#ThinkerMuslimah
Explore tagged Tumblr posts
Text
“Begitu Cepat Berlalu”
Kajian Wanita, Pemateri: Ust. Nuzul Dzikri Allah Berfirman di Q.S Al Anfal ayat 2: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal” Ibnu Qayyim rahimahullah memberikan ilmu menyikapi terkait rintangan, seringkali ketika kita terjatuh, melakukan kesalahan, kekeliruan, dan kita mengetahui kita salah, kita tahu bahwa ini hawa nafsu, tergelincir dan jatuh lagi.
Siapa biang kerok nya? yaitu Syaithan.
Padahal kita tahu obatnya. Namun kita tidak berdaya menghadapi dominasi dari syaithan, yang lebih miris lagi, ternyata kita yang memberikan pintu masuk syaithan ke hati kita.
Kita tidak berupaya mengusir syaithan tsb pada saat syaithan mendominasi. Sekarang Syaithan dan hawa nafsu sudah menguasai, lalu kita ingin merubah dan membersihkan dari itu semua.
“Sudah tidak mampu, karena mereka sudah terlalu sangat kuat”
Ibarat penyakit kanker, ketika banyak orang baru tergerak untuk berobat atau baru ke dokter, namun ternyata sudah stadium 4, lalu dokter angkat tangan, tidak mampu mengobati penyakit tsb, karna kanker nya sudah terlalu kuat.
Dunia itu fana, waktu untuk mengobati itu fana.
Ketika pintu terbuka, jangan berfikir pintu terbuka selama-lamanya.
Minta pertolongan Allah.
Ibnu Qayyim, memberikan semangat untuk kita. “Perjuangan ini sebentar, durasi untuk berjuang sebentar, sabarnya juga sebentar”.
tetap berada perbatasan antara halal dan haram. Betul, jarak kita dengan haram itu, tipis. Namun kita harus menjalankan perintah Allah. Q.S Al Imran ayat 200: “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”
7 notes
·
View notes
Text
Journey with Qur’an #1
Oleh Ust. Oemar Mitta Dari Buku “50 Kaidah Al-Qur’an Untuk Jiwa dan Kehidupan”
Al Qur’an itu tak hanya diibadahi ketika dibaca, tapi ia sejatinya kekuatan tanpa perisai yang merubah apapun.
Dari Umar R.A berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah mengangkat derajat beberapa kaum melalui kitab ini (Al Qur’an) dan Dia merendahkan beberapa kaum lainnya melalui kitab ini pula.” (H.R Muslim)
Siapapun yang bersama Al Qur’an, maka dia akan terdepan dalam peradaban dan pemikiran. Ketika bangsa pengembara kambing tersentuh dengan Al Qur’an, maka Allah jadikan mereka memimpin peradaban menggantikan Romawi dan Persia.
Interaksi dengan Al Qur’an 1. Membacanya 2. Memahami artinya 3. Memahami tafsir, ta’wil dan interpretasinya 4. Tata perilaku dan sikap Siapapun yang bersama Al Qur’an, maka akan mulia.
Kaidah pertama dari “50 Kaidah Al-Qur’an Untuk Jiwa dan Kehidupan” ialah,
Berkata Yang Baik
“Berkatalah yang baik kepada sesama manusia” (Al-Baqarah: 83)
Al-Qur’an sangat mengetahui bahwa pilar kebaikan manusia tergantung salah satunya dalam pilar komunikasi, tak mengherankan bagaimana detilnya Al-Qur’an untuk selalu mengarahkan manusia untuk memperhatikan setiap ucapannya. Ucapan yang lurus membuat kualitas hidup bertambah dan membaik. Kita faham bahwa berkomunikasi sangat berbeda dengan berbicara, karena bicara belum tentu berkomunikasi. Sedangkan berkomunikasi sangat membutuhkan seni dan pola yang indah untuk menghasilnya selaksa indah kehidupan Ucapan yang baik mencerminkan hatinya dan sebaliknya.
Pertanyaannya, Mengapa kita harus berbicara yang baik? 1. Karena kualitas hidup akan kita raih dimulai dari ucapan kita, bukankah setiap ucapan manusia memiliki reaksi pada sesuatu di sekitarnya? Dan salah satu sebab masuk islamnya kaum Anshar adalah kelembutan kata-kata dari sahabat Mushab bin Umair R.A 2. Karena omongan yang baik itu investasi Surga, karena salah satu identitas penduduk surga ialah Layyin yang maknanya ialah lembut perkataannya “Imam Nawawi bertutur, dijadikan telinga dua dan mulut itu hanyalah satu, supaya kita banyak mendengar daripada berbicara” 3. Karena Syaithan memproduksi kerusakan dimulai dari kata-kata yang buruk, lalu ia menjadi penumpang gelap untuk mempermusuhkan setiap manusia
Dan katakanlah kepada hamba-hambaKu: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaithan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia (Q.S Al-Isra: 53)
4. Karena setiap ucapan adalah doa, yang sejatinya penduduk langit akan bekerja untuk mengaamiinkan setiap ucapan manusia 5. Karena salah satu hisab yang berat dan investasi neraka adalah karena urusan lisan.
Lalu, Kepada siapa kita berkata yang baik? 1. Kepada Allah Sang Pemilik Segala Kesempurnaan, karena tak ada yang lebih berhak mendapatkan perkataan yang baik kecuali Allah.
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui, Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban” (Al-Isra: 36)
2. Kepada Ibu dan Bapakmu. Karena air susunya terlalu mahal dan karena keringatnya terlalu berharga. Termasuk keburukan ialah ketika kita mampu berbicara panjang lebar dengan orang lain tapi tak mampu berbicara yang nyaman dengan ibu bapakmu. Mata uang yang paling laku bagi orang tua ialah membersamai obrolan mereka.
“...maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (Al-Isra: 23)
3. Kepada pasangan hidupmu Tak akan disebut baik hingga orang terdekatnya mengatakan ia baik. 4. Kepada anak-anakmu 5. Kepada hamba beriman engkau harus mengucapkan kalimat-kalimat terbaikmu. 6. Kepada teman-teman maksiatmu. Kepada para pendosa pun tak selayaknya engkau berkata buruk 7. Kepada Faqir Miskin 8. Kepada mereka yang belum beriman
Sudahkah kita mulai hari ini dengan perkataan yang baik?
Selanjutnya, Kaidah kedua ialah,
Pola Pikir
“....Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqarah: 216)
Memahami bahwa segala sesuatu yang terlihat buruk bisa jadi banyak kebaikan di ujung akhir nanti. Manusia akan tersenyum dan lapang hatinya serta mengajarkan optimisme hidup Optimisme hidup itu energi besar yang tidak semua manusia bisa mendapatkannya. Karena semua hal dari remeh temeh pun bisa meluruhkan optimisme hidup manusia. Tak ada yang salah dalam takdir, yang salah ialah ketika hati kita keruh membaca takdir.
Optimisme berbanding lurus dengan memahami takdir dengan benar, dan takdir Allah itu: 1. Tidak ada yang bersifat mendzhalimi manusia itu sendiri 2. Sebanding dengan ilmu Allah yang tak bertepi, Hikmah-Nya yang tiada berujung dan rahmat-Nya yang yang tak berfinish
Cintanya Allah kepada makluk lebih besar dari kasih sayang seorang Ibu kepada anaknya.
Banyak kisah-kisah yang dapat diambil dari takdir-takdir yang Allah berikan. Kisah tersebut ialah, 1. Bukankah terusirnya Rasulullah berujung manis dengan kemenangan beliau? Terisolir Rasulullah dari Mekkah, terlihat kalah dan hina. Tapi, justru di Madinah, agama Allah dimenangkan, 2. Bukankan pahitnya menghanyutkan Musa di atas Sungai Nil, sangat berat bagi Ibunda Musa? Tapi perhatikan ujungnya, bukankah Musa kembali ke pangkuan Ibunya dengan kondisi yang jauh lebih baik? 3. Kisah Nabi Yusuf yang berfinish manis dan mulia 4. Kisah nyata Ummu Salamah 5. Kisah nyata Suami Istri
Kenapa Allah membebani kita dengan takdir ujian yang berat? Karena Allah ingin dengar rintihanmu, Allah ingin mendengar doa, Allah ingin supaya engkau mendapat pahala kesabaran
Apapun yang kita temui hari ini, pastikan selalu ada kebaikannya. Kalaulah tidak hari ini, besok atau lusa, yang pasti akan hadir dalam teras kehidupan kita
(Ditulis: Jakarta, 22 Agustus 2020)
8 notes
·
View notes
Text
Journey With Qur’an #3
Oleh Ust. Oemar Mitta Kaidah ke 5, 6 & 7
Kaidah ke-5
“...Dan sungguh merugi orang-orang yang mengada-adakan kedustaan”. (Q.S Thaha: 61)
Ibnu Qoyyim berkata, “Bangsa yang besar ialah bangsa yang setiap komponennya meletakkan kejujuran dalam kultur kehidupan mereka”.
Yang membedakan hamba beriman dan munafik adalah masalah kejujuran, kerena jujur ialah mahkota bagi hamba beriman, dan munafik itu senantiasa berdusta yang menjadi hiasan hati mereka. Bukan hanya dalam konteks agama, bahkan dalam urusan bisnis pun sejatinya memerlukan kejujuran, karena proses keberhasilan bisnis adalah mendapatkan kepercayaan dan itu tak akan diraih hingga seseorang jujur dalam semua lini.
Dusta akan menjauhkan dari keimanan, dan kaum beriman terbentuk wataknya dari berbagai macam sifat, tapi tidak ada kaum beriman yang terbentuk dari sifat pendusta.
Apakah ada orang yang beriman bakhil? Ada, Apakah ada orang beriman pengecut? Ada, Apakah ada kaum beriman yang berdusta? Maka Rasul menjawab, “Tidak ada” Maka sesungguhnya kejujuran itulah salah satu tanda orang beriman.
Dusta yang menyebabkan kerusakan pada diri dan kehidupan kita: 1. Dusta kepada Allah, sehingga berani dan lancang untuk mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Siapapun yang berani berdusta dihadapan Allah dan mengotak-atik syariat, maka dipastikan hidupnya tidak akan tenang. Ada yang berdusta dihadapan Allah untuk mendapatkan posisi dihadapan manusia. Ada yang berdusta karena untuk mendapatkan harta dari kalangan orang munafiq.
2. Kedustaan atas nama rasul, 1). Menyebarkan hadits disandarkan kepada Nabi padahal Nabi tidak menyampaikan Motifnya antara lain: - Zindiq - Uang - Tujuannya supaya umat melakukan sesuatu dengan hadits palsu
Yang paling berani berdusta atas nama Rasul disebut “Rofidhoh”. Pemalsu Abdul Karim bin Al Auja’ yang memalsukan 4000 hadits. “Pastikan untuk mengecheck terlebih dahulu, ketika men-share satu hadits”.
2). Mendustakan hadits Rasul, memilih mana yang cocok dan mana yang tidak cocok, memilih hadits sesuai seleranya. Imam Nawawi menyampaikan kisah tragis orang yang mati dalam keadaan tangan dan pantatnya busuk disebabkan dia mendustakan hadits Rasul mengenai mencuci tangan sebelum wudhu setelah bangun tidur.
3. Mendustakan ulama yang menjalankan amar makruf nahi munkar. Rasul berkata, “Barangsiapa yang memusuhi wali-ku, maka aku permaklumkan perang”. Dalam sejarah, terdapat seorang wali Allah bernama Said bin Jubair yang didzalimi oleh Hajjaj bin Yusuf, maka Allah hinakan Hajjaj bin Yusuf ketika hidup hingga mati
4. Dusta kepada sesama orang beriman. Siapapun yang mendzhalimi pasti akan dibalas cash dan kontan. Kalaulah anak kecil yang jujur, membahagiakan hati bapak ibunya. apalagi seorang yang dewasa yang jujur.
Kaidah ke-6
“... Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)...” (Q.S An-Nisa: 128)
Allah itu mencintai perdamaian, tidak sebagaimana tuduhan para pendengki kepada Islam. Semangatnya Islam itu mempersaudarakan dan persaudaraan itu salah satunya ialah dengan perdamaian. Kenapa Allah membuat perbedaan dalam kehidupan manusia? Karena Allah ingin menguji mereka untuk mengetahui siapa yang berkomitmen dalam perdamaian.
Filosofi orang yang beriman itu selayaknya air yang mendinginkan dan jarum yang merekatkan yang terkoyak. Dan bukan sebagaimana api dan gunting, sifat api membakar dan gunting yang sejatinya mengoyak apa yang terjalin.
Jadilah pembawa perdamaian didalam kehidupan orang tuamu, aktifitas dakwah, dan antara suami istri. Pahala bagi yang senantiasa mendamaikan antara dua hati yang bergesekan ialah lebih baik dari pahala shalat ataupun shadaqah. Bahkan diperbolehkan untuk berbohong ketika dengan niat mendamaikan.
Ada beberapa dusta yang diperbolehkan: 1. Dusta dalam peperangan (Dengan niat untuk mengamankan kelompoknya) 2. Dusta seorang suami kepada istrinya dalam konteks kebaikan (Dengan niat membahagiakan istrinya) 3. Dusta dalam mendamaikan manusia (Dengan niat untuk membantu manusia yang lain yang sedang bergesekan untuk berdamai)
Rasulullah mendamaikan Suku Aus dan Khazraj , mendamaikan antara penduduk Quba, antara Mughits dan Bariroh. Menunjukkan komitmen Rasulullah selalu mendamaikan. Jangan menjadi syaithan dalam bentuk manusia yang mencintai permusuhan, tapi jadilah penengah juru damai. Kaidah ke-7
“..Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S At-Taubah: 91)
Kaidah ini sangatlah indah ketika direalisasikan terutama yang terlibat dalam pekerjaan bersama, bahwa tidak semua memiliki kapasitas yang sama dengan kita. Sebagaimana dalam Perang Tabuk, bahwa tidak semua sahabat mampu bergabung ke dalam barisan jihad, karena keterbatasan finansial, maka Allah tidak mencela mereka. Sikap seorang mukmin haruslah memiliki seni memaklumi kepada saudaranya apabila ada kekurangan. Kekecewaan kepada seseorang tidak boleh melupakan kebaikan yang pernah ia lakukan. Menuntut kesempurnaan itu wajar, tetapi memberikan empati apabila kita mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai ekspektasi, maka itu wajib hukumnya. Sebagaimana orang lain, kadang melakukan kekurangan, bukankah kita juga identik dengan kekurangan. Maklumi kekurangan orang, maka orang akan memaklumi kekurangan kita.
Ditulis: Jakarta, 16 September 2020
5 notes
·
View notes
Text
Journey with Qur’an #2
Oleh Ustadz Oemar Mitta Kaidah ke 3 & ke 4
Orang yang berkualitas ialah mereka yang pola pikir dan pola tindakannya sesuai kalam Allah di dalam Al Qur’an. Karena sejatinya Al Qur’an ialah jawaban tuntas dari seluruh pertanyaan manusia. Terkadang dalam kehidupan kita menemui karang dan gelombang ujian yang tak terduga. Sehingga harus menelan pahitnya perpisahan setelah kebersamaan, yaitu perceraian. Thalaq atau cerai terkadang menjadi jalan atau solusi dari getirnya kebersamaan.
Keutamaan Dia
“Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan”. (Q.S Al Baqarah: 237)
Ayat ini berbicara bahwa hati mereka yang beriman ialah yang mampu menggores ingatan kebaikan selayak diatas batu, sedangkan menggores ingatan kesalahan selayak di atas air. Kita kadang paling cepat lupa kebaikan yang telah dilakukan pasangan hidup kita, baik suami atau istri. Syaithan selalu menjadikan seorang suami amnesia terhadap kebaikan pasangannya.
Padahal, orang yang paling setia mendoakan kita setelah kita meninggal dunia ialah: 1. Orang tua 2. Suami-istri 3. Anak-anak
Jangan mengharapkan suamimu selayak Rasul, kalaulah kita belum selayak Siti Khadijah. Apapun kondisi pasangan kita setidaknya mereka pernah membawa bunga yang membuat kita tersenyum. Sekecewa-kecewanya kita terhadap istri, merekalah yang mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan anak kita. Sekecewa-kecewanya kita terhadap suami, merekalah yang telah mencukupkan kita dan bertanggung jawab atas istri di pengadilan Allah.
Kualitas hidup itu berbanding lurus dengan mengingat kebaikan orang yang menitipkan investasi kebaikan untuk kita. Karena syukurnya kita kepada Allah tidak akan diterima oleh Allah sampai kita bersyukur kepada mereka yang telah memberi kebaikan kepada kita.
Kata Imam Nawawi, “Kalaulah engkau tak mampu bersyukur kepada mereka yang menitipkan kebaikan padahal mereka nyata ada didepanmu terlebih kepada Dzat yang tak terlihat yaitu Allah”.
Mengingat kebaikan itu energi kebaikan dalam kehidupan. Kalaulah kita melupakan kedzaliman orang maka mungkin Allah akan mengirimkan orang yang akan melupakan kedzaliman kita, yang memberi udzur kepada kita.
Nilai Kejujuran
“Manusia adalah hujjah yang terang atas dirinya sendiri yang mengikatnya dengan apa yang dia lakukan dan apa yang dia tinggalkan, sekalipun dia menghadirkan segala alasan atas kejahatanNya, ia tidak bermanfaat baginya”. (Q.S Al Qiyamah: 14-15)
Apa yang sulit dalam diri kita?
Yang sulit ialah bagaimana kita harus senantiasa jujur kepada diri sendiri. Kebaikan hati dimulai dengan kejujuran dirinya, sehingga dia akan memahami kekurangan dirinya dihadapan Allah. Jujurlah dengan diri sendiri yang terdalam. Karena bisa jadi kita akan sibuk membela kesalahan kita dihadapan orang, tapi hati kita akan menelanjangi diri kita dan menjabarkan siapa kita sejatinya. Syaithan selalu menjadikan manusia lupa kepada dirinya sendiri, tapi dia tak lupa kepada kesalahan orang lain.
Imam Qotadah berkata, “Ada orang yang sibuk melihat cela dan kekurangan orang lain tapi ia lalai menghitung dirinya sendiri”.
Para Salaf berkata, “Jujur yang paling indah ialah jujur mengakui dosa kita”
Kenapa Allah membimbing Nabi Adam bertaubat dan tidak membimbing Iblis, padahal sama-sama melakukan satu kesalahan? Karena sesungguhnya Allah menjumpai Nabi Adam menyadari kehinaan dirinya dihadapanNya dan itulah yang tidak dilakukan oleh Iblis, itulah yang menjadikan Allah membimbing Nabi Adam.
Contoh pengakuan diri di dalam Al Qur’an: -Nabi Adam Alaihissalam Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (Q.S Al-Araf: 23)
-Nabi Nuh Alaihissalam Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya, Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi”. (Q.S Hud: 47)
-Nabi Musa Alaihissalam Musa berdoa: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Orang yang merasa kurang takaran iman lebih Allah cintai daripada mereka yang merasa surplus dalam takaran iman. Orang yang baik ialah mereka yang sibuk melihat cela dirinya. Mereka yang tak disibukkan dengan kebaikan akan disibukkan dengan kemaksiatan. Termasuk kemaksiatan ialah sibuk menghitung dosa orang lain, tapi lalai terhadap dirinya sendiri.
Jujur yang paling indah ialah jujur kepada dirinya sendiri. Apa yang akan kita dapat ketika kita jujur pada diri sendiri, kita akan merasa hina dihadapan Allah.
Sombong itu terbagi menjadi 3, antara lain: 1. Sombong pada hartanya 2. Sombong pada jabatannya 3. Sombong pada amalnya. Dan yang paling buruk ialah yang ketiga,
Hasan Al Bashri mengatakan, “Tawadhu itu tidaklah kamu keluar dari rumahmu kecuali engkau melihat siapapun itu lebih baik dari dirimu”.
Kalau ada orang yang lebih tua, katakanlah “Dia telah mendahuluiku dalam kebaikan”. Kalau ada yang lebih muda, “Aku telah mendahului dia dalam kemaksiatan”. Tawadhu hati lebih utama daripada tawadhu dalam masalah harta.
Dusta yang buruk setelah kepada Allah ialah dusta manusia kepada dirinya sendiri padahal ia tahu kehinaan dirinya. Hikmah mengapa kita harus menghinakan diri dihadapanNya ialah: 1. Jujur dengan dirinya sendiri 2. Selalu memperbanyak istighfar Tasbih layaknya pengharum dan istighfar selayak detergen yang membersihkan noda. 3. Kamu akan berprasangka yang baik kepada setiap orang
Imam Syafi’i mengatakan, “Barangsiapa yang ingin diwafatkan dengan husnul khatimah, maka hendaklah dia berprasangka baik kepada orang lain”.
Dan berprasangka yang baik tak akan didapat hingga jujur dengan dirinya sendiri. Kenalilah semua kekurangan diri kita dalam perkara apapun.
“Ya Allah berikan jiwaku ini ketakwaan, sucikan ia, Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya, Engkau penolongnya dan pemiliknya”. (H. R Muslim)
Orang yang beruntung ialah mereka yang menyesal dengan dosanya sebelum ajal itu datang. Masing-masing dari kita menjadi saksi atas kemaksiatan diri kita sendiri. Sebelum melihat orang lain buruk, jujurlah bahwa kitapun tak lebih baik dari mereka.
Sadarkah kita orang yang hadir dalam mungil kehidupan keluarga kita, dari pasangan hidup kita, mereka pasti memiliki kekurangan dan kesalahan, sebagaimana kita memiliki kekurangan dan kesalahan. Tapi sejatinya, walaupun ada kesalahan dan kekurangan, mereka adalah orang-orang yang sejatinya pernah menggoreskan kebaikan dalam kehidupan kita. Mungkin kita pernah merasakan gelombang-gelombang kekecewaan. Tapi, bukankah pasangan hidup kita, pernah membawa bunga yang membuat kita tersenyum.
Perhatikanlah, orang yang telah berusaha untuk mencarikan rezeki untuk kita, walaupun mereka pernah salah. Tapi bukankah dia telah memberikan rezeki yang terbaik untuk keluarganya. Perhatikanlah istri kita, walaupun mungkin mereka melakukan kesalahan, bukankah mereka yang telah melahirkan anak-anak kita dan bertaruh dengan nyawanya.
Orang yang terbaik adalah mereka yang senantiasa menggores kebaikan selayak memahat gambar di atas batu. Siapapun yang baik adalah mereka yang senantiasa mengingat kesalahan, sebagaimana dia menulis di atas air yang cepat akan sirna, itulah sejatinya orang yang senantiasa berada dalam pusaran kebaikan, adalah mereka yang mengingat kebaikan dari orang yang di sekitarnya.
Tahukah kita pula bahwasanya kehidupan kita akan berbanding lurus dengan kemuliaan ketika kita jujur kepada diri kita sendiri. Mungkin CCTV luput untuk merekam kita, mungkin orang lain tidak tahu bagaimana hinanya dan tercelanya diri kita.
Tapi jujur setiap orang adalah mengerti tentang kekurangan dan kesalahan yang dia lakukan. Orang yang senantiasa memperhatikan dirinya maka dia akan merasa hina dengan amal yang telah dia perbuat. Siapapun yang jujur dengan dirinya, akan menjadikan dia gampang untuk istighfar dan bertaubat kepada Allah. Dan siapapun yang jujur kepada dirinya, akan meraih tawadhu dan terhindar dari sifat ujub pada ibadah dan amal yang dia kerjakan.
Inilah yang menjadikan kita memahami kaidah ketiga dan keempat. Janganlah engkau lupa kebaikan disekitarmu dari pasangan hidupmu dan yang lainnya, Dan janganlah engkau lupa untuk mengawasi dirimu sendiri bahwasanya engkaulah saksi atas seluruh kesalahan yang kamu lakukan, ketika manusia luput untuk melihat kesalahanmu.
(Ditulis: Jakarta, 02 September 2020)
4 notes
·
View notes
Text
Banyak dari kita diisi dengan prasangka.
Contoh, ada teman yang mendapatkan nikmat. Mungkin dari kita merasa iri dan inginnya kita yang mendapatkannya atau inginnya kita yang berada diatasnya. Dan akhirnya, menumpuk segudang prasangka. Prasangka kepada teman, juga kepada Allah.
Hati-hati.
Hati-hati dengan prasangka, hati-hati dengan bisikan syaithan.
Ucapkan saja "Barakallah", doakan saja temanmu. Toh, kita tidak akan pernah merugi dengan 1 kata itu.
Malaikat saja mengaamiinkan doamu, "Semoga keberkahan juga untukmu".
Yuk beningkan prasangka kita
1 note
·
View note
Text
Kisah Hindun Binti Utbah: Terbaik dalam Jahiliyah, yang terbaik dalam Islam
Biografi 35 Shahabiyah Nabi - Syaikh Mahmud Al-Mishri Credit by: Riska
Mulanya sangat memusuhi Islam dan kaum muslimin, bahkan memusuhi Rasulullah SAW selama lebih dari 20 tahun. Ia rela mengorbankan harta dan apapun yang ia miliki demi menghalangi siapapun yang berada di jalan Allah. Namun, siapa sangka, pada tahun penaklukan Mekkah, hatinya terbuka menerima Islam serta mengorbankan harta benda berkali lipat melebihi dulu ia korbankan saat memusuhi Rasulullah SAW. Semuanya demi membela Agama Allah Ta’ala.
Wanita mulia tersebut ialah Hindun binti Utbah bin Rabi’ah bin Abdu Syams Al Absyamiyah Al-Qurasyiyah. Ia adalah ibunda Muawiyah bin Abu Sufyan. Hindun memiliki sifat yang fasih, berani, percaya diri, tegas, punya pandangan yang tepat, pujangga cerdik, jiwa ksatria yang tinggi, salah satu wanita Quraisy yang cantik dan berakal.
Saat perang Badar, Kaum Musyrikin mengalami kekalahan yang mengakibatkan terbunuhnya 70 orang-orang musyrik, dan 70 lainnya ditawan. Dalam peperangan ini, Utbah, Syaibah, dan Walid bin Utbah yang merupakan ayah dan paman Hindun terbunuh oleh Hamzah. Sehingga menyebabkan dendam kesumatnya kepada Hamzah. Pada perang Uhud, Hindun memerintahkan Wahsyi yang merupakan budak pelempar tombak ulung dari Habbasyah yang bertugas membunuh Hamzah dengan imbalan merdekanya status budak Wahsyi. Selain itu, Hindun juga pemimpin wanita Quraisy yang bertugas membangkitkan semangat kaum musyrikin dalam perang Uhud.
Singa Allah, Hamzah, menyerang dan membelah barisan-barisan musuh, meruntuhkan kaum Musyrikin dengan pedangnya. Namun, ketika ia berhadapan dengan Siba’ bin Abdul Uzza, menjadi peluang Wahsyi untuk mengayunkan tombaknya kepada Hamzah yang sedang menebas musuh. Tombak Wahsyi mengenai perut bagian bawah menembus selangkangannya dan menyebabkan Hamzah tewas. Kaum Musyrikin mengalami kemenangan atas perang Uhud. Hindun sangat gembira terbunuhnya Hamzah, paman Nabi SAW, lalu Hindun memutalasi dengan keji.
Hindun tetap menganut kesyirikan sampai Allah membuka dadanya untuk menerima Islam saat penaklukan Mekkah. Allah membuka hati Hindun untuk menerima Islam. Hindun pun berkata, “Aku hanya ingin mengikuti Muhammad”. “Kemarin kau tidak suka membicarakan persoalan ini,” sahut Abu Sufyan. “Demi Allah! Belum pernah aku melihat Allah disembah dengan sebenarnya di Masjid ini sebelum malam tadi. Demi Allah! Mereka datang untuk shalat, berdiri, ruku dan sujud,” sahut Hindun.
Rasulullah SAW membaiat orang-orang termasuk Hindun di atas bukit Shafa. Rasulullah SAW menyampaikan untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh anak-anak kalian, jangan membuat kebohongan, jangan mendurhakai Rasulullah dalam kebaikan.
Sikap monumental Hindun dalam Perang Yarmuk melawan pasukan Romawi ialah ketika Hindun turut memukuli pasukan muslimin yang melarikan diri, termasuk kepada suaminya, Abu Sufyan. Hindun melihat suaminya melarikan diri lalu memukul wajah kudanya dengan kayu dan berkata “Kamu mau kemana, anak Shakr? Kembalilalh berperang. Korbankan nyawamu untuk membersihkan kesalahan-kesalahan masa lalu kala kau dulu menghasut semua orang untuk melawan Rasulullah SAW. Mendengar kata-kata Hindun, Abu Sufyan merasa iba. Begitu pula yang dirasakan para pasukan muslimn. Zubair Awwam melihat kaum wanita ikut menyerang bersama pasukan muslimin, mereka mendahului pasukan lelaki, turut menyerang orang-orang kafir.
Pada masa Khalifah Umar r.a, Hindun kembali ke haribaan Sang Pencipta. Semoga Allah meridhainya, membuatnya senang, dan menjadikan surga Firdus sebagai tempat kembalinya.
(Ditulis: Jakarta, 29 Mei 2020)
2 notes
·
View notes
Text
Kisah 3 orang terjebak di sebuah Gua
Credit by: Riska
Kisah dari Rasulullah SAW, riwayat Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab r.a, Tiga orang melakukan perjalanan dan bermalam di sebuah Gua. Namun, setelah mereka memasukinya, sebuah bongkahan batu besar menggelinding dari atas gunung hingga menyebabkan tertutupinya mulut Gua yang sedang dihuni oleh 3 orang tersebut.
Salahsatu dari mereka berkata, “Sesungguhnya tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian dari batu besar ini, kecuali bila kalian berdoa kepada Allah dengan bertawassul (menyebut) amal-amal shalih kalian”.
Orang pertama berdoa, “Ya Allah, aku memiliki kedua orangtua yang sudah lanjut usia. Aku tidak pernah mendahulukan keluargaku maupun harta (budak/pembantu) dalam memberi minum susu di petang hari sebelum kedua orangtua ku minum. Suatu hari, aku pergi jauh dari rumah, mencari dedaunan untuk makanan unta, lalu aku memerah susu dan membawa pulang ke rumah. Sesampai di rumah, orangtua ku tengah tertidur, aku enggan membangunkannya dan aku juga enggan mendahului keluargaku ataupun hartaku dalam memberi minum susu di petang hari sebelum kedua orangtua ku minum. Lalu aku berdiam diri, sementara gelas berisi susu masih ada di tanganku dan menunggu kedua orangtua ku bangun hingga terbit fajar, padahal anak-anakku berteriak menangis (karena lapar) di kedua kakiku. Kemudian orangtua ku bangun, lalu meminum jatah minum susu sore mereka. Ya Allah, jika aku melakukan hal itu demi mencari WajahMu, maka bebaskan kami dari himpitan batu raksasa ini”. Maka batu itu pun bergeser sedikit namun mereka tetap belum bisa keluar dari Gua tersebut.
Orang kedua berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya dulu aku memiliki sepupu perempuan yang paling aku cintai. Aku menginginkan dirinya (Merayu melakukan layaknya permintaan suami ke istri), namun dia menolakku, hingga musim paceklik tiba, dia datang dan memohon bantuan. Lalu kuberi 120 dinar dengan syarat dia mau menyerahkan dirinya untukku, dan dia terpaksa menyetujuinya. Hingga tatkala aku telah menguasainya (Aku telah duduk di antara dua kakinya), dia berkata, “Takutlah kepada Allah, janganlah kamu merobek cincin (keperawanan) kecuali dengan haknya”. Lalu aku pun pergi meninggalkannya, padahal dia adalah orang yang sangat aku cintai dan aku pun membiarkan emas yang telah kuberikan kepadanya dengan cuma-cuma. Ya Allah, jika aku melakukan itu demi mencari WajahMu, maka bebaskan kami dari apa yang sedang menimpa kami ini”. Batu itu pun bergeser, namun mereka tetap belum bisa keluar dari Gua tersebut.
Orang yang ketiga berdoa, “Ya Allah, aku dulu pernah mempekerjakan para buruh dan aku telah memberikan mereka semua upah, kecuali satu orang yang meninggalkan haknya dan pergi. Maka aku mengembangkan upanhnya itu hingga menjadi harta yang sangat banyak. Kemudian setelah berlalu beberapa lama, dia datang kepadaku dan berkata “Wahai hamba Allah, bayarkan upah kepadaku”. Aku berkata, “Semua yang kamu lihat ini berasal dari upahmu, ada unta, sapi, kambing, dan budak”. dia berkata, “Wahai hamba Allah, jangan mengejekku”. Aku berkata, “Aku tidak mengejekmu”. Lalu, dia mengambil semuanya, dia menggiringnya dan tidak menyisakan sedikitpun. Ya Allah, jika aku melakukan itu semua demi mencari WajahMu, maka lepaskan kami dari apa yang menimpa kami ini”. Maka batu itu bergeser lagi dan mereka pun keluar dari Gua serta meneruskan perjalanannya.
(Ditulis: Jakarta, Kamis, 28 Mei 2020)
0 notes