#abdul hadi awan
Explore tagged Tumblr posts
Text
Tandus
Layang-layang terbang di tengah hujan deras, bunyi sawangannya samar oleh suara rintik hujan dan tiupan angin yang menerpa pepohonan. Awan terlihat kelabu seolah ingin menumpahkan segala cairan dalam tubuhnya. “Siapa orang gila yang menerbangkan layang-layang saat hujan begini?” tanya Abdul Hadi pada dirinya saat hampir menyulut rokok dan menyeruput kopi hitam yang diseduhnya sendiri. Abdul Hadi,…
View On WordPress
0 notes
Text
Ia 'fitnah', timbalan PAS mengatakan dakwaan Anwar Hadi membayar RM1.4 juta kepada Sarawak Report | Malaysia
Ia 'fitnah', timbalan PAS mengatakan dakwaan Anwar Hadi membayar RM1.4 juta kepada Sarawak Report | Malaysia
Timbalan Pengerusi PAS Tuan Ibrahim Tuan Man bercakap semasa kempen Ceramah Perdana di Bandar Sri Putra di Semenyih 28 Februari 2019. – Gambar oleh Shafwan Zaidon
SEMENYIH, 1 Mac – Tiada siapa yang akan mempercayai dakwaan bahawa Datuk Seri Abdul Hadi Awang membayar lebih RM1 juta kepada Laporan Sarawakuntuk menyelesaikan saman sivilnya terhadap portal berita, kata timbalan presiden PAS malam…
View On WordPress
#abdul hadi awan#anwar ibrahim#clare rewcastle-brown#laporan sarawak#Nasional#pas#tuan ibrahim tuan man
0 notes
Text
Habis Kenal; Terbitlah Cinta (1).
Ini adalah pondasi agama, pelajaran yang wajib dipelajari, diimani, siapa Penciptamu? Apa perbuatan-Nya? Kedudukan-Nya? Asma-Nya?
Karena sungguh mustahil dan omong kosong kamu bisa mencintai Allah Subhanahu Wata’ala dengan sepenuh hati tanpa mencari tahu tentang-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengulang-ulang pelajaran ini.
Sebagaimana dipaparkan juga oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperkenalkan kepada manusia tentang Rabb mereka yang sebenarnya, Rabb yang wajib mereka sembah, sebatas akal pikiran dan juga kemampuan mereka menangkap pengetahuan tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjelaskan dan mengulanginya lagi kemudian menyederhanakan dan memerinci seputar asma Allah, sifat maupun perbuatan-Nya hingga akhirnya, pengetahuan tersebut benar-benar terpatri di dalam sanubari para hamba-Nya yang beriman. Dengan begitu, menjadi sirnalah keraguan tentang Dzat Allah, laksana lenyapnya awan hitam yang menggantung di langit dari pancaran sinar rembulan saat purnama.
Apabila seseorang jatuh cinta dengan si A misalnya, maka akan mencari tahu segalanya. Lantas, sudahkah melakukan hal yang sama dengan Ar-Rabb (Pencipta, Raja Dan Pengatur Alam Semesta)? Padahal penjabaran tentang Allah Subhanahu Wata’ala lengkap di Alquran. Sudahkah menadaburkannya? Per ayat dengan artinya, mencari Asma’ul Husna-Nya, perbuatan-Nya, direnungkan lalu diamalkan?
Karena tujuan membaca Alquran, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Ajurri rahimahullah, tujuan yang benar bagi seseorang yang membaca Alquran adalah mengatakan, “Kapan saya bisa memahami apa yang Allah sampaikan? Kapan saya bisa mengambil pelajaran dari ayat-ayat yang saya baca?”
Di antara manusia ada yang membaca satu surah dari awal sampai akhir dan ia melewati banyak sekali perintah-perintah yang terdapat dalam surah tersebut, banyak larangan-larangan, akan tetapi seakan-akan ia tidak memedulikan perintah dan larangan tersebut. (At-Tibyaan fi Syarh Akhlaq Hamalatil Quran hal. 28)
“Dan orang-orang kafir berkata, ‘Mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?’ Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan benar).” (QS. Al-Furqan: 32)
Tafsirnya: Berkata orang-orang yang kafir, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya Alquran sekaligus saja?”
Allah Subhanahu Wata’ala menjawab melalui firman-Nya, “Kami sengaja menurunkannya (demikian) secara perlahan-lahan dan terpisah-pisah, supaya Kami teguhkan hatimu dengannya, Kami menurunkannya tahap demi tahap, secara perlahan dan tidak tergesa-gesa, supaya bisa dipahami dan dihafal.”
Ketika perjanjian Hudaibiyah dibuat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh juru tulisnya yaitu Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu untuk menulis pembuka perjanjian itu dengan tulisan bismillah Ar-Raḥman Ar-Raḥim, kemudian saat itu ada kafir Quraisy Suhail bin Amr yang menolak, dia bertanya, “Siapakah Ar-Rahman Ar-Rahim? Kami tidak mengetahuinya!” lalu dia menyuruh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu untuk menulis bismika Allahuma saja.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Sujudlah kepada Yang Maha Pengasih’, mereka menjawab, ‘Siapakah yang Maha Pengasih itu? Apakah kami harus sujud kepada Allah yang engkau (Muhammad) perintahkan kepada kami (bersujud kepada-Nya)?’ Dan mereka makin jauh lari (dari kebenaran).” (QS. Al-Furqan: 60)
Seyogianya setiap individu menyelami samudra makna Asma’ul Husna dan tata cara pengamalannya dalam ibadah karena ilmu tentang asma dan sifat Allah per milidetiknya selalu ada dalam dirinya. Apa yang terjadi dengan dirinya? Apa yang ada di hadapan matanya? Apa yang didengar? dsb semua adalah bagian dari kesempurnaan Allah Subhanahu Wata’ala, maa syaa Allah.
Sederhananya, bayangkan apabila gigimu tidak diciptakan dengan sebaik-baiknya ketetapan yaitu ilmu dan hikmah-Nya. Bagaimana jika tumbuh terus menerus seperti rambut? Akan repot bukan? Maa syaa Allah, semua perbuatan Allah, Al-Khaliq (Yang Maha Menciptakan), Al-Bari’ (Yang Mengadakan), Al-Mushawwir (Yang Memberi Bentuk Dan Rupa) kepada gigi dan Ar-Rabb (Pencipta, Raja Dan Pengatur Alam Semesta) yang mengatur per milidetik semua yang ada di dalam hidupmu, juga makhluk terkecil yang ada di langit dan di bumi, semua selalu dalam pengaturan Ar-Rabb, semua ditetapkan oleh Allah, Al-Qadir, diberi petunjuk oleh Allah, Al-Hadi, diberi rezeki oleh Allah, Al-Razzaq, maa syaa Allah.
“Apa yang di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahman: 29)
Setiap detik Allah Subhanahu Wata’ala selalu dalam kesibukan mengurus seluruh makhluk-Nya, tetapi
“Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.” (QS. Al-Baqarah: 255)
Ketika Allah Subhanahu Wata’ala sibuk mengurus makhluk-Nya dan semesta sibuk bertasbih pada-Nya. Lalu, kamu sibuk melakukan apa? Bermaksiat pada-Nya? (semoga bukan ya) :(
Disadur dari postingan Angella Fransisca dengan penambahan dari Ensiklopedi Asma'ul Husna (Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr - Pustaka Imam Asy-Syafi'i).
76 notes
·
View notes
Text
At-Ta*līq *Alā Al-Ārō^ 99 : Kepentingan Neraca Dalam Membezakan Wali Allah Dan Wali Syaitan
Soalan ini sahaja sudah cukup untuk merobohkan segala dasar ajaran yang dibawa oleh Bāṭiniyyah.
Jika ingin menjawab syubhat yang mampu merosakkan akidah umat Islam dengan mengkedepankan metodologi yang sistematik dan penghujahan yang bernas, mengapa dalam isu untuk membezakan wali Allah dengan wali syaitan tidak ada neraca untuk dipertimbangkan? Kalau ada pun, seakan-akan ia tidak diperlukan atau penuh dengan samar-samar, bias, persangkaan dan kerapuhan.
Jika seseorang mendakwa berlakunya pertemuan dengan Rasulullah -ṣollallahu *alayhi wasallam- dalam mimpi, maka perlunya menyifatkan ciri-cirinya sepertimana yang ada dalam hadis terlebih dahulu sebelum mengambil apa-apa yang terkandung dalam mimpi tersebut. Inikan pula ingin mengesahkan pertemuan seseorang H̱oḍir -*alayhissalām- atau malaikat.
Kalau dakwaan berlakunya pertemuan dengan baginda pun perlu disemak kriteria terlebih dahulu, bagaimana pula dengan ilham atau pembukaan? Apakah tidak ada neraca sama untuk membezakan ia datang daripada Allah atau malaikat atau dari syaitan?
Perhatikan kisah *Abdul Qōdir al-Jaylāniyy yang disebutkan Ibn Rojab al-Ḥanbaliyy : وذكر فيه أيضا بإسناده عن موسى ابن الشيخ عبد القادر، وقال: سمعت والدي يقول: خرجت في بعض سياحاتي إلى البرية ومكثت أياما لا أجد ماء، فاشتد بي العطش فأظلتني سحابة، ونزل عليِّ منها شيء يشبه الندى. فترويت به. ثم رأيت نورا أضاء به الأفق، وبدت لي صورة، ونوديت منها: يا عبد القادر أنا ربك، وقد أحللت لك المحرمات أو قَالَ: ما حرمت على غيرك فقلت: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. اخسأ يا لعين، فإذا ذلك النور ظلام، وتلك الصورة دخان، ثم خاطبني، وقال: يا عبد القادر، نجوت مني بعلمك بحكم ربك وفقهك في أحوال منازلاتك. ولقد أضللت بمثل هذه الواقعة سبعين من أهل الطريق. فقلت: لربي الفضل والمنة. قَالَ: فقيل له: كيف علمت أنه شيطان. قَالَ: بقوله: وقد أحللت لك المحرمات. ِDisebutkan di dalamnya dengan sanadnya dari Mūsā bin Syeikh *Abdul Qōdir. Dia berkata; Aku mendengar ayahku berkata; Aku keluar pada sebahagian perantauanku di gurun. Aku menetap selama beberapa hari tanpa aku menemui air. Lalu, menjadi bersangatan dahagaku. Lalu, terdapat satu awan menaungiku, lalu turun sesuatu yang menyerupai embun kepadaku daripadanya. Kemudian, aku melihat cahaya yang menyinari ufuknya, lalu munculah suatu rupa kepadaku dan aku diserukan daripadanya: "Wahai *Abdul Qōdir! Sesungguhnya aku tuhanmu. Aku telah menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan" atau dia berkata: "Aku tidak mengharamkan kepada selainmu". Aku berkata: "Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang direjam! Berambuslah wahai yang dilaknat!". Tiba-tiba cahaya itu menjadi gelap dan rupa itu menjadi asap. Kemudian, ia berbicara kepadaku dan berkata: "Wahai *Abdul Qōdir, engkau telah selamat daripadaku dengan ilmumu dengan ketetapan tuhanmu dan kefaqihanmu pada keadaan-keadaan tentanganmu. Aku telah menyesatkan dengan semisal kejadian ini seramai tujuh puluh orang dari sang pejala menuju Allah". Aku berkata: "Milik tuhanku segala kelebihan dan pemberian". Dia berkata; Dikatakan kepadanya: "Bagaimana engkau tahu bahawa ia adalah syaitan". Dia berkata: "Dengan katanya: Aku menghalalkan perkara-perkara yang haram untukmu". [Ḏayl Ṭobaqōt al-Ḥanābilah, jilid 2, m/s 196, keluaran Makatabah al-*Ubaykān, ar-Riyāḍ, tahqiq *Abdul Roḥmān Sulaymān al-*Uṯamymīn].
Daripada kisah ini dengan mengandaikan ia adalah benar, terdapat pengajaran yang berguna.
Pertama, telah ramai orang terpedaya dengan pembukaan atau ilham atau kasyaf yang kononnya datang daripada Allah. Daripada kisah tersebut, tujuh puluh orang telah terpedaya. Bagaimana pula dengan diri kita sendiri? Bagaimana pula dengan orang yang diangkat sebagai wali Allah? Bagaimana pula dengan mereka yang merasakan diri mereka adalah wali-Nya? Apakah kita tidak akan diuji dengannya dan apakah syaitan tidak akan mengusik mereka ini dengan tipu daya yang paling licik?
Kalau syaitan datang bentuk dengan cahaya, boleh jadi ada sahaja syaitan yang menyamar sebagai H̱oḍir atau wali, lalu ia memperdaya orang dengan perkara-perkara mistik atau ghaib yang mana ia adalah dapatan yang tidak diraih oleh mana-mana orang kebiasaan mahupun para ilmuwannya. Sebagaimana syaitan juga boleh menyamar sebagai ahli kalam, ahli fiqh, ahli tafsir, ahli bahasa dan pelbagai lagi bidang ilmu, syaitan juga boleh menyusup masuk dengan rupa wali atau malaikat atau ilham untuk menyesatkan manusia. Kita semua wajib cakna dan berwaspada.
Kedua, pentingnya pengetahuan ilmu syariat atau ilmu yang dipanggil dengan nada sinis sebagai ilmu kulit atau zahir. Tanpa kulit, isinya akan mudah dicemari oleh unsur luar dan mudah dimakan oleh serangga perosak. Kalaulah *Abdul Qōdir al-Jaylāniyy yang merupakan tokoh sufi yang diangkat sebagai sultan bagi para wali terselamat daripada tipu daya syaitan dengan kefahaman yang sebati di dadanya tentang pensyariatan yang tidak akan diubah selama-lamanya sehingga hari kiamat atau tidak dikhususkan untuk orang tertentu tanpa dalil, mengapa pula kita merasakan tidak begitu mementingkan ilmu kulit ini?
Ilmu kulit inilah yang akan menjadi hakim kepada dapatan ilmu isi atau ilmu batin. Ia sama sekali tidak tercerai atau terkasta. Dengan berpegang erat dengannya, kita akan selamat sepanjang perjalanan menuju Allah dan memiliki peralatan yang secukupnya untuk membezakan batil dengan benar serta syaitan dengan malaikat. Sebagaimana ilmu bahasa ada peranan penting dalam ilmu kalam dan ilmu fiqh, seperti itulah pentingnya ilmu syariat kepada pengajaran sufi.
Apabila kita inginkan kebenaran, maka kita perlu ada neraca yang saksama lagi mapan. Tidak ada beza pun antara fuqaha dan para sufi. Setiap insan akan diuji dengan neraca tersebut atau wajib menguji dirinya dengan menimbangkan diri dengan neraca tersebut kerana kita semua ada tanggungjawab terhadap hak-hak ilmu untuk dituruti. Tidak ada manusia yang teristimewa sehingga terbebas daripada penghakiman melainkan orang tersebut mahu menjadi orang yang beriman, tetapi tidak mahu diuji. Firman Allah Subḥānahu Wa Ta*ālā :
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahawa mereka ditinggalkan dengan berkata: "Kami beriman", sedangkan mereka tidak diuji? [Surah al-*Ankabūt ayat 2].
Ambilan : https://www.wattpad.com/1122399469-at-ta-l%C4%ABq-al%C4%81-al-%C4%81r%C5%8D%5E-99
0 notes
Text
0 notes
Text
Jibril yang Perkasa, Pemimpin Para Malaikat
👤 Nurfitri Hadi
Sering kita memandangi langit yang indah dengan semburat sinar matahari di pagi hari. Ia bagaikan kanvas biru yang terhampar luas dengan guratan cat putih lapisan awan.
Kita juga suka menikmati malam purnama dengan pendaran sinar rembulan yang menerangi ufuk. Cahayanya menancapkan ketenangan, tidak menyilaukan, tidak pula memudarkan keindahan.
Selain keindahan dan kekokohan langit yang luas tanpa retak itu, pernahkah kita merenungkan bahwa tempat yang berjarak500 tahun perjalanan dari muka bumi itu (baru langit pertama) adalah sebuah negeri dimana makhluk-makhluk mulia tinggal. Ya, disanalah tempatnya para malaikat.
Allah ﷻ menciptakan malaikat dari cahaya. Cahaya apa? Tidak dijelaskan rincian tentang hal ini, dan kita tidak dibebani syariat untuk mencari tahu tentang hal itu.
Ibunda Aisyah menyampaikan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan kepada kalian (tanah)” (HR. Muslim no. 2996)
Dan jumlah mereka sangatlah banyak.
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا فِيهَا مَوْضِعُ أَرْبَعِ أَصَابِعَ إِلَّا وَمَلَكٌ وَاضِعٌ جَبْهَتَهُ سَاجِدًا لِلَّهِ
“Tidak ada satu ruang selebar 4 jari, kecuali disana ada malaikat yang sedang meletakkan dahinya, bersujud kepada Allah” (HR. Ahmad No. 21516).
Diantara hal yang disaksikan Rasululullah ﷺ saat isra mi’raj adalah
فَرُفِعَ لِي البَيْتُ المَعْمُورُ، فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ، فَقَالَ: هَذَا البَيْتُ المَعْمُورُ يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ، إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ
“Kemudian ditunjukkan kepadaku baitul ma’mur. Aku pun bertanya kepada Jibril, beliau menjawab, ‘Ini Baitul Ma’mur, setiap hari ada 70.000 malaikat yang shalat di dalamnya, setelah mereka keluar, mereka tidak akan kembali lagi, dan itu menjadi kesempatan terakhir baginya (HR. Bukhari3207 dan Muslim 164).
Artinya jumlah malaikat itu sangatlah banyak. Lebih banyak dari jumlah manusia. Dan sejumlah besar malaikat itu dipimpin oleh Malaikat Jibril ‘alaihissalam.
Keistimewaan Para Malaikat
Sebelum bertutur tentang Jibril, sejenak kita simak beberapa malaikat yang dipimpin oleh Jibril. Kita rangsang nalar kita dengan mengenal keagungan penciptaan mereka, sebelum kita berbicara tentang yang paling istimewa diantara mereka.
Karena terkadang nalar kita yang lemah ini tidak bisa langsung meloncat membayangkan dan mentadabburi sesuatu yang paling istimewa, sebelum dikenalkan dengan hal-hal yang istimewa dibawahnya.
Alquran dan sunnah menyebutkan beberapa malaikat yang hendaknya dikenal oleh kaum muslimin. Jibril, Mikail, Israfil, Malaikat Maut, Munkar dan Nakir, Raqib dan Atid, Ridwan dan Malik.
Merekalah malaikat-malaikat yang tidak lalai dari apa yang Allah perintahkan, tidak pula mereka memaksiati Tuhannya.
Para malaikat adalah makhluk yang terbuat dari cahaya yang Allah ciptakan dengan sayap-sayap.
Allah ﷻ berfirman,
الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۚ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap,
masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Fathir: 1).
Diantara malaikat yang dipimpin oleh Jibril adalah malaikat pemikul arasy. Pemikul ciptaan Allah ﷻ yang terbesar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
أُذِنَ لِىْ أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلاَئِكَةِ اللهِ مِنْ حمَلَةِ الْعَرْشِ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ إلَى عَاتِقِهِ مَسِيْرَةُ سَبْعِمِائَةِ سَنَةٍ.
“Aku di izinkan untuk menceritakan tentang salah satu malaikat Allah pemikul arsy, yaitu antara daging telinga (tempat anting. pen) dengan pundaknya sejauh tujuh ratus tahun perjalanan” (HR. Abu Dawud no 4727).
Salah satu dari pemikul arasy itu adalah Israfil sang peniup Sangkakala. Tahukah Anda besarnya Sangkakala itu? Diameternya adalah antara langit dan bumi. Sedangkan jarak langit dan bumi adalah 500 tahun perjalanan dengan kuda (kendaraan) yang tercepat.
Dari al-Abbas bin Abdul Muthallib, Rasulullah ﷺ bersabda,
هَلْ تَدْرُوْنَ كَمْ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ؟ قُلْنَا: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: بَيْنَهُمَا مَسِيْرَةٍ خَمْسَمِائَة سَنَة…
“Apakah kalian tahu berapa jarak antara langit dan bumi?”... Kami (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lah yang lebih mengetahui ”,
Beliau bersabda, “Jarak langit dan bumi adalah perjalanan500 tahun (HR. Abu Dawud dan selainnya).
Allahu Akbar! Bayangkan! Betapa agungnya penciptaan malaikat pemikul arasy. Itulah salah satu malaikat yang begitu besar, dan Jibril adalah pemimpinnya.
Malaikat lainnya adalah Malaikat Malik, penjaga neraka. Pernahkah Anda mendengar hadits tentang sifat fisik penduduk neraka? Penduduk neraka adalah orang-orang yang Allah besarkan fisik mereka.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا بَيْنَ مَنْكِبِي الكَافِرِ فِي النَّارِ مَسِيْرَةٌ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ لِلرَّاكِبِ المُسْرِعُ
“Jarak antara dua ujung pundak orang kafir didalam neraka sejauh perjalanan3 hari yang ditempuh penunggang kuda yang larinya cepat” (HR. Bukhari 6551 dan Muslim 2852).
Allah besarkan wujud mereka agar adzab yang mereka derita lebih maksimal dan lebih terasa di setiap lekuk dan jengkal tubuhnya. Kalau penduduk neraka sebesar itu, lalu bagaimana dengan Malaikat Malik, penjaga neraka.
Malaikat yang ditakuti oleh para kriminal dan pendosa penghuni Jahannam itu. Suatu ketika, kelak penduduk neraka meminta kepada Malik agar menyampaikan kepada Allah supaya mereka dimatikan saja. Karena tidak tahan dengan pedihnya derita adzab.
وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُم مَّاكِثُونَ
“Mereka berseru: “Hai Malik, biarlah Rabbmu membunuh kami saja”... Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal (hidup di neraka ini selama-lamanya)” (QS. Az-Zukhruf: 77).
Lalu bagaimana pula hebatnya Malaikat Maut yang bertugas mencabut nyawa? Malaikat yang tunggal ini mampu mencabut nyawa manusia di segala penjuru dunia, di ujung timur dan barat, dalam waktu serentak. Dalam detik yang sama.
Dan dia sama sekali tidak pernah lalai dalam melakukannya. Ia tidak pernah terlambat mengeksekusi manusia. Tidak juga terlalu cepat. Semua ia lakukan dengan presisi dan akurasi waktu yang luar biasa tepatnya.
Ya ilahi.. ya Rabbi.. rasa-rasanya imajinasi kami terlalu uzur untuk membayangkan agungnya penciptaan para malaikat-Mu. Pemuja akal dan logika pun begitu lemah berhadapan dengan nash-nash ini. Sehingga menolaknya mereka jadikan solusi untuk menutupi kelemahan itu.
Sifat Fisik Jibril
Berbicara tentang Jibril, tentu akan semakin membuktikan ketidak-berdayaan logika manusia. Allah ﷻ mengabarkan bahwa para malaikat ada yang memiliki dua sayap, tiga, empat, atau lebih.
Sedangkan akal manusia hanya mampu menggambarkan mereka dengan dua sayap saja, di kiri dan di kanan. Bagaimana kalau tiga sayap? Bagaimana kalau empat? Apalah lagi 600 sayap seperti Jibril.
Dari Ibnu Mas’ud radhialahu ‘anhu,
رَأَى مُحَمَّدٌ ﷺ جِبْرِيْلَ لَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ قَدْ سَدَّ الأُفُق
“Muhammad ﷺ melihat Jibril (dalam wujud aslinya pen.). Ia memiliki 600 sayap yang menutupi langit.” (HR. An-Nasa-i).
Ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada kekasihnya, Rasulullah ﷺ tentang dua ayat di dalam Alquran. Yakni ayat dalam surat:
وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ
“Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang” (QS. At-Takwir: 23).
Dan surat:
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَىٰ عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَىٰ عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَىٰ
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal” (QS. An-Najm: 13-15).
Rasulullah ﷺ menjawab, “Itulah Jibril yang tidak pernah kulihat ia dalam wujud aslinya. Kecuali pada dua kesempatan itu saja. Aku melihatnya turun dari langit, dimana tubuhnya yang besar memenuhi ruang antara langit dan bumi” (HR. Muslim, No. 177).
“Rasulullah ﷺ melihat Jibril dengan bentuk aslinya. Dia memiliki enam ratus sayap. Setiap satu sayapnya dapat menutupi ufuk. Dari sayapnya berjatuhan mutiara dan yaqut dengan beragam warna” (HR. Ahmad No. 460).
Penghulu Malaikat dan Penyampai Wahyu
Maha suci Allah yang telah menjadikan pertemuan antara malaikat terbaik dan manusia terbaik sebagai pembawa syariat-Nya.
Adakah kepalsuan yang datang dari Dia yang Maha Benar, kemudian disampaikan kepada malaikatnya yang al-amin untuk diwahyukan kepada al-amin dari anak Adam?
Allah Ta’ala mensifati Malaikat Jibril dengan firman-Nya,
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ﴿١٩﴾ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ﴿٢٠﴾مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ
“Sesungguhnya Alquran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai ‘Arsy, yang ditaati disana (di alam malaikat) lagi dipercaya” (QS. at-Takwir: 19-21).
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ﴿٥﴾ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَىٰ
“Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli” (QS. an-Najm: 5-6).
Itulah kemuliaan Alquran. Malaikat yang paling mulia adalah yang paling layak mengemban amanah wahyu-Nya, dan manusia yang paling mulia adalah yang paling layak menerimanya.
Di dalam Shahih Bukhari juga disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda: “Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril dan berfirman bahwasannya Allah mencintai fulan, maka cintailah fulan, dan Jibril pun mencintainya,
Kemudian Jibril pun mengumumkan kepada penghuni langit, bahwasannya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia, dan para penghuni langit pun mencintai fulan. Kemudian dikabulkanlah permohonannya di dunia” (HR. Bukhari).
Ketika Jibril menyeru kepada para malaikat untuk mencintai seorang hamba, maka seluruh malaikat penghuni langit akan tunduk kepadanya.
Karena dialah Jibril sang pemimpin Israfil yang perkasa dan pemimpin Malik Khazin neraka. Dialah Jibril pemimpin malaikat maut yang taat. Dia pula pemimpin Mikail, Ridwan, Raqib, Atid, dan selainnya.
Telah disebutkan sebelumnya, 15 abad yang lalu Jibril dengan wujud aslinya pernah turun di langit Mekah, antara langit pertama dan muka dunia.
Di dalam Alquran dan hadits dijelaskan pula bahwa Jibril beberapa kali turun ke bumi untuk berjumpa dengan kekasih-kekasih Rabb-Nya, atau menghukum para pendosa yang durhaka.
Penyampai Wahyu dan Pendidik Umat
Pada masa kerasulan Muhammad ﷺ, Jibril pernah menapaki tanah Madinah menemui kekasih Rabb-Nya, Muhammad ﷺ. Ia datang sebagai pengantar kalam Ilahi atau sebagai pendidik para sahabat Nabi.
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha menjelaskan bagaimana wahyu datang kepada Nabi ﷺ.
Aisyah berkata, al-Harits bin Hisyam pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ
يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْيُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا يَقُولُ
“Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara wahyu sampai kepadamu?”... Beliau ﷺ menjawab,”Terkadang wahyu itu datang kepadaku seperti suara lonceng, dan inilah yang terberat bagiku,
dan aku memperhatikan apa yang dia katakan, Dan terkadang seorang malaikat mendatangi dengan berwujud seorang lelaki, lalu dia menyampaikan wahyu kepadaku, aku pun memperhatikan apa yang dia ucapkan.”
Beberapa kali Jibril datang kepada Nabi dengan sifat-sifat kemalaikatannya. Keadaan inilah yang terberat bagi Nabi. Dan terkadang ia datang dengan fisik laki-laki.
Umar pernah bercerita bahwa ada seorang laki-laki yang mengenakan pakaian putih bersih dan rambut yang sangat hitam datang menemui Nabi ﷺ.
Tidak ada seorang sahabat pun yang mengenal laki-laki itu, tetapi ia kelihatan begitu dekat dengan Nabi. Ia bertanya tentang Islam, iman, dan ihsan.
Di akhir pertemuan, Nabi bertanya kepada Umar, “Wahai Umar, tahukah engkau siapakah dia?”...“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Jawab Umar...
“Sesungguhnya dia Jibril. Dia datang untuk mengajarkan agama kepada kalian”. Sambung Rasulullah ﷺ (HR. Muslim).
Ada salah seorang sahabat Nabi ﷺ yang Jibril suka menyerupainya saat menjadi manusia. Namanya Dihyah bin Khalifah al-Kalbi.
Dari Anas, Nabi ﷺ bersabda, “Jibril datang serupa dengan fisik Dihyah. Dan Dihyah adalah seorang laki-laki yang tampan” (Siyar A’lamin Nubala, Hal: 554).
Panglima Perang Para Malaikat
Saat situasi genting di Perang Badr. Umat Islam yang berjumlah tiga ratus beberapa belas orang dengan tanpa persenjataan lengkap disongsong oleh 950 pasukan musyrik Mekah dengan perlengkapan perangnya. Jibril datang atas perintah Rabbnya dengan membawa ribuan pasukan malaikat dari langit ke-3.
Rasulullah ﷺ mengabarkan kepada Abu Bakar, “Bergembiralah wahai Abu Bakar. Pertolongan Allah datang. Ini Jibril di giginya ada debu-debu (dari medan perang) (Fiqhu ash-Shirah, Hal: 408).
Dalam hadits yang lain, beliau bersabda,
هَذَا جِبْرِيْلُ آخِذٌ بِرَأْسِ فَرَسِهِ عَلَيْهِ أَدَاةُ الْحَرْبِ
“Ini adalah Jibril sedang memegang kepala kudanya, dan ia membawa peralatan perang” (HR. al-Bukhari, no. 3995).
Bagaimana kiranya, jika Jibril yang perkasa turut membantu dalam peperangan? Pasukan mana yang akan menderita kekalahan ketika Allah telah memberikan pertolongan sedemikian?
Saat kemenangan diraih, ribuan malaikat itu tidak serta merta menghabisi semua musuh yang ada di medan laga. Inilah hikmah agama kita yang mulia,950 orang musyrik itu tidak dibinasakan seketika.
Perang dalam Islam bukan berarti membunuh dan membantai. Jika Allah menghendaki, tentu saja ribuan malaikat dari langit ketiga itu mampu menghabisi mereka semua. Namun di akhir peperangan hanya70 orang musyrik yang tewas dan70 lainnya ditawan.
Keperkasaan Jibril, Adzab Atas Kaum Sodom
Ratusan atau mungkin ribuan abad yang lalu, saat bumi usianya tak setua saat ini. Jibril bersama Mikail dan Israfil pernah datang kepada kekasih Allah, Rasulullah Ibrahim ﷺ.
Ketiganya datang memberikan kabar gembira kepada Ibrahim dan Sarah akan kehadiran buah hati mereka Ishaq. Kemudian ketiganya bertolak menuju kaum Rasulullah Luth. Disinilah tajuk Jibril yang perkasa akan kita pahami secara sempurna.
Allah ﷻ menciptakan banyak makhluk yang lebih kuat dari manusia. Bangsa jin salah satu diantaranya. Di masa Nabi Sulaiman, salah satu jin pernah menyanggupi permintaan Nabi Sulaiman mengangkat singgasana Ratu Bilqis sebelum Sulaiman berdiri dari duduknya.
قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَنْ يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ
Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri (QS. An-Naml: 38).
قَالَ عِفْرِيتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ ۖ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ
Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya” (QS. An-Naml: 39).
Kemudian malaikat membawanya kepada Sulaiman dengan kecepatan dan kekuatan yang lebih mencengangkan lagi, yakni lebih cepat kedipan mata singgasana Ratu Bilqis bisa hadir dihadapan Nabi Sulaiman.
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip” (QS. An-Naml: 40).
Para ulama menafsirkan ayat ini bahwa orang shaleh itu memohon kepada Allah. Kemudian Allah perintahkan malaikat membawa singgasana Bilqis dari Yaman menuju Syam (Palestina) yang berjarak3000 Km hanya dalam kejapan mata.
Kekuatan manusia pun masih kalah dibanding hewan-hewan ciptaan Allah; Eastern Lowland Gorila mampu mengangkat beban seberat2000 Kg, bahkan semut pemotong daun atau yang kita kenal dengan semut rang-rang saja mampu mengangkat benda50 puluh kali berat badannya.
Lalu bagaimana dengan Jibril? Makhluk ciptaan Allah yang perkasa dan dianugerahi pula kecerdasan.
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ﴿٥﴾ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَىٰ
“Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli” (QS. an-Najm: 5-6).
Jibril pernah mencongkel bumi seluas lima desa, kemudian mengangkatnya ke langit, dan membalikkannya hanya dengan satu sayap kanannya.
Ya, Jibril mengangkat kampung kaum Nabi Luth untuk mengadzab mereka. Kaum Luth adalah kaum pendosa. Mereka telah menyekutukan Allah, mendustakan Rasulullah Luth ﷺ,
berbuat kotor dengan homoseksual yang belum pernah dilakukan oleh orang sebelum mereka, dan menantang datangnya adzab.
Kisah adzab merek bermula dengan kedatangan Jibril, Mikail, dan Israfil dengan sosok laki-laki tampan dan gagah menemui Rasulullah Luth. Tiga orang tamu yang rupawan ini membuat Luth merasa cemas, khawatir kalau kaumnya akan mengganggu mereka.
“Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: ‘Ini adalah hari yang amat sulit” (QS.Huud: 77).
Karena khianat istri Nabi Luth, kehadiran para tamu pun bocor ke telinga kaum gay ini. Bertambahlah kegelisahan Luth. Beliau yang sangat memuliakan tamu dan tidak ingin tamunya terganggu dan tersakiti.
Luth berkata: “Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu), atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)” (QS.Huud: 80).
Akhirnya Para utusan (malaikat) berkata: “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu,
sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam, dan janganlah ada seorangpun diantara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu,
Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka, karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?” (QS. Huud: 81).
Dari sini kita mengetahui, para wali Allah dari kalangan Rasul pun tidak mengetahui perkara gaib. Syahwat syaithoniyah kaum Luth makin membuncah liar tak terbendung.
Malam itu, mereka mencoba mendobrak pintu rumah Nabi Luth. Lalu Jibril memukul wajah-wajah mereka dengan ujung sayapnya hingga mereka menjadi buta.
Dengan terhuyung-huyung mereka kembali ke rumah. Lalu Jibril memerintahkan Luth agar keluar bersama orang-orang beriman lainnya. Dan datanglah adzab yang pedih kepada kaum Luth.
Di pagi hari, Jibril congkel bumi kampung kaum Luth dengan satu sayapnya. Kemudian ia angkat ke langit pertama dengan segala isinya. Hingga penduduk langit mendengar jeritan manusia-manusianya, lengkingan suara anjingnya, dan kokok ayam yang ada di dalamnya.
Setelah itu ia balik bongkahan besar itu, bagian bawah diputar menjadi sisi atas. Lalu dilemparkan kembali ke bumi. Diikuti hujan batu dari sijjil.
Qatadah mengatakan, “Sampai kepada kami bahwa Jibril mengangkat bagian tengah desa. Kemudian ia lemparkan ke langit. Hingga penduduk langit mendengar gongong dan salak anjing mereka. Bagian-bagiannya pun saling menghancurkan” (Tafsir al-Quran al-Azhim, tafsir Surat Hud: 82-83).
Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi mengatakan, “Kampung kaum Luth itu ada 5 kampung; Sodom (Arab: سدوم) –inilah kampung terbesar-, Sha’bah (Arab: صعبة), Sha’wa (Arab: صعوة), Atsra (Arab: عثرة), dan Duma (Arab: دوما) (Tafsir al-Quran al-Azhim, tafsir Surat Hud: 82-83).
Allah al-Aziz Yang Maha Perkasa, bayangkan!! Daratan sebesar lima desa, dicongkel dan diangkat begitu saja menuju langit yang tingginya hanya ditakar dengan mata.
Mata yang lemah, yang tidak tahu berapa jarak pastinya. Pohon-pohon, istana, dan bangunan kokoh, manusia dan hewan, serta segala macam isinya melayang ke ufuk dengan satu sayap makhluk yang perkasa. Jika demikian apalah artinya kita?
Kita kadang marah kepada Allah Sang Pencipta tatkala ia menurunkan hujan atau mamaparkan teriknya matahari ke bumi. Seolah-olah kita mampu melawan-Nya. Kita kadang membusungkan dada, mengkritik hukum-hukum-Nya karena kita anggap kejam dan tak adil. Kita tidak kenal limit logika kita.
Sebagian dari kita juga sering menyorotkan mata ke langit, protes atas ketetapan takdir-Nya. Padahal Dialah al-Alim (Yang Maha Mengetahui) dan al-Hakim (Yang Maha Bijaksana). Dibandingkan Jibril saja, apalah artinya kita?
Mudah-mudahan dengan mentadabburi makhluk Allah (Jibril ‘alaihissalam), membuat kita semakin takut dan taat kepada Allah. Kita hayati kebesaran-Nya dalam takbir shalat kita, karena Dialah al-Akbar.
Kita agungkan Dia dalam rukuk-ruku kita, karena Dialah Rabb al-Azhim. Kita tinggikan Dia dalam sujud-sujud kita, karena Dialah Rabb al-A’la. Innahu ‘ala kulli syai-in qodir… (Dia kuasa atas segala sesuatu)…
Sumber:
– al-Asyqar, Umar bin Sulaiman. 1995. Alam al-Malaikah al-Abrar. Dar an-Nafa-is.
– Katsir, Ibnu. Tafsir al-Quran al-Azhim.
– al-Khomis, Utsman bin Muhammad. 2010. Fabihudahum Iqtadih. Kuwait: Dar al-Ilaf ad-Daulah.
– al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 1433 H. Syarhu Riyadhush Shalihin. Riyadh: Madar al-Wathan li an-Nasyr.
61 notes
·
View notes
Text
Tilawah Ayahnya Hadi, Anak yang Full I'tikaf dan 3x Khatam Quran
Tilawah Ayahnya Hadi, Anak yang Full I'tikaf dan 3x Khatam Quran
Langit Bandara Husein Sastranegara terang sore itu, hanya sedikit pekat jauh di timur sana, tanda adanya kawanan awan sedang mengantungi sekian volume air. Pesawat komersil tipe baling baling sudah teparkir diluar ruang tunggu bandara, pesawat kecil, yang kalau menabrak awan getaran yang dihasilkan lumayan mendebarkan.
Kang Aher, Gubernur Jawa Barat menjadi salah satu calon penumpangnya, Ayah dari adik kita Hadi (Abdul Hadi), yang 10 hari terakhir Ramadhan lalu kisah I’tikafnya viral, 9 hari penuh tidak pulang, dan alhamdulillah berhasil 3x khatam selama itu.
Dan tidak ada pelayanan spesial dari Gedung Sate kepada Hadi, kendatipun Masjid Al Muttaqien adalah Masjid dari ‘Daerah Kekuasaan’ kang Aher.
Masuk Area Bandara seperti yang biasa beliau lakukan pada siapapun, dimanapun, kang Aher menyapa, menyalami, melempar senyum khasnya kepada calon penumpang yg ditemui, kami sering mengistilahkan ini dengan “Smiling Leadership”, kategori sekenanya, entah teori dari mana, dan tentu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah..
Singkat cerita, tibalah waktu terbang, Bandung Jogja akan ditempuh sekitar 1 jam perjalanan, saya naik duluan, duduk duluan, sebagian penumpang sudah berada didalam pesawat, setelah duduk beberapa saat, saya mendengar salah seorang penumpang bertanya pada pramugari di pintu masuk, mengkonfirmasi “ada Kang Aher ya? Pak Gubernur?”, “saya kurang tau pak” jawab Pramugari, beberapa saat kemudian barulah terlihat kang Aher menaiki pesawat dengan para calon penumpang lainnya.
Pesawat mulai terbang, mulai mencapai ketinggian yang cukup untuk bertemu awan, dan benar, pesawat mulai sedikit bergetar, karakter pesawat kecil baling baling, sangat normal sebenarnya. Beberapa penumpang berekspresi agak khawatir, ada pasangan suami istri yang saling berpegangan erat di sebelah kanan kami, yang lain biasa saja.
Saat itulah sayup sayup terdengar suara tilawah kang Aher. Bukan! bukan karena pesawat sedang menabrak awan dan sedikit bergetar, bukan…
Beginilah cara kang Aher tilawah, beginilah cara, ayah dari adik kita Hadi, menyelesaikan kewajiban interaksinya dengan Kitab Suci Al Qur’an, petunjuk kehidupan bagi Ummat Muslim itu. Menjadikan Al Qur’an sahabat perjalanannya.
Ini bukan cerita istimewa, banyak dari kita yang melakukannya, sangat banyak, hanya saja, ini salah satu contoh, yang ditunjukkan langsung oleh orang nomor 1 di Jawa Barat, yang kesibukannya tentulah tak sama dengan saya, tapi sayangnya logika perbedaan kesibukan ini malah tak berbanding lurus dengan jumlah interaksi dengan Al Qur’an, kitab suci Umat Islam itu, petunjuk jalan bagi kaum muslim itu..
Waktu luang ini seringnya lebih berdampak melenakan, sedang mereka yang memiliki kesibukan semisal kang Aher, sekelas Gubernur Jawa Barat itu, yang seringnya telah dimulai dari subuh belum tiba dan berakhir ketika hari telah berganti, justru dapat berinteraksi lebih baik dengan Al Qur’an.
Ahhh, tentu saja! beda kualitas, beda pemahaman, beda kondisi ruhiyah, dan beda hasil pada akhirnya, hasil pemikiran, hasil pekerjaan, bahkan hasil DNA..
Semoga Allah menjaga adik kita Hadi, dan Ayahnya Hadi, kang Aher. Dengan terus memberi kita kisah kisah mereka yang menginspirasi.
Aki Awan
Sumber : Source link
0 notes
Text
SEMBAHLAH
Al-Baqarah, ayat 21-22 يَا اَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَاَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَاَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَاَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22) Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian. Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui. Allah Swt. menjelaskan tentang sifat uluhiyyah-Nya Yang Maha Esa, bahwa Dialah yang memberi nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan menciptakan mereka dari tiada ke alam wujud, lalu melimpahkan kepada mereka segala macam nikmat lahir dan batin. Allah menjadikan bagi mereka bumi sebagai hamparan buat tempat mereka tinggal, diperkokoh kestabilannya dengan gunung-gunung yang tinggi lagi besar; dan Dia menjadikan langit sebagai atap, sebagaimana disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (Al-Anbiya: 32) Allah menurunkan air hujan dari langit bagi mereka. Yang dimaksud dengan lafaz as-sama dalam ayat ini ialah awan yang datang pada waktunya di saat mereka memerlukannya. Melalui hujan, Allah menumbuhkan buat mereka berbagai macam tumbuhan yang menghasilkan banyak jenis buah, sebagaimana yang telah disaksikan. Hal tersebut sebagai rezeki buat mereka, juga buat ternak mereka, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ayat lainnya. Di antara ayat-ayat tersebut yang paling dekat pengertiannya dengan maksud ini ialah firman-Nya: اللّٰهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ قَرَارًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَصَوَّرَكُمْ فَاَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ذَلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمْ فَتَبَارَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kalian, lalu membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rezeki dengan sebagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhan kalian, Maha-agung Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Mu’min: 64) Kesimpulan makna yang dikandung ayat ini ialah bahwa Allah adalah Yang Menciptakan, Yang memberi rezeki, Yang memiliki rumah ini serta para penghuninya, dan Yang memberi mereka rezeki. Karena itu, Dia sematalah Yang harus disembah dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya, sebagaimana yang dinyatakan di dalam ayat lain: فَلا تَجْعَلُوا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَاَنْتُمْ تَعْلَمُونَ Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui. (Al-Baqarah: 22) Di dalam hadis Sahihain disebutkan dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللّٰهِ اَيُّ الذَّنْبِ اَعْظَمُ قَالَ: "اَنْ تَجْعَلَ لِلّٰهِ نِدًّا وهو خلقك" الحديث Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab, "Bila kamu mengadakan sekutu bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakanmu,'" hingga akhir hadis. Demikian pula yang disebutkan di dalam hadis Mu'az yang menyebutkan. "اَتَدْرِي مَا حَقُّ اللّٰهِ عَلَى عِبَادِهِ اَنْ يَعْبُدُوهُ لَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا" الْحَدِيثَ Tahukah kamu apa hak Allah yang dibebankan pada hamba-hamba-Nya?" lalu disebutkan, "Hendaklah mereka menyembah-Nya dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun," hingga akhir hadis. Di dalam hadis lain disebutkan seperti berikut: "لَا يَقُولَنَّ اَحَدُكُمْ: مَا شَاءَ اللّٰهُ وَشَاءَ فُلَانٌ وَلَكِنْ لِيَقُلْ مَا شَاءَ اللّٰهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ" Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengatakan, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah, dan yang dikehendaki oleh si Fulan," tetapi hendaklah ia mengatakan, "Ini yang dikehendaki oleh Allah" kemudian, "Ini yang dikehendaki oleh si Fulan. قَالَ حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ عَنْ رِبْعيِّ بْنِ حِرَاش عَنِ الطُّفَيْلِ بْنِ سَخْبَرَة اَخِي عَائِشَةَ اُمِّ الْمُؤْمِنِينَ لِاُمِّهَا قَالَ: رَاَيْتُ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ كَاَنِّي اَتَيْتُ عَلَى نَفَرٍ مِنَ الْيَهُودِ فَقُلْتُ: مَنْ اَنْتُمْ فَقَالُوا: نَحْنُ الْيَهُودُ قُلْتُ: اِنَّكُمْ لَاَنْتُمُ الْقَوْمُ لَوْلَا اَنَّكُمْ تَقُولُونَ: عُزَير ابْنُ اللّٰهِ. قَالُوا: وَاِنَّكُمْ لَاَنْتُمُ الْقَوْمُ لَوْلَا اَنَّكُمْ تَقُولُونَ: مَا شَاءَ اللّٰهُ وَشَاءَ مُحَمَّدٌ. قَالَ: ثُمَّ مَرَرْتُ بِنَفَرٍ مِنَ النَّصَارَى فَقُلْتُ: مَنْ اَنْتُمْ قَالُوا: نَحْنُ النَّصَارَى. قُلْتُ: اِنَّكُمْ لَاَنْتُمُ الْقَوْمُ لَوْلَا اَنَّكُمْ تَقُولُونَ: الْمَسِيحُ ابْنُ اللّٰهِ. قَالُوا: وَاِنَّكُمْ لَاَنْتُمُ الْقَوْمُ لَوْلَا اَنَّكُمْ تَقُولُونَ: مَا شَاءَ اللّٰهُ وَشَاءَ مُحَمَّدٌ. فَلَمَّا اَصْبَحْتُ اَخْبَرْتُ بِهَا مَنْ اَخْبَرْتُ ثُمَّ اَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاَخْبَرْتُهُ فَقَالَ: "هَلْ اَخْبَرْتَ بِهَا اَحَدًا " فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَقَامَ فَحَمِدَ اللّٰهَ وَاَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: "اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ طُفيلا رَاَى رُؤْيَا اَخْبَرَ بِهَا مَنْ اَخْبَرَ مِنْكُمْ وَاِنَّكُمْ قُلْتُمْ كَلِمَةً كَانَ يَمْنَعُنِي كَذَا وَكَذَا اَنْ اَنْهَاكُمْ عَنْهَا فَلَا تَقُولُوا: مَا شَاءَ اللّٰهُ وَشَاءَ مُحَمَّدٌ وَلَكِنْ قُولُوا: مَا شَاءَ اللّٰهُ وَحْدَهُ". Hammad ibnu Salimah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Umair, dari Rab'i ibnu Hirasy, dari Tufail ibnu Sakhbirah (saudara lelaki ibu Siti Aisyah r.a.) yang menceritakan bahwa ia melihat dalam mimpinya seakan-akan berada di tengah-tengah orang-orang Yahudi, lalu ia bertanya (kepada mereka), "Siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang Yahudi." Ia berkata, "Sesungguhnya kalian benar-benar merupakan suatu kaum jikalau kalian tidak mengatakan bahwa Uzair anak laki-laki Allah." Mereka mengatakan, "Sesungguhnya kalian pun merupakan suatu kaum jikalau kalian tidak mengatakan bahwa ini apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh Muhammad." Kemudian Tufail bersua dengan segolongan orang-orang Nasrani, lalu ia bertanya, "Siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami orang-orang Nasrani." Ia berkata, "Sesungguhnya kalian benar-benar merupakan suatu kaum jikalau kalian tidak mengatakan bahwa Al-Masih anak laki-laki Allah." Mereka berkata, "Dan sesungguhnya kamu pun benar-benar merupakan suatu kaum jikalau kamu tidak mengatakan bahwa ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh Muhammad." Pada pagi harinya Tufail menceritakan mimpi itu kepada sebagian orang yang biasa mengobrol dengannya, kemudian ia datang kepada Nabi Saw. dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka Nabi Saw. bertanya, "Apakah engkau telah menceritakannya kepada seseorang?" Ia menjawab, "Ya." Maka Nabi Saw. berdiri, lalu memuji kepada Allah dan menyanjung-Nya. Setelah itu beliau Saw. bersabda: Amma ba'du, sesungguhnya Tufail telah melihat sesuatu dalam mimpinya yang telah ia ceritakan kepada sebagian orang di antara kalian yang menerima berita darinya. Sesungguhnya kalian telah mengatakan suatu kalimat yang pada mulanya aku terhalang oleh anu dan anu untuk melarang kalian mengatakannya. Maka sekarang janganlah kalian mengatakan, "Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh Muhammad" melainkan katakanlah, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah semata." Demikian riwayat Ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini melalui hadis Hammad ibnu Salimah dengan lafaz yang sama. Hadis ini diketengahkan pula oleh Ibnu Majah dari jalur lain melalui Abdul Malik ibnu Umair dengan lafaz yang sama atau semisal. قَالَ سُفْيَانُ بْنُ سَعِيدٍ الثَّوْرِيُّ عَنِ الْاَجْلَحِ بْنِ عَبْدِ اللّٰهِ الْكِنْدِيِّ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْاَصَمِّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا شَاءَ اللّٰهُ وَشِئْتَ. فَقَالَ: "اَجَعَلْتَنِي لِلّٰهِ نِدًّا قُلْ: مَا شَاءَ اللّٰهُ وَحْدَهُ". Sufyan ibnu Sa'id As-Sauri mengatakan dari Al-Ajlah ibnu Abdullah Al-Kindi, dari Yazid ibnul Asam, dari Ibnu Abbas yang menceritakan: Seorang lelaki berkata kepada Nabi Saw., "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan olehmu." Maka Nabi Saw. bersabda, "Apakah engkau menjadikan diriku sebagai tandingan Allah! Katakanlah, 'Inilah yang dikehendaki oleh Allah semata'" Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih. Imam Nasai serta Imam Ibnu Majah telah mengetengahkannya dari hadis Isa ibnu Yunus. dari Al-Ajlah dengan lafaz yang sama. Semua itu ditandaskan demi memelihara dan melindungi ketauhidan. Muhammad ibnu Ishak mengatakan, telah menceritakan kepada-nya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 21) Ayat ini ditujukan kepada kedua golongan secara keseluruhan, yaitu orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Dengan kata lain, esakanlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian. Hal yang sama dikatakan pula dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekulu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui. (Al-Baqarah: 22) Maksudnya, janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, yaitu dengan tandingan-tandingan yang tidak dapat menimpakan mudarat dan tidak dapat memberi manfaat, padahal kalian mengetahui bahwa tidak ada Tuhan yang memberi rezeki kepada kalian selain Allah. Kalian telah mengetahui apa yang diserukan oleh Muhammad kepada kalian —yaitu ajaran tauhid— adalah perkara yang hak yang tiada keraguan di dalamnya. Demikian pula menurut Qatadah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnu Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Dahhak ibnu Mukhallad alias Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Syabib ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ikrimah, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan firman-Nya, "Fala taj'alu lillahi andadan." Istilah andad yaitu sama dengan mempersekutukan Allah, syirik itu lebih samar daripada rangkakan semut di atas batu hitam yang licin di dalam kegelapan malam. Contoh perbuatan syirik (atau mempersekutukan Allah) ialah ucapan seseorang, "Demi Allah dan demi hidupmu, hai Fulan, dan demi hidupku." Juga ucapan, "Seandainya tidak ada anjing, niscaya maling akan datang ke rumah kami tadi malam," atau "Seandainya tidak ada angsa, niscaya maling memasuki rumah kami." Demikian pula ucapan seseorang kepada temannya, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki olehmu." Juga ucapan, "Seandainya tidak ada Allah dan si Fulan," semuanya itu merupakan perkataan yang menyebabkan kemusyrikan. Di dalam hadis disebutkan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah Saw., "Ini adalah yang dikehendaki Allah dan yang dikehendaki olehmu." Maka beliau Saw. bersabda: "اَجَعَلْتَنِي لِلّٰهِ نِدًّا" Apakah kamu menjadikan diriku sebagai tandingan Allah? Di dalam hadis lain disebutkan: "نِعْمَ الْقَوْمُ اَنْتُمْ لَوْلَا اَنَّكُمْ تُنَدِّدُونَ تَقُولُونَ: مَا شَاءَ اللّٰهُ وَشَاءَ فُلَانٌ". Sebaik-baik kaum adalah kalian jikalau kalian tidak melakukan tandingan (terhadap Allah), (karena) kalian mengatakan, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh si Fulan." Abul Aliyah mengatakan, makna andadan dalam firman-Nya, "Fala taj'alu lillahi andadan," ialah tandingan dan sekutu. Demikian dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, As-Saddi, Abu Malik, dan Ismail ibnu Abu Khalid. Mujahid mengatakan bahwa makna firman-Nya, "Wa-antum ta'-lamuna," ialah sedangkan kalian mengetahui bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab Taurat dan kitab Injil. قَالَ الْاِمَامُ اَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا اَبُو خَلَفٍ مُوسَى بْنُ خَلَفٍ وَكَانَ يُعَد مِنَ البُدَلاء حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ اَبِي كَثِيرٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ سَلَّامٍ عَنْ جَدِّهِ مَمْطُورٍ عَنِ الْحَارِثِ الْاَشْعَرِيِّ اَنَّ نَبِيَّ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اِنَّ اللّٰهَ عَزَّ وَجَلَّ اَمَرَ يَحْيَى بْنَ زَكَرِيَّا عَلَيْهِ السَّلَامُ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ اَنْ يَعْمَلَ بِهِنَّ وَاَنْ يَأْمُرَ بَنِي اِسْرَائِيلَ اَنْ يَعْمَلُوا بِهِنَّ وَكَانَ يُبْطِئُ بِهَا فَقَالَ لَهُ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ: اِنَّكَ قَدْ اُمِرْتَ بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ اَنْ تَعْمَلَ بِهِنَّ وَتَأْمُرَ بَنِي اِسْرَائِيلَ اَنْ يَعْمَلُوا بِهِنَّ فَاِمَّا اَنْ تُبْلِغَهُنَّ وَاِمَّا اَنْ اُبْلِغَهُنَّ. فَقَالَ: يَا اَخِي اِنِّي اَخْشَى اِنْ سَبَقْتَنِي اَنْ اُعَذَّبَ اَوْ يُخْسَفَ بِي". قَالَ: "فَجَمَعَ يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا بَنِي اِسْرَائِيلَ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ حَتَّى امْتَلَاَ الْمَسْجِدُ فَقَعَدَ عَلَى الشَّرَفِ فَحَمِدَ اللّٰهَ وَاَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: اِنَّ اللّٰهَ اَمَرَنِي بِخَمْسِ كَلِمَاتٍ اَنْ اَعْمَلَ بِهِنَّ وَآمُرَكُمْ اَنْ تَعْمَلُوا بِهِنَّ وَاَوَّلُهُنَّ: اَنْ تَعْبُدُوا اللّٰهَ لَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا فَاِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ مَثَل رَجُلٍ اشْتَرَى عَبْدًا مِنْ خَالِصِ مَالِهِ بوَرِق اَوْ ذَهَبٍ فَجَعَلَ يَعْمَلُ وَيُؤَدِّي غَلَّتَهُ اِلَى غَيْرِ سَيِّدِهِ فَاَيُّكُمْ يَسُرُّهُ اَنْ يَكُونَ عَبْدُهُ كَذَلِكَ وَاِنَّ اللّٰهَ خَلَقَكُمْ وَرَزَقَكُمْ فَاعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَاَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ فَاِنَّ اللّٰهَ يَنْصِبُ وَجْهَهُ لِوَجْهِ عَبْدِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ فَاِذَا صَلَّيْتُمْ فَلَا تَلْتَفِتُوا. وَاَمَرَكُمْ بِالصِّيَامِ فَاِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ مَعَهُ صُرَّةً مِنْ مِسْكٍ فِي عِصَابَةٍ كُلُّهُمْ يَجِدُ رِيحَ الْمِسْكِ. وَاِنَّ خُلُوفَ فَمِ الصَّائِمِ عِنْدَ اللّٰهِ اَطْيَبُ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ. وَاَمَرَكُمْ بِالصَّدَقَةِ فَاِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ اَسَرَهُ الْعَدُوُّ فَشَدُّوا يَدَيْهِ اِلَى عُنُقِهِ وَقَدَّمُوهُ لِيَضْرِبُوا عُنُقَهُ فَقَالَ لهم: هل لكم أن أفتدي نَفْسِي فَجَعَلَ يَفْتَدِي نَفْسَهُ مِنْهُمْ بِالْقَلِيلِ وَالْكَثِيرِ حَتَّى فَكَّ نَفْسَهُ. وَاَمَرَكُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ كَثِيرًا وَاِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ طَلَبَ��ُ الْعَدُوُّ سِراعا فِي اَثَرِهِ فَاَتَى حِصْنًا حَصِينًا فَتَحَصَّنَ فِيهِ وَاِنَّ الْعَبْدَ اَحْصَنُ مَا يَكُونُ مِنَ الشَّيْطَانِ اِذَا كَانَ فِي ذِكْرِ اللّٰهِ". قَالَ: وَقَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَاَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ اللّٰهُ اَمَرَنِي بِهِنَّ: الْجَمَاعَةُ وَالسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ وَالْهِجْرَةُ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللّٰهِ فَاِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ الْجَمَاعَةِ قيدَ شِبْر فَقَدْ خَلَعَ رِبْقة الْاِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ اِلَّا اَنْ يُرَاجِعَ وَمَنْ دَعَا بِدَعْوَى جَاهِلِيَّةٍ فَهُوَ مِنْ جِثِيِّ جَهَنَّمَ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللّٰهِ وَاِنْ صَامَ وَصَلَّى فَقَالَ: "وَاِنْ صَلَّى وَصَامَ وَزَعَمَ اَنَّهُ مُسْلِمٌ فَادْعُوا الْمُسْلِمِينَ بِاَسْمَائِهِمْ عَلَى مَا سَمَّاهُمُ اللّٰهُ عَزَّ وَجَلَّ: الْمُسْلِمِينَ الْمُؤْمِنِينَ عِبَادَ اللّٰهِ" Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Khalaf (yaitu Musa ibnu Khalaf, beliau termasuk wali abdal), telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, dari Zaid ibnu Salam, dari kakeknya (Mamtur), dari Al-Haris Al-Asy'ari, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah Swt. memerintahkan kepada Yahya ibnu Zakaria a.s. untuk mengamalkan lima kalimat dan memerintahkan kepada Bani Israil untuk mengamalkannya. Akan tetapi, hampir saja Yahya a.s. terlambat mengamalkannya, lalu Isa a.s. berkata kepadanya, 'Sesungguhnya kamu telah diperintahkan untuk mengamalkan lima kalimat. Kamu pun memerintahkan kepada Bani Israil agar mereka mengamalkannya. Apakah kamu yang menyampaikan, atau diriku yang menyampaikannya?' Yahya menjawab, 'Hai Saudaraku, sesungguhnya aku merasa takut jika kamu yang menyampaikannya, nanti aku akan diazab atau dikutuk.' Kemudian Yahya ibnu Zakaria mengumpulkan kaum Bani Israil di Baitul Muqaddas hingga masjid menjadi penuh oleh mereka. Yahya duduk di atas tempat yang tinggi, lalu memuji dan menyanjung Allah Swt. Kemudian ia mengatakan, 'Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk mengamalkan lima kalimat. Dia memerintahkan pula kepada kalian agar mengamalkannya. Pertama, hendaklah kalian menyembah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena sesungguhnya perumpamaan orang yang mempersekutukan Allah itu seperti keadaan seorang lelaki yang membeli seorang budak dengan uangnya sendiri secara murni, baik uang perak ataupun uang emas. Lalu si budak bekerja dan memberikan hasil penjualan jasanya itu kepada selain tuannya. Maka siapakah di antara kalian yang suka diperlakukan seperti demikian? Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan kalian dan yang memberi rezeki kalian. Maka sembahlah Dia oleh kalian dan jangan kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Allah memerintahkan kalian untuk mengerjakan salat, karena sesungguhnya Zat Allah berada di hadapan hamba-Nya selagi si hamba (yang sedang salat itu) tidak menoleh. Karena itu, apabila kalian sedang salat, janganlah kalian menoleh. Allah telah memerintahkan kalian puasa, karena sesungguhnya perumpamaan puasa itu seperti keadaan seorang lelaki yang membawa sebotol minyak kesturi berada di tengah-tengah segolongan kaum, lalu mereka dapat mencium bau wangi minyak kesturinya. Sesungguhnya bau mulut orang yang sedang puasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kesturi. Allah memerintahkan kalian untuk bersedekah, karena sesungguhnya perurnpamaan sedekah itu seperti seorang laki-laki yang ditawan musuh, dan mengikat kedua tangannya ke lehernya, lalu mengajukannya untuk menjalani hukuman pancung. Kemudian lelaki itu berkata, 'Bolehkah aku menebus diriku dari kalian?' Lalu lelaki itu menebus dirinya dengan semua miliknya, baik yang bernilai murah maupun yang bernilai mahal, hingga dirinya terbebas. Allah memerintahkan kalian untuk berzikir dengan banyak mengingat Allah, karena sesungguhnya perurnpamaan hal ini seperti keadaan seorang lelaki yang dikejar-kejar musuh yang memburunya dengan cepat dari belakang. Kemudian lelaki itu sampai ke suatu benteng, lalu ia berlindung di dalam benteng itu (dari kejaran musuhnya). Sesungguhnya tempat yang paling kuat bagi seorang hamba untuk melindungi dirinya dari setan ialah bila ia selalu dalam keadaan berzikir mengingat Allah'." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Dan aku perintahkan kalian untuk mengerjakan lima perkara yang telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, yaitu (menetapi) jamaah (persatuan), tunduk dan taat (kepada ulil amri), dan hijrah serta jihad di jalan Allah. Karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari jamaah dalam jarak satu jengkal, berarti dia telah rnenanggalkan ikalan Islam dari lehernya, kecuali jika ia bertobat. Barang siapa yang memanggil dengan memakai seruan Jahiliyah. maka ia dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan berlutut. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, sekalipun dia puasa dan salat?" Beliau Saw. menjawab, "Sekalipun dia salat dan puasa, serta mengaku dirinya muslim. Maka panggillah orang-orang muslim dengan nama-namanya sesuai dengan nama yang telah diberikan oleh Allah buat mereka; orang-orang muslim dan orang-orang mukmin adalah hamba-hamba Allah. Hadis ini berpredikat hasan, sedangkan syahid (bukti) dari hadis ini yang berkaitan dengan makna ayat yang sedang kita bahas ini ialah kalimat yang mengatakan, "Dan sesungguhnya Allah telah menciptakan kalian dan memberi kalian rezeki. Maka sembahlah Dia oleh kalian, dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." Ayat yang sedang kita bahas menunjukkan bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya. Kebanyakan ulama tafsir —seperti Ar-Razi dan lain-lainnya— menyimpulkan dalil dari hadis ini adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, sama halnya dengan ayat yang sedang kita bahas secara lebih prioritas. Karena sesungguhnya orang yang merenungkan semua keberadaan alam bagian bawah dan bagian atas berikut berbagai ragam bentuk, warna, watak, manfaat (kegunaan), dan peletakannya dalam posisi yang tepat, semua itu menunjukkan kekuasaan Penciptanya, kebijaksanaan-Nya, pengetahuan-Nya serta keahlian-Nya, dan kebesaran kekuasaan-Nya. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh sebagian orang Arab ketika ditanya, "Manakah bukti yang menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Tinggi?" Maka dia menjawab, "Subhanallah (Mahasuci Allah), sesungguhnya kotoran unta menunjukkan adanya unta, jejak kaki menunjukkan adanya orang yang lewat. Langit yang memiliki bintang-bintang, bumi yang memiliki gunung-gunung serta lautan yang memiliki ombak-ombak, bukankah semua itu menunjukkan adanya Tuhan Yang Mahalembut lagi Maha Mengetahui?" Ar-Razi meriwayatkan dari Imam Malik, bahwa Ar-Rasyid pernah bertanya kepadanya mengenai masalah ini, lalu Imam Malik membuktikan dengan adanya berbagai macam bahasa, suara, dan irama. Disebutkan oleh Abu Hanifah bahwa ada sebagian orang Zindiq bertanya kepadanya mengenai keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Maka Abu Hanifah berkata kepada mereka, "Biarkanlah aku berpikir sejenak untuk mengingat suatu hal yang pernah diceritakan kepadaku. Mereka menceritakan kepadaku bahwa ada sebuah perahu di tengah laut yang berombak besar, di dalamnya terdapat berbagai macam barang dagangan, sedangkan di dalam perahu itu tidak terdapat seorang pun yang menjaganya dan tiada seorang pun yang mengendalikannya. Tetapi sekalipun demikian perahu tersebut berangkat dan tiba berlayar dengan sendirinya, dapat membelah ombak yang besar hingga selamat dari bahaya. Perahu itu dapat berlayar dengan sendirinya tanpa ada seorang pun yang mengendalikannya." Mereka berkata, "Ini adalah suatu hal yang tidak akan dikatakan oleh orang yang berakal." Maka Abu Hanifah berkata, "Celakalah kamu, semua alam wujud berikut apa yang ada padanya mulai dari alam bagian bawah dan bagian atas, semua yang terkandung di dalamnya berupa berbagai macam benda yang teratur ini, apakah tidak ada penciptanya?" Akhirnya kaum Zindiq itu terdiam dan mereka sadar, lalu kembali kepada perkara yang hak dan semuanya masuk Islam di tengah Abu Hanifah. Diriwayatkan dari Imam Syafii bahwa ia pernah ditanya mengenai keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta, maka ia menjawab bahwa ini adalah daun at-tut yang rasanya sama. Daun ini bila dimakan ulat sutera dapat menghasilkan benang sutera; bila dimakan lebah, keluar darinya madu; bila dimakan kambing dan sapi atau unta, menjadi kotoran yang tercampakkan (menjadi pupuk); dan bila dimakan oleh kijang, maka keluar dari tubuh kijang itu bibit minyak kesturi, padahal daunnya berasal dari satu jenis. Diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah ini, ia menjawab bahwa ada sebuah benteng yang kuat lagi licin, tidak mempunyai pintu dan tidak mempunyai lubang. Bagian luarnya putih seperti perak, sedangkan bagian dalamnya kuning mirip emas. Ketika benteng tersebut dalam keadaan demikian, tiba-tiba temboknya terbelah dan keluarlah darinya seekor hewan yang dapat mendengar dan melihat, bentuk dan suaranya lucu. Dia bermaksud menggambarkan telur bila menetas. Abu Nuwas pernah ditanya mengenai masalah ini. Ia berkata melalui syair-syairnya, yaitu: تَاَمَّلْ فِي نَبَاتِ الْاَرْضِ وَانْظُرْ ... اِلَى آثَارِ مَا صَنَعَ الْمَلِيكُ ... عُيُونٌ مِنْ لُجَيْنٍ شَاخِصَاتٌ ... بِاَحْدَاقٍ هِيَ الذَّهَبُ السَّبِيكُ ... عَلَى قُضُبِ الزَّبَرْجَدِ شَاهِدَاتٌ ... بِاَنَّ اللّٰهَ لَيْسَ لَهُ شَرِيكُ ... Renungkanlah kejadian tumbuh-tumbuhan di bumi ini dan perhatikanlah hasil-hasil dari apa yang telah dibuat oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Air yang jernih bak perak memenuhi parit-parit yang bagaikan emas cetakan mengairi lahan-lahan yang indah bagaikan batu permata zabarjad, semuanya itu merupakan saksi yang membuktikan bahwa Allah tiada sekutu bagi-Nya. Ibnul Mu'taz mengatakan: فَيَا عَجَبًا كَيْفَ يُعْصَى الْاِلَهُ ... اَمْ كَيْفَ يَجْحَدُهُ الْجَاحِدُ ... وَفِي كُلِّ شَيْءٍ لَهُ آيَةً ... تَدُلُّ عَلَى اَنَّهُ وَاحِدُ ... Alangkah anehnya, bagaimanakah seseorang berbuat durhaka kepada Tuhan, dan bagaimanakah seseorang mengingkari-Nya, padahal segala sesuatu merupakan pertanda baginya yang menunjukkan bahwa Tuhan adalah Esa. Ulama lainnya mengatakan, "Barang siapa yang merenungkan ketinggian langit ini, keluasannya, dan semua yang ada padanya berupa bintang yang bercahaya —baik yang kecil maupun yang besar— dan bintang-bintang yang beredar pada garis edarnya serta yang tetap, niscaya semua itu memberikan kesimpulan kepadanya akan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta. Barang siapa yang menyaksikan bagaimana bintang-bintang tersebut berputar pada dirinya sendiri setiap sehari semalam sekali putaran dalam tata surya yang maha luas itu, sedangkan masing-masing mempunyai garis edarnya sendiri; dan barang siapa yang memperhatikan lautan yang meliputi daratan dari berbagai arah, gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar stabil dan para penghuninya yang terdiri atas berbagai macam jenis dan bentuk serta warnanya, niscaya menyimpulkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, sebagaimana yang dijelaskan di dalam firman-Nya: وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ * وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالأنْعَامِ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهُ كَذَلِكَ اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُ��َمَاءُ Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka ragam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-bina-tang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. (Fathir. 27-28) Demikian pula sungai-sungai yang membelah dari suatu negeri ke negeri yang lain, membawa banyak manfaat. Semua yang diciptakan di muka bumi berupa bermacam-macam makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda rasanya, dan berbagai macam bunga yang beraneka ragam warnanya, padahal tanah dan airnya sama; semua itu menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta dan kekuasaan serta kebijaksanaan-Nya Yang Mahabesar. Juga menunjukkan rahmat-Nya kepada semua makhluk-Nya, lemah lembut, kebajikan dan kebaikan-Nya kepada mereka; tiada Tuhan selain Allah dan Tiada Rabb selain Dia, hanya kepada-Nyalah aku bertawakal dan kembali. Ayat-ayat Al-Qur'an yang menunjukkan pengertian ini sangat banyak.
0 notes
Text
◀Tata cara berdoa ketika berbuka puasa / iftar▶
PERTANYAAN : Assalamualaikum. Mau tanya permasalahan puasa : 1. Apakah اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين adalah hadits palsu? atau dengan kata lain, ini bukanlah hadits. Tidak terdapat di kitab hadits manapun. Sehingga kita tidak boleh meyakini doa ini sebagai hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Oleh karena itu, doa dengan lafazh ini dihukumi sama seperti ucapan orang biasa seperti saya dan anda. Sama kedudukannya seperti kita berdoa dengan kata-kata sendiri. Sehingga doa ini tidak boleh dipopulerkan apalagi dipatenkan sebagai doa berbuka puasa.BENARKAH ? 2. Kalau do'if kenapa lebih terkenal dibanding doa ini? ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الل 3. Salah satu doa yang tidak tertolak adalah saat berbuka puasa. Pertanyaan: kapan doa itu dilaksanakan ?sebelum membatalkan puasa,berbareng saat berdoa buka puasa atau setelah membatalkan puasa ? terima kasih. [Nona Arya]. JAWABAN : Wa'alaikum salam wr wb. Derajat hadits tersebut adalah MURSAL, namun di-dhoifkan oleh muhadits otodidak wahabi ( albani dalam al-jami'i al- shoghir, nama kitabnya hampir sama dengan jami'ish shoghir nya ASWAJA ). Adalah terlalu berlebihan kalau menyatakan salah, apalagi bid’ah berdo’a dengan do’a tersebut. Karena sebagai do’a, asalkan maknanya tidak bertentangan dengan aqidah Islam dan tidak untuk maksiyat, maka disunnahkan berdo’a walaupun do’a buatan sendiri atau dengan bahasa non Arab sekalipun. Apalagi do’anya orang yang berpuasa tidak ditolak. Rasulullah saw bersabda: ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ تُحْمَلُ عَلَى الْغَمَامِ، وَتُفْتَحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاوَاتِ، وَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكَ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ Tiga orang yang doa mereka tidak terhalang, yaitu imam (pemimpin) yang adil, orang yang berpuasa hingga ia berbuka, dan doa orang yang dizholimi. Doa mereka dibawa ke atas awan dan dibukakan pintu langit untuknya, lalu Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Demi izzah-Ku, Aku akan menolongmu meski setelah beberapa waktu.” (HR Ahmad, dari Abu Hurairah, shahih lighairihi). Apalagi ada hadits yang bahwa Rasulullah diriwayatkan juga berdo’a dengan do’a yang sebagian lafadznya seperti di atas: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ حُصَيْنٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ» Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu (HR. Abu Dawud, diriwayatkan juga oleh Al Baihaqi, Ath Thabarany, Ibnu Abi Syaibah) Namun dalam catatan kaki Kitab Jâmi’ul Ushul, karya Ibnul Atsir (w. 606 H), dengan tahqiq Abdul Qadir Arna’uth dan disempurnakan Basyir ‘Uyûn, Maktabah Dârul Bayân, juz 6 hal.378 dinyatakan: رقم (2358) في الصوم، باب القول عند الإفطار، مرسلاً، ولكن للحديث شواهد يقوى بها. Nomor (2358) dalam (kitab) Puasa, bab perkataan saat berbuka, mursal, akan tetapi hadits ini memiliki syawâhid yang memperkuatnya. Berikut beberapa redaksi do’a terkait: 1) Ath Thabarany dalam Mu’jam as Shaghir (2/133): بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ , وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ 2) Ath Thabarany dalam Ad Du’â, hal 286 بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، تَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 3) Dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/344), Ar Rabi’ bin Khutsaim ketika mau berbuka berdo’a: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَعَانَنِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ 4) Dalam Tartîbul ‘Amâly, 1/344: بِاسْمِ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ، تَقَبَّلْهُ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ Juga diriwayatkan bahwa Ibnu ‘Umar ketika mau berbuka berdo’a: يَا وَاسِعَ الْمَغْفِرَةِ اغْفِرْ لِي Wahai Dzat Yang luas ampunannya, ampuni aku (HR. Al Baihaqy) Bagus juga berdo’a dengan do’a: ذَهَبَ الظَّمأُ، وابْتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَبَتَ الأجرُ إِن شاءَ اللهُ Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, dan telah tetap pahala, insya Allah (HR. Abu Daud, Ad Daruquthni menyatakan sanadnya hasan, Al Hakim menyatakan sanadnya shahih menurut Syaikhain/bukhori muslim) Imam Thobrony menyatakan haditsnya marfu' (حديث مرفوع) ثنا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ شَبِيبٍ ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَمْرٍو الْبَجَلِيُّ ، ثنا دَاوُدُ بْنُ الزِّبْرِقَانِ ، عَنْ شُعْبَةَ ، عَنْ ثَابِتٍ ، عَنْ أَنَسٍ ، قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ إِذَا أَفْطَرَ ، قَالَ : " بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ " . Simak penjelasan keterangan berikut dari ulama lintas madzhab. Kaum Muslimin di seluruh dunia termasuk di Indonesia apabila berbuka puasa biasa membaca do’a berikut: اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ . Artinya: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah”. Pembacaan do’a seperti ini – dengan variasi tambahan dan pengurangan – merupakan warisan turun-temurun dari para Ulama Waratsatul Anbiya. Mereka yang menganjurkan membaca do’a ini adalah para Ahli Hadis dan Fuqaha dari berbagai Madzhab. Dari Ulama Madzhab Hanafi misalnya kita menemukan penjelasan dari Al Imam Fakhruddin Utsman bin Ali az Zaila’i: وَمِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَقُولَ عِنْدَ الْإِ��ْطَارِ اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْت وَعَلَيْك تَوَكَّلْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت . Artinya: Di antara Sunnat adalah ketika berbuka puasa dianjurkan mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal dan dengan rizki-Mu aku berbuka. (Lihat kitab Tabyinul Haqa’iq Syarah Kanzud Daqa’iq karya Al Imam Az Zaila’i juz 4 halaman 178). - Dari Ulama Madzhab Maliki antara lain disebutkan dalam Kitab Al Fawakih Ad Dawani Ala Risalah Ibni Abi Zaid Al Qirwani karya Syekh Ahmad bin Ghunaim bin Salim bin Mihna An Nafrawi : وَيَقُولُ نَدْبًا عِنْدَ الْفِطْرِ : اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْت وَمَا أَخَّرْت ، أَوْ يَقُولُ : اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ . Artinya: Dan Sunnat ketika berbuka puasa mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Maka ampunilah dosaku yang lalu dan yang akan datang”. Atau mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah”. (Lihat pada Juz 3 halaman 386). - Dari Madzhab Syafi’i antara lain dikemukakan Al Hafizh Al Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab: والمستحب أن يقول عند إفطاره اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت لما روى أبو هريرة قال " كان رسول الله صلي الله عليه وسلم إذا صام ثم أفطر قال اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت . Artinya: Dan yang disunnahkan ketika berbuka puasa itu adalah mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka”. Berdasarkan Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW itu apabila berpuasa kemudian berbuka membaca “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka”. (Lihat Al Majmu’ Juz 6 halaman 363). - Dari Madzhab Hanbali antara lain dikemukakan oleh Ibnu Qudamah Al Maqdisi. ويستحب تعجيل الافطار وتأخير السحور، وأن يفطر على التمر وإن لم يجد فعلى الماء،وأن يقول عند فطره اللَّهُمَّ لَك صُمْت ، وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت ، سُبْحَانَك وَبِحَمْدِك ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّي إنَّك أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ Artinya: Dan disunnahkan menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Dianjurkan agar berbuka dengan kurma atau jika tidak ada, dengan air. Dan ketika berbuka hendaklah membaca, “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka”. Maha Suci Engkau ya Allah dan segala pujian bagi-Mu. Ya Allah, terimalah ibadahku sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Asy Syarh Al Kabir karya Ibnu Qudamah, juz 3, halaman 76) Para Ulama itu mengamalkan do’a tersebut berdasarkan warisan ilmu yang diterima secara turun temurun dari generasi ke genarasi dan bermuara di generasi awal Ummat ini. Namun do’a tersebut pun terdapat pula catatannya di dalam kitab-kitab Hadis. Di antara buku Hadis yang mencantumkannya adalah buku karya Al Imam Abu Dawud, seorang penyusun buku Hadis bermadzhab Hanbali dalam Sunannya: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى أَبُو مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَلِىُّ بْنُ الْحَسَنِ أَخْبَرَنِى الْحُسَيْنُ بْنُ وَاقِدٍ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ - يَعْنِى ابْنَ سَالِمٍ - الْمُقَفَّعُ - قَالَ رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقْبِضُ عَلَى لِحْيَتِهِ فَيَقْطَعُ مَا زَادَ عَلَى الْكَفِّ وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَفْطَرَ قَالَ « ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ». (رواه ابو داود). Artinya: Marwan bin Salim berkata; Aku melihat Ibnu Umar memegang jenggotnya dan memotong yang melebihi genggaman telapak tangannya dan berkata: Rasulullah SAW itu apabila berbuka puasa mengucapkan “Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah”. (HR Abu Dawud). Al Imam Al Baihaqi, seorang penyusun kitab Hadis bermadzhab Syafi’i meriwayatkan dalam As Sunan Al Kubra – selain Hadis di atas – sebuah Hadis lain; أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِىٍّ الرُّوذْبَارِىُّ أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ دَاسَةَ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ حُصَيْنٍ عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ : أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ :« اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ».(رواه البيهقي فالسنن الكبرى) Artinya: Bahwasanya nabi Muhammad SAW itu apabila berbuka puasa membaca “Allahumma Laka Shumtu…” [Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka]. (HR Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra Juz 4 halaman 239) Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa membaca do’a “Allahumma laka Shumtu….” Sebagaimana yang biasa dilakukan Ummat Islam adalah Sunnah. Adapun adanya keterangan sebagian orang yang menilai Hadisnya lemah dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, lemahnya sebuah Hadis tidak serta merta terlarang mengamalkannya sebab kelemahan itu hanyalah pada penisbatannya kepada Rasulullah SAW, tidak ada kaitannya dengan boleh-tidaknya dibaca. Kedua, Hadis “Allahumma Laka Shumtu…” sungguhpun dha’if namun ia melengkapi Hadis “Dzahabazh Zhama’u…”. yang yang Hasan itu. Bentuk kedua ini belum merupakan do’a sebab hanya bentuk berita atau ucapan biasa yang disampaikan Rasulullah SAW saat minum air. Bacaan ini baru menjadi do’a manakala disambungkan dengan kalimat “Allahumma…” yang berarti “Ya Allah”. Ketiga, bacaan do’a tersebut telah diamalkan dan dianjurkan oleh semua Ulama Madzhab Empat Itu artinya membaca “Allahumma laka Shumtu” merupakan kesepakatan Ummat Islam. Apabila ada orang awam yang melarang membaca “Allahumma Laka Shumtu…” maka orang tersebut dapat dikatakan menganut aliran sesat, sebab – selain menyalahi kesepakatan Ummat Islam – tidak ada dalil yang menjadi dasarnya. Bahkan, sabda Rasulullah SAW di atas menganjurkan kita memilih do’a sesuka kita. Lalu dengan alasan apa orang tersebut melarang membaca do’a “Allahumma Laka Shumtu..” ?. Bukankah dengan larangannya itu berarti ia telah membuat Syari’at baru?. Kalau saja membaca do’a yang terdapat dalam Hadis Shahih itu diharamkan, tanyakan kepada orang itu; “Pernahkan anda berdo’a dengan Bahasa Indonesia agar anak anda sukses sekolahnya?. Jika pernah, lalu apakah ada dalilnya bentuk do’a yang anda baca itu?. Lalu bagaimana anda melarang orang membaca do’a yang disepakati Ummat Islam dari dulu hingga sekarang hanya gara-gara “katanya” Hadisnya dha’if ?. Para ulama menganjurkan membaca do'a tersebut, simak hadits yang mereka (Rohimahumullahu) takhrij : Lihat dalam taisiril wushul ila ahaaditsir rosul. كان إذا أفطر قال : اللهمَّ لك صمتُ وعلى رِزقِك أفطرتُ الراوي: معاذ بن زهرة المحدث: أبو داود - المصدر: المراسيل - الصفحة أو الرقم: 203 خلاصة حكم المحدث: أورده في كتاب المراسيل أنّ النبيَّ صلى الله عليه وسلم كان إذا أفطر قال اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت الراوي: معاذ بن زهرة المحدث: أبو داود - المصدر: سنن أبي داود - الصفحة أو الرقم: 2358 خلاصة حكم المحدث: سكت عنه [وقد قال في رسالته لأهل مكة كل ما سكت عنه فهو صالح] كان النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا أفطَر قال بِسْمِ اللهِ اللَّهمَّ لكَ صُمْتُ وعلى رِزْقِكَ أفطَرْتُ الراوي: أنس بن مالك المحدث: الطبراني - المصدر: المعجم الأوسط - الصفحة أو الرقم: 7/298 خلاصة حكم المحدث: لم يرو هذا الحديث عن شعبة إلا داود بن الزبرقان تفرد به إسماعيل بن عمر اللهمَّ لكَ صُمْتُ وعلى رزقِكَ أفطرتُ الراوي: أبو هريرة المحدث: النووي - المصدر: الم��موع - الصفحة أو الرقم: 6/362 خلاصة حكم المحدث: غريب، ليس معروفا، وعن النبي صلى الله عليه وسلم مرسلا، ومن رواية ابن عباس مسنداً متصلاً بإسناد ضعيف أن النبيَّ _صلى الله عليه وسلم _كان إذا أفطرَ قال : اللهمَّ لكَ صمتُ، وعلى رِزْقِكَ أفطرتُ. الراوي: معاذ بن زهرة المحدث: الذهبي - المصدر: المهذب - الصفحة أو الرقم: 4/1616 خلاصة حكم المحدث: مرسل أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ كان إذا أفطرَ قال : اللَّهُمَّ لكَ صُمتُ وعلى رِزقِكَ أفْطَرتُ الراوي: معاذ بن زهرة المحدث: ابن الملقن - المصدر: البدر المنير - الصفحة أو الرقم: 5/710 خلاصة حكم المحدث: إسناده حسن لكنه مرسل بلغَه أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ كانَ إذا أفطرَ قالَ اللَّهمَّ لَكَ صمتُ وعلى رزقِك أفطرتُ الراوي: معاذ بن زهرة المحدث: ابن الملقن - المصدر: شرح البخاري لابن الملقن - الصفحة أو الرقم: 13/400 خلاصة حكم المحدث: مرسل [وروي] من حديث أنس مرفوعاً بإسناد فيه ضعف أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ تعالَى عليه وسلم كان إذا أفطر قال : اللهمَّ لك صمتُ وعلى رِزقكَ أفطرتُ الراوي: معاذ بن زهرة المحدث: ابن الملقن - المصدر: خلاصة البدر المنير - الصفحة أو الرقم: 1/327 خلاصة حكم المحدث: إسناده حسن لكنه مرسل أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ كان إذا أفطرَ قال اللهمَّ لك صمتُ وعلى رزقك أفطرتُ الراوي: معاذ بن زهرة المحدث: ابن الملقن - المصدر: تحفة المحتاج - الصفحة أو الرقم: 2/96 خلاصة حكم المحدث: مرسل أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان إذا أفطَر قال اللهُم لكَ صمتُ ، وعلى رزقِكَ أفطَرتُ الراوي: معاذ بن زهرة المحدث: ابن كثير - المصدر: إرشاد الفقيه - الصفحة أو الرقم: 289/1 خلاصة حكم المحدث: مرسل، ومن حديث ابن عباس ونحوه، ولا يصح سنده أن النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ كان إذا أفطر قال اللهمَّ لك صمتُ وعلى رزقِك أفطرتُ الراوي: معاذ بن زهرة المحدث: محمد المناوي - المصدر: تخريج أحاديث المصابيح - الصفحة أو الرقم: 2/169 خلاصة حكم المحدث: مرسل كانَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا أفْطَرَ قال بسمِ اللهِ اللهمَّ لَكَ صمْتُ وعلَى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ الراوي: أنس بن مالك المحدث: الهيثمي - المصدر: مجمع الزوائد - الصفحة أو الرقم: 3/159 خلاصة حكم المحدث: فيه داود بن الزبرقان وهو ضعيف أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان إذا أفطر قال : اللَّهمَّ لك صُمتُ ، وعلى رزقِك أفطرتُ الراوي: معاذ بن زهرة الم��دث: ابن حجر العسقلاني - المصدر: التلخيص الحبير - الصفحة أو الرقم: 2/801 خلاصة حكم المحدث: مرسل كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا أفطر قال : بسمِ اللهِ اللَّهمَّ لك صُمتُ، وعلى رزقِك أفطرتُ الراوي: أنس بن مالك المحدث: ابن حجر العسقلاني - المصدر: التلخيص الحبير - الصفحة أو الرقم: 2/802 خلاصة حكم المحدث: إسناده ضعيف melihat pandangan ahli hadits diatas ,derajat hadits nya khilaf (marfu' , mursal dan dhoif ) kalaupun dhoif namun secara ma'na hasan , Imam ghozali saja yang tingkatannya " Hujjatul Islam" dalam banyak kitabnya mengutarakan amalan-amalan yang sumbernya dari hadits dho'if sebagai "Fadhoilul a'mal". Dan menurut pribadi saya : "terlalu berlebihan kalau ada orang atau golongan yang tidak memperbolehkan do'a tersebut diatas dengan berdasarkan "sanad hadits nya lemah". Ta'dzimnya aswaja dengan menggabungkan keduanya اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الل HADITH INI HASAN dan MA'MUL BIH (bisa diamalkan) termuat dalam : Asnal Mathalib ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻪ ﺃَﻥْ ﻳَﻘُﻮﻝَ ﺑَﻌْﺪَ ﻭﻓﻲ ﻧُﺴْﺨَﺔٍ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﺈِﻓْﻄَﺎﺭِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻟﻚ ﺻُﻤْﺖ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺭِﺯْﻗِﻚ ﺃَﻓْﻄَﺮْﺕ ﻟِﻠِﺎﺗِّﺒَﺎﻉِ ﺭَﻭَﺍﻩُ ﺃﺑﻮ ﺩَﺍﻭُﺩ ﺑِﺈِﺳْﻨَﺎﺩٍ ﺣَﺴَﻦٍ ﻟَﻜِﻨَّﻪُ ﻣُﺮْﺳَﻞٌ ﻭَﺭُﻭِﻱَ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﺃَﻧَّﻪُ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺣِﻴﻨَﺌِﺬٍ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺫَﻫَﺐَ ﺍﻟﻈَّﻤَﺄُ ﻭَﺍﺑْﺘَﻠَّﺖْ ﺍﻟْﻌُﺮُﻭﻕُ ﻭَﺛَﺒَﺖَ ﺍﻟْﺄَﺟْﺮُ ﺇﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺃﺳﻨﻰ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﺐ Raudhatul Muhadditsin Abdul Qadir Al-Arnauth menyatakan : "Namun hadits ini memiliki syawahid(jalur lain) yang menguatkannya." Wallohu a'lam.
0 notes
Text
At-Ta*līq *Alā Al-Ārō^ 82 : Kemungkaran Yang Boleh Dikenal Orang Awam
Sebenarnya tidak perlu pun seseorang untuk menjadi ulama bagi mengenalpasti kebobrokan pandangan ini dan membantahnya. Cukup seseorang mempunyai pengetahuan mendasar tentang sunnah dan terbinanya penghayatan dalam jiwa untuk melakukan pertahanan kepada sunnah seperti ini atau terselamat daripada kancah kefahaman sebegini.
Bukanlah saya ingin menafikan kepentingan keluasan ilmu dalam sesuatu bidang agar lebih komprehensif kefahamannya, tetapi ada beberapa perkara yang kesalahan itu boleh dikenalpasti kejelasan salahnya yang berbeza dari peringkat awam sehingga tahap ahli ilmu. Kalau dalam ilmu tajwid pun ada kesalahan yang terang yang tidak dimaafkan kesilapannya dan boleh dikenalpasti dengan mudah, sebegitu juga dalam bidang yang lain.
Mungkin yang menjadi isu adalah sikap orang awam mempertikaikan para ulama seolah-olah mereka melakukan kesilapan yang orang awam boleh mengenalnya tanpa dia sedar. Duhai! Kalau ada ahli ilmu yang meminum arak sekalipun, tidak perlu pun seseorang itu mencapai darjat ulama yang menghafal ribuan hadis dan pelbagai kriteria yang tinggi yang lain untuk menjalankan pencegahan kepada mungkar.
Mungkin ada yang mempersoalkan mengapa ulama yang melakukan kesalahan itu tidak sedar bahawa ia adalah yang boleh dikesan oleh orang awam? Kita katakan, setiap manusia ada alpanya, kelalaiannya, terlepas pandangnya, kekurangan yang tidak boleh dielakkan dan kesilapan yang tidak disengajakan. Kita semua mungkin akan terjebak dengannya tanpa kita sedari.
Oleh itu, selain meraikan tahap keilmuan seseorang, kita juga perlu ada rasa junjungan terhadap kebenaran yang disampaikan. Ia adalah rezeki dari Allah yang haram kita dustai walau sehebat mana pun kompeten kita dalam bidang ilmu kita. Sesiapa yang berpaling daripada nikmat-Nya yang mulia kerana ketaksuban dan kesombongan, pasti dia akan dibinasakan.
Perhatikan kisah *Abdul Qōdir al-Jaylāniyy yang disebutkan Ibn Rojab al-Ḥanbaliyy : وذكر فيه أيضا بإسناده عن موسى ابن الشيخ عبد القادر، وقال: سمعت والدي يقول: خرجت في بعض سياحاتي إلى البرية ومكثت أياما لا أجد ماء، فاشتد بي العطش فأظلتني سحابة، ونزل عليِّ منها شيء يشبه الندى. فترويت به. ثم رأيت نورا أضاء به الأفق، وبدت لي صورة، ونوديت منها: يا عبد القادر أنا ربك، وقد أحللت لك المحرمات أو قَالَ: ما حرمت على غيرك فقلت: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. اخسأ يا لعين، فإذا ذلك النور ظلام، وتلك الصورة دخان، ثم خاطبني، وقال: يا عبد القادر، نجوت مني بعلمك بحكم ربك وفقهك في أحوال منازلاتك. ولقد أضللت بمثل هذه الواقعة سبعين من أهل الطريق. فقلت: لربي الفضل والمنة. قَالَ: فقيل له: كيف علمت أنه شيطان. قَالَ: بقوله: وقد أحللت لك المحرمات. ِDisebutkan di dalamnya dengan sanadnya dari Mūsā bin Syeikh *Abdul Qōdir. Dia berkata; Aku mendengar ayahku berkata; Aku keluar pada sebahagian perantauanku di gurun. Aku menetap selama beberapa hari tanpa aku menemui air. Lalu, menjadi bersangatan dahagaku. Lalu, terdapat satu awan menaungiku, lalu turun sesuatu yang menyerupai embun kepadaku daripadanya. Kemudian, aku melihat cahaya yang menyinari ufuknya, lalu munculah suatu rupa kepadaku dan aku diserukan daripadanya: "Wahai *Abdul Qōdir! Sesungguhnya aku tuhanmu. Aku telah menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan" atau dia berkata: "Aku tidak mengharamkan kepada selainmu". Aku berkata: "Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang direjam! Berambuslah wahai yang dilaknat!". Tiba-tiba cahaya itu menjadi gelap dan rupa itu menjadi asap. Kemudian, ia berbicara kepadaku dan berkata: "Wahai *Abdul Qōdir, engkau telah selamat daripadaku dengan ilmumu dengan ketetapan tuhanmu dan kefaqihanmu pada keadaan-keadaan tentanganmu. Aku telah menyesatkan dengan semisal kejadian ini seramai tujuh puluh orang dari sang pejala menuju Allah". Aku berkata: "Milik tuhanku segala kelebihan dan pemberian". Dia berkata; Dikatakan kepadanya: "Bagaimana engkau tahu bahawa ia adalah syaitan". Dia berkata: "Dengan katanya: Aku menghalalkan perkara-perkara yang haram untukmu". [Ḏayl Ṭobaqōt al-Ḥanābilah, jilid 2, m/s 196, keluaran Makatabah al-*Ubaykān, ar-Riyāḍ, tahqiq *Abdul Roḥmān Sulaymān al-*Uṯamymīn].
Cubalah bayangkan kalau selepas ini kita menemukan syeikh sufi yang mengatakan bahawa bolehnya mengqasarkan solat walaupun tanpa musafir atas alasan ia adalah perkhabaran Rasulullah -ṣollallahu *alayhi wasallam- yang dia menemuinya dalam mimpinya atau al-Ḥoḍir -*alayhissalām- menemuinya. Tidak perlu pun ragu bahawa itu adalah daripada syaitan yang menyamar baginda. Tidak perlu menjadi ulama pun untuk menolak syubhat seperti ini. Cukup mengenali prinsip sunnah dan berpegang erat dengannya.
Ini bukan isu pertelagahan antara ulama dengan orang awam. Ia adalah isu penerimaan kebenaran. Banyak mana pun ilmu seseorang dalam dadanya, salah tetap salah meski tokoh kebesaran yang melakukannya. Kebenaran akan diambil kira walaupun daripada orang awam.
Pentingkan hujah yang menepati sunnah, bukan siapa yang berjubah! Amati kebenaran, bukan kedudukan! Kita menghormati ulama kerana kedudukan yang diistimewakan yang selayaknya dengannya, tetapi itu bukan bermakna kita membenarkan apa sahaja, malah mengkultuskan segala yang terbit daripadanya.
Saya teringat apa yang pernah disebutkan bahawa jika seorang murid ternampak syeikh berzina di hadapan matanya, ia mungkin tipu daya mata murid yang terpancar dari sanubari yang kotor yang syaitan memanipulasi derianya agar ternampak perlakuan salah syeikh tersebut, walhal hakikatnya bukan sedemikian atau sama sekali tidak boleh mempersoalkannya kerana rendahnya darjat murid berbanding syeikhnya.
Penyebutan ini menepati yang disebutkan Muḥammad az-Zamzamiyy bin Muḥammad bin aṣ-Ṣiddīq, salah seorang sufi berketurunan Rasululllah -ṣollallahu *alayhi wasallam- dalam az-Zāwiyah Wa Mā Fīhā Min al-Bida* Wa al-A*māl al-Munkaroh yang menyatakan salah satu bidaah tarekat kesufian adalah wajib bagi orang yang memasuki zawiyah tarekat menjadi buta, pekak dan bisu. Apabila dia melihat kemungkaran, wajib baginya menganggap dirinya sendiri tidak nampak sesuatu kerana zawiyah adalah tempat bertakhtanya sultan hakikat, bukan sultan syariat. Sesiapa yang mencegah kepada kemungkaran dalam zawiyah, maka dia tidak akan berjaya kerana melanggar batasan sultan hakikat!
Ini adalah alasan yang bodoh untuk menutup kemungkaran. Bayangkan kalau ini berleluasa dalam tarekat dan praktik kesufian dan tidak dibendung secara tegas. Perkara ini tidak perlu seseorang untuk setara dengan ahli ilmu ketinggian untuk menyanggahinya.
Sekarang ini, mereka yang beralasan bahawa orang awam tidak boleh menegur ulama yang melakukan kesalahan yang jelas di sisi peringkat ilmu yang biasa pun kerana kononnya orang awam tidak setara dari segi capaian ilmu sedang mengemukakan alasan yang sama seperti sufi bodoh tersebut, cuma tidak sehalus sufi. Yang mereka sibuk membangkitkan adalah isu yang remeh dan tidak siginfikan atau tiada kaitan dengan hujah seperti penampilan dan taraf seseorang.
Tidak perlulah mempertahankan yang jelas salah dan tidak perlu menunggang kedudukan seseorang dalam bidang ilmu apabila nyata kebenarannya. Sunnah adalah di pihak yang tertinggi dan hakim bagi setiap perkara. Janganlah kita mengangkat seseorang yang seakan-akan dia tidak dipertanggungjawab untuk menimbang dirinya dalam neraca sunnah.
Ambilan : https://www.wattpad.com/1097959610-at-ta-l%C4%ABq-al%C4%81-al-%C4%81r%C5%8D%5E-82-kemungkaran-yang-boleh
0 notes
Text
Kisah Ayah Hadi yang Tilawah di Dalam Pesawat
Kisah Ayah Hadi yang Tilawah di Dalam Pesawat
Ahmad Heryawan
Langit bandara Husein Sastranegara terang sore itu, hanya sedikit pekat jauh di timur sana, tanda adanya kawanan awan sedang mengantungi sekian volume air. Pesawat komersil tipe baling baling sudah teparkir diluar ruang tunggu bandara, pesawat kecil, yang kalau nabrak awan getaran yang dihasilkan lumayan mendebarkan.
Kang Aher, Gubernur Jawa Barat menjadi salah satu calon penumpangnya, Ayah dari adik kita Hadi (Abdul Hadi), yang 10 hari terakhir Ramadhan lalu kisah I’tikafnya viral, 9 hari penuh tidak pulang, dan alhamdulillah berhasil 3x khatam selama itu. Dan tidak ada pelayanan spesial dari Gedung Sate kepada Hadi, kendatipun Masjid Al Muttaqien adalah Masjid dari ‘Daerah Kekuasaan’ kang Aher.
Masuk Area Bandara seperti yang biasa beliau lakukan pada siapapun, dimanapun, kang Aher menyapa, menyalami, melempar senyum khasnya kepada calon penumpang yg ditemui, kami sering mengistilahkan ini dengan “Smiling Leadership”, kategori sekenanya, entah teori dari mana, dan tentu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah..
Singkat cerita, tibalah waktu terbang, Bandung Jogja akan ditempuh sekitar 1 jam perjalanan, saya naik duluan, duduk duluan, sebagian penumpang sudah berada didalam pesawat, setelah duduk beberapa saat, saya mendengar salah seorang penumpang bertanya pada pramugari di pintu masuk, mengkonfirmasi “ada Kang Aher ya? Pak Gubernur?”, “saya kurang tau pak” jawab Pramugari, beberapa saat kemudian barulah terlihat kang Aher menaiki pesawat dengan para calon penumpang lainnya.
Pesawat mulai terbang, mulai mencapai ketinggian yang cukup untuk bertemu awan, dan benar, pesawat mulai sedikit bergetar, karakter pesawat kecil baling baling, sangat normal sebenarnya. Beberapa penumpang berekspresi agak khawatir, ada pasangan suami istri yang saling berpegangan erat di sebelah kanan kami, yang lain biasa saja.
Saat itulah sayup sayup terdengar suara tilawah kang Aher. Bukan! bukan karena pesawat sedang menabrak awan dan sedikit bergetar, bukan..
Beginilah cara kang Aher tilawah, beginilah cara, ayah dari adik kita Hadi, menyelesaikan kewajiban interaksinya dengan Kitab Suci Al Qur’an, petunjuk kehidupan bagi Ummat Muslim itu. Menjadikan Al Qur’an sahabat perjalanannya.
Ini bukan cerita istimewa, banyak dari kita yang melakukannya, sangat banyak, hanya saja, ini salah satu contoh, yang ditunjukkan langsung oleh orang nomor 1 di Jawa Barat, yang kesibukannya tentulah tak sama dengan saya, tapi sayangnya logika perbedaan kesibukan ini malah tak berbanding lurus dengan jumlah interaksi dengan Al Qur’an, kitab suci Umat Islam itu, petunjuk jalan bagi kaum muslim itu..
Waktu luang ini seringnya lebih berdampak melenakan, sedang mereka yang memiliki kesibukan semisal kang Aher, sekelas Gubernur Jawa Barat itu, yang seringnya telah dimulai dari subuh belum tiba dan berakhir ketika hari telah berganti, justru dapat berinteraksi lebih baik dengan Al Qur’an.
Ahhh, tentu saja! beda kualitas, beda pemahaman, beda kondisi ruhiyah, dan beda hasil pada akhirnya, hasil pemikiran, hasil pekerjaan, bahkan hasil DNA..
Semoga Allah menjaga adik kita Hadi, dan Ayahnya Hadi, kang Aher. Dengan terus memberi kita kisah kisah mereka yang menginspirasi.
Dikisahkan oleh Akiawan. [ @paramuda / BersamaDakwah]
google_ad_client = “ca-pub-9633550730531391”; google_ad_host = “pub-1556223355139109”; google_ad_slot = “6360499155”; google_ad_width = 336; google_ad_height = 280;
Sumber : Source link
0 notes