#Pasien Covid-19
Explore tagged Tumblr posts
Text
Sedikit Cerita Diri yang Terjebak di Sini
Kala masih duduk di bangku sekolah, tak terpikir di dalam benakku untuk menjadi seorang tenaga kesehatan. Mimpiku adalah menjadi fisikawan atau matematikawan. Aku menyukai hitungan, tetapi benci akan hapalan. Aku juga takut akan darah. Alih-alih darah yang berceceran, setetes darah untuk pemeriksaan gula darah saja, mampu membuatku berkeringat dingin hingga jatuh pingsan. Ajaib bukan, jika sekarang aku malah menjadi seorang tenaga kesehatan yang katanya adalah garda terdepan. Inilah yang dinamakan takdir, bukan kebetulan.
Setelah melalui proses perkuliahan selama enam tahun dengan penuh perjuangan, aku akhirnya lulus menjadi dokter umum pada tahun 2015 dengan nilai pas-pasan. Aku mengawali karir sebagai dokter internsip di Kota Banjarbaru, kota kediaman. Selesai internsip 1 tahun, aku pun langsung berpindah ke Tenggarong Kalimantan Timur, untuk mengikuti suami dan mencoba mencari peruntungan. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk lanjut bekerja di salah satu klinik swasta. Jika ada pertanyaan, “Mengapa tidak bekerja di rumah sakit?” maka jawabnya adalah, “Aku tidak suka menangani kasus kegawatdaruratan.�� Jika ada pertanyaan lagi, “Mengapa tidak bekerja di puskesmas?” maka jawabnya, “Aku sudah sempat melamar di sana, namun tidak ada panggilan.” Jika masih ada pertanyaan, “Mengapa tidak membuka praktik sendiri?” maka jawabnya, “Aku masih malas-malasan.”
Hampir empat tahun aku bekerja sebagai dokter umum di sebuah klinik dengan sistem jaga shift. Aku hanya menangani pasien saat jam jaga, kemudian pulang tanpa beban, dan mendapatkan gaji di akhir bulan. Rasanya cukup menyenangkan, sama sekali tidak ada tekanan, dan minim kelelahan. Bahkan saat pandemi Covid-19 melanda, pekerjaanku sebagai tenaga kesehatan masih terbilang santai. Maklum, aku bukan relawan, hanya dokter jaga klinik yang bisanya melakukan rujukan. Namun, mudah-mudahan tetap bisa membawa kebermanfaatan.
Cerita dimulai saat akhirnya ada penerimaan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) di Kabupaten Kutai Kartanegara. Jujur, diri ini kurang berminat untuk mengikuti. Namun, dikarenakan situasi dan desakan kondisi yang tengah terjadi, akhirnya aku memutuskan mencoba mengikuti tes CPNS tersebut. Aku sempat bimbang menentukan pilihan formasi saat itu, antara rumah sakit yang jaraknya dekat dengan rumah, ataukah puskesmas yang jaraknya cukup jauh. Entah mengapa, hati ini cenderung lebih memilih puskesmas. Akhirnya, kuputuskan untuk memilih formasi di puskesmas. Walaupun jaraknya terbilang jauh, setidaknya, bekerja di puskesmas dapat mengurangi paparan kasus kegawatdaruratan. Singkat cerita, atas kehendak Allah, aku lulus tes, dan mulai mengabdi sebagai dokter di puskesmas. Puskesmas Jonggon Jaya namanya, jauh lokasinya, sekitar 50 km dari rumah, dan perlu waktu tempuh kurang lebih 1 jam untuk sampai ke sana. Untungnya, rekan kerjanya ramah dan baik semua, meskipun bermacam-macam tingkah lakunya.
Kini, sudah berjalan dua tahun aku terjebak di sini, menjadi salah satu tenaga kesehatan di puskesmas pedesaan ini. Berbagai rasa dari sedih, kesal, senang, dan bahagia pernah dialami. Bekerja di puskesmas membuatku sadar jika seorang dokter di puskesmas tugasnya tidak hanya datang pagi, mengobati, kemudian berlalu pergi. Menjadi dokter puskesmas ternyata lebih dari itu. Saat bekerja di klinik, pasien datang dan pergi, lalu aku tidak tahu kabarnya lagi. Lain cerita dengan puskesmas, pasien datang dan akan kembali. Aku pun mulai mengenal beberapa pasien, menyelami karakter, hingga masalah yang mereka hadapi. Rumit, ternyata sakit itu tak sekadar sakit, tak cukup diberi resep dan diobati. Begitu kompleks berbagai permasalahan yang harus dihadapi dan turut andil dalam kesehatan seorang pasien.
Seorang dokter puskesmas tidak bisa bekerja sendiri, harus bahu membahu. Di puskesmas, semua orang memiliki andil yang penting. Tak hanya pegawainya saja, bahkan masyarakat pun harus turun tangan. Mengapa? Karena Puskesmas adalah Pusat Kesehatan Masyarakat, bukan pusat pengobatan masyarakat. Pengobatan hanyalah secuil bagian dari puskesmas. Keberhasilan upaya kesehatan bergantung pada masyarakat. Inilah sedikit cerita tentang diri, awal kisah dari tulisan yang nantinya akan dibagi.
“Tidak ada yang terjebak. Semua telah diatur oleh Yang Maha Kuasa.”
3 notes
·
View notes
Text
Foto ini, buat saya adalah sikatriks, bekas luka dari hari-hari yang akan segera kita lupakan. Luka ini bukan yang harus segera dieksisi dari memori kita, justru ini selayaknya dieksplorasi, diperdalam hingga ke dasarnya.
Hari itu, pasien demi pasien dikeluhkan sesak, kantong-kantong non-rebreathing mask gagal mengembang, alarm ventilator dan sensor tekanan oksigen bersahutan.
Apakah saat itu kita krisis oksigen? Jawaban yang terucap jelas tidak. Kita masih punya cukup tabung oksigen*
Apakah ada pasien mengalami perburukan/meninggal karena krisis oksigen? Jawaban yang tertulis jelas tidak. Perburukan terjadi karena perjalanan penyakit pasien**
Foto ini diambil pada Juli 2021, setahun lebih dari kasus konfirmasi COVID-19 pertama di Indonesia.
*Oksigen dalam tabung kecil/transport tidak punya tekanan yang memadai untuk kebutuhan ventilator/HFNC
**Apakah malam menjadi gelap karena lampu kamar anda mati, atau karena matahari telah terbenam? Apakah malam semakin gelap karena lampu anda mati?
3 notes
·
View notes
Text
Pengabdian yang Tak Terlihat
Tahun 2020 adalah tahun yang tak terlupakan bagi semua orang termasuk Maya. Ia adalah seorang dokter muda yang baru lulus ketika pandemi COVID-19 mulai merajalela. Ia mendorong untuk beradaptasi dan berjuang dengan keadaan yang terjadi. Dengan tekad yang kuat, ia bergabung dengan komunitas tenaga kesehatan yang berani dan berkomitmen untuk melawan virus ganas ini. Melalui pengalamannya, ia belajar bahwa pengabdian sejati tidak hanya sekedar menjalankan profesi, tetapi juga semangat tanpa pamrih untuk membantu sesama. Selama bergabung di komunitas, ia bekerja sama dengan antar tenaga medis dan sukarelawan untuk menyelamatkan nyawa masyarakat yang terkena COVID-19. Dalam cerita ini, kita akan menggali lebih dalam tentang pengabdian mereka yang tak terlihat, tantangan yang dihadapi, dan solusi yang ditemukan dalam menghadapi tantangan besar ini.
Setelah bergabung dengan tim tenaga medis, beban yang dipikul Maya terasa semakin berat. Ia menyadari bahwa keputusan untuk mengabdikan diri sebagai tenaga medis bukanlah hal yang mudah. Seluruh jiwanya harus diserahkan untuk melakukan pengabdian ini. Selain itu, ia perlu merelakan waktu, pikiran, dan tenaga, bahkan dirinya sendiri demi melawan dan menyembuhkan pasien COVID-19. Dalam setiap jam yang dilaluinya, Maya merasakan tekanan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, dimana ia harus siap menghadapi pasien yang terus meningkat jumlahnya, sementara sumber daya manusia yang tersedia sangat terbatas.
Setiap hari, ia selalu melihat rekan-rekannya bekerja keras dalam suasana yang menegangkan dan berbahaya. Ketika pasien COVID-19 berdatangan dengan gejala yang semakin parah, udara kian menegangkan dan menguras tenaga. Ia tahu bahwa setiap keputusan yang dibuat dan apa yang dilakukan oleh tenaga medis dapat berpengaruh besar pada nyawa seseorang. Tidak hanya masyarakat biasa, tetapi banyak tenaga medis juga yang menjadi korban virus ini saat menjalankan tugasnya. Beberapa dari mereka terinfeksi dan harus dirawat di rumah sakit yang sama dengan pasien yang mereka rawat sebelumnya.
Maya merasa terombang-ambing antara rasa takut dan tanggung jawab. Ia menyadari bahwa tantangan ini bukan hanya sekadar pekerjaan, tapi ini adalah pertarungan antara hidup dan mati. Kekurangan tenaga medis semakin terlihat nyata. Selain disebabkan dari virus ini, sebagian besar dari mereka mengalami kelelahan karena harus bekerja tanpa henti sehingga mereka tidak bekerja dengan optimal. Di balik masker dan pelindung wajahnya, Maya bisa melihat kelelahan di mata mereka, sebuah gambaran nyata dari pengabdian yang tak terlihat.
Kekurangan tenaga medis menjadi masalah utama yang sangat mencolok. Di tengah lonjakan drastis pasien COVID-19 yang disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang cepat, jumlah tenaga medis yang tersedia tidak cukup untuk menangani kebutuhan tersebut. Sejak awal, jumlah tenaga medis yang bertugas tidak banyak ditambah lagi dengan banyaknya tenaga medis yang menjadi korban COVID-19 saat menjalankan tugasnya.
Pandemi COVID-19 telah menambahkan tekanan, batasan, dan kesulitan pada sistem kesehatan nasional maupun hal lainnya termasuk fasilitas kesehatan dan tenaga medis. Batasan waktu yang lama dan protokol kesehatan yang ketat membuat operasional rumah sakit menjadi sangat sulit. Selain itu, banyak tenaga medis mengalami tekanan psikologis akibat bekerja dalam kondisi darurat yang berkepanjangan. Stres dan kelelahan fisik mental dapat mengganggu kinerja profesional mereka dan bahkan menyebabkan burnout. Maya pun melihat beberapa berita yang sangat menyayat hati tentang banyak korban jiwa di daerah-daerah terpencil akibat terbatasnya fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan di beberapa daerah tersebut masih minim dan tidak memadai untuk menangani situasi darurat seperti pandemi ini.
Distribusi tenaga medis juga tidak merata di seluruh tempat di Indonesia, mau itu desa, kabupaten, dan kota. Banyak dokter dan perawat yang terkonsentrasi hanya di kota besar, dimana mereka meninggalkan daerah terpencil dan sangat terpencil, seperti daerah pedesaan yang sulit dijangkau dengan kendaraan umum. Kekurangan sumber daya dan fasilitas ini dapat menyebabkan kualitas layanan kesehatan menurun, sehingga pasien mungkin tidak mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang optimal karena kurangnya atau tidak adanya dokter dan perawat yang siap menangani penyakit yang diderita di masyarakat termasuk pandemi COVID-19.
Di tengah semua kesulitan yang dihadapi, Maya menemukan kekuatan dalam solidaritas timnya. Mereka saling mendukung satu sama lain dengan berbagi cerita untuk mengurangi beban mental yang mereka hadapi. Setiap kali mereka berhasil menyelamatkan seorang pasien, rasa syukur dan kebanggaan mengalir dalam diri mereka, sehingga memberikan sedikit cahaya di tengah gelap gulita.
Maya merasa tergerak untuk mencari solusi dalam menghadapi semua tantangan ini. Ia mulai berkomunikasi dengan rekan-rekannya tentang bagaimana mereka bisa saling mendukung satu sama lain dalam situasi sulit ini. Dengan tekad yang semakin kuat, Maya berjanji pada dirinya sendiri untuk terus berjuang dan pantang menyerah. Ia tahu bahwa meskipun pengabdian ini sangat berat dan penuh risiko, tetapi pasti ada makna mendalam di balik setiap tindakannya mau itu besar atau kecil. Dalam lubuk hatinya, ia berharap agar suatu hari nanti semua pengorbanan ini akan membuahkan hasil sebuah dunia yang lebih sehat dan aman bagi semua orang.
Dengan semangat juang itu, Maya bertekad untuk terus melangkah maju meskipun jalan yang akan dihadapinya penuh rintangan dan tantangan. Pengabdian ini bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi ini adalah tentang setiap nyawa yang mereka selamatkan dan harapan bagi masa depan yang lebih baik bagi masyarakat luas.
Saya tahu tidak ada orang-orang hebat kecuali mereka yang memiliki pengabdian besar pada kemanusiaan.― Voltaire
Penulis dan filsuf dari Perancis (1694 - 1778)
1 note
·
View note
Text
TURISIAN.com – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mengemukakan ide inovatif untuk menghadirkan Sound Healing sebagai metode pengobatan alternatif. Dalam acara “Talkshow Sound Healing” di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Rabu 24 Juli 2024 lalu, Sandiaga mengusulkan penggunaan alat musik tradisional. Atau, instrumental untuk kesehatan jiwa di desa wisata Indonesia. Mengutip data WHO tahun 2019, Sandiaga menyebutkan bahwa sekitar 970 juta orang di dunia mengalami gangguan mental. Termasuk, kecemasan, dan depresi, yang berdampak negatif pada hubungan pribadi dan keluarga. “Saat bertugas di DKI sebagai Wakil Gubernur, saya bersama Prof. Noriyu menemukan bahwa hampir 20 persen warga Jakarta mengalami masalah kesehatan mental. Ini perlu kita sadari, pahami, dan deteksi secara dini,” ujar Sandiaga. BACA JUGA: Tren Traveling ‘Wellness Tourism’ Kian Booming, Contoh di Ubud Bali Ini Sementara itu, sejak pandemi COVID-19, minat wisatawan terhadap wellness tourism meningkat. Terutama di kalangan generasi Z yang sangat peduli dengan isu kesehatan mental. Kemenparekraf telah mengembangkan sekitar 6.016 desa wisata yang tergabung dalam Jadesta (Jaringan Desa Wisata) di seluruh Indonesia. Sandiaga melihat potensi Sound Healing sebagai daya tarik wisata di desa-desa tersebut, selain pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) kesehatan di Sanur, Bali. “Setiap daerah di Indonesia memiliki alat musik khas. Di Rumah Sakit Marzoeki, misalnya, terdapat angklung," katanya. BACA JUGA: Layanan Garuda Wellness Buat Nunjukin Sebagai Maskapai Bintang 5 "Kita bisa sesuaikan dengan alat musik khas setiap daerah, seperti angklung di Jawa Barat, kolintang di Sulawesi Utara, dan gamelan di Jawa Tengah,” jelas Sandiaga. Menurut Sandiaga, Sound Healing tidak hanya menambah produk wisata. Tetapi juga memberikan layanan pariwisata yang relevan dengan isu lingkungan, kesehatan mental, dan musik yang diminati generasi Z. Harpist, actor, dan practitioner BioResonance, Maya Hasan, CMP, menambahkan bahwa musik tradisional Indonesia memiliki potensi kuratif dan preventif. BACA JUGA: Kajari Gianyar Bali Agus Wirawan Ingatkan Ubud Bisa Ditinggalkan Wisatawan Kebutuhan anestesi “Musik instrumental disarankan agar tidak ada memori negatif terkait kata-kata atau kejadian dalam hidup,” kata Maya. Musik di institusi kesehatan juga membantu menurunkan stres tenaga medis. Sehingga, memungkinkan mereka bekerja lebih optimal dan mengurangi kebutuhan anestesi pada pasien lansia yang menjalani operasi. Sedangkan, Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional - RS Marzoeki Mahdi, Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ, menekankan pentingnya berbagai aktivitas. BACA JUGA: Destinasi Wisata Tujuan Study Tour Saat Libur Sekolah, Catat Tempat Ini Hal ini penting, untuk mempersiapkan dan mendukung orang dengan gangguan jiwa agar mandiri dan kembali berfungsi di masyarakat. “Yang penting adalah tidak melakukan self-diagnosis. Silakan mencari bantuan profesional dan jangan menstigmatisasi diri sendiri,” kata Nova. Acara yang dihadiri oleh pegawai internal Kemenparekraf, Pemda Jakarta, akademisi, asosiasi. Dan industri wisata kebugaran ini juga menampilkan praktik terapi Sound Healing selama 30 menit, dipandu oleh Maya Hasan. Menparekraf didampingi oleh Staf Ahli Bidang Reformasi dan Birokrasi Kemenparekraf/Baparekraf, R. Kurleni Ukar, dan Direktur Wisata Minat Khusus Kemenparekraf/Baparekraf, Itok Parikesit. ***
0 notes
Text
Penelitian Menemukan Tingkat Vaksinasi COVID-19 yang Serupa pada Pasien Latinx Tanpa Dokumen dan Warga Negara AS
Majalah Farmasetika – Menurut hasil dari sebuah penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam JAMA Network Open, pasien Latinx yang tidak memiliki dokumen dan pergi ke unit gawat darurat (ED) selama pandemi COVID-19 ditemukan memiliki tingkat vaksinasi COVID-19 yang dilaporkan sama dengan warga negara AS. Temuan ini mengejutkan, catat penulis studi, karena COVID-19 sebelumnya ditemukan berdampak…
View On WordPress
0 notes
Text
apakah ada momen dalam hidupmu yang membuatmu merasa perjalanan menyembuhkan dirimu dengan sadar dimulai? momen apa? apa kegiatan healing favoritmu?
Mau nulis prompt 3 maju mundur euy😁
Perjalanan healing secara sadar ? Ah tepatkan di momen apa saya tidak yakin tapi satu hal saya mengambil kesimpulan bahwa perjalanan healing di mulai secara sadar betul ketika memutuskan untuk bekerja menjadi perawat klinis.
Antara takdir, keterpaksaan atau kebutuhan atau tidak ada pilihan lain. Begitu pikiran saya 3 tahun kebelakang saat menerima WA dari asisten manager keperawatan RSUI yang menawarkan saya untuk menjadi relawan Covid.
Rasanya ingat betul sebelum bekerja saat ini saya hanya membantu asisten kaprodi ners diruangan yang mengurus tata administrasi dan juga kelengkapan berkas ketika ada fee tambahan buat dosen. Sesekali di minta menjadi fasilitator diskusi mahasiswa dimana sebenernya waktu itu menjadi impian saya. Fasilitator DK (diskusi kelompok) ternyata saya merasakan juga perasaan gemees banget saat mahasiswa di berikan 1 kasus pemicu kemudian harus di selesaikan hingga step mencari jawaban atas pemicu yang diberikan.
Selesai urusan di kampus pernah juga saya mengajar privat 2 anak pondok yang mereka adalah anak yatim untuk persiapan UN. Fee saat itu saya hanya 300k/bulan untuk 2 anak. Belajarnya seminggu 3x. Waktu itu sempet tidak percaya karena menurut saya terlalu murah. Tapi mamah mengingatkan bahwa anggap saja menjadi jalan kebaikan buat anak yatim toh Pondok tahfidz nya juga deket rumah jadi anggap membantu. Baik saat itu saya lakukan sampai akhirnya pandemi covid tiba dan kegiatan mengajar privat di selesaikan.
2 pekerjaan lalu sebelum menjadi perawat menjadi waktu waktu saya terus mempertanyakan diri, menyalahkan diri karena selepas lulus profesi tidak bisa langsung bekerja. Ya karena saat itu saya merasa saya sangat ideal. Lulusan profesi ners tapi engga mau kerja di RS. Ya agak sulit atuhh 🙂
Saya terus berusaha mendobrak paradigma bahwa lulusan profesi ners bisa kok kerja selain di RS atau pelayanan. Tiap hari saya mengirimkan CV melamar pekerjaan non RS atau selain tenaga perawat. Pernah saya dapat tawaran hingga wawancara menjadi supervisor di salah satu klinik kecantikan daerah rumah saya. Namun saya gagal ketika wawancara tahap direksi.
Hingga akhirnya berbagai peristiwa mengantarkan saya menjadi tenaga relawan perawat Covid 19. Tentunya tidak segampang itu karena kedua orangtua cukup keberatan. Tapi saya memberikan alasan karena covid bapak jadi tidak bekerja lalu bagaimana agar dapur terus menyala ? Mau gak mau saya mengubur impian saya bekerja di non RS dan memgharuskan saya berdamai dengan diri bahwa saya akan menjadi perawat yang bekerja di RS.
Rupanya Allah maha baik. Ditempatkan saya di ruang NICU perina. Ruangan yang tidak mengharuskan saya bertemu banyak orang dewasa atau pasien dewasa laki laki. Ternyata momen healing saya di mulai saat ini. Bertemu banyak pasien bayi dengan berbagai kondisi dan latar belakang keluarganya. Favorit saya adalah ketika ikut serta dengan DPJP (dokter penanggung jawab pelayanan) untuk memberikan edukasi terkait kondisi dede bayi. Disini banyak mendapat ilmu sekaligus saya ke trigger untuk mencari hal berkaitan penyakit, cara berkomunikasi dengan keluarga hingga mengetahui kisah kisah yang saya temui.
Kemudian lambat laun kisah yang sangat membekas saya share ke medsos IG dan ternyata cukup mendapat respon positif. Doakan semoga saya bisa melanjutkan hal baik ini.
Ternyata perjalanan menyembuhkan diri sendiri dalam hidup saya adalah ketika saya harus dihadapkan pada takdir yang tidak saya inginkan. Takdir yang menurut saya kurang baik ini adalah hanya anggapan dan terbatasnya saya dalam masa depan. Allah merencanakan jauh lebih indah dari dugaaan kita.
Healing terindah dimulai dengan menerima takdir takdir yang terjadi dalam hidup kita dan kita upayakan untuk terus imani agar menuai banyak hikmah kehidupan
#day3
Izin kak @prawitamutia agak telat karena beberapa hari pasien membludak🥹mari doakan semoga dede bayi yang dirawat di nicu perinah semuanya sehat dan lekas pulih
0 notes
Text
Ailurophobia dan Covid 19.
Sebelum tahun 2020 saya adalah seorang ailurophobia, orang yang takut dengan kucing. Kalau ada kucing yang mendekat, wah degdegan banget padahal gak bakal kenapa-napa. Pikiran buruk kemana-mana dimulai dari bulunya akan terbang-terbang, kutunya loncat-loncat ke kulit, bakal digigit dengan taringnya yang tajam, dicakar-cakar. Padahal itu belum tentu kejadian!
Suatu ketika diawal tahun 2020, saya harus dirawat inap ditempat kerja sendiri dengan diagnosa parathypi (Tifus) karena diduga kelelahan kerja menjadi swabbar. Saat itu lagi banyaknya permintaan pemeriksaan swab covid19 dan tiba-tiba jadi swabbar dadakan. Ceilah! Setiap hari ketemu dengan banyak orang yang diduga terjangkit covid19, entah sudah mencolok berapa hidung pasien untuk dilakukan tes PCR atau antigen.
Sepulangnya dari rawat inap itu, baru diberi tahu kanit ruangan perawatan kalau ternyata Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) saat dirawat terkena Covid juga. Jadi saat dirawat inap saya dan DPJP (yang diduga sudah terkena Covid) melakukan kontak karena divisite secara langsung. Kaget? Tentu aja! Apalagi sepulangnya kerumah udah ngerasa gak bisa nyium bau apa-apa, seperti halnya gejala-gejala Covid pada umumnya.
Akhirnya saya harus menjalani isolasi mandiri dan diungsikanlah sendirian ke 'rumah kecil' yang gak jauh dari rumah utama, jarak dari rumah utama ke rumah kecil ini hanya terhalang satu rumah tetangga. Fungsi rumah kecil ini sebenernya bekas ditinggali sama kakak waktu dulu, setelah dia nikah dia pindah rumah bersama dengan istrinya. Rumahnya tidaklah besar, hanya satu lantai dengan satu kamar mandi dan satu kamar tidur. Tidak ada dapur dan hanya ada ruang televisi. Cukup simple untuk dihuni single atau orang yang baru nikah dan belum punya anak. Rumah kecil ini jadi tempat isolasi mandiri selama kurang lebih satu minggu sambil menunggu hasil PCR dari tempat kerja.
Rumah kecil inilah yang bisa dibilang tempat Oky bermeditasi dan dewasa (dari yang sebelumnya). Harus tinggal sendirian karena sakit penyakit menular, sakitnya covid udah kayak habis ditabrak kereta kalo kalian udah tau gimana rasanya. Jaringan internet terbatas hanya dari tethering ponsel (karena WiFi ada di rumah utama), makanan terbatas karena gak ada dapur (ada kompor portable yang bisa dimasak cuman mie instan) dan dari itu semua cuman dapat hiburan dari flashdisk berisi film-film series yang sudah diunduh sebelumnya. Gabisa Netflix juga aaa~
Rumah kecil ini juga yang ternyata mempertemukan saya dengan keluarga kecil mereka. Mama kucing dan ketiga anaknya ternyata sudah sangat familiar dengan teras 'rumah kecil' ini. Mereka tidak segan untuk menginap diteras dimana mama kucing menyusui anaknya juga, anak-anak kucingnya bermain dengan pot tanaman. Mereka ternyata lebih dulu tinggal diteras rumah ini ketimbang saya, anak pemilik rumah.
Kadang saat akan menyapu teras pagi-pagi sambil berjemur, mereka loncat-loncat dikaki. Gimana rasanya? GELIIIIII WOOOY~. Bahkan saat mau berjemur saja bisa gak jadi keluar karena suara derit pintu bagi mereka seperti suatu undangan selamat datang untuk para kucing yang biasanya ada di teras. Buka jendela kamar, anak anak kucing masuk dengan bebasnya kekamar. GAK BISAA! GAK BISA DIGITUIN GAK BISAAA!!
Ada hari dimana kepala sakiiit banget, badan panas karena demam, hidung gak bisa mencium apa-apa, nafsu makan gak ada dan yang jadi hiburan adalah... nontonin emak kucing yang sedang menyusui anaknya. Suatu hal yang lumrah dan menyenangkan untuk melihat mereka sampai berjam-jam lamanya, saat menonton mama kucing tidur siang sambil nyusuin anaknya, setelah anak-anaknya selesai menyusui pada induknya merea bermain loncat-loncatan, lari kesana kemari, cabok-cabokan dengan saudaranya sendiri. Sesuatu yang lucu untuk menonton daily life kittens secara langsung, bukan dari NatGeo.
Merasa ditemani. Merasa didengarkan saat curhat. Merasa diperhatikan saat tatapan dari jendela, mama kucing melihat anak yang sedang isolasi menangis karena sakit kepala dan gak bisa melakukan apa-apa. Mata mama kucing itu menatap dengan peeenuh kasih sayang. Gak tau ya kasih sayang beneran atau enggak. Padahal komunikasinya juga lewat kaca jendela yang tertutup karena takut anak-anaknya pada masuk.
Seorang ailurophobia yang sedang menjalani isolasi mandiri karena covid lama kelamaan merasa gak lagi takut untuk interaksi sama kucing. Perlahan-lahan kaca jendela dibuka biar mereka bisa nongolin kepalanya buat dielus-elus. Semakin bisa interaksi dengan kucing, semakin juga badan pulih dan kehidupan mulai lagi dengan normal.
Selesai isolasi, pindah lagi ke rumah utama biar gak susah jangkau makanan dan WiFi. Sedihnya karena sibuk lagi kerja, mama dan anak kucing juga ditinggalkan, seminggu setelah pindah mereka juga gak kelihatan lagi diteras rumah kecil.
Sedih? Ya. Sekaligus menyesal kenapa gak memperlakukan mereka dengan lebih baik lagi saat isolasi mandiri waktu itu. Mereka dengan baik ataupun dengan tidak sengaja menemani manusia yang sedang sakit dengan tulusnya. Apa manusia ada yang pernah memperlakukan mereka dengan baik?
Sebagai gantinya si Mama kucing dan anak-anaknya, kucing yang entah darimana ini datang dan sempat melahirkan dirumah utama. Namanya si Centang karena bulunya yang susah diatur dan mencuat kearah luar tubuh ini hobi makan apapun dari makanan sisaan kami. Semakin menambah kekisruhan kami sebenarnya, karena pada dasarnya orang tua bukan orang yang suka dengan kucing. Tapi karena si Centang ini kucing yang bisa berbaur dengan manusia dan sifatnya clingy, abah (bapak) yang setiap shubuh shalat di mesjid pun dia antarkan sampai gerbang mesjid dan balik ke rumah. Itulah kedekatan si Centang dengan abah.
Sampai saat ini kalau ada kucing, sebenernya bukan rasa suka yang lebih dulu yang muncul. Tapi merasa berterimakasih sudah mau ada disamping manusia dengan berbagai kebutuhan mereka yang complicated. Rasa berterimakasih itulah yang akhirnya menggeser dari ailurophobia menjadi ailurophile, seorang yang menyukai kucing.
Sejak saat itu, saya jadi lebih berani untuk dekat dengan kucing-kucing yang ada disekitaran rumah. Beberapa kucing tetangga mampir hanya untuk sekedar dielus, atau malah mengajak bermain sebentar. It's not happiness that brings us gratitude. It's gratitude that brings us happiness.
Seperti biasa, waktunya pendapat dari pribadi. Ketakutan pada kucing yang dirasakan waktu itu mungkin seperti... 'suudzon' mau diperlakukan tidak baik oleh kucing, padahal nyatanya tidak begitu. Kucing tau niat kita baik atau buruk. Mereka adalah hewan yang paling peka dengan lingkungan sekitarnya, memberikan rasa aman dan nyaman tanpa manusia sadari.
Hidup dengan kucing kalau sudah tinggal sendiri sudah terpikirkan sejak awal, semoga bisa terwujud nantinya. Kucing dengan ras apapun, sama saja selama kucing ini bisa memberikan dampak positif pada pemiliknya.
Terimakasih yang sudah membaca sampai akhir, see ya!
0 notes
Link
Dinkes DKI Jakarta menyatakan, ruang inap RS di DKI Jakarta baru terpakai 5 persen oleh pasien Covid 19, berarti masih mencukupi.
0 notes
Text
Hoaks Covid-19 Kembali Mewabah di Singapura
Tidak ada angin tak ada hujan tiba-tiba mulai merebak pemberitaan mengenai pasien terjangkit infeksi Covid-19 yang disebutkan kembali meningkat jumlahnya. Tidak tanggung-tanggung diberitakan naik dua kali lipat. Benarkah? Untuk mengetahu fakta sebenarnya dapat disimak informasi dari situs web Kementerian Kesehatan Singapura http://www.moh.gov.sg. Berikut ini siaran pers atau berita terbaru dari…
View On WordPress
0 notes
Text
Peran Penting Alat-Alat Medis: di Lingkungan Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan lembaga kesehatan yang memainkan peran krusial dalam menyediakan pelayanan medis bagi masyarakat. Kesuksesan pelayanan tersebut tidak terlepas dari peran alat-alat medis yang mendukung proses diagnostik, pengobatan, dan perawatan pasien. Artikel ini akan membahas Peran Penting Alat-Alat Medis.
1. Mesin MRI (Magnetic Resonance Imaging): Mesin MRI merupakan salah satu alat diagnostik paling penting dalam dunia medis. Dengan menggunakan gelombang magnet dan radiofrekuensi, MRI menghasilkan gambar tubuh manusia secara detail. Hal ini memungkinkan dokter untuk mendeteksi berbagai kondisi kesehatan, termasuk cedera otak, tumor, dan masalah jantung.
2. CT Scanner (Computed Tomography): CT scanner menggunakan sinar-X untuk menghasilkan gambar potongan-potongan tubuh yang sangat detail. Alat ini umumnya digunakan untuk mendeteksi dan memantau perkembangan penyakit seperti kanker, penyumbatan pembuluh darah, dan cedera internal lainnya.
3. Ventilator: Ventilator adalah alat yang sangat krusial, terutama dalam merawat pasien yang mengalami kesulitan bernapas. Ventilator membantu menyediakan oksigen kepada pasien dan mengatur pernapasan mereka. Khususnya selama pandemi COVID-19, ventilator menjadi perangkat yang sangat dibutuhkan untuk pasien dengan gejala serius.
4. EKG (Elektrokardiogram): EKG digunakan untuk merekam aktivitas listrik jantung. Alat ini membantu dokter untuk menilai kesehatan jantung pasien, mendeteksi aritmia, dan memonitor respons terhadap pengobatan jantung.
5. Alat Monitor Pasien: Alat monitor pasien mencakup monitor detak jantung, monitor tekanan darah, dan sebagainya. Alat ini memungkinkan petugas kesehatan untuk memantau kondisi vital pasien secara terus-menerus. Perkembangan teknologi telah membawa kemajuan dalam hal portabilitas dan kemudahan penggunaan alat monitor ini.
6. Alat Pemeriksaan Darah dan Laboratorium: Alat ini melibatkan mesin analisis darah, spektrofotometer, dan alat laboratorium lainnya. Mereka memainkan peran kunci dalam mendiagnosis penyakit, memantau respons terhadap pengobatan, dan memberikan informasi vital tentang kondisi pasien.
7. Sistem Bedah Da Vinci: Teknologi bedah robotik semakin menjadi bagian integral dari prosedur bedah di rumah sakit. Sistem Bedah Da Vinci, sebagai salah satu contohnya, memungkinkan dokter untuk melakukan operasi dengan presisi tinggi melalui kontrol remote. Hal ini mengurangi risiko komplikasi dan mempercepat proses pemulihan pasien.
Kunjungi: https://primamedikatama.com/
Whatsapp: https://wa.me/6282298675016
1 note
·
View note
Text
Rai Wahyuni Sanjaya Menyapa dan Berbagi Kepada Penyandang Disabilitas, Penderita Kanker dan Tuberkolusis di Kecamatan Pupuan
BALIPORTALNEWS.COM, TABANAN - Wujud perhatian Ketua TP PKK Kabupaten Tabanan, Ny. Rai Wahyuni Sanjaya, terus tertuang melalui berbagai gebrakan aksi nyata dan gerakan sosial yang dilancarkannya di masyarakat. Salah satunya pada hari ini, pihaknya melaksanakan Aksi Sosial “Menyapa dan Berbagi” yang dikhususkan bagi Penyandang Disabilitas, Penderita Kanker dan Tuberkulosis serta dilanjutkan dengan Penyerahan Kursi Roda, Tongkat Kaki Empat dan Bedah Kamar ODGJ yang dipusatkan di Kecamatan Pupuan, Rabu (1/11/2023). Doman kegiatan ini akan dilaksanakan secara road show di seluruh Kecamatan di Kabupaten Tabanan. Dalam kegiatan yang dihadiri oleh Pengurus TP PKK Kabupaten Tabanan, Kepala Perangkat Daerah Terkait, Camat Pupuan beserta Jajaran, Perwakilan Organisasi Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Pengurus Perkumpulan Pemberantasan Tuberkolusis Indonesia (PPTI), Pengurus Koordinator Kegiatan Kesejahteraan Sosial (K3S), Perbekel beserta Ketua TP PKK Desa se-Kecamatan Pupuan dan para Kader, disambut dengan sangat antusias oleh para penerima bantuan sosial serta masyarakat yang memadati lokasi pagi itu. Pemberian bantuan dipusatkan pada acara pertama yang berlangsung di Balai Desa Munduk Temu, dimana, bantuan diberikan kepada 30 penyandang disabilitas berupa bantuan beras, minyak goreng, telur dan mie instan, serta dari PPTI diberikan kepada 2 penderita Tuberkolusis, yakni bantuan beras, gula, kacang hijau, susu, sarden dan mie instan. Dilanjutkan dari YKI bantuan kepada 4 penderita kanker yang terdiri dari beras, gula, kacang hijau, minyak goreng dan telur sedangkan dari K3S diberikan bantuan berupa 3 kursi roda, 6 tongkat kaki empat dan 6 bedah kamar untuk warga yang mengalami gangguan kejiwaan (ODGJ). Kehadiran Srikandi Tabanan saat itu, tidak hanya berfokus untuk memberikan bantuan, namun terlebih untuk bertemu, dan bertatap muka sekaligus mengalirkan semangat bagi para penerima bantuan. “Saya hadir untuk bertatap muka sekaligus ingin memberikan perhatian dan uluran tangan yang sekiranya nanti bisa bermanfaat untuk bapak ibu semuanya. Di kesempatan ini saya juga berharap, mari kita semua semangat, khususnya setelah kita terdampak Covid 19 dan saya berharap semeton saudara-saudara kita yang disabilitas, kanker dan tuberkolusis jangan pernah putus asa,” ujar Bunda Rai pagi itu. Mengkhususkan tujuan, Bunda Rai melalui sinerginya, menggandeng serta beragam organisasi yang bergerak di bidang kesehatan yang memang berfokus untuk memberikan perhatian pada para penerima bantuan terkait. Sebagaimana Srikandi Tabanan tersebut terus menggaungkan semangat bagi warga yang hadir, dirinya juga terus memotivasi untuk terus meningkatkan kelebihan yang dimiliki. “Mari kita tonjolkan yang kita miliki, sebagai Ketua Dekranasda, saya memberikan ruang kepada para penyandang disabilitas dan penyandang kanker yang memiliki usaha, untuk ikut serta dalam event di Kabupaten Tabanan, salah satunya yang terdekat adalah HUT Kota. Kami mengundang teman-teman di Kecamatan Pupuan untuk ikut berpartisipasi dalam Pameran IKM/UMKM yang akan diselenggarakan di bulan November mendatang,” sebutnya. Sebagai bentuk perhatinnya yang lebih lanjut, pihaknya juga sekaligus mengumumkan rencananya dalam membangun rumah singgah bagi pasien penderita kanker dalam waktu dekat. Yang tujuannya sudah tentu untuk meringankan beban para penderita kanker dan keluarganya. “Rumah singgah dapat memudahkan pasien dan keluarganya yang tempat tinggalnya jauh dari rumah sakit Tabanan, dapat tinggal di Rumah Singgah selama pengobatan. Astungkara semoga gagasan mulia ini bisa cepat terwujud. Jangan patah semangat dan pengobatan jangan sampai terhenti," paparnya lebih lanjut. Menyambut misi mulia dari Ketua TP PKK Tabanan tersebut, warga Kecamatan Pupuan menyambut dengan antusiasme yang tinggi. Ny. Dwi Wahani Wirawan selaku Ketua TP PKK Kecamatan Pupuan yang saat itu mewakili masyarakat, sampaikan ungkapan terima kasihnya atas kehadiran dan perhatian yang dicurahkan oleh Ketua TP PKK Kabupaten Tabanan. “Saya sampaikan apresiasi dan terima kasih sebanyaknya atas kepedulian Ibu Ketua dan Tim Kabupaten untuk warga kami yang membutuhkan bantuan khusus, semoga kegiatan sosial ini dapat berkelanjutan, karena sangat bermanfaat dan dirasakan oleh masyarakat,” sebutnya. Agenda kedua Aksi sosial tersebut dilanjutkan secara roadshow dengan kunjungan langsung Bunda Rai ke rumah huni penyandang gangguan kejiwaan (ODGJ) di Desa tersebut. Kamar Hunian ini dirombak sedemikian rupa, sehingga layak ditempati dan layak huni. Pihaknya kemudian meresmikan kamar huni ini dengan harapan semoga perhatian khusus ini dapat dirasakan, terlebih kepada pihak keluarga yang senantiasa merawat sehari-hari. Dalam kunjungan tersebut Bunda Rai juga sempat berbincang santai dengan Penyandang ODGJ sembari mengingatkan untuk tetap tenang dan tidak lupa untuk minum obat.(bpn) Read the full article
0 notes
Text
AS Mulai Wajib Pakai Masker Lagi, Pasien Covid Naik?
Menurut data dari Pusat Pengendalian kemudian Pencegahan Penyakit (CDC), rawat inap di tempat AS melonjak dari 15.073 pasien menjadi 20.552 pasien antara 19 Agustus kemudian 9 September.
continue
0 notes
Text
STARTER PACK SAFAR
Sabagai seorang muslimah, sejujurnya aku sedikit takut untuk bepergian jauh tanpa ada mahram.
Dulu pernah aku sebagai petugas swabber event internasional di masa pandemi covid-19 yang mengharuskan aku untuk pergi saat subuh dan pulang menjelang subuh haha sebut saja begitu.
Yang paling ku benci saat itu adalah melihat lingkungan sekitarku. Aku dan teman-teman yang lain ditugaskan di melakukan swab di beberapa titik hotel dan cafe tempat peserta akan menginap. Di sanalah rasanya aku melihat kehidupan luar yang sangat jarang kulihat. Aku melihat banyak botol-botol alkohol di sana. Dan yang paling sedih adalah aku melihat banyak sekali saudara-saudaraku yang meninggalkan sholat saat itu.
Berangkat sebelum adzan dzuhur dari titik kumpul pertama. Terdengarlah suara adzan saat itu. Terpaksa aku sholat di kendaraan, untungnya aku sudah menjaga wudhu dari sebelumnya. Aku pun sempat bertanya pada teman di sebelahku. Katanya dia sedang haid. Oh syukurlah kataku.
Sampai di hotel sudah sore dan masuk waktu sholat ashar. Qadarullah wudhuku batal. Aku pun bertanya pada resepsionist saat itu untuk menumpang sholat. Katanya semua kamar penuh dan tidak ada tempat sholat maupun toilet umum yg bisa kupinjam saat itu. Aku sudah mulai khawatir, sedangkan peserta (pasien) sudah mulai berdatangan. Akhirnya aku putuskan untuk bertayamum saja. Kau tahu aku sholat di mana? Aku melaksanakan sholat di kursi cafe dekat dengan botol-botol alkohol itu. Di antara lalu lalang banyak orang. Bukan malu, yang kurasakan justru sakit. Sakit melihat dan mengetahui bahwa banyak orang muslim dk sekelilingku tapi mereka meninggalkan sholat.
Sampai waktu menjelang magrib, pasien belum juga habis dan terus berdatangan. Aku diam-diam menangis di balik masker. Aku takut kali ini aku yang kehabisan waktu. Sudah tidak tenang, aku berdoa dalam hati pada Allah agar memperlambat waktu. Karena aku bingung harus bagaimana. Tidak terpikirkan olehku saat itu untuk menjamak sholat karena aku bisa dibilang jarang melakukannya. Air mataku semakin berlinang, sesekali aku menghapusnya agar tidak terlihat.
Alhamdulillah, seorang teman dari stand lain datang dan aku memintanya untuk menggantikanku sementara. Lagi, di sana aku sholat di tengah keramaian pasien dan orang-orang yg berlalu lalang.
Setelah selesai, kami kembali ke titik kumpul awal untuk makan malam. Saat itu sudah masuk waktu sholat isya', aku bergegas ke tempat wudhu lalu sholat. Aku terdiam sejenak melenturkan pikiranku yang kacau setelah melihat keadaan the real dunia tipu-tipu ini.
Sebenarnya kegiatan ini berlangsung 1 mingguan. Tapi setelah hari itu, aku memutuskan untuk mengundurkan diri. Setiap pekerjaan pasti menimbulkan lelah, bagiku tak apa. Tapi melihat hal-hal yang seperti itu jujur aku tidak kuat.
Hari ini aku diantar oleh abiku ke tempat kerja, karena aku menjadi petugas MCU dan ditugaskan ke suatu tempat untuk on site pasien. Berangkat sebelum subuh. Dan jelas aku sholat di atas kendaraan. Dulu, biasanya aku hanya mempersiapkan hal-hal fisik saja. Minyak kayu putih, jaket, kaos kaki, air mineral. Ya seperti yang diingatkan seseorang kepadaku. Namun kali ini aku sudah mempersiapkannya dengan cukup baik.
Malam sebelum tidur, ku ulang lagi ilmu tentang jamak maupun qasar sholat tentang tayamum. Dan tak lupa menjaga wudhu sebelum berangkat. Pikirku, inilah seharusnya yang lebih disiapkan oleh seorang muslim sebelum safar, yaitu ilmu.
-ditulis dalam perjalanan menuju Sambelia, Lombok Timur || 14 September 2023
0 notes
Text
Usai Pandemi Dicabut, Pasien Covid-19 Bisa Pakai BPJS Kesehatan
PT BESTPROFIT FUTURES PT BESTPROFIT FUTURES BANJARMASIN – Pasien yang terinfeksi virus corona (Covid-19) bisa mendapatkan pelayanan menggunakan BPJS Kesehatan setelah status pandemi dicabut pemerintah. Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Agustian Fardianto mengatakan hal itu berlaku sejak 1 September 2023. BESTPROFIT “Bagi Peserta JKN yang membutuhkan…
View On WordPress
#BEST PROFIT#BEST PROFIT FUTURES#BestPro#BESTPROFIT#BESTPROFIT FUTURES#BPF#BPF BANJAR#BPF BANJARMASIN#PT BEST#PT BEST PROFIT#PT BEST PROFIT FUTURES#PT BESTPROFIT#PT BESTPROFIT FUTURES#PT BPF#PT.BPF
0 notes
Text
Fakta Menunjukkan Bahwa Penggunaan Telemedisin Pada Pasien Anak Dengan Asma Meningkat Selama Pandemi COVID-19
Majalah Farmasetika – Lebih banyak pasien anak dengan asma telah menggunakan layanan telemedisin sejak pandemi COVID-19 dan telah mencapai hasil yang serupa, menurut hasil studi yang dipublikasikan dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology: Global. Peneliti juga menemukan bahwa hal ini terutama berlaku bagi mereka yang memiliki kompleksitas medis dan komorbiditas, tetapi di institusi…
View On WordPress
0 notes
Text
Menghadirkan Solusi Inovatif untuk Masa Pandemi yang Lebih Baik
Pengenalan:
Pandemi COVID-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya telah mengguncang dunia dengan cara yang luar biasa. Dari kehilangan nyawa hingga dampak ekonomi yang parah, virus ini telah meninggalkan bekas yang mendalam pada masyarakat global. Namun, di tengah tantangan yang dihadapi, kita juga menyaksikan kekuatan inovasi manusia untuk menemukan solusi yang dapat membantu mengatasi krisis ini. Artikel ini akan mengeksplorasi berbagai solusi inovatif yang telah dihadirkan dalam upaya menciptakan masa pandemi yang lebih baik. 1. Teknologi Pemantauan dan Penyaringan: Dalam menghadapi Pandemi, teknologi pemantauan dan penyaringan telah memainkan peran yang sangat penting. Dengan menggunakan sistem pemantauan dan pelacakan yang canggih, kita dapat mengidentifikasi dan melacak individu yang terinfeksi dengan cepat. Misalnya, aplikasi seluler seperti Aarogya Setu di India telah membantu mengidentifikasi kontak erat dengan orang yang terinfeksi. Selain itu, teknologi penyaringan seperti pengukur suhu tubuh otomatis dan mesin pemindaian wajah telah digunakan secara luas untuk mendeteksi suhu tubuh yang tinggi dan mengidentifikasi individu yang tidak memakai masker. 2. Telemedicine dan Konsultasi Jarak Jauh: Dalam masa Pandemi ini, layanan kesehatan juga beradaptasi dengan solusi inovatif. Telemedicine telah menjadi tren yang semakin populer di mana pasien dapat berkonsultasi dengan dokter melalui panggilan video atau telepon. Ini membantu mengurangi risiko penyebaran virus di rumah sakit dan memudahkan akses ke perawatan medis. Selain itu, konsultasi jarak jauh juga telah diperluas ke sektor lain seperti pendidikan dan bisnis, memungkinkan orang untuk tetap terhubung dan bekerja dari jarak jauh. 3. Penciptaan Vaksin: Salah satu solusi inovatif terbesar untuk mengatasi pandemi COVID-19 adalah penciptaan vaksin yang efektif. Para ilmuwan dan peneliti di seluruh dunia telah bekerja keras untuk mengembangkan vaksin yang aman dan efektif dalam waktu yang relatif singkat. Proses penelitian dan pengembangan yang dipercepat ini membuktikan kekuatan kolaborasi global dan komitmen untuk melindungi masyarakat dari virus yang mematikan ini. Dengan vaksin yang tersedia, kita dapat berharap untuk mencapai kekebalan kelompok dan mengakhiri pandemi ini. 4. Desain dan Teknologi Rumah Tangga: Pandemi ini juga telah mendorong inovasi dalam desain dan teknologi rumah tangga. Dalam upaya mengurangi risiko penyebaran virus di rumah, banyak orang telah mengadopsi solusi seperti pintu otomatis dengan sensor gerak, lampu ultraviolet untuk membersihkan permukaan, dan perangkat pemurnian udara. Selain itu, Internet of Things (IoT) juga telah memainkan peran penting dalam memungkinkan otomatisasi rumah tangga, memungkinkan kontrol jarak jauh melalui aplikasi seluler. Kesimpulan: Pandemi COVID-19 telah mendorong inovasi dan solusi yang luar biasa untuk membantu kita mengatasi krisis ini. Dari teknologi pemantauan dan penyaringan hingga telemedicine dan penciptaan vaksin, manusia telah menunjukkan kekuatan kolaborasi dan tekad untuk mencari solusi yang dapat menciptakan masa pandemi yang lebih baik. Dalam proses ini, desain dan teknologi rumah tangga juga telah berubah, menciptakan lingkungan yang lebih aman dan terlindungi. Namun, perjuangan belum berakhir, dan penting bagi kita untuk terus mencari solusi inovatif guna mengatasi pandemi ini dan membangun masa depan yang lebih baik.
Cek Selengkapnya: Menghadirkan Solusi Inovatif untuk Masa Pandemi yang Lebih Baik
0 notes