#Sophie Bodoh
Explore tagged Tumblr posts
dzikra-yuhasyra · 2 years ago
Photo
Tumblr media
[Part II Day 3] Day 3 #22HBB Vol. 2 (24 Maret 2023) 5 - 64 – Dzikra Yuhasyra ⚽ 📚 Dunia Sophie - Jostein Gaarder – hlm. 84-127 / 798 Insight/rangkuman/catatan: Keesokan harinya ia mendapatkan surat di sarang persembunyian nya dengan ujung berlubang dan basah. Dan ternyata nama pria itu adalah Alberto Knox, ia meminta Sophie untuk bersabar dan menunggu ia menemui Sophie pada waktu yang tepat. Dan agar aman mulai sekarang yang akan mengirimkan surat adalah Hermes, anjing Labrador yang pintar ke sarang persembunyian Sophie. Dibalik surat balasan itu terdapat tulisan: "Adakah sesuatu yang disebut kesopanan ilmiah? Orang yang paling bijaksana adalah yang paling mengetahui bahwa dia tidak tahu.. Pengetahuan yang sejati berasal dari dalam. Barang siapa mengetahui yang benar akan bertindak benar." Lalu Hermes datang membawakan amplop besar dan Sophie membaca: "Filsafat Athena". Kini Sophie akan bertemu dengan tiga filosof klasik besar: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Para filosof alam disebut juga pra-Socrates sebab mereka hidup sebelum zaman Socrates. Socrates (470 - 399 SM) barangkali adalah tokoh paling penuh teka-teki dalam seluruh sejarah Filsafat. Kehidupan Socrates hanya dapat kita ketahui melalui tulisan-tulisan Plato, yaitu muridnya. Karena Plato menyuarakan filsafatnya sendiri maka tidak mudah untuk membedakan antara ajaran-ajaran Socrates dan Filsafat Plato. Socrates selalu mengajak berdiskusi. Ia beranggapan bahwa tugas nya adalah seperti membantu orang-orang "melahirkan" wawasan yang benar, sebab pemahaman sejati harus timbul dari dalam diri sendiri. Itu tidak dapat ditanamkan oleh orang lain dan hanya pemahaman yang timbul dari dalam itulah yang dapat menuntun kepada wawasan yang benar. Kemampuan melahirkan adalah suatu ciri alamiah. Dengan cara yang sama, setiap orang dapat menangkap kebenaran-kebenaran filosofis jika mereka mau menggunakan akal sehat mereka sendiri. Menggunakan akal sendiri berarti masuk ke dalam diri sendiri dan memanfaatkan apa yang ada disana. Dengan berlagak bodoh, Socrates memaksa orang-orang yang ditemuinya untuk menggunakan akal sehat mereka. (Lanjut Part III) @salmanreadingcorner @fimbandung @fimtangerangraya (at Kota Bandung) https://www.instagram.com/p/CqJa0TqyO96/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
wafaauliya · 2 years ago
Text
Dunia Sophie: Filsafat dalam Fantasi
Judul : Dunia Sophie Penulis : Jostein Gaarder Tahun Terbit : 1991
Butuh waktu yang cukup lama bagi saya untuk membaca buku Dunia Sophie. Bagaimana tidak? Buku ini setebal kamus dengan isi yang tidak bisa dibaca sekilas. Pembaca harus memutar olak berkali-kali untuk bisa memahami isi buku ini.
Seperti yang tertulis pada sampul depan, buku Dunia Sophie ini merupakan novel filsafat. Buku ini secara garis besar membicarakan tentang filsafat, namun dikemas dalam sebuah novel fantasi dengan seorang tokoh utama yaitu gadis 14 tahun bernama Sophie Amundsen. Tidak seperti buku teks filsafat dengan bahasa kaku, buku ini menggambarkan pelajaran filsafat layaknya negeri dongeng—penuh dengan fantasi.
Menceritakan tentang Sophie, pelajar sekolah menengah berusia 14 tahun yang hanya tinggal berdua dengan ibunya di sebuah kota di Norwegia. Suatu hari, sepulang sekolah, Sophie menemukan sebuah surat misterius di kotak pos miliknya. Surat ini tidak beralamat untuknya, melainkan untuk Hilde Moller Knag. Siapa Hilde Moller Knag? Mengapa surat untuknya dikirimkan kepada Sophie? Apa hubungannya? Siapa yang mengirimkannya?
Surat itu memang misterius, namun bukan itu yang benar-benar menjadi titik pertanyaan Sophie. Melainkan isi surat tersebut.
“Siapakah dirimu? Dari mana asalnya dunia?”
Sebuah pertanyaan yang nampak sederhana, namun sebenarnya bermakna dalam. Pertanyaan ini rasanya konyol, hanya anak-anak yang sering bertanya hal seperti itu. Saya jadi ingat sewaktu TK atau SD, saya sering bertanya kepada orang tua saya tentang kenapa kita hidup di dunia jika akhirnya kita akan mati, mengapa bumi harus berbentuk bulat, kenapa satu biji kecil bisa menumbuhkan pohon yang sangat besar dan pertanyaan-pertanyaan lain. Awalnya saya pikir ini adalah pertanyaan aneh, tidak perlu ditanyakann dan biarkan saja hal tersebut begitu apa adanya. Tapi setelah membaca bab ini saya menyadari bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan lain yang sangat berjasa bagi dunia saat ini dimulai dari pertanyaan-pertanyaan bodoh seperti ini.
Pertanyaan dari surat inilah yang menjadi awal sekaligus inti dari buku ini. Bagaimana akhirnya pertanyaan tersebut berusaha untuk dijawab melalui cerita-cerita selanjutnya.
Pertanyaan “siapakah kamu” pada bab pertama membuat saya benar-benar berpikir tentang ke-ada-an saya di dunia ini. Bagaimana saya bisa ada atau merasakan bahwa saya ada. Dari mana rasa ke-“aku”-an ini saya dapatkan. Kenapa saya bisa memilih teman, pakaian, makanan sesuai keinginan saya tapi saya tidak bisa memilih diri saya sendiri? Kenapa saya harus dilahirkan jika pada ujungnya saya akan mati? Hingga suatu kalimat membuat pertanyaan tersebut terjawab. Kamu tidak akan merasakan hidup tanpa menyadari bahwa nantinya kamu akan mati. Saya bisa merasakan ke-ada-an saya karena saya tahu bahwa suatu saat nanti saya akan “tidak ada”. Bab ini—walaupun tidak sepenuhnya menjawab pertanyaan saya—membuat saya kembali merenungkan makna kehidupan dan tujuan hidup saya seterusnya.
Saya juga akhirnya memahami tentang makna keseimbangan. Seperti kalimat sebelumnya, kamu tidak akan merasakan hidup tanpa menyadari bahwa nantinya kamu akan mati, kalimat lain pada awal buku ini juga memberikan jawaban serupa. Pada suatu titik, segala sesuatu berasal dari ketiadaan. Bagaimana kita tahu bahwa akhirnya sesuatu ada jika sebelumnya tidak ada? Maka inilah yang akhirnya membuat saya memahami tentang keseimbangan.
Saya jadi teringat syair Tombo Ati yang dulu sering disetel ketika saya masih di pesantren.
Ingat lima perkara, sebelum lima perkara. Sehat sebelum sakit. Muda sebelum tua. Kaya sebelum miskin. Lapang sebelum sempit. Hidup sebelum mati.
Bagaimana kita tahu bahwa kita sudah menua jika sebelumnya kita tidak pernah muda? Bagaimana kita tahu bahwa kita sudah kenyang jika sebelumnya kita tidak lapar? Bagaimana kita tahu bahwa kita sedang dalam keadaan sehat jika tidak ada penyakit? Bagaimana kita tahu bahwa kita hidup, jika tidak ada kematian?
Keseimbangan. Bahwa dunia ini sebenarnya memang hitam dan putih. Saya dulu berpikir, jika Tuhan bisa menggerakkan hati manusia, lantas mengapa tidak semua orang saja dibuat baik? Tidak ada kejahatan dan dunia menjadi tenteram. Tapi bagaimana kita mengetahui bahwa “dunia sedang baik-baik saja” jika kita tidak pernah tahu bagaimana bentuk dunia yang buruk. Dunia butuh keseimbangan. Orang-orang baik tidak akan muncul jika tidak orang jahat. Para Avengers tidak akan muncul jika Thanos tidak berulah. Harry Potter tidak akan ada ceritanya jika tidak ada Voldemort. Karena kita membutuhkan kegelapan untuk bisa menyadari hadirnya cahaya.
Dari buku ini saya juga belajar tentang sifat bawaan manusia yang tidak pernah hilang. Rasa ingin tahu diikuti dengan rasa sok tahu. Bagaimana manusia mencari pembenaran-pembenaran dengan membuat mitos-mitos yang kala itu mereka menganggap bahwa mitos itu benar. Walaupun mungkin, sifat inilah yang akhirnya melahirkan ilmu filsafat.
Dalam buku ini dijelaskan bahwa filsafat merupakan suatu cara pandang yang sama sekali baru yang berkembang di Yunani sekitar enam ratus tahun sebelum lahirnya Kristus. Pada masa ini, manusia banyak bertanya-tanya tentang berbagai hal di dunia yang akhirnya dijawab oleh berbagai agama dalam bentuk mitos. Mitos ini diceritakan dari generasi ke generasi yang akhirnya sampai kepada kita. Saya cukup terkejut ketika mengetahui bahwa kisah Thor merupakan suatu mitos atau “pelajaran” filsafat yang berkembang di zaman dahulu. Saya pikir selama ini Thor hanyalah tokoh fiktif ciptaan Stan Lee dan kawan-kawannya.
Walaupun pemahaman tentang dewa-dewi tidak ada dalam agama saya, namun saya berusaha memahami tentang mengapa akhirnya mitos ini dibuat. Seperti yang sudah saya bilang, manusia memiliki rasa ingin tahu sekaligus rasa sok tahu yang tinggi. Ilmu pengetahuan saat itu belum semaju sekarang, maka wajar saja ketika masyarakat Yunani kala itu mempertanyakan hal-hal yang menurut kita sudah jelas alasannya. Ketika hujan tidak turun dan mengakibatka kekeringan panjang, mereka bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi. Mereka membutuhkan jawaban atas rasa kebingungan mereka. Mereka akhirnya berspekulasi bahwa palu Thor telah dicuri sehingga hujan tidak turun-turun. Dalam mitos-mitos lain, pemahaman ini juga banyak ditemukan. Hujan badai artinya dewi hujn sedang menangis, terjadi tsunami artinya dewa air sedang marah, dan lain sebagainya.
Namun, seiring bejalannya waktu, kemajuan ilmu pengetahuan membuat mitos-mitos ini seakan luntur—dan mungkin hal ini yang membuat orang-orang menganggap mitos-mitos ini hanya sebuah karangan fiktif. Pemahaman filsfat orang-orang pada zaman ini hilang tergantikan dengan penjelasan ilmiah mengenai bagaimana sesuatu bisa terjadi. Hujan disebabkan oleh penguapan dari air laut yang berkumpul menjadi awan hingga turun hujan, bukan karena ada dewi yang sedang sedih. Tsunami bisa terjadi karena perpatahan lempengan bumi di tengah laut, bukan karena kemarahan dewa air.
Namun saya rasa, mitos-mitos tidak sepenuhnya hilang, melainkan tergantikan. Mitos-mitos tersebut tergantikan oleh hal-hal yang dianggap lebih masuk akal. Pada masa mitos ini dibuat, ilmu pengetahuan tidak semaju sekarang. Jadi tentu saja para filsuf akan membuat suatu teori yang sesuai dengan pengetahuan mereka. Masyarakat juga akhirnya “terpaksa” memercayai hal tersebut karena itulah satu-satunya teori yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan. Ketika ilmu pengetahuan mulai maju, masyarakat kembali “dipaksa” atau “terpaksa” memercayai hal itu sebagai suatu hal yang lebih logis hingga pengetahuan tentang mitos-mitos tersebut tergantikan oleh penjelasan ilmiah.
Maka saya mengambil kesimpulan bahwa filsafat itu berkembang. Pada dasarnya kita tidak bisa berhenti berfilsafat untuk menemukan suatu kebenaran, atau kebenaran yang lebih benar. Karena apa yang dikatakan filsuf-filsuf terdahulu merupakan sebuah teori. Bisa jadi salah, namun bisa jadi juga benar.
Hal ini menurut saya berkaitan dengan teori “kesan dan gagasan” yang diutarakan oleh David Hume. David Hume merupakan seorang tokoh empiris yang hidup di tahun 1711—1776. Hume merupakan tokoh kedua dari tiga empirisis Inggris. Hume memiliki pemikiran yang berbeda dari filosof-filosof kebanyakan. Hume mengambil dunia sehari-hari sebagai titik awalnya ia berfilsafat.
Saat itu, pada masa Hume hidup, sedang berkembang kepercayaan mengenai malaikat—malaikat dalam hal ini merupakan manusia bersayap. Masyarakat pada masa ini memercayai hal-hal tersebut. Hume berpendapat bahwa malaikat ini merupakan suatu gagasan yang rumit, yang pada dasarnya tidak ada namun diadakan dan dikaitkan melalui imajinasi-imajinasi manusia. Masyarakat “terpaksa” memercayai suatu melalui apa yang mereka ketahui—atau dalam hal ini adalah buku. Pemikiran dan buku masyarakat inilah yang harus diperbaiki.
Hume berkata, “Jika kita mengambil buku apa saja … mari kita bertanya, ‘Apakah di dalamnya terkandung penalaran abstrak mengenai kuantitas atau angka? Tidak. ‘Apakah di situ terkandung penalaran eksperimental tentang kenyataan dan keberadaan?’ Tidak. Maka buanglah buku itu ke nyala api, sebab ia tidak berisi apa pun kecuali cara berpikir yang menyesatkan dan ilusi.”
Selain itu, Hume juga memiliki pemikiran empiris tentang kesan dan gagasan. Kesan merupakan penginderaan langsung atas realitas lahiriah sedangkan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan semacam itu. Menurutnya, kesan dan gagasan merupakan berasal dari pengalaman inderawi manusia. Albertus—orang yang menjelaskan perihal ini kepada Sophie—menganalogikan kesan dan gagasan dengan tindakan yang akan kita lakukan ketika terbakar di atas oven. Jika kita terpanggang di atas oven, maka kita akan mendapatkan ‘kesan’ segera. Setelah itu kita dapat mengingat bahwa kita terbakar. Kesan yang diingat inilah yang dinamakan oleh Hume sebagai gagasan. Bedanya adalah, kesan itu lebih kuat dan lebih hidup daripada ingatan reflektif tentang kesan tersebut. Suatu perasaan yang kita ingat, atau refleksi, hanyalah sebuah tiruan samar-samar dari kesan. Kesan itulah yang merupakan penyebab langsung dari gagasan yang tersimpan di dalam pikiran.
Dalam hal ini, Hume mengatakan bahwa pemahaman manusia pada zamannya tentang malaikat seperti gagasan tanpa kesan. Tidak ada kesan yang jelas bagaimana mereka bisa mendapatkan gagasan tentang malaikat. Malaikat dalam benak masyarakat kala itu ibarat dua hal berbeda yang kemudian disatukan sehingga membentuk suatu gagasan. Dua hal berbeda yang berasal dari imajinasi. Mereka telah “terbiasa” dengan imajinasi ini sehingga akhirnya memercayai tentang adanya “malaikat” atau apapun makhluk itu namanya dalam benak mereka.
Seperti kita sebagai manusia yang sudah hidup lama dan memiliki ilmu pengetahuan. Kita terbiasa melihat manusia; berjalan, berlari, berbicara. Tentu manusia-manusia itu akan kaget ketika tiba-tiba melihat manusia yang bisa terbang, manusia yang memiliki tanduk, atau hewan yang tiba-tiba bisa berbicara. Kenapa? Karena kita terbiasa melihat manusia seperti apa yang ada saat ini. Berbeda dengan bayi yang belum memiliki ilmu pengetahuan yang cukup. Bisa jadi mereka justru tertawa atau menganggap hal tersebut adalah “ilmu baru” ketika melihat manusia terbang atau hewan yang berbicara. Kenapa? Karena bayi-bayi itu belum membiasakan diri denga napa yang ia lihat. Ia tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang sifat-sifat makhluk hidup.
Pemikiran Hume ini, menurut saya, sedikit banyak menyangkal mitos-mitos tentang dewa-dewi. Pemikiran Hume bisa dikatakan lebih modern; ia mengedepankan fakta objektif dan penelitian ilmiah dalam pemikirannya. Ia tidak memercayai suatu hal yang tidak bisa dirasakan secara inderawi. Pemahaman tentang mitos dewa-dewi ini tidak memiliki fakta aktual yang masuk akal. Hubungan hilangnya palu Thor dengan kemarau panjang di Yunani tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Namun, pemahaman ini juga yang membuat Hume menolak keberadaan Tuhan karena Tuhan bukan suatu hal yang dapat dirasakan secara inderawi atau diteliti secara ilmiah.
Membaca buku ini membuat saya memahami lebih dalam tentang makna filsafat. Dulu saya memandang filsafat sebagai ilmu “sesat”. Untuk apa mempelajari sesuatu untuk mengetahui hal yang tidak bisa kita ubah dan sudah begitu apa adanya. Namun kini saya memandang filsafat sebagai suatu keharusan, bahkan suatu hal yang selama ini saya lakukan. Pertanyaan-pertanyaan masa kecil saya ternyata menunjukkan bahwa saya sudah berfilsafat sejak kecil.
Saya kini juga memandang ilmu filsafat sebagai ilmu yang mengajak kita berpikir kritis. Tidak selamanya kita bisa terus menelan mentah-mentah ilmu yang kita dapatkan baik dari orang lain maupun dari buku yang kita baca. Kita harus memiliki rasa ingin tahu terhadap sumber ilmu tersebut. Dari mana datangnya ilmu? Bagaimana ilmu ini bisa di dapat? Apa sumbernya? Apa buktinya? Serta segala pertanyaan-pertanyaan lain.
Saya jadi teringat kisah Nabi Ibrahim as ketika ia berfilsafat tentang keberadaan Tuhan. Pada masa itu, kaum Nabi Ibrahim as merupakan penyembah patung berhala. Nabi Ibrahim tidak memercayai berhala tersebut sebagai tuhan. Bagaimana bisa patung berhala tersebut dijadikan tuhan ketika patung tersebut tidak bisa bergerak, tidak bisa memeberikan makanan atau mengabulkan do’a, bahkan hancur dalam sekejap ketika dipukul dengan palu.
Maka Nabi Ibrahim berfilsafat dalam usahanya “mencari” Tuhan. Ia melihat bintang yang gemerlap dan menyinari langit malam dan sejenak berpikir bahwa inilah tuhan. Namun bintang tersebut bisa menghilang ketika siang datang. Lantas Nabi Ibrahim melihat bulan, lebih terang dan lebih besar dari bintang. Ia berkata, “Inilah tuhan.” Namun lagi-lagi bulan menghilang ketika siang datang. Ia menemukan matahari, jauh lebih besar dan jauh lebih terang daripada bulan maupun bintang. Namun, lagi-lagi, matahari juga menghilang ketika malam menjelang.
Bukankah seharusnya tuhan tidak boleh menghilang? Bagaimana bisa ia mengatur dunia jika dirinya tidak ada? Bukankah seharusnya tuhan tidak bisa dikalahkan? Maka tidak mungkin matahari adalah tuhan jika ia “dikalahkan” oleh kedatangan malam. Pemikiran inilah yang akhirnya membuahkan jawaban bahwa Tuhan merupakan Zat Yang Maha Mulia; tidak bisa mati, tidak bisa hilang, tidak bisa dikalahkan, lebih dari apapun di dunia ini.
Sebenarnya, sejauh yang sata ketahui, dialog ini tidaklah secara harfiah mengartikan Nabi Ibrahim sedang mencari tuhan melainkan sebuah dialog filsafat untuk membentuk suatu keyakinan. Filsafat membuat kita yakin atas apa yang kita yakini, sekaligus membuat kita berpikir dalam menemukan kebenaran atas apa yang menurut kita janggal.
Secara keseluruhan, saya sangat merekomendasikan buku Dunia Sophie. Buku setebal kamus ini benar-benar memiliki isi yang sangat berguna dan menambah pengetahuan. Mungkin awalnya sangat membosankan, saya pun merasakan hal yang sama. Percakapannya tidak masuk ke otak, atau “bumbu” fantasinya yang tidak terlalu kentara. Namun memang harus dipaksakan pada awalnya untuk mulai menyukai buku ini. Buku ini membuat saya kembali memikirkan tujuan hidup saya. Membuat saya lebih memahami tentang hakikat dunia, sekaligus menambah pengetahuan saya tentang sejarah-sejarah masa lalu. Membuka berbagai perspektif lewat membaca pandangan-pandangan dari filsuf-filsuf terdahulu.
Dan tentang surat-surat yang didapatkan Sophie di awal buku; siapa Hilde dan siapa pengirim surat tersebut? Rasanya kalian harus membaca buku ini sampai akhir untuk mendapatkan jawabannya.
Ditulis sebagai tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Filsafat Ilmu dan Dasar-Dasar Logika
0 notes
katherinestvincent · 5 years ago
Photo
Tumblr media
. Setelah sebulan mengikuti readathon #RCClassicsRomance2020 bulan Februari 2020 ini saya menyelesaikan 5 bacaan romansa klasik sbb : 1. #Persuasion by #JaneAusten Jumlah halaman: 372 Saya suka sekali karakter Anne Elliot, yg walau parasnya biasa-biasa saja tetapi bisa tegas, tidak terpengaruh pada orang-orang sekelilingnya yg superfisial dan yg hanya memandang gelar/tampang. Saya juga suka karakter Captain Wenworth, yg walaupun rada childish tapi membuktikan sbg pria yg setia. 2. #GreatExpectation by #CharlesDickens Jumlah halaman: 692 Kisah hidup Pip, bocah miskin yg tiba-tiba mendapatkan dirinya disponsori jadi pewaris. Pip boleh saja sombong tapi karma yg membuktikan bhw sahabat terbaik tidak melihat apa yg dimilikinya, tetapi melihat jauh di hatinya. 3. #TheGrandSophy by #GeorgetteHeyer. Jumlah halaman: 560 Kisah historical romance yg kocak dan emosional dgn heroine yg tipe lancang. Sayangnya tokoh Sophy ini terlalu over glorifikasi krn serba bisa apa saja. Jadi rasanya gak manusiawi gitu. 4. #JaneEyre by #CharlotteBronte. Jumlah halaman: 688 Hmmm... Seperti kata Tom Severin (hero di buku "Chasing Cassandra" by Lisa Kleypas), Mr Rochester ini orang bodoh, padahal dia bisa saja jujur pada Jane dan bawa tuh istrinya yg gila ke Bedlam. Gitu aja koq repot sih? Daripada bohongin gadis lugu macam Jane yg ternyata bisa tegas sewaktu tahu kebenarannya. 5. #WutheringHeights by #EmilyBronte. Jumlah halaman: 488 Ini yg paling kacau balau selama sejarah saya baca buku klasik. Tokoh Heathcliff itu yg paling nggak banget yg selama ini saya baca. Entahlah, Heathcliff seperti Malin Kundang alias manusia gak tau terima kasih pd orangtua angkatnya, dan picik seperti Hitler. Kombinasi mematikan dan manipulator yg paling gw gak demen. Sebenarnya sih mau baca lagi buku klasik romance yg lain. Apa daya ada kejadian tak terduga di minggu terakhir. Ya sudah, cuma 5 buku ini yg saya baca. Review lengkap ada di akun Goodreads saya. https://www.instagram.com/p/B9MPEZuAZFg/?igshid=y3kiipew1ujb
0 notes
blackblogrepresents · 7 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Charlie Campbell - Sainsbury’s
A few more of the shots from Wieden + Kennedy’s Every Bit of Christmas Campaign. The black and white portraits were shot by Charlie, and are filled with the joyous anticipation of those classic festive moments, from a boozy brunch to putting all those decorations up!  With massive thanks once again to the team that made this possible back in August. To everyone at Wieden + Kennedy - Mark D'Abreo, Rashel Taschian, Emily Khoury, Aran Patterson (production) and Scott Dungate, Sophie Bodoh, Juan Sevilla and Mico Toledo (creative). To the astounding hard work and patience of Anna and Lizzie at Stark Casting in finding such star talent, Charlotte Beardow for styling, Eli Wakamatsu (Emma Davies agency) for hair and make up, to Benjamin Thapa for lending his amazing producer skills over the six day shoot and to Big Sky Studios for hosting us. Big shout out to all the cast too who travelled from all over the UK to lend us their big personalities, and of course to Charlie’s team. 
1 note · View note
lusiapp · 7 years ago
Text
Nabi-nabian
Malam ini, saya bertemu (lagi) dengan manusia yang sebenar-benarnya manusia. Manusia yang tiap kali bertemu tak luput untuk selalu mengina dan mencaci-maki atas ketidaksempurnaan saya.
Tidak ada yang tau betul beliau kamuflase dari utusan Yang Maha dengan segala kenabiannya atau dajjal dengan tetek bengek berakhirnya dunia. Pun tidak ada yang tau pasti beliau tengah menolong atau malah sedang mengobrak-abrik isi hati.
Malam ini, dengan metode sokratik yang begitu dramatis beliau membuka dengan manis konfersesyen siapa itu Lusi dilanjut dengan mengapa ada Lusi dan untuk apa Lusi itu. Hal tersebut mengingatkan saya pada Dunia Sophie yang sampai detik ini masih terhenti di angka seratus tiga puluh tujuh. Tidak hanya itu, saya dibuat kalang-kabut dengan tidak berhasil menyembunyikan kengendasan saat mencoba berdialektika atas fatwa-fatwanya yang sungguh menggemaskan.
Bahkan saya sempat berkaca-kaca ketika beliau menceritakan perihal seseorang yang tempo lalu ditolongnya dengan tidak maksimal akibat keterbatasannya sebagai manusia pada umumnya.
Hanya sebentar memang, namun cukup membuat saya berdungtakces-ria secara dalam-dalam. Untuk itu mengapa saya selalu menghindari pembicaraan serius dan seribu kali lebih siap dihina daripada terlihat bodoh saat beliau tengah asyik bersabda. Sebab bagi saya, untuk berurusan dengan beliau saya harus menyiapkan amunisi yang kuat agar setidaknya mampu merespon daripada harus bisu dengan pikiran riuh namun hanya menggangguk-angguk seolah setuju.
Sungguh, maha besar nabi dengan segala fitrahnya.
3 notes · View notes
ubijalang · 6 years ago
Text
Dunia Sophie, bab Helenisme
huhu hehe hoho
Adanya filsafat sejak beratus-ratus tahun sebelum masehi. Tokoh-tokoh filsafat muncul mendunia, dari Yunani ke seluruh Eropa, Eropa yang menjadi panutan kefilsafatan dan ilmu pengetahuan.
Dari filosof filsafat alam, Socrates, Plato, Aristoteles, sampai murid-murid Aristoteles yang membuat berbagai filsafat, pandangan hidup. Jadi, bisakah saya sangkut-pautkan agama dengan pandangan hidup ini, bahwa agama adalah sebuah pandangan hidup, sebuah filsafat, ajaran untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan?
Karena dari keempat aliran filsafat yang lahir setelah masa Aristoteles, pada dasarnya mereka menciptakan suatu ajaran untuk berkehidupan, konsepnya menurut saya sama seperti agama.
Kaum Sinis dengan idenya, bahwa kebahagiaan sejati terletak pada ketidaktergantungan pada sesuatu yang acak dan mengambang. Mereka tidak mementingkan kemewahan materi, kesehatan yang baik, maupun kekuasaan politik. Seseorang dari kaum ini bahkan hidup dengan tinggal di dalam tong dan hanya memiliki mantel, tongkat, dan kantong roti.
Kaum Stoik, yang menekankan adanya hukum alam yang mengatur seluruh umat manusia, dan semua proses alam mengikuti hukum alam tersebut, termasuk kematian dan penyakit. Kata ‘takdir’ muncul dan menyala-nyala di kepalaku saat membaca sedikit tentang kaum Stoik ini. Lalu munculnya konsep Humanisme. Dari ajaran ini, kita belajar menerima semua dengan lapang dada, bahwa semua memang sudah digariskan, ditakdirkan, semua sudah diatur oleh hukum alam. Maka kesedihan berlarut akan berkurang, dan kebahagiaan juga ketenangan akan melekat.
Kaum Epicurean yang hidup di taman. Aliran ini memiliki tujuan hidup untuk meraih kenikmatan indriawi setinggi mungkin, bahwa kebaikan tertinggi adalah kenikmatan, dan kejahatan tertinggi adalah penderitaan. Maka muncul suatu cara hidup yang menghindari penderitaan dalam segala bentuknya. Tapi bukan hanya mengajarkan ingin senang-senang saja, mereka juga menekankan bahwa selalu ada efek samping dari hasil-hasil menyenangkan. Menurut saya mungkin seperti risiko dan tanggung jawab.
Mereka juga menekankan bahwa hasil yang menyenangkan dalam jangka pendek harus ditahan demi kemungkinan timbulnya kenikmatan yang lebih besar. Untuk menikmati hidup menurut cita-cita Yunani kuno diperlukan kontrol-diri, kesederhanaan, dan ketulusan.
Nafsu harus dikekang, dan ketenteraman hati akan membantu kita menahan penderitaan. Bagi saya itu seperti paduan dari puasa dan shalat. Kekang nafsu dibarengi dengan ketenteraman hati. Mereka juga tidak takut akan kematian. Epicurus mengemukakan empat ramuan obat:
Dewa-dewa bukan untuk ditakuti. Kematian tidak perlu dikhawatirkan. Kebaikan itu mudah dicapai. Ketakutan itu mudah ditanggulangi.
Itulah yang mengawali tulisan ini, saya merasa agama-agama adalah paduan dari berbagai aliran filsafat ini. Menurut saya, pada dasarnya, agama muncul dari perpaduan berbagai ide dan melahirkan berbagai tata cara berkehidupan untuk mencapai kebahagiaan dan kebaikan, begitu pula filsafat. Nah, untuk ketuhanan ada di bagian Neoplatonisme. Di buku ini dikatakan, “Neoplatonisme juga memberi pengaruh kuat dalam aliran utama teologi Kristen.”
Plato berpendapat bahwa ada 2 realitas yang terdiri dari dunia ide dan dunia indra, jiwa dan raga adalah terpisah. Menutut Plotinus, keduanya itu satu, sebab segalanya berasal dari Tuhan. Kira-kira begitu.
Di Neoplatonisme ini disebut-sebut adanya pengalaman mistik, tentang penyatuan dengan Tuhan, mistisme.
Setelah selesai membaca, mistisme ini ide yang menarik dan membahagiakan menurut saya. Menyatu dengan Tuhan. Jiwa manusia hanyalah sebuah percikan dari suatu api yang besar, Tuhan. Kita semua sama, satu sumber, suatu tetes air dari samudera yang besar.
“Cintailah tetanggamu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri sebab engkau adalah tetanggamu. Ilusilah yang membuatmu berpikir bahwa tetanggamu adalah seseorang yang lain.” Kata seorang mantann presiden India.
Menarik, sebab saya pernah mendengar ide seperti ini, “Di belahan dunia lain, mungkin aku sedang bercinta dengan Park Jimin (BTS).”, ide tersebut mungkin mengacu pada teori dunia paralel, bahwa ada lebih dari satu garis waktu, ada semesta lain selain dunia yang kita pijak ini. Menjadi menarik jika saya melihat dari sudut mistisme ini bahwa semua orang adalah saya sendiri, bahwa di luar sana saya mungkin benar-benar sedang bercinta dengan Jimin. Gadis itu --atau laki-laki-- yang sedang bercinta dengan Jimin sebenarnya, tapi mereka adalah saya, kita satu, dan berasal dari satu sumber.
Saya juga pernah mendengar teori tentang reinkarnasi yang ini, bahwa jiwa kita setelah mati akan kembali ke dunia fana ini dalam tubuh yang berbeda. Jadi hanya ada satu jiwa sebenarnya di dunia ini yang terus-menerus kembali menjadi sosok atau makhluk hidup maupun tanaman yang berbeda dari sebelumnya. Menarik sekali!
Begini, saya malu sebenarnya mau mengunggah tulisan ini, karena saya khawatir saya terlihat seperti orang bodoh. Tapi memang begitu, sih. Saya memang tidak pintar, juga tidak banyak tahu. Jadi, ya sudah, diunggah saja, masa bodoh!
Tulisan ini mungkin akan membuat saya tertawa di kemudian hari. Atau mungkin akan ada perbaruan pemikiran saya di masa depan. Sebuah update, karena hidup itu dinamis, kata seseorang, selalu ada perubahan.
0 notes
beatricemusaputri-blog · 7 years ago
Text
Everybody’s Weird
Tumblr media
TV  Series yang mengagungkan pertemanan selalu menjadi favorit gue. Seperti F.R.I.E.N.D.S, How I Met Your Mother, atau That’s 70′s Show. 
Dari TV Series ini, gue seperti di hipnotis bahwa hidup lo udah se-sempurna itu kalau lo punya beberapa sahabat keren yang selalu ada buat lo. Selalu ketemu setiap hari di bar yang sama, merayakan Thanks Giving, Halloween, Natal dan Tahun bareng-bareng. Atau membenci satu orang yang sama bareng-bareng, berantem lucu terus baikan dengan cara yang super manis dan dramatis, jatuh cinta sama salah satu sahabat lo, terus nikah, terus punya anak, membesarkan anak bareng sahabat lo, jadi orang tua yang keren dan seterusnya. 
Tumblr media
Foto ini bertahun-tahun jadi wallpaper HP, dan bahkan menjadi cover di semua media sosial gue. Rasanya hangat banget setiap ngeliat foto ini. Duduk bareng sama sahabat lo, di meja yang cantik, dengan makanan yang enak, merayakan hidup, merayakan thanks giving, merayakan kebersamaan dan merayakan pertemanan. Gue sangat menjunjung tinggi pertemanan yang.. keren dan hangat.
Sampai akhirnya gue menyadari, ternyata...gak se gampang itu buat dapetin orang-orang keren yang bisa dijadikan sahabat. Orang-orang seperti Marshall yang bisa diminta ke bar jam 3 pagi dan dengerin curhatan galau cinta-cintaan Ted, orang-orang seperti Ted yang mau ngelakuin apapun buat bikin temennya bahagia, orang-orang seperti Lilly yang licik tapi perhatian sama temen-temennya, atau Barney yang selalu ngajak ngelakuin hal-hal aneh atau Robin yang cantik tapi agak bodoh, tapi keren. 
Ternyata gak segampang itu dapetin orang-orang yang bisa di jadiin sahabat untuk diajak nge-beer bareng setiap malem, ngerayaiin Thanks Giving, Tahun Baru, Natal, atau Halloween bareng-bareng. Semua orang punya kesibukan nya sendiri-sendiri dan semua orang punya prioritasnya sendiri-sendiri. Lo gak bisa mengharapkan lo bisa jadi prioritas utama buat temen-temen lo kaya Marshall memprioritaskan Ted. Karena bahkan Marshall dan Ted bukan dua orang yang ada di dunia nyata. 
Ternyata gak segampang itu buat dapetin sahabat keren yang bisa bikin lo jatuh cinta dan diajak nikah dan diajak jadi orang tua yang keren buat anak-anak lo.
Ternyata, gak segampang itu buat baikan lagi sama sahabat lo pas lo berantem karena ternyata, kadang-kadang, orang yang lo pikir selama ini adalah sahabat adalah orang yang paling ngerti gimana caranya nyakitin lo sampe ke ubun-ubun. (Duh jadi pengen nyetel lagu-nya Oasis yang Champagne Supernova. Wqwq)  
Intinya, ternyata, hidup gak segampang itu. 
Walaupun gue suka banget sama HIMYM atau F.R.I.E.N.D.S, tapi setiap gue nonton episode-episode-nya, gue selalu ngerasa kaya pecundang banget karena gue gak punya 5 orang sahabat yang terdiri dari 2 cewek dan 3 cowok dimana salah satu cowok-nya bisa gue ajak nikah. 
Terkadang, gue jadi ngerasa pesimis banget sama idup gue yang sama sekali gak keren. Bahkan, dalam hal pertemanan. 
Terus gue jadi terlalu “agresif” untuk bisa dapetin 5 orang sahabat yang selalu ada buat gue. Sangking agresifnya, akhirnya gue gak punya siapa-siapa buat dijadiin sahabat. He he. Idup </3 
Nah, tapiiiiiii pas gue nonton Two Broke Girls, mata gue seperti terbuka lebar tentang hal pertemanan. 
Tumblr media
Kalau di HIMYM atau F.R.I.E.N.D.S terdiri dari orang-orang kulit putih yang tinggal di New York dan punya pekerjaan keren, berbeda dengan Two Broke Girls. 
Di Two Broke Girls, karakter yang dihadirkan menurut gue lebih beragam. Lebih nyata tapi sering dianggap sebelah mata sama kebanyakan orang. 
Coba liat aja karakter Max. Cewek dari keluarga miskin, Ibunya pecandu alkohol dan obat-obatan, Bokapnya gak tau kemana, pekerjaannya pelayan, gak lulus SMA, badannya juga agak sedikit berisi. Buka cewek tipikal. 
Sekalinya ada cewek tipikal, yakni Caroline, tinggi, cantik, kulit putih, tapi dia kesangkut masalah Bokapnya yang korupsi, masuk penjara dan akhirnya jatuh miskin. 
Terus ada Earl, black guy, tua, selera musiknya bagus, tapi agak sedikit pincang. Sophie, gadis polandia, bisa dibilang badannya sangat berisi, tergila-gila sama sex (sama seperti Oleg pacarnya), terus pekerjaanya jadi penyalur pembersih. Terakhir ada Han, cowok Korea pemilik kedai dan badannya super mini. 
Kalau di dunia nyata, orang-orang seperti ini sering banget diremehkan. Beda sama karakter-karakter di HIMYM atau F.R.I.E.N.D.S. 
Tapi disini gue gak bilang Two Broke Girls lebih baik dari HIMYM atau F.R.I.E.N.D.S ya, tapi menurut gue Two Broke Girls seperti menawarkan sesuatu yang berbeda dari konsep pertemanan. 
Bisa dibilang, genk di Two Broke Girls bukan friendship goals banget. 
Tapi mereka unik dan menarik. Mereka kaya ngajarin sesuatu yang lebih “real”. Kalau hidup itu gak sekeren itu, gak segampang itu dan kita gak bisa selalu dapetin apa yang kita mau.  
Tumblr media
Gue inget banget satu episode dimana gue akhirnya tau kalau Max pengen banget sekolah masak. Dia sampai nyimpen brosur sekolah masak di bawah tempat tidurnya. Tapi biaya buat masuk ke sekolah itu mahal banget dan seperti yang kita tau, Max bukan berasal dari keluarga kaya. Bahkan dia gak lulus SMA. Jadi mimpinya hanya cuma mimpi. 
Tumblr media
Dan dari Two Broke Girls ini gue sadar kalau pertemanan itu juga gak harus keren. Lo gak harus berteman sama orang-orang yang secara fisik dan pekerjaan itu “wow” banget. Lo gak harus punya sahabat cowok yang bisa lo nikahin. Lo gak harus punya sahabat sekeren Robin. Lo gak harus ngerayaiin Natal atau tahun baru bareng-bareng.  
Tapi setidaknya, mereka, yang lo anggap sahabat, selalu berusaha kembali ke lo sebarapa keras lo berusaha ngejauhin mereka. Tapi setidaknya, mereka yang lo anggap sahabat gak ngomongin lo di belakang dan mengkritik hidup lo abis-abisan. Tapi setidaknya, mereka yang lo anggap sahabat mau nemenin lo bengang-bengong di PS sambil minum Chattime.
Karena pada akhirnya, hal terpenting dari pertemanan adalah ketika lo bisa menerima orang lain apa adanya dengan segala keanehannya. 
1 note · View note
silenciooo · 8 years ago
Text
Taukah Kamu?
Mungkin saya yang memang aneh, atau entahlah. Saya suka berlagak tak tau, terlihat lebih rendah, atau memang terlalu jujur. Terlebih pada orang-orang yang pada kesan pertama langsung menilai saya asik, keren, baik, dan sebagainya dan sebagainya. Lalu ketika saya “menjajal” dengan ketidak tahuan, ke-ndeso-an, kegaringan, ketidak jelasan, dan kebrengsekan, nilai asik dan keren yang mereka sematkan seketika luruh. Ha ha ha. Tidak sedikit orang semacam ini yang saya temui. Saya yakin mereka akan melipir tipis-tipis dan melontarkan, “ah keren keliatannya doang ternyata!” Dan taukah? Saya senang menemui orang-orang semacam ini. Meskipun pada akhirnya kehadiran mereka hanya sekedar numpang lewat karena kesan dan penasaran. Rata-rata mereka adalah kaum intelek, suka berpikir kritis, bacaannya buku-buku dengan bahasan berat, kalo ngomong pake istilah ilmiah, diksinya canggih-canggih, harus tertata rapi, doyannya ndebat. Mehehehe.. Apalah saya, tetesan jladren rempeyek yang masuk wajan aja enggak, terabaikan hingga bleduken di pinggiran kompor. Saya ambil satu saja contoh: Beberapa tahun lalu saya bertemu teman lama. 6 tahun sudah kita tidak pernah jumpa. Banyak yang berubah. Dia jauh lebih “kebapakan”. Ehehe Sosoknya tegas, berwibawa, pokoknya khas abang-abang intelek. Cara bicaranya diplomatis. Semuanya tertata rapi. Konon prestasinya sudah segudang, beasiswa sana sini, rapat sana sini, studi banding kesana kemari, kenalan orang-orang penting. Ya begitulah kiranya kesibukan laki-laki yang usianya terlampau dua tahun dibawah saya. Sebentar lagi juga akan lanjut studi di luar negeri. Saya? Haha sudah sudah skip! Kita bertemu di Malang, waktu itu dia menyempatkan mampir saat ada pertemuan di Semarang. Ya pokoknya dalam kunjungan singkatnya, saya ajak dia keliling. Ke museum, toko buku, dan satu wahana permainan waktu itu. Sepanjang jalan-jalan kami ke museum dan toko buku, dia banyak bercerita tentang sejarah, filsafat, politik, ini dan itu, pokoknya super sekali abang satu ini. Nah.. sesekali, dia melempar pertanyaan seperti, “tau nggak?” atau “pernah nggak?” yang selalu kujawab dengan “enggak”. Termasuk satu pertanyaan yang menjadi kesimpulannya ketika saya molai membuatnya ilfil karena tampak bodoh dan tak tau apa-apa, pada saat pertanyaan itu muncul, “Kamu nggak suka baca buku ya?” Hanya senyum yang kusunggingkan.
Sebenarnya sederhana alasannya. Saya hanya ingin mendengar. Saya suka melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Mendengarkan penjelasan orang lain tentang hal yang sudah kita tau itu bagiku menyenangkan, dan tak salah. Belajar menerima. Tak semua yang hitam dari sudut pandang kita tampak hitam juga dari sudut pandang orang lain. Begitupun sebaliknya.
Setelah pertemuan itu, dia menghilang, tak pernah lagi berkabar. Dan beberapa waktu kemudian tampaknya dia sudah menemukan wanitanya. Mahasiswi berprestasi. Yang seimbang dengannya. Sama hebatnya. Sama sibuknya. Saling membersamai. Wah.. keren! Sayangnya belakangan mereka sepertinya sudah bubar. Hmm.. Saya begitu update ya? Hahaha Bukan kepo, tapi mereka sendiri yang seliweran di timeline dengan berbagai update-an terbaru bak tayangan infotainment.
Saya tak komen. Biarlah itu urusan mereka. Hanya teringat satu hal yang membuatku tetap tersenyum meski kita sudah putus kontak. Di lorong toko buku Wilis, di depan sebuah lapak, diambilnya satu buku yang tebalnya sama dengan kamus longman yang saya beli dari dosen translation saya, berjudul Dunia Sophie karya Jostein Gaarder. “Kamu pernah baca buku ini?” “Enggak” “Bagus banget ini” “Oya? Tentang apa?” “Ini novel filsafat, versi bahasa Inggrisnya Shopie’s World. Bahas tentang filsafat, berat sih, tapi ngebawanya itu asik. Ceritanya tentang anak kecil yang belajar filsafat lewat surat-surat yang dia dapat secara misterius…..” “Hmm..” Sambil kuperhatikan caranya menjelaskan secara detail. Mengagumkan. Mendengarkan dia berkisah memang seru sekali, sambil sesekali teringat beberapa buku koleksiku karya Jostein Gaarder; Dunia Anna, Dunia Cecilia, Dunia Maya, The Orange Girl, Putri Sirkus, The Magic Library, dan tentunya Dunia Sophie.
NB : Selamat mencari tau jika belum tau.
Salam. Tetesan jladren peyek!
3 notes · View notes
crunky-cream · 7 years ago
Text
Sophie: Dia
Semarang, 11 Juni 2017.
Pukul 5.56 WIB.
Namaku, Sophie. Sore ini aku hanya sendiri di kamar kosku. Ya ditemani suara kipas yang mengiringku menulis cerita ini. Oh ya, dan juga nasi box yang ku beli untuk berbuka puasa hari ini. 
Aku hidup diperantauan. Ayah, Ibu dan Adik ku ada di Jakarta. Sudah hampir 2 semester, nyaris satu tahun aku hidup di sini. Di ibu kota Jawa Tengah ini. Banyak sekali hal-hal yang berbeda dengan Jakarta. 
Aku di sini untuk melanjutkan pendidikan ku di jenjang sarjana. Aku mengambil salah satu jurusan yang ada di fakultas yang minim wanita, ya, teknik. Sudah banyak hal-hal yang ku lalui, dari mulai masa orientasi hingga ujian akhir semester sudah pernah ku cicipi, dengan status sebagai mahasiswa baru. 
Kehidupan perantauan ini menurutku mengasyikan, menantang dan seru. 
Kalian harus mencobanya sendiri!
Aku bertemu banyak teman baru dari berbagai macam latar belakang, budaya, daerah dan pola pikir. Aku belajar banyak dari mereka. Seperti berada di atas atlas Indonesia. Tanpa harus pergi ke tempat itu, aku sudah bisa tau banyak hal.
Teman dekatku? Rata-rata dari daerah yang tidak jauh berbeda denganku. Namun aku juga tetap bersahabat dengan teman-temanku yang asli orang sini. Kali ini aku ingin menceritakan sedikit kisah ku, ini ajaib. 
Begini ceritanya...
Pada semester ganjil yang lalu, ketika harus pulang ke Jakarta, aku merasa senang. Namun setelah ku sadari, sekaligus sedih. Senang bisa bertemu lagi dengan keluarga ku yang sudah menunggu di rumah. Sedih, karena aku harus berpisah dengan teman-temanku. Saat kami kembali ke rumah masing-masing, semua menjadi terasa jauh. Jakarta tidak sekecil jari kelingking kan?
Termasuk dengan, Tama. Pertama kali ku mengenalnya ketika ingin belajar bersama. Saat itu ia yang sok-kenal denganku. Walaupun demikian, ia baik. Hari demi hari, aku semakin senang berinteraksi dengan orang ini. Ia memiliki latar belakang yang menarik. Ia yang dulu berbeda sekali dengan dirinya yang sekarang. 
Dulunya, bisa dibilang, ia definisi dari bad boy. Merokok, nongkrong, tawuran dan chat dengan banyak wanita. Lengkap sekali bukan? Tapi Tama yang sekarang berbeda, entah lah apa yang membuatnya berubah juga masih menjadi pertanyaan bagiku. Rajin sholat, sangat menjauhi rokok (jika di depanku sih) dan tidak pernah lagi nongkrong. Oh iya satu lagi, chatnya kini sudah bersih dari wanita. Hmm tidak benar-benar bersih sih, masih ada 2 atau 3 mungkin. Tawuran? juga sudah berhenti. 
Ada sesuatu yang membuatku tertarik dengannya.
Aku sedih tidak bisa melihatnya setiap hari lagi ketika libur. Begitu juga dengan teman-temanku yang lain, yang selalu bisa membuat hari-hari ku menjadi lebih cerah, bahkan terlalu terik. Dimana pun dan kapan pun kita bisa tertawa.
Ketika masa libur habis, aku harus kembali keperantauan. 
Memulai semester genap dengan semangat yang baru. 
Begitu banyak yang kita lalui dari awal semester hingga hari ini tiba. 
Salah satunnya yang harus ku ceritakan adalah, masalah sepele yang terjadi antara aku, Tama dan Reza. 
Reza, sebenarnya aku tidak terlalu dekat dengan dia. Aku tidak menyukai beberapa sifatnya. Dia sok bad boy, bukan bad boy beneran. Tapi aku selalu berusaha meilhat semuanya dari sisi positifnya saja. Selama dia engga mengganggu aku, aku engga akan melakukan hal yang mengancam keberadaannya di dekatku. Tapi suatu waktu, kesabaranku habis untuknya.
Ketika semua orang melihat dan menyadari kedekatan antara aku & Tama (sebenarnya ini juga karena kebodohanku), semua orang mulai melontarkan kata-kata yang yaa kalian pasti paham. Termasuk Reza. Tapi aku tidak suka gaya nya ketika ia yang berbicara! 
Terserah kalian mau bilang aku subjektif atau apalah, tapi aku memang tidak suka dengannya. 
Hingga pada titik terpuncak kesabaranku habis, aku benar-benar tidak menanggapi semua yang Ia katakan. 
Saat itu aku sedang belajar bersama kelompok ku. Salah satu teman kelompok ku bernama Adi. Dia orang Semarang. Dia ketua kelas kami, aku sekretarisnya. Aku sudah 2 semester ini sekelas dengannya, tapi baru berinteraksi dengannya di semester 2 ini. Bahkan saat kami terpilih menjadi pengurus kelas saja aku masih enggan untuk berbicara dengannya. Ia dingin, keras kepala dan... pemikir. 
Aku tidak pernah berpikir bisa menjalin hubungan yang baik dengan Adi. Dari pertama aku melihatnya saja sudah tidak-meng-enak-kan. Ditambah lagi, dari sekian banyak orang Semarang hanya dia lah yang tidak pernah bersahabat dan ramah kepada ku. Namun karena tuntutan tugas yang mengharuskan aku berada pada kelompok yang sama dengannya, akhirnya aku berinteraksi dengannya. 
Tidak ku sangka. 
Dia baik, mau membantu dan pendengar yang baik. Walaupun tetap dingin, keras kepala dan pemikir. 
Semuanya terjadi tidak dengan begitu saja. Tetapi karena, suatu waktu dimana saat itu Adi tidak bisa datang untuk bekerja bersama. Semua orang di kelompok ku mulai kesal dengannya, apalagi saat itu pekerjaannya belum beres. Namun hanya aku yang berani untuk menanyakan langsung kepadanya. 
“Phie, aku lagi di luar kota. Maaf ya, chat kamu tertimbun”
“Waa seru sekali ya”
Sejujurnya saat itu aku agak serius, ya menyindirnya. Sempat-sempatnya ia pergi keluar kota saat kami harus begadang untuk menyelesaikan tugas yang dikumpul esok hari. 
“Ini bukan jalan-jalan loh”
Kemudian ia menjelaskan alasannya ia berada di luar kota. Aku kaget dan merasa bersalah telah menyindirnya. Kemudian ku beritahukan hal itu kepada teman-teman kelompok ku, mereka pun wajar dengan hal tersebut. 
“Di, aku mau saran. Lebih baik kamu bilang di group supaya tdk ada salah paham”
“Bagaimana phie bilangnya?”
Kemudian ku buatkan serangkaian kata-kata minta maaf. Lalu setelah melakukan sedikit pembicaraan, ia akhirnya meng-copy kata-kata yang sudah kubuat dan dia tampilkan di group kelompok kami. 
Besok-besoknya, ia menjadi baik dan tiba-tiba saja terbuka kepada ku, tanpa ku minta. Ia mulai bercerita tentang wanita yang sedang ia senangi, beban nya di organisasi dan lain-lain. Aku senang, dan selalu senang mendengar cerita orang. 
***
Hingga pada suatu malam setelah belajar bersama itu aku pulang diantar Adi, dan saat itu aku memutuskan untuk berusaha terbuka juga kepadanya. 
“Adi, aku kesal dengan Reza”
“Semua orang kesal kok dengannya, Phie. Haha”
“Aku tidak suka, karena ia sering meledek-ku, Tama jadi menjaga jarak denganku. Padahal sebelumnya tdk ada apa-apa”
“Yaa dia memang begitu kan, Phie. Mau gimana lagi.”
Pembicaraan kita berhenti tanpa kejelasan ketika aku mendapati sudah berada di depan kosku. Malam itu tidak ada yang berbeda. Bulan bersinar terang, langit berawan. Hingga esok paginya, setelah kelas selesai.
Aku sedang duduk bersama teman-temanku yang lain. Tidak jauh dari ku ada Tama, ia sedang duduk juga. Suasana hari itu sangat menyenangkan, hingga tiba-tiba Reza datang. 
“Ciee sophie”
Aku hanya diam. Memasang wajah tidak tertarik.
“Engga kok gue kan hari ini belum ngomong apa-apa. Jangan marah dong”
Dalam hati aku bingung. Dia tau dari mana aku marah? Seingatku, terakhir aku bertemu dengannya aku tidak menunjukan kemarahanku. Hanya menunjukan wajah ke-tidak-tertarik-an ku. Apa jangan-jangan... Adi?
Namun pertanyaan-pertanyaan ku itu masih ku pendam sendiri. 
***
“Adi, kamu sibuk ngga?”
“Maaf phie, aku baru bangun. Kenapa?”
“Hmm enggapapa sih. Tapi ini gak penting”
“Mau cerita apa?”
“Loh? Tau dari mana aku mau cerita, Di?”
“Udah keliatan kok”
“Darimana? Wkwk. Karena trlalu sering diledekin, Tama jadi jarang bales aku, Di. Apalagi kalo dia lagi sama temen-temennya. Pasti dia balesnya kalo udah bener-bener sendiri. Hmm”
“Yaa wajar lah phie”
“Giliran udah ngga ada siapa-siapa baru ke aku, Di”
“Ojo galau to”
(dalam bahasa indonesia artinya: jangan galau dong)
“Aku galau juga ngga ada yang tau, Di”
“Jo galau”
(artinya: jangan galau).
Entahlah malam itu aku merasa aku harus cerita kepada Adi. Padahal juga, baru beberapa hari kita dekat? Aneh tiba-tiba aku merasa perlu untuk chat dengannya. Malam itu hanya aku dan Adi yang tau cerita itu. Aku pun belum menanyakan soal Reza kepadanya. Tidak begitu penting. 
Aku terbangun ketika tiba waktu sahur. Aku lihat handphone ku, masih ada chat yang belum terbalas. Sudahlah biarkan saja, dia saja tidak seberusaha itu untuk membalas chatku, pikirku di awal. 
Perang antara diriku dan diriku yang lainnya dimulai di saat-saat seperti ini.
“Jangan dibalas sekarang! Jangan terlalu baik jadi orang”
“Sophie, kamu manusia yang punya hati kan? It’s okay to be nice”
“Baik boleh tapi jangan jadi orang bodoh. Jelas-jelas dia jahat. Masih mau baik?”
“Berbuat baik tidak akan pernah salah, phie”
Akhirnya, aku memutuskan untuk......
.........
..........
..........
..........
“Lagi ngga sama tmn tmn ya tam?”
***
“Adi! Kamu tuh kenapa sih”
“Hah? Kenapa gimana phie?”
“Masa aku udah 2x cerita ke kamu dan abis itu besoknya semua bener-bener kejadian”
“Maksudnya?”
“Kamu pasti cerita ke Reza ya aku marah sama dia?”
“Engga kok. Ngapain banget. Engga penting”
“Nih abis aku kemaren cerita ke kamu tentang Tama, dia jadi chat aku pagi tadi!”
“Waah? Haha”
“Kayaknya ada sesuatu deh sama kamu, Di!”
“Hmm? Ya memang sih hehe”
Apa? Ada apa, Di? Sungguh, aku penasaran bukan main kali ini. 
“Tapi ngga boleh dikasih tau ke siapa siapa”
Hmm baik lah. Mungkin lain waktu.
“Apaa, Di?” 
Ya cuma senyum. 
Terima kasih jawabannya, Di. 
(to be continued)
0 notes
pandorajiwa-blog · 8 years ago
Text
Stanley Taplinger, seorang pesulap, pria yang sangat rasional dan menolak segala hal mistis bertemu Sophie Baker, wanita yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan arwah dan melihat hal – hal yang seharusnya ia tak tahu. Stanley menganggap Sophie seorang penipu dan berkehendak membongkar praktek kleniknya. Hal ini membuatnya harus menghabiskan waktu bersama Sophie. Dan Sophie Baker, melewati momen melihat bintang di observatorium bersama Stanley, merasakan hal mistis di hatinya.
   Sophie   : Kau tahu, malam ini kau satu – satunya orang yang belum memberikan komentar tentang penampilanku.
Stanley  : Aku terpesona, Sophie. Aku tak pernah membayangkan kau bisa secantik ini.
Sophie   : Nah begitu.
Stanley  : Kau pasti sudah memindahkan gunung untuk menghasilkan efek ini.
Sophie   : Terima Kasih. Dan ini semua tanpa penambahan manfaat pencahayaan yang kau berikan untuk gajah.
Stanley  : Kau tahu, besok aku akan melakukan konferensi pers tentangmu.
Sophie   : Eh hm..Katakan padaku Stanley. Disamping karuniaku, yang telah merubah hidupmu...Tidakkah kau, pada waktu kita menghabiskan waktu bersama, memiliki sesuatu lain...mm pikiran tentangku?
Stanley  : Sudah kukatakan padamu. Aku mengagumimu.
Sophie   : Maksudku bukan dalam hal mistik. Aku....maksudku sebagai seorang wanita.
Stanley  : Sebagai wanita? Pertanyaan yang aneh. Secara teknis aku tak pernah menganggapmu sebagai seorang wanita. Kau seorang klenik yang telah mempermainkanku dan sekarang aku merasa rendah hati sekaligus bangga.
Sophie   : Kau bangga padaku?
Stanley  : Kau? Tidak, aku bangga pada diriku yang secara dewasa mengakui kalau aku salah dan bodoh beberapa tahun ini. Aku telah menjadi sombong dan...kasar. Meremehkan keyakinan orang lain.
Sophie   : Jadi kau tak pernah menganggapku sebagai seorang wanita?
Stanley  : Yah...aku selalu yakin kalau kau bukan tipeku, jika itu yang kau tanyakan. Dan cukup baik untuk dipandang. Maksudku relatif. Aku telah terekspos oleh beberapa media yang tak menarik, sejumlah makhluk yang mengerikan.
Sophie   : Kau tahu benar, kalau aku serius mempertimbangkan menikahi Brice Catledge?
Stanley  : Yah...aku pikir kau akan gila kalau tidak.
Sophie   : Kau tak melihat itu seperti...sedikit tergesa – gesa untukku?
Stanley  : Yah...kan kau yang bisa melihat masa depan, dan aku yakin penglihatan batinmu sangatlah positif. Dan pendapat umum akan mengatakan kalau pria itu adalah hal yang luar biasa untukkmu. Jauh melebihi apa yang kau harapkan, jika dilihat dari latarbelakangmu. Dan tentu, sekarang kau sedang menjadi fenomena, kau akan selalu berhasil baik secara finansial, meskipun tak seperti keberuntungan Catledge. Dan sebagian besar waktumu akan dihabiskan untuk yayasanmu, dimana dia akan bisa sangat membantu.
Sophie   : Jadi saat kita menghabiskan waktu bersama...tak memberikan dampak padamu sedikitpun?
Stanley  : Tidak......... jangan bilang kau mengalami perasaan yang romantis untukku?
Sophie   : Bagaimana kalau iya?
Stanley  : Itu tak masuk akal. Kau....kau... kau membayangkan kalau kau dan aku.........Tidakkah itu cukup kalau kau telah membuka mataku untuk menikmati hidup? Maksudku kau telah mengalahkan pikiranku. Apakah kau, apakah kau juga harus menaklukan hatiku?
Sophie   : Aku hanya berpikir, di saat kita menghabiskan waktu bersama...kalau kau...
Stanlet   : Jangan salah memahamiku. Aku memelukmu dalam kemungkinan penghargaan tertinggi, dan besok, aku akan beritahu seluruh dunia.
Sophie   : Permisi.
(Dari petikan dialog film Magic In The Moonlight 201 – Woody Allen)
om/",eotN�i�
1 note · View note
blackblogrepresents · 7 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Charlie Campbell - Sainsbury’s
We are thrilled to show new work from Charlie Campbell for Wieden + Kennedy's Every Bit of Christmas campaign. Charlie shot the energetic black and white stills portraits, capturing the anticipation of some of the best bits of the festive season, including sharing a cheese platter and tucking into the Christmas Day feast itself! There will be more images released soon... With massive thanks to the team that made this possible back in August. To everyone at Wieden + Kennedy - Mark D'Abreo, Rashel Taschian, Emily Khoury, Aran Patterson (production) and Scott Dungate, Sophie Bodoh, Juan Sevilla and Mico Toledo (creative). To the astounding hard work and patience of Anna and Lizzie at Stark Casting in finding such star talent, Charlotte Beardow for styling, Eli Wakamatsu (Emma Davies agency) for hair and make up, to Benjamin Thapa for lending his amazing producer skills over the six day shoot and to Big Sky Studios for hosting us. Big shout out to all the cast too who travelled from all over the UK to lend us their big personalities, and of course to Charlie's team. 
1 note · View note