#alfanwibi
Explore tagged Tumblr posts
alfanwibi · 1 year ago
Text
SAKSI BISU YANG LEKANG OLEH WAKTU
Udara pagi yang panas menyentuh kulit saya, selayaknya udara pesisir, ia lembab, membawa uap air laut, berhembus dengan hangat. Waktu di gawai menunjukkan pukul 7.40 pagi. Seorang Pegawai Jawatan Kereta Api mengumumkan kepada para penumpang kereta api bahwa Kereta Probowangi akan tiba di Peron Jalur 3 dengan pengeras suara diiringi oleh irama stasiun yang khas di benak kita. Saya beranjak dari kursi ruang tunggu dan segera berjalan menuju Peron.
Tumblr media
Saya, Ibu, Bapak. Kami bertiga bertolak dari Stasiun Probolinggo menuju sebuah kota dimana kota tersebut adalah kota yang menyimpan banyak memori di ingatan Bapak saya. Perjalanan kami tempuh selama kurang lebih 2 jam. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kami selalu ke kota ini dengan mengendarai kendaraan roda 4, namun dengan perkembangan jumlah kendaraan yang begitu pesat sehingga berdampak menimbulkan kepadatan dan kemacetan di jalan maka kami menggunakan moda transportasi massal yaitu kereta api.
Sesampainya di kota ini kami langsung beranjak menziarahi makam orang tua dari Bapak. Selesai dari situ kami beranjak kerumah sanak keluarga yang berada tak jauh dari lingkungan makam. 
Sesampainya disana kamipun berbincang panjang lebar menanyakan kabar, ya seperti layaknya orang bersilaturahmi pada umumnya. Kemudian Bapak ingin melihat kondisi rumah Eyang yang telah lama tidak dihuni lagi semenjak beliau meninggal dunia.
Sudah tujuh belas tahun semenjak rumah ini ditinggal selamanya oleh penghuninya. Kami masuk melalui pintu depan, dulunya pintu ini digunakan sebagai pintu masuk bagi tamu-tamu yang akan berkunjung dan biasanya di depan pintu ini yaitu teras rumah, kami senantiasa berfoto bersama keluarga besar Eyang disini tiap tahunnya. Namun sekarang sudah menjadi tempat untuk menaruh meja dan kursi warung kaki lima.
Di dalam ruang tamu kami pun disambut oleh jaring-jaring laba-laba dan pengelihatan saya secara cepat mengarah ke atas, melihat plafon yang terbuat dari kayu ini sebagian telah habis menjadi santapan rayap, bahkan di sisi sebelah barat ruang tamu, plafon sudah runtuh dan rata dengan tanah, sehingga kayu rusuk atap terlihat dengan mata telanjang. Ada sebagian genteng yang runtuh sehingga menciptakan lubang berdiameter setengah meter. 
Seketika ingatan saya membawa saya kembali pada saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Tempat ini adalah tempat yang penuh dengan haru karena tiap tahun ketika kami merayakan Hari Lebaran tempat ini menjadi saksi bisu bahwa kami semua melakukan sungkeman dengan Eyang. Saya bergetar dan saat itu saya masih bisa merasakan kehadiran Eyang dan sanak saudara yang lain.
Beberapa perabotan beserta isinya telah diamankan oleh para ahli waris namun ada beberapa perabotan yang ditinggal begitu saja tak bertuan. Lemari-lemari yang sudah kosong dan berlubang, meja-meja tempat menyimpan buku-buku bacaan, album-album foto, beberapa lukisan yang masih tergeletak di sudut ruangan beserta barang-barang lainnya yang tidak turut terbawa. Disalah satu ruangan ada 2 dipan kasur serta besi-besi dari kasur tingkat yang sudah terpisah dan tertata rapi dipinggir ruangan, namun kasur kapuk yang bernasib malang mengeluarkan isinya sampai berceceran di lantai.
Ruangan demi ruangan kami masuki, namun ada ruangan yang sudah tidak bisa kami masuki karena atap dan rusuk kayu sudah jatuh kebawah sehingga ruangan tersebut tidak memiliki atap lagi, menurut saudara kami yang mengantar, terlalu bahaya untuk dimasuki.
“dahulu Bapak pernah tidur semalam diruang tidur ini, dikasur yang selalu menjadi tempat istirahat Eyang, dirumah tua ini sendirian.”
Seketika saya dibuat bergidik!
Jika membayangkan saja, saya rasa memang rumah ini menyeramkan, karena bentuk dan bangunan masih dipertahankan dari dahulu hingga sekarang. Namun, Bapak menganggap bahwa rumah ini adalah rumah tempat istirahat dan tempat paling nyaman di bawah kubah bentala ini. Mungkin rumah ini tempat satu-satunya yang membuat manusia-manusia yang bernaung didalamnya dapat bertahan menghadapi kerasnya hidup pada saat mereka mengakar bersama. 
Tetapi sayang, rumah bersejarah ini lambat laun akan dimakan oleh alam. Ketika suatu bangunan buatan manusia sudah tidak terurus dan terawat maka alam pun senantiasa akan mengambil alih, menurut saya itu sudah menjadi hukum alam. Beberapa dari bangunan ini sudah ditumbuhi oleh lumut, semak belukar dan Pohon kersen yang tingginya sudah melampaui rumah itu sendiri di bagian selatan rumah, entah sumur yang ada di situ bagaimana wujudnya. Menurut warga sekitar rumah ini menjadi rumah berhantu yang tak berpenghuni, namun bagi Bapak rumah ini adalah rumah yang menyimpan banyak kenangan dan baginya rumah ini sudah menjadi bagian dalam hidupnya.
Tumblr media
sisi depan rumah, teras dan akses pintu masuk tamu
Tumblr media
sisi samping rumah, menuju pintu akses keluar masuk keluarga Eyang.
Bagi sebagian besar dari keluarga besar Eyang, Rumah Eyang adalah waktu untuk berkumpul, waktu untuk meninggalkan rutinitas dan kembali menghidupkan hangat kenangan masa lalu di masa kini. Ia berikatan dengan hari-hari ditiap bulan bahkan tiap tahun, dan menjadi penutup sekaligus pembuka satu kenangan baru.
Bagi saya, ia adalah pengingat akan orang-orang baik yang Bapak saya temui di kala itu, orang-orang yang meninggalkan kenangan dan pelajaran. Orang-orang yang selamanya akan menjadi bagian penting dalam hidup, beberapa darinya dipertemukan semesta dengan tidak sengaja.
Rumah Eyang seakan menjadi pengingat bahwa seburuk-buruknya sebuah tahun, akan selalu ada hangat keluarga, teman, dan cinta untuk kita selalu pulang di penghujungnya.
Saya berharap nantinya para ahli waris akan senantiasa kembali merawat dan menjadikan rumah ini tidak lagi menjadi saksi bisu yang lekang oleh waktu.
Tabik.
1 note · View note
rebotak · 7 years ago
Photo
Tumblr media
'I want to prove to the youth that not only finding money isn't hard but also living on the street isn't so bad.' This morning we (@alfanwibi, @abadikanmu, @josepharimatea, and me), met a random stranger with unique clothes and vehicle this morning, Adit
0 notes
myheartmylifemysoul-blog · 12 years ago
Text
Tumblr media
alfanwibi replied to your post: Mengayuh Nostalgia Bengawan
wah, ternyata solo juga ada tempat yg menarik ya buat dikunjungi hehe.. btw acara blusukan itu apa sih?? *pingin ikut*
Hallo, kak. Wah, kayaknya yang nanya ke saya ini traveler ya? Solo itu punya banyak tempat yang menyenangkan, kak. Kaya akan sejarah. Kebetulan saya menyukai budaya dan sejarah, jadi kalo ditanya tempat mana aja yang bagus, mungkin kebanyakan saya akan bilang tempat2 yang budaya. hehe.
Acara yang saya ikutin ini namanya Blusukan Solo, kak. Ini bentuknya kayak komunitas gitu. Tapi tiap mereka ada acara dibuka untuk umum kok. Acaranya kita berkunjung ke suatu daerah dan kita gali lebih dalam tentang sejarah di kawasan tersebut, kak.
Bulan depan ikutan aja, kak. Seru lho. :)
2 notes · View notes
alfanwibi · 6 years ago
Link
0 notes
alfanwibi · 6 years ago
Link
0 notes
alfanwibi · 11 years ago
Text
SOLO 19XX-20XX
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
0 notes
alfanwibi · 11 years ago
Text
Kontemplasi Waktu
Dirumah tua ini aku berdiri. Memandangi tiap sudut bangunan. Entah sudah berapa kali kuhabiskan masa kecilku disini. Kota kelahiranku, masa kecilku, dan orang-orang yang kusayangi.
Rasa-rasanya baru kemarin. Umurku baru lima tahun. Aku bermain di jalan pasir didepan rumah dengan sepupuku. Teringat nenek memarahi kami karna mengotori tembok tetangga.
Rasa-rasanya baru kemarin. Aku bermain dengan Paman dan Bibi. Mereka buatkan aku burung-burung kertas. Sekarang, aku yang membuatkan burung-burung kertas untuk keponakanku. Bermain bersama mereka. Cepat sekali waktu berjalan.
Rasa-rasanya baru kemarin. Aku masuk Sekolah Dasar bertemu dengan teman-temanku yang luar biasa yang saat ini sudah sukses dengan mimpi-mimpinya. Kuhabiskan waktu 6 tahun di bangku sekolah dan cepat sekali waktu berlalu.
Rasa-rasanya baru kemarin. Kuhabiskan waktu enam tahun, tiga tahun SMP dan tiga tahun SMA. Tiap kali lebaran selalu berkumpul dirumah ini. Canda tawa bersama orang-orang tercinta yang semakin menua. Keluarga.
Rasa-rasanya baru kemarin. Waktu terlalu cepat berjalan. Hingga tak berasa aku sudah berada disini lagi. Memandangi tiap sudut bangunan yang menyimpan banyak kenangan. Dedaunan, dan pepohonan menjadi saksi bisu waktu.
Probolinggo, 27 Desember 2013.
—Tulisan2 diantara TA.
1 note · View note
alfanwibi · 11 years ago
Text
9A – Gerbong satu
Pagi hari aku sudah duduk menunggu di ruang tunggu. Menunggu kereta yang tak kunjung datang. Melihat situasi di dalam peron kereta, tampak beberapa orang sibuk dengan gadgetnya masing-masing, terlihat tidak ada saling interaksi satu sama lain, apakah hanya sekedar berbicara basa-basi sembari menunggu, tidak ada. Semua disibukan dengan dunia maya nya masing-masing. Aku bukan generasi menunduk seperti itu, kuajak berbicara dengan seorang ibu-ibu yang kebetulan akan pergi ke Madiun untuk menemui cucunya yang baru lahir. Sesekali aku mengambil gambar pemandangan sekitar Stasiun Gubeng untuk dibagikan kepada social media. Tak berapa lama keretapun datang.
Aku masuk menuju gerbong satu dengan seat 9B sesuai apa yang tertera ditiket. Oh, ternyata ada seorang wanita yang duduk disebelah kursiku. Ah, aku tidak sendirian. Beberapa kata keluar dari mulutku sekedar basa-basi menanyakan tujuan, ternyata dia bukan tipe yang suka berbicara dengan orang asing. Kulirik sesekali, dia asyik dengan gadgetnya, kenapa sih semua orang disibukkan dengan gadgetnya masing-masing? Apa sekarang sudah jamannya generasi menunduk? Tak lama kemudian dia memasukkan alat bundar kecil berkabel yang di masukkan ke dalam telinganya. Yah sudahlah, itu artinya dia tidak mau diganggu oleh orang asing seperti aku ini.
Perjalanan kurang berwarna, karena hanya duduk, melihat pemandangan, dan tidur. Kuhabiskan sisa-sisa waktu dengan buku sambil sesekali melirik pemandangan di luar sana yang sama saja, dari Surabaya hingga Banyuwangi. Melihat stasiun Probolinggo yang aku kota rindukan berkali-kali. Seandainya Probolinggo pindah ke hatimu, tentu aku akan merasa pulang setiap hari. Karena disini rumahku dan aku hanya melewatinya.
Kereta tiba di Stasiun Jember, dan perempuan tersebut berdiri mengambil tasnya dan segera menuju pintu keluar. Oh turun di Jember pikirku. Ahh sendirian lagi nih di baris nomor 9. Aku pindah geser ke seat 9A yang berada di samping jendela kereta supaya bisa melihat pemandangan, pemandangan stasiun. Tak berapa lama datanglah seorang wanita dengan paras ayu, ditambah dengan hijab nya yang bikin adem hati kaum Adam yang melihatnya, sedang melihat barisan-barisan nomor yang ada di atas jendela kereta, rupanya sedang mencari kursi yang sesuai dengan yang tertera di tiketnya. Dalam hati aku berkata,
“9A... 9A... 9A....”
“Maaf mas, ini 9A gerbong satu ya?”
“oh, iya mbak..”
Terima kasih Tuhan. Mudah-mudah bisa jadi teman ngobrol yang asik. Aku ragu, apakah aku harus memulai membuka pembicaraan. Terlalu memikirkan hal tersebut membuat aku melamun ke luar jendela dengan tatapan kosong. Tiba-tiba sesuatu membuyarkan lamunanku. Dia membuka pembicaraan. Senang rasanya.
Kami berkenalan. Namanya Fitri (cinta fitri). Dia baru masuk perguruan tinggi. Kami banyak bercerita, bertukar pengalaman masing-masing. Bribikan Teman perjalanan yang asyik. Dia kembali ke kampung halamannya untuk membantu orang tuanya berjualan. Sabtu minggu dia  tempuh perjalanan Malang - Banyuwangi. Hasil dari penjualannya mereka gunakan untuk membiayai kuliahnya. Perjuangan yang tidak mudah. Aku mengagumi semangat juangnya, ketika mungkin teman seusiaku pada saat weekend sibuk ber-hahahihi di cafe, atau coffee shop menghabiskan puluhan ribu rupiah, atau sedang asik menghisap berbatang-batang rokok. Atau kegiatan tidak begitu penting lainnya, Anak muda ini telah sibuk menghabiskan weekend nya melaju bolak balik 300-an KM.
Bercerita sepanjang kereta berjalan, seakan tidak ada habisnya. Membuat perjalanan ini tidak terasa memakan waktu selama berjam-jam. Kami turun di stasiun yang sama. Rasanya pembicaraan kami di kereta sangatlah singkat. Tak apa lah paling tidak membuat perjalanan panjang ini menjadi berwarna.
Kami berpisah di depan stasiun. Dia mengarah ke kota Banyuwangi, sedangkan aku menuju Taman Nasional Baluran. Aku berada di ruang tunggu stasiun menunggu jemputan. Kupandangi sekeliling bangunan stasiun Banyuwangi. Warna cat menunjukkan bahwa bangunan ini baru saja di cat ulang. Bentuk konstruksi bangunan serta arsitek menunjukkan bahwa bangunan ini asli dari jaman Belanda. Pintu-pintu yang sangat tinggi, serta jendela jendela yang masih memperlihatkan kesan lawasnya.
Beberapa orang sedang tertidur istirahat. Beberapa penjaga stasiun juga duduk santai di dekat pintu masuk peron. Aku mencoba menghabiskan waktu dengan membaca buku, disaat aku akan membuka buku, aku melihat ada sesuatu di pintu keluar stasiun. Rasa penasaran membuat aku pergi beranjak dan menghampiri sesuatu itu.
Ternyata adalah selembar tiket kereta api. Aku terperanjat ketika membaca pemilik tiket tersebut. Fitri A. Kubaca informasi tiket dengan detil. Aku tersenyum.
Aku simpan baik-baik tiket itu. Tak lama kemudian doi datang mencari tiket kepada satpam dan aku segera menghampirinya dan menyerahkan tiket tersebut. Dia tersenyum dan nampak dari raut wajahnya keluar rasa lega setelah beberapa menit penuh dengan kecemasan.
Dia pergi lagi meninggal kan stasiun setelah mengucapkan rasa terima kasih. Senyumku membuncah bak busur panah.
“ah, 3 hari lagi aku bertemu dengan dia lagi, dan kali ini akan ku ajak minum teh atau kopi di ruang restorasi.”
Semoga dia masih ingat.
Mini fiksi ditulis di Soerabaja, 23 Desember 2013
1 note · View note
alfanwibi · 11 years ago
Text
Kukirimkan sepasang mataku
Kukirimkan sepasang mataku, Agar bisa kau pertemukan dengan bibirmu
Hanya itulah satu-satunya pintu, Hingga bisa kupandang tembus hatimu
Sekedar mengobati rasa rinduku, Dikala aku jauh terpaut jarak denganmu
Sabarlah kasihku, Aku pasti pulang..
Soerabaja, 19 Desember 2013
1 note · View note
alfanwibi · 11 years ago
Photo
Tumblr media
Incredible Sunset.
Photo by Alfan Wibi. From The Natural Traveler.
(c) AlfanWibi
1 note · View note
alfanwibi · 11 years ago
Text
Intermezo
SORE itu gerimis, kota Solo ketika itu telah di terjang hujan angin selama kurang lebih 2 jam. Sebuah motor matik yang ku tunggangi mengantarkan aku ke salah satu warung makan yang tak jauh dari pusat Kota Solo. Cuaca seperti ini aku rasa cocok untuk menyantap masakan yang berkuah, panas, bumbu yang sedap –Sup Ayam Goreng, serta di temani dengan segelas jeruk panas. Apalagi waktu itu aku habis selesai berenang di salah satu Sport Center. Berolahraga renang selama satu jam setengah membuat cacing di perutku ini meronta-ronta minta jatah makan.
Aku pun langsung memesan makanan favoritku dan dengan selesainya aku memesan, mas-mas pelayan langsung dengan sigap dan tanggap menuju gerobak berisi bahan makanan yang akan diolah menjadi semangkuk sup yang enaknya luar biasa. Tidak beberapa lama pesananku hadir di hadapanku, alhamdulillah. Ternyata warung ini tidak seramai biasanya mungkin karena habis hujan kali ya, biasanya warung ini ramai pengunjung dan kalo memesan harus menunggu, tidak lama sih tetapi tidak seperti saat ini layaknya restoran fast food.
Ada satu hal yang berbeda dikala aku menyantap makanan lezat ini. Kehadiran seorang sahabat ku yang sudah seperti saudara sendiri. Biasanya kami selalu makan disini dikala sehabis renang ataupun sehabis futsal dan dia pula lah yang mengajakku kesini dan mengenalkan kepadaku bahwa sup inilah yang paling enak di seantero Kota Solo. Aku ingat betul dia selalu memesan sup ayam goreng tanpa nasi dan jeruk hangat tanpa gula. Kalian tahu, pelayan warung ini sampai heran dan baru pertama kali dia mendapat pesanan dari seorang pelanggan yang memesan jeruk hangat tanpa gula, seperti biasa sahabat ku menjawab dengan santainya “lagi diet mas”. Bukan hanya itu saja, sahabatku ini dengan brutalnya menghabiskan lauk yang ada di warung ini yaitu Tahu Bakso saking enaknya kata dia. Diet tapi makannya banyak.
Ini pertama kalinya aku makan disini tanpa kehadiran sosok sahabatku tersebut yang sudah kembali ke kota asalnya di Jakarta setelah empat tahun dia merantau ke Kota Solo untuk berjuang dibangku kuliah di UNS demi mendapatkan gelar Sarjana Hukum dan akhirnya dia sudah memperoleh apa yang diinginkannya tersebut.
Disaat kami makan bersama, sering kali setelah selesai makan kami ngobrol santai membicarakan hal random yang absurd, dan diantara banyaknya pembicaraan random tersebut ada satu topik yang memang hingga saat ini aku teringat betul akan pembicaraan kami. Kami membicarakan tentang cerita masa-masa setelah dia pulang ke kota asalnya nanti. Dia bercerita gimana nanti kalo dia udah di Jakarta, udah ga seperti biasanya lagi yang selalu makan sup berdua disini, yang selalu menemani dikala aku pulang kerumah sehabis futsal, renang, ataupun hangout bersama teman-teman lain karena aku harus mengantarkan dia kerumahnya terlebih dahulu yang kebetulan searah.
“kalo seandainya nanti elo kesini, ditempat ini sendiri, pasti elo inget hal-hal yang gue lakuin disini.”
“aku ga tau gimana kalo kamu udah disana sendiri.”
“sedih gue fan, disana pasti gue sendiri, ga ada tempat yang enak kaya di Solo gini, mau kemana-kemana deket, ga macet, mau kumpul tinggal berangkat 15 menit nyampe.”
Teringat pembicaraan itu semua, seakan membuat pikiran ku melayang jauh kembali ke masa lalu dimana di waktu yang sama kami sedang duduk santai menunggu makanan ini masuk ke dalam perut dan dengan cepat pula aku kembali tersadar bahwa ia sudah tidak berada disini lagi. Pembicaraan itu, akhirnya menjadi nyata, disini diwarung sup ayam goreng ini. Seakan kami adalah seorang fortune teller.
Setelah selesai makan, aku menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu café di Solo untuk menikmati teh sebelum aku benar-benar pulang kerumah. Sepertinya enak juga menikmati secangkir teh hangat dulu dikala habis hujan gini. Di café ini kami biasanya nongkrong bareng-bareng entah itu weekend ataupun weekday, kami selalu berjanjian untuk kumpul disini hanya untuk sekedar melepas peluh akan rutinitas perkuliahan. Di tempat ini pulalah kami pulang dengan perasaan senang karena celotehan, candaan bahkan ngebully masing-masing anak yang kumpul disini demi menghibur kami semua dan tidak ada rasa dendam karena memang kami tahu kalo ini hanya bercanda.
Secangkir teh hangat pun aku pesan dan segera tersaji di hadapanku. Perlahan aku seruput teh panas ini, diam-diam aku membayangkan hari-hari dimana aku bersama sahabat-sahabat ku sedang berkumpul disini dan sedang tertawa terbahak-bahak hingga saking senangnya kami sampai tidak menghiraukan pengunjung lain yang sedang ngeteh disini. Ada satu sahabat ku yang kebetulan memang dia seorang perantau juga tetapi kali ini dia berbeda, dia berasal dari Kota Bekasi. Dia sekarang sudah kembali ke kota asalnya setelah dia menyelesaikan kuliah nya di UNS yang pada akhirnya memperoleh gelar Sarjana Hukum.
Akhir-akhir ini kami jarang berkumpul disini lagi seperti dahulu, kayaknya memang sudah waktunya kami mengejar mimpi-mimpi kami untuk sebuah masa depan yang sukses. Apalagi terakhir kali kami berkumpul disini hanya sedikit yang datang dan satu orang sahabatku dari Bekasi tersebut juga tidak datang karena sudah tidak di Solo lagi.
Ahh aku jadi teringat logat Betawi nya yang khas dan suara nya yang lantang seperti seorang laki-laki. Aku teringat dia juga lah yang paling semangat datang jika kami kumpul di tempat ini, entah dia suka dengan teh nya ataupun dengan kami sahabatnya selama empat tahun di bangku kuliah. Pernah suatu hari dimana kami telah janjian di café ini untuk kumpul bareng dan setelah aku tiba di lokasi ternyata dia sudah menunggu kami disana sendirian.
Dia adalah sosok seseorang yang tangguh tetapi mempunyai hati yang sangat lembut. Pernah suatu ketika disaat kami sedang berkumpul untuk membuat video pendek grup traveler kami yang bernama The Natural Traveler, aku sadar bahwa sahabatku yang satu ini membuat aku terkagum akan kabaikan hatinya yang lembut. Aku tidak pernah lupa momen itu. Momen dimana pada saat itu kami mengambil scene tentang testimoni, komentar, dan kesan pesan selama kami ikut trip bersama grup tersebut.
Satu persatu berbicara didepan kamera hingga akhirnya tiba saat nya sahabatku tersebut berbicara didepan kamera. Ia berkomentar dengan mantab dan yakin dan memberi komentar yang positif akan grup ini. Tiba saatnya ia berbicara mengenai kesan dan pesan selama dia ikut trip bersama grup ini dan memberikan pesan kepada kami yang tergabung dalam grup ini.
“sangat berkesan banget, soalnya gue nemuin teman yang bener-bener kuat dan solid banget, bisa diajak have fun bareng.. pesan dari gue.. berhubung gue akan pergi (baca: pulang ke Bekasi) tetep solid jaga kebersamaan…..” meneteskan air mata.
“….”
“gue berharap kita bisa jalan-jalan lagi di lain waktu, bersama lagi.. ya pokoknya…” tak kuasa menahan haru.
“….”
“gue seneng banget berada di salah satu anggota TNT –The Natural Traveler.”
Semua yang disana terdiam dan menyaksikan dengan perasaan haru dan memang kata-kata tersebut membuat kami tidak rela sahabatku ini pulang ke kampung halamannya. Ia memang mencintai dan menyayangi kami sebagai seorang sahabat dengan ketulusan hatinya.
Jujur aku sekarang kangen dengan kalian berdua disana, dikota masing-masing. Entah apakah teman-temanku yang lain juga merasa hal demikian? Bagaimana keadaan kalian disana? mudah-mudahan selalu diberi kesehatan. Dimana kalian sekarang kalo nongkrong? Apa disana bisa seru-seruan seperti disini? Terus kalo... Ah dunia terlalu singkat untuk terus merindukan kalian.
Kalau ada sumur di ladang, Bolehlah kita menumpang mandi. Kalau ada umurku panjang, Bolehlah kita bertemu lagi.
Aku pun segera menghabiskan teh ku yang telah dingin karena angin malam dan nampak juga pusat perbelanjaan sudah mulai tutup serta lampu-lampu pusat perbelanjaan yang sudah mulai padam. Segera aku meninggal kan tempat ini, tempat yang memberikan waktu sejenak bagiku bahkan bagi kalian teman-temanku yang sedang membaca tulisan ini untuk mengenang masa-masa kita. Di tempat ini aku meninggalkan secangkir Intermezo dan segera pulang ke rumah.
  Surakarta, 10 November 2013
Nb: untuk kedua sahabatku tercinta di Jakarta dan di Bekasi.
0 notes
alfanwibi · 11 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
Di sudut pulau Gili Trawangan, 31 Agustus 2013
1 note · View note
alfanwibi · 11 years ago
Text
Transportation and Accomodation
MEMILIH model transportasi yang tepat adalah penting bagi traveler dengan biaya yang pas-pas an atau juga bagi Anda yang sedang backpacking. Moda transportasi mempengaruhi tiga hal: uang, kenyamanan, dan waktu. Ada 3 moda transportasi yang dapat digunakan, masing-masing moda transportasi dibagi mulai dari segi biaya, segi waktu dan segi kenyamanan.
Bus: Paling murah, Paling lambat, Paling minim.
Kereta: Menengah, Menengah, Cukup.
Pesawat domestik: Paling mahal, Paling cepat, Terbaik.
Semua digunakan berdasarkan kebutuhan masing-masing traveler.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan, dalam travel, dua hal yang memakan waktu dan uang adalah:
Waktu tidur dan biaya inap.
Waktu perjalanan dan biaya transport.
Untuk menghemat waktu dan uang maka kita harus menggabungkan waktu/uang tidur dengan waktu/uang transportasi.
Trik termurah dan termudah dalam travel adalah memilih bus atau kereta yang berangkat paling malam dari kota A dan sampai ke kota B, pagi harinya. Dengan cara ini, Anda tidak perlu membuang uang untuk hotel, dan waktu tidak terbuang hanya untuk tidur karena sudah tergabung dengan waktu perjalanan. Cara ini cocok bagi mereka yang sering traveling dengan budget terbatas.
Surakarta, 24 Oktober 2013
0 notes
alfanwibi · 11 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
CINTA dengan tanah di Negeri ini, mereka (tumbuhan) bisa tumbuh subur dan hidup berdampingan dengan alam dan mereka hidup dengan caranya sendiri. Bantu kami untuk menjaga keseimbangan kehidupan mereka Tuhan. Amin.
0 notes
alfanwibi · 11 years ago
Text
LOMBOK NEVER ENDING JOURNEY
CHAPTER 4 – (Untold Story)
SEMAKIN kita berjalan ke arah timur, maka semakin keras sifat dan watak seseorang yang berada di daerah tersebut. Entah ini hanya perasaanku saja atau entah apalah itu namanya, tetapi ini memang benar-benar aku alami bersama dengan kawan-kawanku tentang kejadian tersebut yang membuat jantung ini berdebar-debar, dipenuhi rasa takut dan khawatir. Dibalik semua keindahan alam Pulau Lombok dan rasa kegembiraan kami, kami harus menghadapi beberapa masalah yang membuat wajah gembira ini berubah menjadi ketakutan. Setelah membaca cerita perjalanan kami di pulau Lombok, mungkin kalian mengira kami melakukan perjalanan ini tanpa hambatan sama sekali dan tanpa ada suatu kendala atau masalah apapun.
Eits, jangan salah, kami adalah para traveler dengan biaya yang pas-pasan yang artinya kami harus berlawanan dengan preman dan calo, entah preman terminal ataupun preman pelabuhan, demi mendapatkan transportasi yang murah dan aman. Berbeda jika kita hanya duduk di kursi pesawat dan tertidur di dalamnya terbang diatas ketinggian 3000 meter atau lebih, ketika membuka mata kita sudah sampai di tempat tujuan. Tidak ada preman, tidak ada calo, karena kita membeli tiket yang memang sudah pasti aman dari calo tanpa harus bernegosiasi terlebih dahulu. Kita bukan tipe traveler yang seperti itu, kami bisa saja menggunakan transportasi pesawat tetapi kami lebih memilih untuk melihat bagaimana kondisi Indonesia Timur bila dilihat lebih dekat, melihat Indonesia sesungguhnya dan sejujurnya, untuk melihat itulah kami harus turun ke jalanan dan mengalami kejadian di luar dugaan kami.
Disini akan aku ceritakan beberapa kejadian yang benar-benar membuat kami harus berpikir keras mencari jalan keluar. Disinilah kami diuji sebagai seorang traveler sejati yang harus menggunakan akal dan pikiran, bukan hanya sekedar bepergian saja.
Berangkat ke pulau Lombok, tidak ada masalah yang benar-benar harus berpikir keras, hanya saja kami harus bernegosiasi dengan beberapa calo terminal dan preman pelabuhan demi sebuah harga angkutan umum. Berbeda cerita ketika kami hendak meninggalkan Pulau Lombok, beberapa kejadian harus kami alami agar kami bisa pulang meninggalkan Pulau Lombok, disisi lain kami harus berpacu dengan waktu dan harus membagi waktu dengan benar supaya kami tidak ketinggalan kereta api yang sudah kami miliki tiketnya jauh-jauh hari. Ya, kami menggunakan kereta api dari Banyuwangi hingga tujuan akhir kami yaitu Surakarta, dan jadwal kereta kami pukul 6.30 WIB pagi, jadi kami harus membagi waktu entah gimana caranya kami bisa tiba di stasiun Banyuwangi sebelum pukul 6.30 WIB pagi. Terhambat di Pulau Lombok sehari saja kami bisa ketinggalan kereta api alhasil tidak bisa pulang ke rumah masing-masing.
Kejadian pertama kami alami di Pelabuhan Bangsal dimana kami sedang mencari angkutan umum untuk tujuan Pelabuhan Lembar, tetapi kami ingin transit dahulu di Senggigi untuk melihat sunset disana jadilah kita men-charter angkutan umum dengan bernegoisasi dengan preman di daerah situ. Kami bernegosiasi dengan salah satu preman disana, berbadan agak gemuk dengan perut yang  tambun, berkulit hitam kecoklatan, berambut keriting.
Dia menawarkan angkutan umum yang memang dapat menampung kami yang berjumlah 17 orang ditambah barang bawaan kami, ransel. Oke, kami sepakat untuk di carikan angkutan umum. Setelah menunggu akhirnya kendaraan datang dan kami segera menaruh ransel-ransel kami di atas kap mobil, setelah semua beres maka kami mulai masuk kedalam kendaraan satu persatu dan memposisikan tempat duduk secukup mungkin. Apa yang terjadi? Kami semua tidak bisa masuk ke dalam kendaraan tersebut alias tidak muat. Masih ada 4 orang lagi yang belum masuk ke dalam mobil. Kami pun bersikeras membatalkan kendaraan tersebut karena tidak sesuai dengan kondisi kami, tetapi si preman yang entah-siapa-namanya itu tetap ngotot supaya kami menggunakan kendaraan ini. Ya tidak bisa dong, kami memang membutuhkan kondisi yang benar-benar membuat kami nyaman semaksimal mungkin dengan biaya yang seminim mungkin.
Akhirnya, salah satu teman kami (Hangga) menelpon supir angkot yang kemarin telah mengantar kami dari penginapan di Cakranegara hingga Pelabuhan Bangsal. Karena kami tahu pasti bahwa kendaraan yang akan kami pakai nanti adalah kendaraan engkel colt diesel yang memang muat 17 orang beserta dengan ransel kami. Kami pun memberi uang kepada si preman untuk tanda pembatalan kendaraan yang telah dipanggilnya. Setelah lama menunggu, akhirnya kendaraan kami datang dan kami pun bergegas menaruh ransel kami di atas kap mobil dan kami segera masuk kedalam kendaraan. Setelah semuanya siap dan sudah duduk ditempat masing-masing kami pun siap berangkat dan mesin kendaraan diesel ini segera dinyalakan.
Disinilah konflik timbul antara si Preman tadi dengan Sopir engkel kami. Aku yang kebetulan duduk tepat dibelakang supir mendengarkan mereka beradu mulut, aku tidak paham mereka berkata apa karena mereka menggunakan bahasa sasak dan yang aku tahu si preman mengatakan kalimat angka “dua puluh lima ribu”. Kalian tahu? Yang membuat aku terperanjat adalah ketika si preman beradu mulut dengan si supir, preman tersebut menjulurkan tangannya masuk kedalam mobil melalui jendela pintu mobil dengan membawa silet cukur yang tipis yang ia keluarkannya dari bungkus rokok. What the ffuu.. yang bisa aku lakukan saat itu hanyalah berdoa supaya tidak terjadi pertumpahan darah hanya gara-gara beradu mulut.
Si preman mengancam supir engkel dengan menggorok leher si supir tersebut. Yang membuat aku semakin terkejut adalah ketika si preman pindah ke pintu kiri kendaraan dan menjulurkan tangannya masuk kedalam mobil melalui jendela pintu mobil, dan  yang di samping tangannya adalah teman ku yaitu Martin dan Hangga yang duduk di depan samping supir engkel, kedua temanku tersebut tidak tahu bahwa preman tersebut memegang silet cukur ditangannya. Kedua temanku tidak menyadari akan hal itu, untungnya preman tadi kembali ke sisi kanan mobil dan melakukan hal serupa dan kali ini supir engkel kami memberikan uang Rp 5.000 kepada preman tadi dan segera menginjak gas dengan kecepatan penuh. This is really thrilling.
Setelah angkot berjalan menjauhi Pelabuhan Bangsal, kami pun bertanya kepada supir kami mengapa preman tersebut melakukan perbuatan seperti itu. Setelah supir menjelaskan kepada kami ternyata preman tadi minta jatah kepada si supir engkel karena masuk ke dalam wilayahnya dan minta uang bensin untuk angkot yang tidak jadi kami pakai tadi, padahal si preman tadi sudah kami kasih uang, masih aja dia minta kepada supir engkel kami.
..
Bukan hanya itu saja, masih ada yang lebih ekstrem lagi, masih di hari yang sama, kalo tadi itu sekitar jam 2 siang kejadiannya, dan kali ini masalah timbul lagi ketika sudah malam hari. Waktu itu kami bergegas meninggalkan Pantai Senggigi yang akan dilanjutkan menuju ke Pelabuhan Lembar. Perjalanan cukup jauh, memakan waktu 2 jam hingga sampai pelabuhan. Kegiatan yang tanpa henti dari pagi hingga malam membuat kami kecapekan dan beristirahat di dalam engkel, dan kami pun tertidur pulas.
Ya namanya engkel pasti suspensi tidak seempuk mobil alphard, suara berdecit karena besi tua yang menahan beban engkel beserta muatannya, membuat saya tidak bisa tertidur pulas. Telinga kadang mendengar sedikit beberapa percakapan antara Hangga dan Martin dengan supir engkel, ohh rupanya mereka belum tidur. Perlahan mata ini mulai memejamkan kelopak mata ku dan akhrinya tertidur lagi walaupun dengan suara berdecit dan goyangan engkel akibat jalan yang bergelombang dan berlubang.
Sesuatu hal mengejutkanku beserta teman-teman ku yang sedang tertidur, waktu itu pukul setengah sembilan malam. Engkel kami di paksa berhenti oleh beberapa orang tak dikenal dengan menggunakan sepeda motor. Setelah berhenti lalu datanglah beberapa rombongan kawan mereka dengan menggunakan sepeda motor juga, alhasil engkel kami layaknya gula yang sedang di kerumuni oleh beberapa semut. Sial, ternyata preman pelabuhan.
Di tengah kepanikan, supir kami dipaksa turun dan digantikan oleh salah satu kawanan preman tersebut. Yup, engkel kami dibajak. Engkel kami disupiri oleh salah satu anggota preman tersebut dan membawa kami ketempat yang sangat asing. Engkel kami di ikuti oleh kawanan preman pelabuhan dengan menggunakan sepeda motor. Terlihat supir engkel kami diboncengi oleh salah satu preman tersebut. Saat itu kami hanya bergantung pada satu, yaitu Allah SWT untuk meminta pertolongan dan keselamatan.
Kami menyusuri sebuah gang kecil yang hanya muat satu kendaraan roda empat. Gang ini tepat berada di samping Pelabuhan Lembar. Di sebelah tembok pembatas antara gang dengan pelabuhan terlihat kapal-kapal nelayan para pencari ikan yang sedang parkir dan di sebelah kiri kami terlihat rumah-rumah pemukiman para nelayan. Entah itu rumah nelayan ato rumah para preman tersebut.
Kami pun dipaksa turun setelah supir preman tadi menghentikan kendaraannya di depan sebuah pintu kecil. Nampaknya pintu tersebut memang sengaja dibuat sebagai pintu masuk ke dalam Pelabuhan Lembar. Pintu yang cukup dilewati oleh satu orang saja. Disinilah kami dipaksa membeli tiket kapal feri oleh beberapa preman tadi. Mau tidak mau akhirnya kami pun terpaksa menggunakan tiket tersebut total 17 orang.
Sebelumnya aku sudah bilang ke Martin untuk turun di luar pelabuhan, karena memang dari hasil browsing di internet menyebutkan bahwa di Pelabuhan Lembar kalo malem suka banyak preman. Tetapi, Martin yang sudah meminta untuk diturunkan di depan pelabuhan, supir kami yang dengan rasa percaya dirinya mau mengantar kan kami sampai ke dalam pelabuhan. Niat nya mau ngebantuin supaya turun di deket pintu masuk, eh malah yang ada kami kena preman calo pelabuhan.
Pikiranku melayang flashback dimana ketika aku sedang tertidur di dalam engkel. Ternyata apa yang Martin bicarakan dengan supir engkel kami ialah bahwa supir engkel kami memberi tahukan kalo di pelabuhan lembar memang banyak preman dan calo pelabuhan. Mereka menawarkan tiket feri dengan harga yang sama dengan tiket tiket yang resmi dari pelabuhan. Tiket dari preman tersebut  memang sama dan memang resmi dari ASDP Pelabuhan Lembar. Ini memang permainan orang dalam ato istilahnya kongkalikong, supaya tiket kapal feri tersebut laris dan pihak preman dapat komisi dari pihak ASDP Pelabuhan Lembar. Beberapa preman memang sudah mendapat jatah dari pihak ASDP Pelabuhan Lembar untuk melariskan tiket tersebut.
Hal tersebut meyakinkanku setelah aku mencoba bertanya lagi kepada salah seorang penjaga toliet di area pelabuhan, dan memang benar adanya apa yang di katakan oleh supir engkel kami.
Aku pikir cuma ada di Lombok, preman pelabuhan bisa seperti ini. Membajak engkel, membawa kami ke “sarang” nya, dan memaksa kami untuk membeli tiket kapal feri. Strategi preman pelabuhan yang jarang di temui di Pulau Jawa.
Satu kata untuk Lombok adalah ”Hardcore”.
..
Kamu tahu? Ini rasanya seperti menjadi para sandera di dalam pelabuhan dan menjadi tawanan para preman pelabuhan. Kita hanya bisa menunggu perintah dari salah seorang teman kami yang telah kami percayakan untuk mengatasi semua masalah ini dan mencari jalan keluarnya, karena kami memang saat itu tidak bisa keluar dari pelabuhan dan kami hanya bisa menunggu pasrah duduk di lantai keramik ruang tunggu di Pelabuhan Padang Bai, Bali.
Dan aku punya satu kalimat bagi kami pada saat itu, kami adalah “The Prisoner of Padang Bai”.
Let the story begin.
Waktu menunjukkan pukul 00.00 WITA dan kami tiba di Pelabuhan Padang Bai. Dengan perasaan penuh yakin, kami menuju ke mushola pelabuhan untuk beristirahat sekaligus menunggu jemputan angkot yang telah kami pesan tempo hari. Sialnya, mushola tersebut tutup karena pihak penjaga mushola tidak memperbolehkan traveler seperti kami ini beristirahat di sana. What the hell.
Tak apalah kami masih bisa beristirahat di ruang tunggu bersama dengan beberapa orang yang sudah tertidur lelap. Sepertinya mereka bukan traveler seperti kami, mereka hanya penduduk lokal biasa yang menunggu jadwal kapal.
Rio. Dia adalah salah satu teman kami yang menghandel masalah transportasi di Bali dari Padang Bai sampai dengan Gilimanuk. Dia yang mempunyai kontak supir bus yang telah kami sewa untuk menjemput kami di Padang Bai pukul 4 pagi. Disela-sela istirahat, aku melihat Rio berjalan mondar-mandir di depan ku dengan memegang sebuah telepo genggam yang ditempelkan di telinga kanannya seraya mulutnya berkomat-kamit sesuatu yang tidak bisa aku dengar. Ah.. paling dia sedang bernegoisasi melalui telepon genggamnya. Menunggu empat jam disini cukup membuat kami bosan, karena tidak ada apa-apa selain orang lain yang sedang tertidur pulas, para petugas loket pun juga sudah pulang, ada satu orang sekuriti yang juga tertidur lelap. Akhirnya kami pun juga beristirahat dengan beralaskan lantai keramik yang telah kami bersihkan dengan tangan tisu. Kami seperti kawanan homeless.
Something happened. Rio membangunkan kami semua dan dia mengatakan kepada kami bahwa bus kami tidak bisa menjemput kami di Pelabuhan Padang Bai. Hal tersebut terlalu beresiko apabila bus yang akan menjemput kami masuk ke dalam pelabuhan maka mereka akan dikenakan jatah preman pelabuhan disini, dan jumlah nya ga main-main. Mereka mengatakan bahwa kami nanti akan di jemput oleh beberapa mobil di suatu tempat tersembunyi –hanya Rio yang tahu, yang nanti selanjutnya kami diantar ke tempat bus kami menunggu.
Ternyata yang aku lihat Rio mondar-mandir, dia sedang mengatur strategi dengan supir bus, bagaimana cara agar kami bisa lolos dari preman pelabuhan di Padang Bai ini. supaya sama-sama enak, kami tidak membayar ongkos tambahan “jatah preman” dan supir bus juga tidak akan menaikkan ongkosnya karena dia juga dikenakan “jatah preman” pelabuhan disini. Bagi kami uang sepeser pun sangat berharga dan harus digunakan dengan sebaik mungkin supaya tidak habis percuma membayar sesuatu hal yang memang seharusnya tidak kami butuhkan.
Oke. Jemputan tiba pukul 4 pagi dengan menggunakan angkot yang artinya kami masih menunggu satu jam lagi. Rio menjelaskan bahwa kami harus keluar satu persatu dan nantinya dia akan memberitahu jalan keluar rahasia. Apabila kami ketahuan oleh preman tersebut maka semua strategi ini akan sia-sia. Satu jam kami mempersiapkan diri.
Waktunya penjemputan. Kami satu persatu diantar oleh Rio dan yang lain menunggu di ruang tunggu pelabuhan. Aku penasaran jalan keluar yang bagaimana yang digunakan Rio dan kawanan supir bus tersebut untuk menjemput kami? Satu persatu pun dipanggil Rio hingga akhirnya tiba giliranku.
Rio menginstruksikan bahwa aku harus berjalan ke sebuah tempat dimana warung-warung itu sudah tutup. Dengan mengiyakan maka aku pun berjalan dengan santainya ke lokasi warung-warung yang sudah tutup tersebut, tempatnya sangat gelap, jauh dari pengawasan petugas pelabuhan dan juga jauh dari pengawasan para preman pelabuhan. Setibanya disana, aku tidak melihat tanda-tanda semacam pintu keluar. SSssstttt.. SSssstt.. suara itu muncul entah darimana datangnya. Setelah aku menyimak sembari menoleh kesana kemari mencari sumber suara, ternyata itu suara Martin yang sedang memanggilku. Pintu keluar yang sangat sempit dan hanya cukup satu orang saja untuk bisa melewatinya. Untuk melewatinya aku harus memiringkan badan dengan menghadap ke kanan dan masuk berjalan menyamping ke kiri. Ups, dan tas ransel harus di keluarkan terlebih dahulu dari pintu ini.
Setelah berhasil keluar, ada 2 mobil yang sudah menunggu kami disana, ada satu angkot dan satu lagi mobil APV. Dengan sedikit berlari aku segera masuk ke dalam angkot. Nampaknya teman-teman ku yang sudah terlebh dahulu dipanggil Rio telah menunggu di dalam angkot tersebut. Intinya jangan panik dan jangan rempong. Traveler ala backpacker memang banyak menemui resiko di jalan, terminal, dan pelabuhan. Untungnya karena kami telah terbiasa berhadapan dengan resiko seperti itu maka kami menghadapinya dengan gugup tenang dan yakin bisa mengatasinya.
Semua dilakukan dengan kesabaran dan keberanian yang tinggi. Satu persatu kami masuk ke dalam mobil. Setelah semua masuk, kami berangkat menuju lokasi bus yang telah menunggu kami. Jaraknya dari Pelabuhan Padang Bai cukup jauh, bus kami menunggu di jalan lingkar selatan Bali.
Misi penyelamatan tawanan Pelabuhan Padang Bai berhasil dengan sempurna. Kalimat “The Prisoner of Padang Bai” kali ini sangat tepat sekali. Kami akhirnya bisa menghela nafas.
  Traveler’s Note:
Mencatat nomor telepon para supir angkutan umum di Lombok sangat berguna. Karena apabila kamu terdesak tidak dapat angkutan umum maka kamu bisa menelpon kontak yang telah kamu simpan tadi. Memang lebih enak rombongan ketimbang solo traveling.
Jalinlah hubungan yang baik dengan para supir angkutan umum yang kamu pake misalnya ajakin dia ngobrol, cari tahu seputar kota yang kamu singgahi, dan juga para penduduknya, karena itu akan menguntungkan kamu pada saat kamu membutuhkannya, dan kamu tidak perlu bernegoisasi lagi.
Tiket kapal feri dari preman pelabuhan sama dengan tiket resmi dari ASDP Pelabuhan Lembar. Rp 40.000/orang.
Tiket kapal feri pemberian para preman harus Anda pegang terus sampai tiket tersebut diminta oleh petugas tiket kapal feri. JANGAN sampai tiket tersebut lepas dari tangan Anda apalagi diminta kembali oleh para preman tersebut. Apabila tiket tersebut diminta oleh para preman, carilah alasan supaya tiket bisa tetap ditangan Anda.
Bawalah barang yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri disaat emergensi, seperti pisau lipat, knuckle, papper spray, samurai (kalo punya) untuk yang backpacker. Kalo Anda traveling dengan menggunakan pesawat cukup papper spray.
Tenang dan jangan panik.
nb: maaf ga ada foto, karena kamera SLR sudah masuk ke dalam tas ransel.
0 notes
alfanwibi · 11 years ago
Text
Motive to Traveling
SEMUA orang berhak menentukan motif melakukan travel. Umumnya, motif orang melakukan traveling bisa dibagi menjadi dua macam. Membeli barang atau membeli pengalaman.
Dalam kondisi backpacking, lebih dianjurkan agar Anda menghabiskan uang dan waktu untuk membeli pengalaman daripada membeli barang, meski itu hak masing-masing.
Membeli blouse summer collection-nya Prada? Suatu saat barang itu akan diimpor juga ke Indonesia. membeli guci China yang mahal? Begitu pulang, masuk koper, dan di dalam pesawat ada kemungkinan tertindih lalu pecah. membeli intan dari Afrika? Suatu hari kita bisa dijambret atau tertelan si kecil yang mengira intan itu permen.
Lain halnya dengan membeli pengalaman. Anda tidak akan lupa sulitnya naik unta di Cairo, atau betapa mahalnya gondola di Venice. Betapa jauhnya Timbuktu dari Ouarzazate. Bahwa Anda menemukan udang sebesar kucing di Pantai Senegal dengan harga 25.000 rupiah. Atau menunggu 12 jam di suhu 8 derajat celcius untuk melihat Aurora Borealis di Ontario. Melihat clown fish sebesar telapak kaki di Pulau Menjangan, Bali. Bahwa menantang bergulat sumo dengan pegulat sumo itu, bukanlah hal yang bijak.
"Barang dapat habis dijual-beli. Tetapi pengalaman tidak pernah habis untuk diingat dan diceritakan."
So, the choice is in your hands. :)
Traveler's Tale, hlm 153.
1 note · View note