuatu yang jelas jelas realistis dari pada harus bergelut dengan ketidakpastian yang terkadang memberikan kejutan kejutan didalamnya. Sedikit banyak aku membenci kejutan, entah karena belum siap dengannya, atau memang aku membenci kejutan itu sendiri, entahlah.
Seramai hiruk pikuk manusia disekelilingku, sesunyi jiwa yang mungkin belum terbiasa dengan keadaan. Ah, aku menyukai masa ini, masa dimana duniaku terasa ramai akan tetapi jiwaku tidak terganggu dengan keramaian itu.
Inilah yang aku sebut kestabilan diri. Sesekali aku benar benar menjauh dari sanak keluarga juga rekan semua. Bukan karena benci atau semisalnya, namun sedikit aku akan belajar sendiri diluar sana. Sesekali saja kok, untuk mensetabilkan diri, menjumpai dan bertegur sapa dengan orang orang yang tidak kukenal sama sekali, pada sebuah perjumpaan yang pertama dan mungkin terakhir kalinya itu.
Jogjakarta, 28 Juni 2023
5 notes · View notes
alusisenja · 10 months ago
Text
Kini semuanya telah usai, waktu terus berjalan, selalu memberikan konotasi pada setiap langkahnya. Jujur, terkadang sangat sulit untuk benar benar memaknai apa yang diinginkannya. Aku mengingat monolog beberapa tahun lalu, Ketika aku menanyakan perihal apa dan bagaimana tentang diri sendiri. Jiwa yang tak pernah percaya dengan dirinya sendiri, kini harus terbungkam karena sebuah pembuktian. Iya, aku bisa.
Banyumas, 15 Januari 2024
1 note · View note
alusisenja · 1 year ago
Text
Tumblr media
Melihat lainnya terus berjalan aku merasa sedikit tertinggal. Bingung antara benar benar tertinggal atau memang ada sekenario khusus yang tengah dipersiapkan untukku. Yang jelas aku selalu mencoba berprasangka baik meski sesak rasanya dada. Kalau boleh jujur aku iri, aku benar benar iri melihat mereka yang sudah jauh melangkah kedepan, sedangkan aku masih saja seperti ini.
Hehe tapi yasudahlah, toh aku menikmati keadaanku sekarang juga.
Tapi ngomong ngomong boleh kan iri sama hal hal baik?
Kalo boleh ngeluh aku sih pengin kaya mereka, bisa belajar lagi, punya banyak pengalaman dan relasi. Tapi yasudahlah toh kata orang bijak pernah ngomong kalau puncak kesuksesan seseorang itu ketika keberadaannya memberikan manfaat untuk sekitarnya.
Barangkali mungkin kita belum bisa bukan karena kita tidak diberi kesempatan untuk itu, tapi karena memang ada masanya yang lebih tepat untuk kita, mungkin nanti bukan sekarang.
Mungkin juga, andai sekarang kita diberi justru ada ketidaksiapan dalam diri yang mungkin juga hanya akan berhenti ditengah jalan.
Atau mungkin Tuhan tengah menguji perihal kesungguhan kita untuk benar benar bisa melanjutkan perjalanan itu. Barangkali kita hanya ikut ikutan yang lain, bukan benar benar kata hati dan rasa butuh. Kelak ketika kita benar benar punya tekad pasti akan dibukakan jalan kok, percaya saja.
Atau mungkin juga kita tengah di uji antara kesabaran dan keteguhan kita. Sabar menunggu dan terus berproses. Sabar mempersiapkan semuanya dan banyak belajar lagi. Dan juga sabar sabar yang lainnya.
Mungkin lagi juga, sengaja kita dipersulit untuk terus melangkah, karena barangkali ketika suatu saat berhasil justru akan membuat diri menjadi pongah, siapa yang tau (semoga tidak demikian yah).
Atau mungkin lagi……..eh dari tadi mungkin mungkin terus.
Ya memang seperti itu menyikapi hidup. Kita mesti punya seribu satu alasan lebih untuk terus berprasangka baik terhadap apa yang tengah dialami. Karena pada akhirnya, prasangka baiklah yang akan menjadikan diri lebih stabil dalam melangkah, lebih ikhlas dan juga tenang menjalani hiruk pikuk kehidupan.
Hehe, teruslah bermungkin mungkin sampai hilang praduga buruk yang mungkin juga bertengger dalam hati.
Kemranjen 22 September 2023
1 note · View note
alusisenja · 1 year ago
Text
Semua yang terjadi dalam ruang gerak kehidupan tidak ada yang benar benar kebetulan, itu seperti kata yang selalu saja kuulang. Tapi memang betul, semua telah termaktub dalam lembaran takdir yang ditulis jauh jauh hari sebelum penciptaan semesta. Datang dan perginya orang orang dalam sudut sudut kehidupan kita juga sama. Bahkan hadirnya Dia yang seolah memberi arti perubahan pada diri juga sama, sama sama bukan kebetulan.
Aku bersyukur dengan sepenuh rasa syukur ketika ternyata persimpangan takdir mempertemukan kita pada ruang kecil kehidupan. Siapa yang meminta ketika kamu tiba tiba hadir dalam kisah perjalananku. Ikut tertulis dalam naskah hidupku yang awalnya tidak ada. Aku bersyukur ketika ternyata Tuhan membuat skenario begitu indah dengan mempertemukan kita. Aku yakin kehadiranmu bak mentari yang muncul setelah dinginya malam panjang. Menghangatkan manusia manusia yang semalam terhimpun dibalik selimut tebal. Memberi manfaat untuk semesta. Kamu dan kebaikan.
Seindah langit biru ditepi pantai yang luas, bergulung ombak membentuk garis putih memanjang. Suara deburannya bersautan memberi kesan mengerikan. Semisterius kamu sosok yang entah kenapa hinggap dalam relung jiwaku. Bertengger di sela sela pikiranku. Membuatku mempertimbangkan. Ada apa ini sebenarnya?
Ah entahlah.....
0 notes
alusisenja · 1 year ago
Text
Aku menatap rona semesta yang mengkilau. Memancarkan arti kedamain bagi penghuni bumi. Seperti kebanyakan analog khayalan yang tertulis pada manuskrip novel, sungguh hebat memang kuasanya, agung nan aestetik.
Berada dibawah kuasanya dengan penuh kemanutan memang kunci dari segala pintu pintu kebaikan. Kunci yang akan membuka gerbang malam menuju hangatnya mentari di waktu pagi. Juga kunci yang akan membuka waktu malam sebagai peristirahatan jiwa jiwa yang lelah. Ini bukan sebatas pagi dan sore, juga bukan tentang siang dan malam.
Aku tersenyum ketika burung burung blekok itu terbang bersusun. Mengingatkanku pada episod beberapa tahun lalu, ketika diri ini masih berseragam putih biru. Ternyata alam sedari dulu sama, sama sama melahirkan ruang kosong guna memberi kesempatan pada sesak riuhnya kehidupan.
Ingin rasanya mengulang beberapa episod indah yang pernah menjumpai masa lalu, meski kata beberapa orang mustahil, waktu akan terus melangkah tanpa henti.
Serapuh kayu usang yang dimakan rayap, seperti itulah analog manusia dimasa kelak. Ketika daun daun berguguran dimusim gugur, seperti itulah episod penutup yang seringkali disangka oleh kebanyakan diri manusia. Sedikit sekali yang kemudian bisa melihat, lalu memaknai gugurnya daun diselain musim gugur.
Ada perasaan aneh yang tiba tiba menyelinap dalam sanubari. Mengobrak abrik rasa untuk kembali bergejolak. Seperti cuitan burung bersaut tatkala guntur tiba tiba bedentum. Disangka hujan akan tiba, lalu awan bergulung pergi tanpa sapa. Seperti bercanda dengan semesta, ia menghilang di kejauhan langit, menyisakan panorama biru yang sempurna.
Aku masih terduduk ketika suara pertanda panggilan sang kuasa hendak berbunyi. Entah kenapa waktu ini begitu banyak menyimpan misteri, seperti enggan untuk pergi. Pada bulir bulir putih yang berterbangan diudara, juga suara bising layang layang anak kampung yang memeka. Sangat misteri waktu itu, kini seolah muncul didepan sana. Mengingatkan pada serat kenangan penuh rindu. Disamping hiruk pikuk keadaan yang memaksa diri untuk sekedar menghilang sejenak. Mengambil jeda, menghirup nafas lega, sembari kembali mempersiapkan langkah.
1 note · View note