Tumgik
#Pertandingan Badminton
intijatim2022 · 2 months
Text
Menteri AHY Menyaksikan Langsung Pertandingan Badminton Olimpiade Paris 2024
INTERNASIONAL | INTIJATIM.ID – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyaksikan langsung pertandingan badminton Olimpiade Paris 2024, di Porte de la Chapelle Arena, Rabu (31/07/2024). Bersama sang istri, Annisa Pohan Yudhoyono dan putrinya, Almira Tunggadewi Yudhoyono, Menteri AHY menonton dua pertandingan, yakni Tunggal Putri…
0 notes
yaninurhidayati · 2 years
Text
Tumblr media
Jika dirasa-rasa, kehidupan ini lucu juga. Kita yang membuat ekspektasi, ketika tidak tercapai kita marah-marah. Lalu, menyalahkan diri sendiri. Padahal hasil bukanlah kendali kita. Barangkali ekspektasi kita yang terlalu tinggi, belum tersupport oleh kapasitas diri kita yang masih terlalu rendah. Aku jadi teringat dengan sebuah ayat Al Qur’an yang mengatakan, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan untuk mengatakan, 'kami telah beriman' TANPA diuji?!...” Apakah setelah menetapkan ekspetasi, tidak akan ada ujian untuk mengetahui kesungguhan diri untuk mencapainya? Sesuatu yang barangkali selalu ingin dihindari manusia, UJIAN.
Ada hal yang yang pernah terpikir olehku, membayangkannya akan menjadi hal yang menyenangkan jika aku benar-benar berada pada situasi itu. Namun, nyatanya di hari ke-100 aku menjalaninya, mungkin masih hitungan jari aku benar-benar menjalani peran ini dengan bahagia.
Suara riuh anak-anak terdengar hingga dalam rumah. Teriakan goal sesekali terdengar, membuatku ingin sekali segera menontonnya seperti hari-hari sebelumnya. Tinggal sedikit lagi apa yang aku masak siap disajikan di atas meja makan. Menu nutrisi penting untuk tubuh jompo kami, jangan sop. Kuah telah mendidih sempurna, rasa sudah pas, dan wortel sudah cukup empuk untuk digigit. Kumatikan kompor, kuambil eros, kugayung jangan sop beserta isinya dari panci ke mangkok. Kubawa menu terakhir ke atas meja. Voila! Makan malam sudah siap, waktunya bersantai sejenak menonton pertandingan anak-anak di depan rumah.
Tanah luas itu tepat berada di depan rumah kontrakan. Satu-satunya tanah yang paling luas yang ada di perumahan ini. Tanah yang seringkali dijadikan tempat tanding bola, badminton outdoor, sampai acara nikahan tetangga. Fasum serbaguna tempat menjalin silaturahmi antar tetangga, juga tempat berita terbaru dengan cepat menyebar.
“Tante Rayya!!!” suara pertama yang kudengar saat membuka pintu pagar rumah. Mbak Anggun melambaikan tangan si bungsu ke arahku. Kubalas dengan lambaian tangan paling tinggi dan senyum seriang mungkin. Kuberjalan menuju mereka dan membiarkan pintu pagar terbuka sedikit. Kugerak-gerakkan jari jemariku, membuat pertunjukkan sederhana yang membuat si bungsu tertawa riang. Dia mengangkat tangannya seakan-akan memberitahu bahwa aku pengen digendong tante Rayya. Kusambut tangan itu, lalu kugendong putri kecil yang baru berusia enam-belas bulan itu.
“Kok telat, dhek?” tanya mbak Anggun ketika mengalihkan si bungsu kepadaku.
“Iya, mbak. Menu makan malam kali ini sedikit ribet,” jawabku sekenanya.
“Merayakan sesuatu?”
“Enggak. Permintaan paksu.”
“Oh…,” jawab mbak Anggun mengakhiri topik permenuan.
“Itu siapa mbak?” tanyaku sambil menunjuk seorang gadis yang baru muncul dari belokan jalan menuju ke arah lapangan, melewati kami dengan senyuman, lalu masuk ke rumah yang berjarak tiga rumah dari rumahku.
“Itu Gina. Putri sulung Bu Joko. Dia dulu merantau ke Medan. Udah hampir satu bulan ini dia ditugaskan di Surabaya. Jadi, bisa pulang sebulan sekali. Nggak kayak dulu, setahun sekali aja sudah untung.”
Gina. Pertama kalinya ada seseorang yang membuatku teringat akan masa laluku sejak kepindahanku ke perumahan ini. Gadis berkerudung krem, ber-PDL mirip dengan yang pernah kupakai dulu, bersepatu safety dengan besi di bagian atasnya, dan tentu dengan ransel yang barangkali berisikan laptop, takut tiba-tiba si bos besar bertanya mendadak tidak peduli staffnya sedang cuti atau tidak.
***
Tahun lalu...
Menjejakkan sepatu safety di tengah tanah yang lebih sering berlumpur di kala hujan adalah salah satu scene kehidupan yang telah kubayangkan sejak mengenal apa itu praktek kerja lapangan saat kuliah. Bau semen yang begitu khas. Pepohonan yang hampir tidak ada sama sekali. Lonjoran besi di mana-mana. Tentu, tak ketinggalan, tangga scaffolding yang ngeri-ngeri sedap saat menaikinya. Tangga yang kubenci sekaligus kusuka dalam satu waktu. Karena dengannya-lah aku bisa mendapati pemandangan kota dari lantai tertinggi dan menjadi perempuan pertama yang menikmatinya sebelum menjadi viral saat gedung ini telah sempurna.
Bulai Mei yang digadang-gadang akan memasuki musim kemarau, ternyata telah mengalami cuaca yang labil dan upnormal. Sudah seminggu lebih hujan turun terus menerus tanpa henti, menyebabkan pergeseran jadwal pengecoran sangat di luar prediksi. Pawang hujan? Sayangnya itu tidak bekerja. Allah rupanya tidak menulis takdir bahwa pawang hujan itu akan berhasil dalam misinya kali ini. Seminggu lebih kami hanya bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di dalam ruangan. Untungnya, lantai basement, mezzanine, lantai 1, lantai 2 dan lantai 3 telah tuntas proses cor. Pekerjaan arsitek dan Mechanical Electrical (ME) bisa masuk, sambil berharap hujan segera berhenti dan proses pengecoran lantai 5 segera dilakukan.
Hari ini, hari pengecoran pertama setelah off tujuh hari. Dengan semangat yang mulai membara lagi, aku mengikuti proses pengecoran yang memakan waktu satu hari penuh untuk memenuhi separuh bekisting plat lantai 5 yang telah diisi oleh besi-besi yang teranyam.
Roger... roger... Readymix terakhir datang! Readymix terakhir datang! Siap-siap test slump! Akhirnya, sebentar lagi pengecoran hari ini selesai.
"Rayya... Rayya... Rayya...," suara handy talky memanggilku.
"Ya, pak!" jawabku.
"Mbak, kamu order berapa kubik? Ini kenapa sisa banyak sekali?"
Deg! Aku yang mendengar pertanyaan itu langsung menutup mata dengan tangan kiriku. Teringat sebuah kertas berisi rincian BOQ yang digunakan acuan untuk order readymix ke supplier setiap harinya. BOQ yang kubaca adalah BOQ lama untuk pengecoran tertulis untuk pengecoran plat dan balok sekaligus 72 meter kubik. Sedangkan untuk pengecoran hari ini di jadwal baru hanya 65 meter kubik. Artinya tujuh meter kubik tersisa.
"Order tujuh puluh dua meter kubik, pak," jawabku dengan sedikit cemas. Aku telah melakukan sebuah kesalahan dan aku baru tersadar di detik-detik terakhir pengecoran malam ini akan tuntas.
"Gimana sih kamu, mbiaaaak! Kamu baca BOQ lama? Kesepakatan kita kan di rapat kemarin hanya 65 meter kubik!!!"
"Iya, pak! Maaf!" jawabku lemah. Sudah terbayang bagaimana marahnya Pak Roto yang berusaha semaksimal mungkin mempercepat pekerjaan di lapangan, namun, aku mengacaukannya.
"Pak Roto! Pak Roto! Ijin masuk, pak!" Aku mendengar suara yang tak asing masuk menyela percakapan kami.
"Iya, Ryan! Kamu ada area yang bisa dicor malam ini?!"
"Ada, pak. Tujuh meter kubik siap diterima di area tower A sisi utara."
"Oke, Ryan. Yok, semuanya siapkan jalan menuju tower A sisi utara! Segera! Beton makin mengeras. Duit ini! Duit. Yok, segera habiskan! CEPET! CEPET! CEPET!" Seketika nafasku lega. Tujuh meter kubik beton terselamatkan malam ini.  
Suara handy talky masih terdengar riuh. Bintang-bintang yang meramaikan langit malam seakan menyapaku dan bertanya apakah kau baik-baik saja? Lampu-lampu yang memberikan terang cahaya untuk para pencari nafkah di atas anyaman besi di lantai 5 itu seakan memberitahu ini pengecoran terakhir hari ini, sebentar lagi kita akan istirahat. Tenanglah. Sisa tujuh kubik itu telah ada solusinya. Are you okay, Rayya?
"Belum pulang, mbak?" suara di belakangku membuat kuterkejut. Portofon terlepas begitu saja. Buk. Jatuh tepat di luar railing balkon Site Office, untung tidak sampai terpantul ke luar lebih jauh. Aku menunduk dan melihat sebuah tangan sedang mengambil portofon melalui sela-sela railing yang tidak terlalu rapat, lalu memberikannya padaku seraya berkata, "Sampeyan terlihat lelah."
"Hehe. Makasih, pak! Maaf ya, merepotkan. Kalau nggak ada bapak, aku bisa pingsan mempertanggungjawabkan kelebihan orderan malam ini."
"Tenang mbak. Tadi tukangku mau kerja lembur menyiapkan balok dan plat untuk jadwal pengecoran besok. Dan udah diceklist. Kalau bisa dicor malam ini, kenapa nggak! Toh, kita semua yang untung kan," Ryan menoleh ke arahku, 
“He’em.”
"Sampeyan nggak pulang, karena khawatir ta, mbak?
“Nggak. Lagi pengen aja mengamati proses cor hari ini. Udah lama nggak lihat proses cor malam ditemani semarak lampu di atas sana.”
“Hahaha. Apa istimewanya, mbak?”
“Suka aja. Malam nggak selamanya ditemani bintang-bintang. Juga nggak selamanya mendapatkan cahaya rembulan. Lampu-lampu itu selalu menemani proses cor hingga tetes beton terakhir. Seakan pagi atau malam tak ada beda cahayanya. Sama-sama terang.”
“Puitis sekali. Biasanya manusia-manusia yang puitis punya tingkat kekhawatiran yang tinggi.”
“Bisa jadi iya. Bisa jadi enggak. Karena khawatir itu akan selalu ada membersamai manusia. Itu salah satu bentuk ujian manusia.”
“Sampeyan tak perlu terlalu mengkhawatirkan kejadian malam ini! Perjalanan masih panjang. Masih ada sepuluh lantai lagi.”
“Haha! Iya masih sepuluh lantai lagi ya. Masih panjang perjalanan drama proyek ini!”
“Namanya juga hidup, mbak. Kalau nggak ada drama, kata anak muda, nggak asyik,” ucap Ryan menirukan ekspresi anak muda, “Hidup itu ada yang bisa kita kendalikan, ada yang tidak. Dan kita tidak perlu mencemaskan hal yang tidak bisa kita kendalikan.”
"Sepakat! Dan kenyataan bahwa kita punya tingkat kekhawatiran yang tinggi membuat hidup lebih berwarna. Seperti malam ini. Kukira akan mulus, ternyata jantungku berdegub lebih kencang di saat-saat terakhir, ketika mengetahui aku kelebihan order. Antara merasa bersalah membuat kekacauan atau merasa beruntung akhirnya target kita hari ini terlampaui tanpa terencana. Hahaha. Allah itu Maha Baik ya!”
“Hahaha. Jantungku juga berdegub kencang sekarang, mbak."
"Mulai… Udah, ah! Makasih untuk ruang tujuh kubiknya. Jangan kapok kerja satu tim denganku. Ingat istri dan anak di rumah.” Aku menepuk bahunya dan membalikkan badan, melangkah meninggalkannya, dan masuk ke dalam kantor. Aku berjalan menuju meja kerjaku yang terlihat sangat berantakan dari jarak sepuluh meter. Barangkali jika ada orang-baru melihatnya, ia tak akan percaya bahwa pemilik meja itu adalah seorang wanita berkerudung yang dulu sering mendapatkan imej seorang ukhti. Sayangnya imej itu perlahan luntur semenjak aku memutuskan bergabung dengan kontraktor ini tiga tahun lalu. Rok yang biasa kupakai, kini telah menggantung di lemari selama sekian tahun. Aku belum pernah memakainya lagi. Tugas negara yang mengharuskan berteman dengan lumpur, tangga scaffolding, dan tumpukan material, membuatku harus memilih untuk menggantinya dengan celana. Setiap hari. Bahkan di jadwal cutiku, sekalipun.
Kertas berisikan gambar kerja, surat perintah cor, notulen rapat, dan memo-memo lainnya berantakan menutupi hampir seluruh meja hingga menyisakan satu luasan kecil yang telah tertutupi oleh sebuah tas kertas berwarna coklat. Aku berhenti tepat di depan mejaku sendiri. Mulai berpikir, apakah aku memesan makanan dari ojol, kurasa tidak. Tanganku reflek meraih tas itu dan membukanya. Sebuah buku bercover dua manusia yang berada di depan dua lukisan. Lukisan bunda maria dan langit-langit Masjid Hagia Sophia. Buku yang telah lama menjadi incaranku itu telah sampai di mejaku begitu saja. Aku melihat ada sebuah note di dalam tas itu.
"Buku untuk menemani perjalanan bertemu keluarga di kampung halaman. Semoga cutimu menyenangkan ya, mbak!"
Aku pun menoleh ke arahnya dan tersenyum. Dia penyelamat tujuh kubik betonku.
----
Esok harinya…
Bunyi sirine kereta terdengar. Gerbong besi yang konon tingkat keamanannya ditemukan oleh Eyang Habibie saat di Jerman ini bergerak perlahan membawaku menuju kampung halaman yang kurindu. Seperti biasa, tempat favoritku di samping jendela. Rumah-rumah penduduk yang hanya selemparan batu dari rel, terlihat sangat padat. Pemandangan anak-anak berlarian kejar-kejaran membuat senyuman akhirnya mampir di pagi ini. Pakaian yang tergantung pada kawat di pinggir rel pun tak mau kalah tampil dengan anak-anak kicik itu. Kereta semakin mempercepat lajunya ketika telah lepas dari kampung pinggir rel itu. Pemandangan berganti dengan berjajarnya kendaraan yang sedang antre hendak melewati pembatas kereta api. Kereta api sungguh menjadi rajanya kendaraan di darat ini.
Pramusaji mulai berlalu lalang menawarkan sarapan pagi atau sekadar camilan dengan kadar msg yang bikin nagih. Tapi ku hanya melihatnya, tak memanggilnya. Masih enggan untuk menyarap di jam sepagi ini. Ku melihat jam tangan di pergelangan kiriku, masih dua jam lagi kereta ini sampai pada kampung halamanku.
Aku membuka goodie bag yang sedari tadi sudah memanggil-manggil untuk kubuka. Kuraih sebuah buku yang masih dalam bungkusnya. Novel perjalanan 99 Cahaya di Langit Eropa. Aku sudah pernah membaca ulasannya di mana-mana. Itu yang membuatku tertarik untuk membacanya. Tak kusangka, Ryan memberikannya tepat di saat jadwal cutiku tiba dan di tengah huru hara cuaca yang tak menentu penyebab keterlambatan progress di lapangan dan tragedi tujuh kubik beton. Sungguh laki-laki yang jika ia masih single, kuingin sekali berdampingan dengannya seumur hidup.
Hanum Rais Salsabila. Wanita yang pernah kekeuh untuk menjalani LDR dengan suaminya, akhirnya memilih untuk membersamai suaminya, Rangga, yang sedang melanjutkan studi di benua Eropa. LDR? Akankah esok aku juga akan LDR dengan suamiku? Seperti kebanyakan pekerja proyek lainnya? Sebuah pertanyaan yang tiba-tiba muncul dan tanpa tahu kapan akan terjawab, karena hilal imam pun belum nampak. Berkarir terus di dunia perproyekan? Hm…sepertinya cukup empat tahun saja, tidak lebih. Karena aku memilki impian menjadi seorang dosen, dosen yang memiliki pengalaman di lapangan. Menjadi dosen pun artinya menetap di satu domisili. Lalu bagaimana jika mendapatkan suami yang tetap memilih bekerja di proyek? Akankah aku tetap menuju impianku, ataukah berubah haluan mengikuti ke manapun suamiku nanti pergi. Ah…persoalan ini rumit tanpa solusi sebelum bertatap muka dengan my future husband. 
Roda kereta sekali lagi menderit. Berhenti di stasiun S, stasiun ke-5, selama 10 menit. Seperti di stasiun sebelumnya, di stasiun ini juga ramai dengan penumpang naik. Meskipun terhitung stasiun kecil, stasiun ini telah menjadi pusat mobilitas tertinggi di kotanya.
Sepuluh menit termasuk waktu yang pendek. Penumpang yang hendak naik, telah mempersiapkan diri di belakang garis kuning. Ketika kereta benar-benar berhenti, mereka sat set wat wet memasuki gerbong kereta agar tidak tertinggal. Aku yang telah satu jam berada di dalam gerbong kereta mengamati aktivitas di luar yang sudah mulai lengang.
“Hey!” seorang laki-laki tiba-tiba duduk di sampingku. Seketika aku menoleh ke arahnya dan cukup terkejut dengan kehadirannya. “Ga nyangka ya, bisa ketemu di sini.”
“Hey!” jawabku dengan muka bingung. Laki-laki yang sudah empat tahun tak pernah jumpa, hari ini Allah kirimkan tanpa duga di sampingku. Terbesit di pikiranku, anak ini kenapa tahu aku duduk di sini? Dia secret admirer? Stalker ku yang tak pernah kutahu?
“Sebuah kebetulan yang Allah takdirkan ya,” ucapnya sambil menunjukkan tiket kereta yang tertulis nomor kursi beserta gerbongnya. Tiket yang wujudnya berbeda dengan yang kupegang. Tiket yang menunjukkan dia memesannya beberapa jam sebelum kereta ini datang. On the spot. Takdir ilahi.
“Ikutan reuni hari ini?” tanyanya membuyarkan lamunanku.
“Emang ada reuni?” jawabku yang baru sadar dari lamunan dan membetulkan posisi duduk.
“Ada. Kamu ga ikutan ikatan alumni kampus?”
“Nggak.”
“Pantes. Hari ini ada reuni kampus. Kabarnya sih akbar gitu. Mau bareng ke sana?”
“Kamu beli tiket dadakan hanya untuk reuni kampus? Sungguh anak kampus beneran. Nggak berubah, ya?” tanyaku menoleh dengan menghadapkan tubuh sedikit serong ke arahnya.
“Hahaha. Enggak. Dadakan beli tiket karena dipanggil bos besar. Harus segera sampai sebelum adzan dhuhur berkumandang.”
“Kamu kerja di Malang, sekarang?”
“Nggak. Aku kerja di kota ini. Bos besar di kota Malang.”
“Oh…”
“Mau ikutan reuni nggak? Ayo, datang bareng. Udah lama kita nggak dateng acara bareng.”
“Nggak. Aku mau jumpa bapak ibu.”
“Udah, ikut aja. Ntar aku anterin sampe rumah.” Deg! Anak ini! Tetap dengan sifatnya. Tidak berubah. Sekali jumpa denganku, aku harus turut serta dengannya. Dia pun akan rela membayarnya dengan mengantarkanku sampai depan pintu rumah dalam keadaan perut kenyang dan bertemu bapak ibu sekadar menceritakan kegiatanku bersamanya di hari itu. Takut akan dicap sebagai teman putrinya yang nggak baik.
Iya. Teman. Kami hanya teman. Teman yang seringkali memunculkan gosip bahwa kami memiliki hubungan lebih. Gosip itu pun sempat membuatku mempertanyakan kejelasan hubungan kami.
“Yo,” tanyaku saat kami memutuskan belajar bersama di teras perpustakaan.
“Hm,” jawabnya pendek sambil menulis tugas kuliah.
“Kita jadian aja, yuk!” ajakku to the point yang membuat Rio menghentikan gerakan pulpennya. 
Satu detik. Dua detik. Tiga detik. “Nggak, ah!” jawabnya tanpa menatapku.
“Kenapa?” desakku dengan menatapkan mataku ke arah matanya walau aku harus menempelkan pipiku di atas meja dan kakiku sedikit berjinjit. Demi melihat ekspresi wajahnya yang masih menunduk mengerjakan tugas kuliah.
Akhirnya dia meletakkan pulpennya dan menatapku dalam-dalam, “Aku suka kamu. Kamu itu istri-able, bukan pacar-able. Aku lebih seneng ngejaga kamu dengan hubungan seperti ini. Tidak perlu terbebani dengan perasaan kita masing-masing. Karena perasaan yang kita miliki itu sudah fitrah. Kalau pun suatu saat nanti akhirnya kita terpisah jarak dan waktu, kamu nggak perlu mencemaskan aku, aku pun tidak akan mencemaskanmu. Aku punya impian, kamu pun punya impian. Kita raih impian kita masing dulu. Jika sudah waktunya, nanti pasti akan bersama. Percaya!” Ia mengakhiri kalimatnya dengan senyuman menyakinkanku.
Mendengar jawabannya, aku hanya bisa diam. Terpaku. Berpikir keras. Dia suka aku? Sejak kapan? Jadi, selama ini dia menghabiskan banyak waktu denganku, karena dia ingin menjagaku? Kok bisa sih? Momen yang tak akan pernah kulupakan sepanjang hidupku. Dan hari ini ingatan akan momen itu tetiba muncul kembali setelah sekian tahun. Sikapnya. Cara bicaranya denganku. Sama. Tidak berubah.
“Kamu suka baca buku?” sekali lagi dia membuyarkan lamunanku.
“Oh, ini? Nemenin aja. Biar ga bosen di kereta. Ga ada yang diajak ngobrol.”
“Oh… buku bagus itu. Sembilan puluh sembilan cahaya di langit Eropa. Seorang Napoleon Bonaparte yang diduga tertarik dengan islam, sengaja membangun Eropa dengan titik awal di Arc de Triomphe menuju Ka’bah. Jika dugaan itu benar, sungguh Islam benar-benar telah memberikan cahaya di seluruh muka bumi ini. Panglima selevel Napoleon tunduk dengan cahayaNya,” penjelasannya membuktikan bahwa ia masih sama dengan Rio yang dulu. Lelaki cerdas. Suka membaca sekaligus menganalisa. Aku selalu kagum dengan cara dia berpikir.
“Dan negeri Eropa telah sedemikian pesat berkembang dengan mengamalkan nilai-nilainya, sayang mereka belum mengimani agama ini,” tambahku.
“Sepakat!” ucapnya menoleh ke arahku seraya menyodorkan gawainya, “Simpan kontakmu di hape ini ya.”
Pertemuan tak terduga yang menjadi awal hubungan kami terajut kembali. Setahun lagi, satu impianku sempurna aku jalani. Bekal pengalaman di lapangan menambah portofolio dan rasa percaya diriku untuk memulai karir di dunia pendidikan formal. Rio pun begitu, satu impiannya akan sempurna ia jalani, satu tahap lagi menjadi Site Engineer Manager termuda di perusahaan yang sudah ia incar setahun sebelum kelulusan.
***
Calon imam mulai nampak hilal. Namun, jawaban atas pertanyaan, akankah aku menjalani hubungan jarak jauh setelah menikah, bagaikan memasuki taman labirin. Bingung, pusing, serasa masih jauh menemukan muaranya.
Menikah tidak sebercanda itu. Menikah artinya siap untuk membangun sebuah peradaban baru penerus generasi penjaga bumi. Memang, semua-muanya sekarang serba berteknologi, bahkan yang jauh menjadi dekat. Tapi, apakah sebuah pernikahan jarak jauh hanya satu-satunya pilihan, padahal kita masih bisa memilih pilihan lain yang lebih Allah ridhoi? Takut rezeki akan seret karena harus resign dari kerja dan memilih untuk mengusahakan selalu bersama? Bukankah menikah sendiri adalah sebuah rezeki? Rezeki yang harus dijaga. Bukankah Allah menakdirkan seorang manusia yang menjadi pasangan kita untuk menjadi penenang jiwa, pembuka pintu rezeki untuk kita? Tentu, secanggih apapun teknologi, bonding yang paling powerfull adalah ketika bertatap muka langsung, bukan dengan video call. Secanggih apapun teknologi, keberkahan rumah tangga akan lebih banyak turun ketika sepasang suami istri lebih sering bercengkrama di bawah satu atap rumah, bukan dalam satu forum chatting teknologi. Secanggih apapun teknologi, manusia akan lebih merasa tidak sendirian, ketika pasangannya berada dalam jangkauan penglihatannya, walau tidak sedang beraktivitas yang sama. Ah… ketika keduanya menjadi pekerja proyek yang harus berpindah-pindah domisili memang memiliki konsekuensi ini. Menikah dengan LDM atau salah satu bersedia untuk ikut ke manapun pasangannya ditugaskan. Dan itu yang menjadi dilemaku ketika Rio datang kepada orangtuaku memintaku menjadi istrinya, sebulan setelah pertemuan kami di kereta kemarin. Berdiskusi dengan orangtuaku pun serasa ah…sudahlah!
“Kamu bakal resign?” tanya mama terkejut ketika aku menyampaikan rencana resignku.
“Iya, Ma.”
“Kenapa? Kenapa kamu harus resign?” Mama terlihat mulai menunjukkan emosi ketidaksetujuannya terhadap rencanaku.
“Aku nggak mau LDR-an Ma setelah nikah,” terangku.
“Kamu yang nggak mau atau Rio yang nggak ngijinin kamu berkarir?” Mama memulai pertanyaan-pertanyaan menyelidik.
“Rio ngijinin aku berkarir. Akunya nggak mau LDR-an abis nikah, Ma,” aku masih santai menjawab segala pertanyaan Mama.
“Rayya. Menjadi istri itu nggak harus selalu di rumah aja! Kamu bisa berkarya di luar rumah,”
“Ma… ini pilihan Rayya. Rio juga nggak maksa Rayya buat ikut dia ke mana pun penempatannya. Kenapa mama emosi, sih?”
“Karena wanita tanpa kemandirian finansial hanya akan membuat dia tidak berdaya, Rayya!!”
“Tapi kemandirian finansial juga akan membuat wanita tersebut abai terhadap suaminya, Ma!!”
“Rayya!” Plak! Tamparan mendarat di pipiku.
Pertama dalam seumur hidup, mama menamparku. Aku tercengang, wajahku memerah panas, air mataku menggenang. Aku tinggalkan mama di ruang makan, dan BRAK! Aku tutup pintu kamar sekeras yang kubisa. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis, tapi gagal. Sekeras apapun aku menahannya, ia tetap jatuh.
Tamparan? Hanya berdiskusi tentang hal itu, mama sampai menamparku? Salahnya di mana? Ketika nggak setuju, haruskah dengan menampar? Toh, apa yang aku utarakan adalah sebuah fakta. Kesibukan mama di luar rumah membuat mama abai terhadap ayah.
Tubuhku terasa tegang dari ujung rambut hingga ujung kepala. Jantungku berdegub kencang, nafasku cepat, membuat aku berjalan mondar mandir entah sudah berapa putaran. Aku paksakan duduk di tepi ranjang, kupaksa bernafas lebih sadar, tapi air mata tetap mengalir dan pikiran secepat kilat me-recall memori-memori masa lalu. Tanganku masih mengepal, emosi tak tertahankan membuatku memukul-mukul bantal dan teriak sekencang mungkin. Aku tidak peduli apa kata tetangga.
Tok! Tok! Tok!
“Rayya… Ayah boleh masuk?”
Aku tidak menyahut panggilan ayah. Tak lama, Ayah sudah duduk di sampingku, di tepi tempat tidur. Kami menghadap ke arah luar jendela, ke titik yang sama.
“Nak, maafkan mamamu ya! Dia sama sekali nggak bermaksud menampar kamu. Itu refleks dari emosinya yang memuncak.” Aku masih sesenggukan, kepalan tanganku mulai merenggang.
“Kamu lihat pohon itu, Nak? Mungkin usianya seusiamu lebih mudah beberapa tahun. Kamu inget nggak, kalau kita yang menanamnya bersama-sama saat kamu umur tiga tahun? Kamu merengek terus untuk ikut ayah merapikan halaman itu. Rengekanmu sungguh membuat gempar tetangga jika ayah tidak menuruti. Akhirnya, ayah mengizinkan kamu ikut menanam beberapa pohon. Salah satunya pohon ini. Dulu, dia hanya setinggi ini ketika di tanam,” ayah memanjangkan lengan kirinya, “sekarang, tingginya sudah melebihi atap rumah kita. Banyak hal yang ia lewati. Panas matahari yang membakar. Hujan badai yang membuatnya basah kuyup. Petir menggelegar yang selalu tertarik dengannya. Lihatlah, ia semakin berdiri kokoh. Dari ranting yang setebal lengan ini, menjadi pohon yang kita peluk pun tak sanggup mempertemukan jari jemari tangan kiri dan kanan kita. Dari daun yang tidak bisa melindungi kita dari terik matahari, menjadi rimbunan daun yang jika kita duduk di bawahnya kita bisa berteduh sepanjang hari. Nggak ada hidup yang santai kayak di pantai terus menerus, Nak. Mungkin ini salah satu badai kecil yang harus kamu hadapi.”
“Trus aku harus gimana, Yah?” tangisku mulai mereda dan kepalan tanganku mulai membuka.
“Kamu boleh marah. Kamu boleh nangis. Terima semua emosi yang menghampirimu. Salurkan semuanya. Nggak ada yang salah dengan emosi itu,” ucap ayah sembari mengelus kepalaku, “Kami, orangtuamu, hanya manusia biasa, Nak. Seringkali kami khilaf terhadap kamu. Marah. Ngomel. Atau sampai memukul kamu. Kami pun sama denganmu, berusaha memahami kamu, tapi terkadang tidak paham jalan pikiran kamu. Ada banyak hal yang berbeda antara kami dan kamu. Suatu saat, ketika kamu sudah menjadi kami, kamu akan mengerti,” ayah merangkulku.
“Tapi sakit, Yah! Mama nggak harus ngomong gitu kan di depan Ayah tadi,” kuletakkan kepalaku di pundak ayah. Sandaran paling nyaman dan paling menenangkan.
“Pssst!”
“Kenapa ayah selalu diam? Kenapa ayah nggak ngomong?” aku menegakkan kepala dan memutar tubuhku sedikit menghadap ke arah ayah.
“Pernah, Nak! Ayah pernah,” ayah tetap menghadap ke arah keluar jendela dengan wajahnya yang tetap meneduhkan. “Tapi, setelah itu, Ayah sadar. Mama kamu hanya seorang manusia biasa, yang asal penciptaannya dari tulang rusuk. Tulang rusuk yang akan selalu bengkok. Tulang rusuk yang jika dipaksa untuk lurus, ia akan patah. Ketika patah, ia tak lagi bisa berfungsi menjaga hati si empunya tubuh. Dan Ayah tidak ingin mamamu patah. Ayah memilih untuk mengalah agar kapal ini tetap berlayar. Jika tidak ada salah satu dari kami yang mengalah, sudah sejak lama kapal ini karam, Nak.”
Dari wajah ayah, aku melihat bahwa pohon yang telah menjadi kokoh dan rimbun itu adalah ayah. Ayah yang menjadi ayah rumah tangga untukku, anak semata wayangnya. Ayah yang menjadi kepala sekolah untuk guruku, mama. Guratan pada wajahnya mengisyaratkan bahwa telah banyak kejadian besar dalam rumah tangganya yang telah ia taklukkan dengan usaha maksimalnya. Telah banyak hal yang tentu ia korbankan agar kapalnya tetap berlayar mengarungi samudra kehidupan yang penuh kejutan.
“Mamamu hanya khawatir dengan kamu, Nak. Ia sadar sekali, walau wajahmu sangat mirip dengan Ayah, namun karakter dan sifatnyalah yang ada pada diri kamu. Mamamu tahu kalau kamu nggak akan betah terus menerus di dalam rumah dengan aktivitas rumah yang monoton. Mamamu tahu kalau kamu suka pekerjaan yang menantang, dan mengurus pekerjaan domestik itu kurang menantang.”
“Trus, yang tentang kemandirian finansial? Selama ini aku melihat mama bertindak seenaknya terhadap ayah. Mentang-mentang menghasilkan duit sendiri, aku nggak mau merasa lebih tinggi dari suamiku nanti, Yah.”
Ayah tersenyum, “Setiap awal pernikahan, tidak semua pasangan baru memiliki finansial yang cukup, Nak. Dulu, Ayah belum seperti sekarang. Ayah belum bekerja dengan penghasilan yang tetap dan cukup setiap bulannya. Sedangkan Mamamu, sudah. Ayah belum bisa memberikan sepenuhnya kebutuhan lahir Mama kamu. Kebutuhan dapur pun kadang sebulan cukup, kadang enggak. Sisanya ditutupi oleh penghasilan Mama kamu. Mama kamu khawatir kalau Rio yang sekarang seperti Ayah yang dulu. Mamamu hanya ingin memastikan kamu tidak perlu mengalami apa yang ia alami dulu di awal pernikahan.”
“Rio kan sudah kerja empat tahun, Yah!”
“Itu belum menjamin pengaturan keuangannya baik, Rayya. Kamu sudah pernah membicarakannya?”
Aku terdiam, karena memang aku belum pernah menyentuh topik itu sama sekali. Aku masih merasa itu hal tabu untuk diobrolin di awal.
“Bicarakanlah, Nak! Agar itu bisa membuat kamu lebih tenang menjalani rumah tanggamu nanti. Mama dan Ayah memiliki sebuah kesepakatan yang kami buat agar Ayah nyaman, Mama nyaman, dan kapal ini tetap ajeg walau badai menghadang. Salah satunya tentang pengaturan keuangan. Di dalam agama kita, berlaku hukum keterpisahan harta antara suami dan istri. Itu yang kami sepakati di awal. Mungkin mama terkesan abai terhadap Ayah, tapi sebenarnya tidak. Kami memiliki waktu bersama untuk membicarakan segalanya dan menyepakati solusinya. Kami menjalankannya dan tidak mempedulikan apa kata orang. Karena kamu adalah buah hati ayah mama, ketika tadi kamu mengeluarkan statement itu, perlu menurut ayah meluruskannya.”
Kalimat-kalimat ayah membuatku makin terdiam. Ada banyak hal yang tidak kutahu tentang pernikahan. Yang kutahu ayah dan mama selalu bertemu setiap hari, setidaknya saat sarapan dan makan malam. Saat itulah kami membicarakan segala hal tanpa distraksi gawai. Setelahnya, mereka tak banyak bicara dan sibuk dengan urusannya masing-masing, walau berada dalam satu tempat. Ternyata itulah cara mereka mendukung satu sama lain, memberikan ruang berkarya untuk menumbuhkan potensi yang ada.
Satu atap. Ruang berkarya. Bertumbuh. Keberkahan. Banyak kata kunci yang berseliweran dalam benakku, memberikan andil pada keputusan besar yang akan kubuat. Menikah, pasti. Rio adalah lelaki yang entah sejak kapan ia berhasil mencuri perhatianku dan membuatku yakin bahwa kami bisa bertumbuh bersama. Berfokus pada rumah, ini yang masih kupertimbangkan. Keinginan paling besar dalam hidup setelah pernikahan adalah bisa sering bertatap muka dengan suami membicarakan banyak hal tentang masa depan keluarga kami.
"Abis nikah, aku resign, ya! Aku bakal ikut kamu di mana pun penempatan kamu," kataku kepada Rio saat kami mulai membicarakan masa depan di teras perpustakaan yang sering kami singgahi dulu waktu kuliah.
"Kamu yakin bakal melepaskan karir kamu, Rayya?" kata Rio yang cukup terkejut dengan pernyataanku.
"He'em. Bulan depan kita sudah menikah. Tepat empat tahun aku menimba ilmu di dunia perproyekkan. Kurasa cukup dan satu impianku telah sempurna tercapai. Waktu yang tepat untuk mencoba hal baru," jawabku mantap.
"Apa yang membuatmu mengambil keputusan itu? Kamu pintar. Kamu punya nilai akademis yang baik. Dan kamu punya kesempatan besar untuk meniti karir di perusahaanmu sekarang. Aku ga masalah kalau kita nanti harus LDM. Toh, aku kerja setiap hari dan hampir selalu lembur. Terus gimana dengan rencana sekolahmu?"
"Aku masih ingin lanjut sekolah, tetapi mungkin itu bisa kita bicarakan lagi. Hal terbesar yang ingin aku capai dalam pernikahanku adalah aku pengen kita jumpa setiap hari nantinya. Aku pengen kita bisa pillow talk mendiskusikan banyak hal untuk masa depan keluarga kita. Tanpa alat komunikasi untuk menghubungkan jarak kita yang jauh. Dan tentunya, aku pengen mencium tanganmu setiap pagi saat kamu berangkat kerja dan mendoakanmu dalam jarak dekat. Urusan rumah serahkan saja padaku," aku menatapnya sambil tersenyum, "tentu dengan satu syarat."
"Apa itu?" tanyanya menyelidik.
"Kasih aku uang jajan khusus, ya! Hahaha," jawabku sambil tertawa.
"Hmm... baik," jawab Rio dengan senyum manyun lalu membetulkan posisi duduknya, "betewe, terima kasih, ya! Sudah mau mengalah untuk selalu bersama saat menikah nanti. Jujur, aku tidak berekspektasi kalau kamu bakal memutuskan hal itu. Tentang sekolahmu nanti, insya Allah akan aku dukung."
"Itu soal prinsip, Rio," jawabku. Keputusan telah dibuat. Ada rasa deg-degan membayangkan seorang Rayya yang suka lembur, sering ngeluh kalau pulang larut, selalu pakai PDL setiap hari, akan menjadi Rayya yang sering berada di rumah, mengerjakan segala hal di rumah agar suaminya senang saat pulang rumah rapi, makan malam sudah tersedia. Uwuuu banget.
***
Hari ke-30 setelah resepsi pernikahan.
Mendapatkan keberkahan, memang harus mengalahkan ego. Surga tak didapatkan hanya dengan tawa riang. Karena tawa riang yang terlihat menyenangkan, seringkali membawa manusianya terjerembab dalam neraka.
Tiga puluh hari berada di rumah saja, ternyata memang bukan Rayya yang sebelumnya. Benar kata ayah dan mama. Pekerjaan rumah itu monoton dan kurang menantang bagiku. Tak seperti hari-hari sebelum menikah, awal pagi selalu terisi dengan semangat membara, ada perasaan bahwa aku akan menemui sesuatu yang menyenangkan di tempat kerja. Setelah pernikahan, awal pagi seperti itu hanya bertahan seminggu. Selebihnya, aku harus terus mencari hal yang membuatku bisa tetap bersemangat mengawali hari. Mulai dari nonton Youtube Devina Hermawan untuk menemukan resep simple tapi endeus, sampai cek out peralatan mbenthel untuk menemani sore yang kadang gabut. Tapi semuanya tetap tidak bertahan lama. Aku harus terus mencari sesuatu yang membuat Rayya yang dulu kembali. Rio pun merasakannya.
“Yang,” ucap Rio suatu saat makan malam di hari ke-50 pernikahan kami.
“Hm…,” jawabku pendek sambil mengunyah makanan.
“Nggak pengen balik kerja?” tanyanya agak kurang jelas karena sedang mengunyah makanan.
“Kenapa, yang?” tanyaku balik ketika suapan terakhir telah sempurna kutelan.
“Biar kamu bisa ceria seperti dulu.”
“Emang sekarang nggak ceria?” tanyaku sambil merapihkan meja makan dan menunggu Rio selesai dengan makanannya.
“Enggak,” jawabnya menggeleng. Ia telah menghabiskan seluruh makan malamnya.
“Kok bisa?” aku menyandarkan diri ke kursi makan.
“Yang… gapapa banget lho, kalau kamu mau kerja lagi. Aku dukung. Dulu kan aku pernah bilang, gapapa banget kalau kamu mau meniti karir dan kita LDRan.”
“Tapi aku tetep nggak mau LDRan, Yang.”
“Oke, kamu nggak mau LDRan. Kamu cari kerja yang bisa kerja dari rumah aja. Karena kamu yang sekarang seperti bukan kamu. Ga bisa diajak bercanda seperti dulu. Bawaannya sensi mulu. Padahal dulu kalau aku becandain, reaksi kamu ga seserius itu. Aku nggak tau ya, kamu ada pikiran apa. Ini hanya dugaanku. Kamu kangen kerja ya?”
“Aku nggak tau aku kangen kerja atau nggak, Yang. Tapi rasanya aku useless di rumah ini. Ya…meskipun pekerjaan domestik setiap hari ngantre, tapi masih ada perasaan yang nggak bisa aku jelasin dengan kata-kata.”
“Hayuk, aku bantu menemukannya.”
“Apa?”
“Yang bikin kamu bingung.”
“Yakin?”
“Emang kamu sudah tau?”
“Kemarin aku mulai menuliskan apa yang bikin aku kayak gini. Hanya, ini perlu divalidasi sama kamu.”
“Coba apa aja?”
“Sepertinya karena aku terbiasa untuk menghasilkan uang sendiri, Yang. Mendapatkan uang bulanan dari kamu, seharusnya bisa sama bahagianya ketika mendapatkan uang dari keringat sendiri. Nominal besarannya sama. Beban kerjanya lebih ringan.”
“Hey, mengurus rumah itu nggak ringan, Sayang.”
“Ringan. Hanya monoton. Itu yang membuat tantangannya tak sebesar ketika aku di proyek dulu. Selain itu, aku tidak berjumpa dengan manusia lain. Tidak ada yang bisa kuajak ngobrol.”
“Kamu nggak pernah maen ke rumah mbak Anggun, istrinya mz Pras, teman kantorku? Kan rumahnya di depan kita.”
“Pernah. Tapi feelnya berbeda.”
“Fix, kamu memang butuh kembali ke dunia sipil, Yang.”
“Gitu, ya?”
“Iya. Kamu rindu dengan duniamu, Yang.”
“Kamu ga papa?”
“Aku nggak papa. Aku ridho. Asalkan aku tetap menjadi prioritas pertama kamu,” jawabnya memberikan senyuman menyakinkan itu lagi.
Berada di tempat asing, tanpa teman dan keluarga, membuatku lebih memilih untuk berdiam diri di rumah. Ingin sonjo, tapi mulai dari mana. Seringnya, bukan aku yang mendahului, tetapi para ibu-ibu tetangga yang memulai. Tanah luas yang di depan kontrakan menjadi penyelamatku dari kesendirian. Ibu-ibu tetangga tiba-tiba menyapa dan mengajak bergabung menonton anak mereka bertanding. Seringkali aku iyakan. Setidaknya aku telah mencoba untuk membaur dan memperkenalkan diri kepada mereka. Tapi, tetap saja ada sebuah ruang yang kosong tak bisa terisi oleh hal-hal itu. Entah apa itu.
Hingga, suatu ketika ada yang menelponku. Di hari ke-100, di pagi hari setelah Rio berangkat kerja. “Halo, Assalamu’alaikum,” aku menjawab telepon dari nomor yang asing bagiku.
“Wa’alaikumsalam, Rayya. Ini Bu Kris,” suara empuk di seberang sana membuatku teringat akan masa lalu yang menyenangkan. Ada rasa yang mulai mengisi ruang kosong itu. Tapi aku belum tahu apa.
“Eh, bu Kris. Apa kabar? Maafkan nomornya belum tersave,” jawabku basa basi.
“Nggak papa. Kamu sekarang di mana?”
“Di Banyuwangi, Bu. Ibu di Banyuwangi?”
“Iya. Ibu di Banyuwangi. Sekarang sedang di hotel Amaris. Kalau Rayya tidak sibuk, boleh kita bertemu?”
“Jam berapa ibu senggang?” aku langsung mengiyakan. Sudah lama aku tidak berjumpa dengan Bu Kris. Sudah lima tahun berlalu.
“Rayya senggang jam berapa?”
“Sekarang senggang, bu.”
“Sekarang aja, yuk! Ibu tunggu di restoran hotel, ya.”
“Baik, bu,” kataku bersemangat. Bu Kris. Wanita yang pernah menjadi atasanku saat aku magang di kantor BUMN besar. Wanita yang sudah seperti ibuku sendiri. Ibu ideologisku.
Tak banyak kata, kulaju motor menuju Hotel Amaris. Ada banyak hal yang terlintas di dalam ingatan. Pengalaman magang pertama selepas lulus kuliah. Pertama kali mengenal dunia kerja yang nyatanya mengharuskan kita memberikan toleransi terhadap hal-hal yang tidak sesuai teori di perkuliahan. Pertama kali gejolak batin muncul begitu hebat dan Bu Kris lah yang memegang tangan ini agar tidak masuk dalam pusaran kegalauan yang terlalu dalam. Semoga hari ini pun Bu Kris membawa berita baik. 
“Hai, Rayya,” teriakan Bu Kris membuatku menoleh, lalu menuju ke arahnya.
“Assalamu’alaikum, bu!” aku meraih dan mencium punggung tangannya.
“Wa’alaikumsalam. Wah, Rayya makin bersinar saja wajahnya. Sini, duduk!” bu Kris menepukkan tangan ke kursi sebelah tempat ia duduk.
“Makasih bu. Ada agenda apa, bu di sini?” tanyaku basa basi di sampingnya.
“Ada yang harus ibu urus di sini. Tapi ibu nggak bisa lama-lama di kota ini.”
“Ibu sudah berapa hari di sini?”
“Sejak kemarin siang. Turun pesawat, ibu langsung menuju lokasi. Ibu mikir, siapa ya yang bisa ibu delegasikan untuk melanjutkan tugas ini. Semalaman ibu mikir. Iseng ibu buka instagram dan story kamu muncul. Jadilah, pagi ini ibu telpon kamu. Untung nomor kamu nggak ganti,” ucap Bu Kris dengan logat bugisnya yang khas, “Terus terang, kerjaan ibu di kantor pusat sedang menumpuk dan harus selesai akhir bulan ini. Dan agenda ini permintaan pak Bos.”
“Kerjaannya tentang apa?” ruang yang kosong itu terasa mendapatkan angin segar.
“Jadi, pak Bos punya lahan di sini. Beliau ingin membuat rumah lengkap dengan kebun pangannya. Apa ya istilah yang sedang in sekarang ini, per..per…”
“Permaculture, bu?”
“Nah, iya! Rayya tahu tentang permaculture?”
“Sedikit bu.”
“Bagus. Belajar yang banyak tentang itu ya! Tugas ini rencananya ibu delegasikan ke kamu. Pak Bos juga sudah tahu kinerjamu. Kukira dia akan setuju kalau project ini kamu yang handle. Kamu masih di sini dalam jangka lama kan?”
“Insya Allah begitu. Nanti saya diskusikan dengan suami ya, bu!”
“Kenapa? Suamimu melarang kamu kerja?”
“Oh, nggak, bu. Malah sebaliknya. Saya dulu yang terlalu keukeuh untuk berhenti bekerja dan memilih untuk mengurus rumah saja. Ternyata, mengurus rumah lebih melelahkan dan membosankan. Tantangannya tidak sesuai dengan saya. Hehe”
“Haha. Rayya… Rayya,” Bu Kris menepuk bahuku, “seringkali Allah menguji hambaNya dengan ekspetasi yang ia buat sendiri.”
Aku bengong mendengar kalimat bu Kris. Allah sedang menguji keinginanku? Apakah aku serius menjadi ibu rumah tangga yang hanya mengerjakan pekerjaan rumah, ataukah aku bisa berpikir lebih realistis bahwa berkarya pun tak masalah bagi seorang istri?
“Okeh, nanti bicarakan dengan suamimu ya. Semoga apapun keputusan kalian, ridho Allah menyertai.”
“Amin.” 
Pagi yang membawa angin segar, walau Banyuwangi di atas jam 10 pagi sudah sangat membuat gerah. Sepulang dari Hotel Amaris, aku beraktivitas melanjutkan pekerjaan rumah yang belum selesai. Kali ini, mengerjakan rumah lebih menyenangkan dari sebelumnya. Aku merasakan ada yang berbeda dalam diriku. Apakah benar adanya bahwa aku rindu dunia sipil? Ah, jika sepulang dari berjumpa Bu Kris membuatku lebih bersemangat, artinya benar. Aku memang rindu.
“Yang,”
“Hm…”
“Tadi aku jumpa dengan Bu Kris.”
“Bu Kris siapa?”
“Ohya, aku belum cerita ya. Jadi, dulu setelah lulus kuliah, aku mendaftar magang di perusahaan A. Nah, Bu Kris ini atasan aku.”
“Oh… iya. Trus?”
“Dia menawariku kerjaan.”
“Kerjaan apa?”
“Kamu tahu permaculture kan? Salah satu list impian yang aku tuliskan bulan lalu?”
“Kemandirian pangan?”
“He em. Nah, Pak Bosku dulu itu punya tanah di sini. Mau bangun permaculture itu. Luasnya memang hanya 500m2. Rumah tinggalnya juga maunya dibangun sederhana aja. Mendengar itu tadi, seakan gayung bersambut tau nggak, Yang?”
“Kamu mau mengambil kesempatan itu?”
“He em.” jawabku tersenyum mantap.
“Nah, kita dong! Cahaya mata yang selalu kurindukan sudah kembali.”
“Heh?”
“Iya, aku ijinin kamu mengurus project itu. Aku percaya, kamu bisa atur waktu antara pekerjaan, suami, dan rumah.”
“Aaaah, terima kasih, Sayang!” kupeluk Rio dan kucium pipinya. Barangkali jika ku ditanya, hal apa yang aku syukuri saat ini, aku akan menjawab, memiliki Rio sebagai teman hidup sekaligus teman bertumbuh.
17 notes · View notes
milyaaurfa · 1 year
Text
15 Juni 2023, harusnya hari ini aku upload dokumen tesis, tapi ketua peminatan lagi nggak ke kampus.
tiba tiba, ya nggak tiba tiba juga sih sebenernya, sudah tengah Juni aja :)
berarti selama sebulan setengah ini rasanya campur aduk. seneng akhirnya bisa ngerumpi sama temen-temen yang lagi belajar bareng; jadi sebagai jalan aternatif untuk keluar dari lingkar kerja wkwk. lingkar kerja ku alhamdulillah nggak toksik, tapi akunya yang kurasa kurang produktif dan perlu dapat input lain selain referensi dan jurnal-jurnal yang bejibun.
tapi rasanya rewarding juga setelah bisa melewati semua hal di 1.5 bulan ini aja. kalo di kos, aku nempel jadwal pertandingan badminton tiap pekan. kemudian di bagian kosong sampingnya aku tulis deadline pekanan. yang ternyata bikin lebih efektif. kayak atlit badminton dari pekan ke pekan berjuang mati-matian, masak aku gini-gini aja. :’)
tapi sekali lagi selama periode ini juga mengonfirmasi, aku anaknya beneran gampang terpuaskan, tapi gampang bosen juga. nggak bisa gitu-gitu aja hidupnya. karir dari proyek-proyek kayaknya jadi cita-cita yang paling tepat berdasarkan karakter yang udah mendarah daging ini.
Aiman semenjak pengabdian jadi sering nelpon, kayak mis, dia suka nelpon pake bahasa Inggris. aku doakan nanti kita semua berlayarnya nggak terbatas di Indonesia aja. selain itu tiap nelpon bawaannya galau soal studi lanjut, yang bikin aku jadi, ya ampun aku ga boleh jadi percontohan kakak yang buruk. Mido lebih lagi, sekali nelpon personal cuma minta dibeliin beberapa buku sama minta dicetakin foto keluarga. jadi terharu.
selain itu di periode ini aku jadi punya bahan publikasi setelah studi beberapa topik. semoga liburan 1-2 bulan ini semua bisa sampai ke tempat penerbitannya masing-masing hehehehe. dan ikut beberapa seminar offline! akhirnya! dan persiapan summer program! boleh nggak si dibawa ke Japan juga, ayuklah! btw semoga nilai-nilai nya bagus melebihi ekspektasi peneliti senior yang sukanya berkespektasi padaku, padahal aku ngga gimana-gimana, kan jadi terbebani :’) oh ya... semoga bahan tulisan ini bisa menghantarkan ke Prancis, nonton olimpiade langsung lets goo~
7 notes · View notes
ramadhanacengg · 11 months
Text
Karpet Vinyl Badminton: Memastikan Kualitas dan Kenyamanan Terbaik
Tumblr media
Seiring dengan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap olahraga badminton, permintaan akan fasilitas yang mendukung permainan ini juga semakin meningkat. Salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan adalah pemilihan lantai yang tepat. Di pasar saat ini, karpet vinyl badminton menjadi pilihan yang populer karena berbagai alasan. Kami, dalam upaya membantu Anda menemukan informasi terbaik tentang karpet vinyl badminton, menghadirkan artikel ini untuk memastikan Anda mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang produk ini.
Karpet Vinyl Badminton: Mengapa Ini Pilihan Terbaik?
youtube
Kenyamanan dan Keamanan Terbaik Karpet vinyl badminton menonjol dalam memberikan kenyamanan bagi para pemain. Permukaan yang lembut namun tahan lama memberi pengguna pengalaman bermain yang optimal. Tidak hanya itu, tetapi juga memberikan keamanan ekstra. Permukaan yang tidak licin mengurangi risiko cedera yang mungkin terjadi selama pertandingan sengit.
Daya Tahan yang Luar Biasa Salah satu keunggulan karpet vinyl badminton adalah daya tahannya yang luar biasa. Terbuat dari bahan berkualitas tinggi, karpet ini mampu menahan tekanan berat dan gesekan yang terjadi selama pertandingan. Dengan ini, karpet vinyl badminton tetap terlihat baru meskipun telah digunakan dalam waktu yang lama.
Perawatan Mudah dan Efisien Karpet vinyl badminton dirancang dengan kemudahan perawatan dalam pikiran. Permukaannya yang mudah dibersihkan memungkinkan pengguna membersihkan noda atau kotoran dengan cepat. Ini menjadikannya pilihan yang ideal untuk fasilitas olahraga yang menerima jumlah pengunjung yang tinggi setiap hari.
Pilihan Desain yang Luas Salah satu hal terbaik tentang karpet vinyl badminton adalah variasi desain yang tersedia. Dari warna hingga pola, pengguna memiliki berbagai pilihan untuk memilih yang sesuai dengan estetika ruang mereka. Ini memastikan bahwa karpet vinyl badminton tidak hanya berfungsi dengan baik, tetapi juga menambah keindahan ruangan.
Ramah Lingkungan Dalam era ketika kesadaran lingkungan semakin meningkat, karpet vinyl badminton menjadi pilihan yang ramah lingkungan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya sering kali dapat didaur ulang, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan memilih karpet vinyl badminton, Anda tidak hanya mendukung pengalaman bermain yang optimal tetapi juga berkontribusi pada perlindungan lingkungan.
Penutup: Pilihlah Karpet Vinyl Badminton untuk Pengalaman Bermain Terbaik Anda!
Dalam memilih karpet vinyl badminton, penting untuk memperhatikan kualitas, keamanan, daya tahan, dan dampak lingkungan. Dengan memahami manfaat dari produk ini, Anda dapat membuat keputusan yang cerdas untuk fasilitas olahraga Anda. Jangan berkompromi dengan kualitas dan kenyamanan. Pilihlah karpet vinyl badminton untuk memastikan para pemain Anda mendapatkan pengalaman bermain yang tak terlupakan.
Dengan informasi ini, kami yakin bahwa Anda dapat membuat keputusan yang tepat untuk memilih karpet vinyl badminton yang memenuhi kebutuhan unik fasilitas olahraga Anda. Jika Anda mencari produk berkualitas tinggi dengan berbagai pilihan desain, daya tahan luar biasa, dan kenyamanan tak tertandingi, karpet vinyl badminton adalah pilihan yang sempurna. Jadikan pengalaman bermain badminton menjadi lebih baik dengan memilih karpet vinyl badminton yang berkualitas tinggi dan andalkan.
Kunjungi : https://www.peralatanolahraga.com/
Hannan Fawziy
https://wa.me/6282298675016
2 notes · View notes
nabhanmudrik · 11 months
Text
Cerita kepada Dersik
Hai Dersik, hari ini aku senang. Betul-betul senang walau saat ini rasanya badan capek luar biasa. Tungkaiku kayak mau patah. Betisku gempor luar biasa. Belum lagi kulit yang hitam legam.
Pagi tadi aku nyobain main mini soccer. Lomba kecil tahunan yang dibuat alumni sekolahku. Aku main bola lagi setelah tahunan lamanya ngga main bola. Walaupun, ya, kali ini sekadar mini soccer.
Aku senang karena aku dapat momen mengembalikan kepercayaan diri, juga dipercaya. Seperti yang sudah kamu tau, bulan-bulan belakangan berat buatku. Seperti badai dan taufan yang menghajar rasa percaya diri dan menghilangkan banyak hal.
Tapi di lapangan tadi pagi, aku memulai dengan baik. Bermain lepas. Bertahan rapat. Membayangi lawan dengan baik. Sebelumnya aku ngga percaya diri, kawan-kawan juga lupa kalau aku bisa main bola. Tapi karena kesempatan tadi, aku jadi tau bahwa aku masih bisa menendang bola.
Aku juga bertahan cukup lama di lapangan. Pertandingan kedua aku malah main penuh. Juara dua, lumayan untuk kami yang main seadanya, juga lumayan jadi pelipur lara kekalahan di lapangan badminton pekan lalu. Ingin rasanya mengajak kamu datang menyaksikan, tapi aku tau pasti ngga memungkinkan.
Tumblr media
Selain lomba ini. Aku juga bikin acara bareng Bagas, Mayda, Hanif. Empat orang doang tapi tergolong sukses.
Ada aja halangannya, tapi aku udah belajar untuk mewajarkan halangan-halangan semacam ini. Kaya lampu merah dan palang pintu kereta yang ga bisa terus-terusan kita hindari. Jadi ya, jalani aja, tungguin aja, akhirnya bakal terjadi dan bakal selesai juga.
Syukurlah rekan-rekanku sejak masa pandemi ini sat-set banget. Jadi bisa backup aku yang bolak-balik lokasi acara dan lokasi lomba. Semoga laporannya besok juga beres deh, ya.
Nah, untuk acara ini aku senang-ku bukan cuma karena acaranya lancar. Tapi juga karena aku bisa menguji apa yang sudah aku pelajari satu setengah tahun belakangan. Betul, belajar untuk biasa aja.
Meski ada letupan-letupan. Meski ada setumpuk penasaran. Meski ada seribu pertanyaan. Semua bisa aku simpan dan bisa biasa saja. Ternyata semua baik-baik aja. Malah aku senang, dan lega luar biasa.
Tumblr media
Semoga senang, lega, dan menang selanjutnya segera datang, dan hal-hal baik juga tumbuh setelah ini. Untuk aku, untuk kamu, dan orang-orang di sekitar kita.
Kepada Dersik, terima kasih sudah menyimak cerita hari ini😁
Tamansiswa, 20.24
Ditulis dengan adrenalin dan dopamin yang benar-benar habis
2 notes · View notes
sahriannisa · 1 year
Text
I S T O R A
Tumblr media
Kesiangan. Salah turun gate. Emang bakal ada yang kurang kalo ada momen penting nggak pake drama.
Masih inget jelas gimana ngantre buat body checking---nggak boleh bawa makanan dan minuman, kalo bawa minuman harus dihabiskan dulu atau parahnya dibuang. Boleh bawa tumblr, tapi kosongan, isinya harus dari area venue. Nahan haus dan laper nggak tuh? Masih inget jelas mau masuk venue ngantre lagi dan cek barang bawaan lagi. Berebut gate yang mana yang mau dimasuki (biar tepat milih pemain mana aja yang mau ditonton). Lumayan sambil niup balon buat instrumen teriak "Indonesia", backsong bang bang bang bang. Lanjut rebutan kursi dan menyamankan duduk. Alhamdulillah.
Asli pecah banget sih. Bersyukur banget bisa ngrasain aura Istora khas Indonesia Open yang gak cuma diapresiasi BWF tapi juga pemain dan BL dunia. Tiga lapangan dengan lighting yang bikin berdecak. Lautan penonton dan gemuruh venue yang menebarkan suasana berasa saudara. Piece, kali ini bar-bar on mode.
And the match begin. MC manggil official judge dan pemain, satu-satu masuk lapangan. Aku dalam hati, "MasyaAllah. Sedekat ini?". Yang biasanya cuma nonton di tipi, hari ini bisa lihat langsung di depan mata, kerasa nyatanya. Karena nonton di babak R16, jadi semua lapangan dipakai dan mulainya pagi. Alhasil, bingung mau nonton court berapa. Emang harus milih, mau fokus nonton siapa. Kalo disebutin, banyak sih.
Di sela pertandingan, sudah berencana mau makan siang kapan dan keliling Istora kapan. Iseng mau nengok pemain saat di-interview dan barangkali ada bonus pemain nyamperin penggemar di area bawah. Banyak komentar kalo pemain lebih cakep diliat secara langsung daripada di tv, haha. Dan bener ternyata. Sampai gagal fokus. Dari awal gak diniatkan ngejar pemain, murni pengen nonton badminton dan ngrasain vibes Istora yang banyak digaungkan sana-sini.
Di luar lapangan, sebenarnya banyak event sisipan juga, misalnya meet and great pemain. Ada spot foto yang harus dicoba juga. Ada food-court yang menolong lapar dan hausmu (harga sebenarnya relatif, tapi masih terasa mahal di kantong). Yang jelas, jangan stay di dalem venua aja. Perlu keluar keliling buat meregangkan otot, cuci mata, dan cari-cari pengalaman karena mumpung bisa kesini.
Dari segi pelayanan, appreciate buat tim. Dalam hal keamanan, disiplin. Toilet juga bersih. Antrean tiket sudah rapih.
Ngrasain beda nonton di tipi dengan di lapangan. Di tipi seolah tiap pertandingan tuh serius. Tapi kalo di lapangan, berasa kayak cuma game aja, main tanding ada yang menang kalah biasa. Berasa kayak nonton orang main badminton seperti pada umumnya. Hanya saja, ini kelasnya dunia. Pemain-pemain top (mengingat ini turnamen level 1000).
Dalam rangka memaksimalkan kesempatan, penting banget menjelajahi cat untuk dapet spot nonton yang pas. Masih inget banget, lari sana lari sini, gass aja (buat nonton Chen Yu Fei). Rasa malunya dikurangi dulu, lagian juga nggak pada kenal. Saat itu, jam 8 udah lumayan yang pulang. Jadi, bisa ambil kursi yang kosong. Boleh kok. Diizinkan petugas. Lumayan dapet Yuki Fukushima/Sayaka Hirota.
Prime time-nya ternyata sore. Istora bener-bener nggak bisa dilupakan. Penuh, berisi teriakan-teriakan, support penonton buat pemain. Berasa dingertiin banget sama BWF. Haha
Selesai sekitar jam 10 malem. Semua match udah dipantengin. Terakhir match Daddies. Emang pinter banget sih yang buat jadwal. Biar penonton nggak pada pulang dan Istora tetep ramai, yang paling ditunggu dijadwalkan akhir. Pemain juga pada perhatian banget. Tau kalo penonton pengen lihat lama, sengaja pada main rubber game. Terima kasih loh sudah menghibur.
3 notes · View notes
poskotakita · 1 year
Text
Tumblr media
Bab 4: Dasa Darma & Jatuh Suka
Keesokan harinya, Chia kembali menghubungi nomor Satya berharap ada kemajuan. Nihil. Ratusan pesan menumpuk tak terbaca. Chia hanya membuka pesan dari keluarganya atau keluarga Satya. Ada pesan masuk dari Mama Satya menanyakan kondisi dan keberadaan Chia. Ia hanya sanggup membalas baik-baik saja dan jangan khawatir. 
Chia mengirimkan pesan kepada Iko untuk menemaninya membeli sepeda. Chia tidak bermaksud tinggal lama di desa, hanya menghabiskan cuti yang telah diambil agar tidak mubazir. Chia bergegas menemui Iko di bengkel tepi jalan raya, tempat ia bekerja.
"Sudah lama kerja di bengkel?" tanya Chia memecah keheningan di perjalanan menuju toko sepeda. 
Iko mengemudikan motor. "Sejak bengkel dibuka, Mbak. Sudah dua tahun berarti," jawabnya.
"Pemiliknya orang sini juga?"
"Bukan. Orang jauh. Bos saya orang pintar yang kesasar ke desa," jawab Iko tertawa lirih.
"Kenapa gitu?"
"Biasanya orang pintar, lulusan universitas kan kerja di perusahaan. Bos saya pilih ke desa buka bengkel. Alhamdulillah sih, Mbak, bengkel itu jadi ladang rejeki kami. Bengkel serba ada. Orang-orang yang kerja di sana awalnya cuma buka praktik di rumah. Ada yang ahli sepeda onthel, ahli motor, ahli mobil, sampai ahli traktor juga ada. Mereka diajak gabung kerja di bengkel sama bos.  Jadi, lengkap bengkelnya," jelas Iko membuat Chia manggut-manggut. Iko yang katanya pendiam ternyata bisa bicara panjang lebar.
"Mulia sekali," sahut Chia spontan.
Mereka sampai di toko sepeda terlengkap di pasar. Chia langsung menemukan sepeda yang cocok untuknya meskipun itu bekas. Iko menyarankan sepedanya untuk diperbaiki di bengkel dulu. Chia setuju.
Perjalanan ke bengkel, Iko berada di jok belakang sedangkan Chia mengambil alih kemudi. Lalu sepeda berada di tengah, dipegangi Iko. Kata Iko, lebih baik dia yang pegang sepedanya kasihan kalau Chia, nanti berat.
Setelah sampai di bengkel, sepeda Chia langsung diambil alih teman Iko. Sesaat akan berpamitan pulang, Chia melihat seseorang yang tidak asing.
"Pram?" sapanya. Orang yang berjalan ke arah dalam bengkel berhenti dan menoleh ke sumber suara.
Orang itu mengerutkan dahinya. "Chia?" Pekerja bengkel menghentikan aktivitasnya demi menyaksikan adegan tersebut.
"Kamu kenapa di sini?" tanya Chia keheranan.
"Itu bos saya, Mbak Chia, yang tadi saya ceritakan," celetuk Iko menimpali obrolan.
"Kalian saling kenal?" Pram nampak kaget dengan interaksi mereka.
Chia mengangguk. "Iko yang urus rumah eyang di sini."
Pramudya, hanya satu kata, akrab dipanggil Pram merupakan teman SMP Chia. Dulu Chia begitu dekat dengan Pram. Mereka terlihat klop, meski Pram cenderung cuek dan Chia sangat ceria. Namun, sejak kuliah hubungan keduanya renggang. Tak jelas penyebab lainnya, selain jarak jauh dan pertemuan yang jarang.
Pram, seperti yang diceritakan Iko, memang manusia pintar. Saat SMP bahkan dapat julukan "Einstein". Dia sering menghabiskan waktu di laboratorium dan mengikuti lomba sains. Bagi Chia, Pram adalah penyelamatnya. Sebab Chia yang sering dispensasi mengikuti pertandingan badminton kerap ketinggalan pelajaran. Sehingga Pram menjadi tujuannya untuk belajar dan menyelamatkan nilai rapor.
Pertemuan tak terduga ini tanpa sadar membuat Chia tersenyum setelah muram tiga hari terakhir. Tak ada Satya, Pram pun jadi.
4 notes · View notes
lprmatthew · 4 days
Text
Daftar Harga Peralatan Olahraga Di Jakarta Timur di KFI Sport
Tumblr media
Pendahuluan
Ketika Anda mencari peralatan olahraga berkualitas tinggi di Jakarta Timur, KFI Sport adalah destinasi utama bagi para atlet dan pecinta olahraga. Menawarkan berbagai produk mulai dari badminton hingga perlengkapan golf, KFI Sport memastikan Anda mendapatkan peralatan terbaik. Dan yang lebih menarik? Promo diskon 10% untuk semua item, membuat pengalaman belanja Anda lebih memuaskan! Artikel ini akan membahas secara lengkap produk yang ditawarkan KFI Sport, tips memilih peralatan yang tepat, serta cara memanfaatkan promosi yang menarik ini.
Tentang KFI Sport
Latar Belakang KFI Sport: KFI Sport adalah penyedia peralatan olahraga yang sudah mapan di Jakarta Timur, melayani atlet amatir hingga profesional. Dengan komitmen menyediakan produk berkualitas tinggi, KFI Sport telah menjadi nama yang terpercaya dalam industri olahraga.
Lokasi dan Basis Pelanggan: Berlokasi strategis di Jakarta Timur, KFI Sport melayani berbagai pelanggan, mulai dari individu hingga tim olahraga di seluruh wilayah.
Nilai Inti dan Misi: Misi KFI Sport adalah mendukung para atlet dengan menyediakan peralatan terbaik yang dapat meningkatkan performa, baik untuk keperluan rekreasi maupun kompetisi.
Keuntungan Membeli Peralatan Olahraga di Jakarta Timur
Kemudahan dan Aksesibilitas: Salah satu keuntungan membeli perlengkapan olahraga di Jakarta Timur adalah akses yang mudah. Anda tidak perlu pergi jauh untuk menemukan apa yang Anda butuhkan, dan KFI Sport menawarkan pilihan lengkap di satu tempat.
Pilihan Peralatan Olahraga yang Lengkap: Mulai dari badminton hingga golf, pilihan yang tersedia di KFI Sport memastikan setiap orang dapat menemukan apa yang mereka cari. Toko ini membanggakan diri dengan variasi produknya yang mencakup berbagai kategori olahraga.
Harga Terjangkau: Selain menawarkan harga yang kompetitif, KFI Sport juga memberikan tambahan diskon 10%, menjadikan peralatan berkualitas tinggi lebih terjangkau bagi semua kalangan.
Jenis Peralatan Olahraga yang Ditawarkan
KFI Sport mengkhususkan diri dalam berbagai kategori, memastikan para atlet dari berbagai disiplin olahraga dapat menemukan apa yang mereka butuhkan:
Peralatan Badminton
Perlengkapan Futsal
Perlengkapan Sepak Bola
Aksesoris Golf
Peralatan Senam Lantai
Peralatan Badminton
Raket dan Kok: Apakah Anda pemain kasual atau atlet kompetitif, KFI Sport menawarkan berbagai raket yang sesuai dengan gaya dan tingkat keterampilan Anda. Padukan dengan kok berkualitas tinggi untuk performa terbaik.
Sepatu dan Grip: Dapatkan sepatu badminton yang nyaman dan dirancang untuk memberikan pegangan dan dukungan selama pertandingan. KFI Sport juga menyediakan berbagai pilihan grip untuk handling yang lebih baik.
Jaring dan Tiang Badminton: Tingkatkan setup permainan Anda dengan jaring dan tiang badminton yang tahan lama, tersedia dalam berbagai ukuran dan bahan.
Perlengkapan Futsal
Sepatu Futsal: Sepatu futsal yang berkinerja tinggi adalah keharusan bagi setiap pemain serius. KFI Sport menawarkan berbagai sepatu yang dirancang untuk permainan dalam ruangan dan luar ruangan.
Bola dan Perlengkapan: Mulai dari bola latihan hingga bola pertandingan, KFI Sport punya semuanya. Lengkapi juga dengan perlengkapan kit yang sesuai dengan gaya tim Anda.
Gawang dan Jaring: Ingin membuat lapangan futsal sendiri? Cek gawang dan jaring kokoh yang tersedia di KFI Sport.
Perlengkapan Sepak Bola
Bola Sepak: KFI Sport menyediakan berbagai pilihan bola sepak untuk pemain di semua level, menjamin daya tahan dan performa luar biasa di lapangan.
Gawang dan Sarung Tangan Kiper: Baik untuk latihan atau pertandingan kompetitif, KFI Sport menawarkan gawang yang tahan lama dan sarung tangan kiper untuk meningkatkan permainan Anda.
Sepatu dan Perlengkapan Pelindung: Lindungi diri Anda di lapangan dengan sepatu sepak bola berkualitas tinggi, pelindung tulang kering, dan perlengkapan lainnya, memastikan keamanan saat bermain.
No.Hp: 6281320008163
Web: supplieralatolahraga
1 note · View note
Text
Tumblr media
Final Lomba Badminton antar WBP meriahkan HUT RI dan Hari Pengayoman ke 79 : Semangat dan Kebersamaan Terpancar
-Rutan Kapuas baru-baru ini menggelar final lomba badminton antar Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang berlangsung pada hari Rabu, 7 Agustus 2024. Acara ini diadakan di lapangan badminton rutan . Kegiatan ini merupakan serangkaian pertandingan untuk memeriahkan acara HUT RI dan Hari Pengayoman Ke 79 yang dimulai sejak awal bulan lalu.
Final pertandingan mempertemukan pasangan dari Blok A dan Blok B. Dalam laga yang penuh ketegangan dan semangat tersebut, pasangan dari Blok A berhasil keluar sebagai juara setelah meraih kemenangan dengan skor 2-0. Suasana di lapangan dipenuhi dengan sorakan dan dukungan yang meriah dari para pendukung.
Kepala Rutan Kapuas, Bapak David Anderson S, memberikan komentar tentang acara tersebut. "Lomba badminton ini tidak hanya sekadar kompetisi, tetapi juga merupakan bagian dari upaya kami dalam pembinaan WBP. Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai sportivitas, kebersamaan, dan disiplin. Kami sangat mengapresiasi partisipasi dan semangat yang ditunjukkan oleh semua peserta. Harapan kami, semangat positif yang terjalin selama kegiatan ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka."
Acara ditutup dengan foto bersama, menandai semangat kebersamaan dan dukungan di antara WBP dan petugas rutan. Kegiatan ini diharapkan dapat memotivasi WBP untuk terus berperilaku positif dan berkontribusi lebih baik di masa depan.
KumhamPasti
KemenkumhamRI
kemenkumhamkalteng
kanwilkemenkumhamkalteng
rutankualakapuas
rutankapuascangkalbagawi
davidandersonsetiawan
0 notes
ingatlah · 2 months
Text
Carolina Marin Cedera: Pilih WO dan Tolak Kursi Roda, Tinggalkan Olimpiade 2024 dengan Kepala Tegak
INGATLAH.COM – Patah hati untuk badminton Spanyol. Jagoan mereka di nomor tunggal putri, Carolina Marin terpaksa meninggalkan pertandingan karena cedera. Marin gugur di babak semifinal. Kasus ini terjadi pada Minggu, 4 Agustus 2024. Carolina Marin berhadapan dengan He Bing Jao di partai semifinal badminton Olimpiade 2024. Awalnya pertandingan berjalan cukup mudah bagi Marin. Dia main meyakinkan…
0 notes
togel-blog · 2 months
Text
Hal yang akurat untuk meraih kemenangan di taruhan sabung ayam secara online
Tumblr media
Cara Ampuh Untuk Memenangi Taruhan Bola Mix Parlay. Taruhan bola adalah jenis permainan judi yang sangat populer di judi online. Di mana game taruhan sepakbola ini dalam game online yang dapat Anda temukan di Sportbook. Di game Sportbook Anda dapat bermain bertaruh dengan jenis olahraga yang Anda sukai Seperti olahraga bola kaki, basketball, Badminton dan lain sebagainya.
Jadi bagi anda pecinta olahraga tentu akan senantiasa menjadikan permainan judi Sportbook menjadi permainan yang selalu anda mainkan. Di Sportbook ada juga banyak jenis taruhan yang dapat Anda mainkan, seperti Handicap, Mix Parlay, Ganjil / Genap, 1X2, Menebak Skor , dll. Cukup klik pada saya jenis permainan yang Anda pahami dan mudah bagi Anda untuk menang.
Saat bermain game online, Anda harus terlebih dahulu mendaftar dengan salah satu agen game online. Cari agen game online yang Anda anggap aman dan dapat diandalkan sebagai tempat Anda bermain nanti. Jangan izinkan Anda memilih agen game online yang salah yang tidak bertanggung jawab. Banyak agen game online saat ini yang terbuka hanya dapat menipu anggota yang loyal.
Banyak agen judi online hari ini menipu anggota mereka dengan tidak membayar hadiah kemenangan besar yang didapat anggota ini. Ribuan alasan dibuat untuk membuat anggota yang setia percaya dan akhirnya anggota menderita kerugian besar. Di game Sportbook di game online, jenis game Mix Parlay adalah salah satu game Sportbook yang banyak diminati. Di mana dalam game Mix Parlay Anda dapat memainkan banyak jenis game dalam 1 paket Mix Parlay.
Selain itu, Mix Parlay juga menyediakan hadiah yang sangat besar jika Anda bisa memenangkan game Mix Parlay. Inilah yang membuat Mix Parlay dituntut oleh petaruh untuk selalu mereka lakukan. Mereka selalu saja menjadikannya permainan yang menguntungkan bagi mereka untuk selalu mereka mainkan. Mungkin dikarenakan hadiah yang mereka peroleh bernilai besar jika mereka memenanginya dikala bermain. Menang saat bermain Mix Parlay adalah keinginan semua pemain.
HAL YANG AKURAT UNTUK MERAIH KEMENANGAN DI TARUHAN SABUNG AYAM SECARA ONLINE.
Di mana pemain bisa mendapatkan hadiah hebat dengan modal kecil saat mereka bermain Mix Parlay. Namun kemenangan tidak semudah yang kita bayangkan. Anda membutuhkan cara dan trik yang aman untuk memenangkan permainan Mix Parlay. Selain itu, Anda juga butuh keberuntungan. Bahkan, dalam setiap game judi Anda membutuhkan keberuntungan untuk memenangkan game.
Pada kesempatan ini, kami akan memberi Anda cara untuk selalu memenangkan permainan pencampuran parlay dengan trik ini. Pilih kecocokan yang Anda pahami dan mudah ditebak. Saat Anda memilih tim yang ingin Anda sertakan dalam paket Mix Parlay, Anda harus memilih tim hebat yang bersaing di liga Inggris, Spanyol, Jerman. Di mana di liga ini setiap tim harus bermain dengan permainan terbaik karena kompetisi yang ketat di liga-liga ini Atau Anda juga bisa bermain Over di liga di MIx Parlay.
Karena kompetisi yang ketat di liga-liga ini, tentunya permainan kedua tim pasti akan menunjukkan yang terbaik. Dan cobalah untuk mencetak skor sebanyak mungkin, dan tentu saja Anda dapat memenangkan taruhan Mix Parlay. Mainkan MIX parlay melihat riwayat pertandingan yang akan dipilih. Setelah memilih pertandingan yang ingin Anda mainkan, buat prediksi pertandingan terlebih dahulu.
Lihatlah sejarah kedua tim yang berkumpul di setiap pertandingan yang telah mereka buat. Anda juga akan melihat bahwa status peralatan saat ini naik, yang menurunkan kinerjanya saat ini. Buat prediksi berdasarkan fakta dan fakta nyata. Membuat prediksi yang akurat dapat memudahkan Anda untuk memenangkan permainan Parlay nantinya. Saya ingatkan pada anda agar tidak melihat hadiah besarnya saja ketika anda bermain Mix Parlay.
Saat sarankan agar Anda tidak tergoda oleh hadiah besar tersebut. Biasanya, hadiaha besar selalu memberi peluang kecil untuk menang. Demikian yang bisa kami sampaikan dalam artikel berjudul Cara Ampuh Untuk Memenangi Taruhan Bola Mix Parlay ini. Silakan anda coba dan terapkan pada setiap anda memainkan Mix Parlay tersebut agar kemenangan bisa milik anda, sekian dan terimakasih. Log Keluar​
Tumblr media
1 note · View note
turisiancom · 2 months
Text
TURISIAN.com -  Forum Humas BUMN kembali menggelar FH BUMN Sports Day With Media yang kali ini menampilkan cabang olahraga badminton. Acara yang berlangsung pada Rabu, 17 Juli 2024, di BRILiaN Stadium, Jakarta Selatan, ini bertujuan untuk mempererat relasi antara Forum Humas BUMN dan media. Dalam suasana yang penuh semangat dan antusiasme, para pimpinan media ternama hadir dan turut serta dalam pertandingan. Sementara itu, pertandingan badminton itu sendiri berjalan sengit dan penuh gairah. Tim dari FH BUMN dan media saling beradu kemampuan dalam suasana yang akrab dan kompetitif. Ketua Umum Forum Humas BUMN, Agustya Hendy Bernadi, mengapresiasi semangat para peserta. “Untuk pertandingan tadi so far so good, banyak teman-teman dari media yang masih semangat full power,” ujarnya. Sedangkan saat memasuki sesi final, pertandingan semakin memanas. Hasbi dan Yovan dari PT Berdikari berhasil meraih Juara 1, diikuti oleh Latief Siregar dari NET TV.' Dan Dede Apriadi dari MNC yang meraih Juara 2. Para pemenang mendapatkan hadiah berupa BRIZZI yang dibagikan setelah acara selesai. Dede Apriadi dari MNC menyampaikan kesannya bahwa acara ini cukup bagus dan dipersiapkan dengan serius. "Seru bisa main dengan teman-teman dari FH BUMN. Semoga ke depannya acara FH BUMN Sports Day With Media lebih banyak cabang olahraga lain," ujarnya. Acara ini disponsori oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pelabuhan Indonesia (Persero), PT Pegadaian, PT Jamkrindo, PT Jasa Raharja, PT Taspen (Persero), dan mendapatkan dukungan medis dari PT Kimia Farma Tbk. ***
0 notes
edomedia · 3 months
Text
Pebulu Tangkis China Mendadak Meninggal Saat Laga di Asia Junior Championship di Yogyakarta
Yogyakarta, EDITOR.ID,- Dunia bulu tangkis dikejutkan dengan peristiwa pebulu tangkis muda China, Zhang Zhi Jie, meninggal dunia setelah kolaps di lapangan saat bertanding dalam kompetisi Badminton Asia Junior Championship (BAJC) 2024 yang digelar di Yogyakarta, Minggu (30/6/2024). Zhi Jie saat itu sedang memainkan pertandingan penyisihan grup melawan Jepang. Namun, tiba-tiba saja dia terjatuh…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
mastekno · 4 months
Text
Pertandingan Live Streaming Thomas Cup ...
0 notes
kheirizzad · 4 months
Text
Pertandingan Live Streaming Thomas Cup ...
0 notes
hcitysawangan · 4 months
Text
Pertandingan Live Streaming Thomas Cup ...
0 notes