#Lokasi PKL Cibadak Bandung
Explore tagged Tumblr posts
Text
Tempat PKL di Bandung 2024: Pilihan Terbaik untuk Siswa SMK
Bandung sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia memiliki beragam peluang menarik bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa tempat PKL di Bandung 2024 yang direkomendasikan, beserta tips dan panduan penting agar kegiatan PKL Anda berjalan sukses. Tidak hanya itu, kami juga akan menjawab beberapa pertanyaan umum terkait PKL di bagian FAQ.
Mengapa Memilih Bandung untuk PKL?
Bandung dikenal sebagai kota kreatif dengan berbagai sektor industri yang berkembang pesat, mulai dari teknologi, kuliner, hingga pariwisata. Selain itu, banyak perusahaan, UMKM, dan instansi pemerintah di Bandung yang membuka lowongan magang SMK Bandung setiap tahunnya. Hal ini menjadikan Bandung sebagai tempat yang ideal untuk mendapatkan pengalaman kerja nyata yang relevan dengan bidang keahlian siswa SMK.
Pilihan Tempat PKL di Bandung 2024
Berikut adalah beberapa pilihan tempat PKL di Bandung yang bisa Anda pertimbangkan:
1. Industri Kreatif dan Digital
Bandung dikenal sebagai pusat industri kreatif di Indonesia. Beberapa tempat yang bisa menjadi pilihan:
Startup Teknologi: Banyak startup teknologi di Bandung yang membutuhkan tenaga magang, seperti bidang desain grafis, pemrograman, atau pemasaran digital.
Studio Desain: Bandung memiliki banyak studio desain yang fokus pada branding, ilustrasi, dan animasi.
Rumah Produksi Film dan Musik: Bagi siswa yang tertarik di bidang multimedia, Bandung memiliki banyak rumah produksi yang membuka peluang PKL.
2. Perusahaan Manufaktur
Bandung juga memiliki kawasan industri yang menjadi rumah bagi perusahaan-perusahaan manufaktur besar. Siswa yang belajar di jurusan teknik mesin, teknik otomotif, atau teknik listrik dapat melamar di perusahaan seperti:
PT Dirgantara Indonesia
Industri Tekstil di Majalaya
Pabrik Elektronik di Kawasan Bandung Timur
3. Sektor Pariwisata dan Kuliner
Bandung sebagai destinasi wisata terkenal menawarkan banyak peluang di sektor pariwisata dan kuliner:
Hotel dan Restoran: Banyak hotel berbintang dan restoran ternama yang menerima siswa magang dari jurusan perhotelan dan tata boga.
Tempat Wisata: Siswa bisa mendapatkan pengalaman di sektor layanan wisata, seperti di museum, taman hiburan, atau pusat informasi wisata.
Tips Memilih Tempat PKL di Bandung 2024
Cari Informasi Terpercaya: Gunakan media sosial, website resmi perusahaan, atau rekomendasi dari sekolah untuk mencari informasi tentang tempat PKL.
Sesuaikan dengan Bidang Keahlian: Pastikan tempat PKL yang dipilih relevan dengan jurusan yang diambil.
Ajukan Lamaran Lebih Awal: Dengan banyaknya siswa yang mencari tempat PKL, lebih baik mengirimkan lamaran seawal mungkin agar memiliki peluang lebih besar.
Persiapan Sebelum PKL
Agar PKL berjalan lancar, persiapkan hal-hal berikut:
Proposal PKL: Buat proposal yang jelas dan profesional. (Panduan lengkap akan dibahas di bagian FAQ)
Surat Izin dari Sekolah: Pastikan Anda memiliki dokumen resmi dari sekolah untuk melamar ke tempat PKL.
Kesiapan Mental dan Fisik: Persiapkan diri Anda untuk belajar dan bekerja secara serius selama PKL.
Manfaat PKL bagi Siswa SMK
PKL memberikan banyak manfaat bagi siswa SMK, seperti:
Memperoleh pengalaman kerja nyata.
Meningkatkan keterampilan sesuai bidang keahlian.
Membuka peluang kerja di masa depan.
Membangun jaringan profesional.
FAQ: Pertanyaan Umum tentang PKL
Bagaimana cara mengatur waktu antara PKL dan tugas sekolah?
Mengatur waktu antara PKL dan tugas sekolah memang menantang, namun bisa dilakukan dengan beberapa tips berikut:
Buat Jadwal Harian: Tentukan waktu khusus untuk menyelesaikan tugas sekolah di luar jam kerja PKL.
Prioritaskan Tugas Penting: Selesaikan tugas yang memiliki deadline lebih cepat.
Komunikasi dengan Guru: Jika ada kesulitan, sampaikan kepada guru untuk mendapatkan bimbingan.
Apa saja hak dan kewajiban siswa selama PKL?
Selama PKL, siswa memiliki hak dan kewajiban yang perlu dipahami:
Hak Siswa:
Mendapatkan pembimbing di tempat PKL.
Memperoleh pengalaman kerja sesuai bidang keahlian.
Memiliki waktu istirahat yang cukup.
Kewajiban Siswa:
Mematuhi peraturan tempat PKL.
Menjalankan tugas dengan tanggung jawab.
Melaporkan hasil kegiatan PKL kepada sekolah.
Bagaimana cara membuat proposal PKL SMK?
Membuat proposal PKL yang baik memerlukan langkah-langkah berikut:
Halaman Judul: Cantumkan nama siswa, nama sekolah, dan judul proposal.
Pendahuluan: Jelaskan tujuan PKL dan pentingnya program ini.
Latar Belakang: Sertakan informasi tentang sekolah dan jurusan Anda.
Tujuan PKL: Sebutkan tujuan yang ingin dicapai selama PKL.
Rencana Kegiatan: Buat jadwal dan deskripsi tugas yang akan dilakukan.
Penutup: Akhiri dengan ucapan terima kasih kepada pihak yang mendukung.
Kesimpulan
Melaksanakan PKL di Bandung 2024 adalah langkah yang tepat untuk mengembangkan keterampilan dan membangun karier Anda di masa depan. Dengan berbagai pilihan tempat PKL dan dukungan dari sekolah, siswa SMK dapat memaksimalkan pengalaman mereka selama PKL. Pastikan Anda mempersiapkan diri dengan baik, memilih tempat yang tepat, dan mematuhi aturan yang berlaku. Semoga artikel ini membantu Anda menemukan tempat PKL di Bandung 2024 yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan Anda.
baca juga artikel sebelumnya
#Tempat PKL Multimedia Cibadak Bandung#Tempat PKL Informatika Cibadak Bandung#PKL RPL Cibadak Bandung#Tempat PKL Jurusan RPL Cibadak Bandung#Tempat PKL Jurusan Multimedia Cibadak Bandung#Lokasi PKL Cibadak Bandung#Tempat PKL RPL Cibadak Bandung#Tempat PKL Untuk Jurusan Multimedia Cibadak Bandung#Tempat PKL Untuk Jurusan RPL Cibadak Bandung#Lowongan Magang SMK Cibadak Bandung
0 notes
Text
Pemerintah dan PKL: Sama-sama Berpikir
Di antara tahun 1811 sampai 1816, ketika kekuasaan administrasi daerah di Asia berada di tangan kolonial Inggris, Thomas Stamford Raffles membuat sebuah aturan untuk lalu lintas di Indonesia. Bunyinya sederhana, “tepi-tepi jalan harus membangun trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki berukuran lima kaki (five-feet).” Bertahun-tahun setelah Indonesia merdeka, trotoar kemudian dimanfaatkan sebagai lahan berjualan oleh rakyat pada masa itu. Ini adalah asal mula istilah Pedagang Kaki Lima (PKL), seperti dilansir dari laman web Komunitas Aleut.
Hingga kini, permasalahan PKL di Kota Bandung masih terus berlanjut. Walikota telah berganti setiap periode dan setiap periode pula muncul permasalahan dari PKL. Memang, permasalahan itu tidak terlepas dari relokasi dan “bandelnya” PKL tersebut. Kini, dengan Walikota Ridwan Kamil, Bandung berangsur-angsur memberikan pendekatan berbeda dari sebelumnya untuk menertibkan PKL.
Pada 2011, pemerintah Kota Bandung mengeluarkan Peraturan Daerah No. 04 tentang Penataan dan Pembinaan PKL.Peraturan ini diberlakukan guna mengatasi masalah yang sering ditimbulkan PKL, baik kemacetan maupun terambilnya trotoar sebagai hak pejalan kaki. Dari data yang tercatat pada laporan kegiatan penataan PKL oleh Dinas Tata Ruang dan Ciptakarya Kota Bandung, ada 5435 PKL yang tersebar di berbagai kawasan Kota Bandung sejak tahun 2013 dan selalu meningkat tiap tahunnya. Jumlah pedagang terbanyak adalah di kawasan Monumen Perjuangan, sebanyak 2944 PKL.
Sebenarnya keberadaan PKL bukan untuk dibasmi atau dihilangkan. Bagaikan dua sisi mata uang di suatu kota, keberadaan PKL adalah fenomena yang akan selalu ada. Bahkan di negara-negara maju dengan tingkat kemakmuran yang tinggi sekalipun. Karenanya, pemerintah kota membuat peraturan yang sifatnya menata dan membina, bukan melenyapkan. Setahun setelah Perda No. 04 Tahun 2011 keluar, Walikota Bandung saat itu, Dada Rosada menetapkan Peraturan Walikota No. 888 Tahun 2012 tentang petunjuk pelaksanaan perda tersebut.
Dituliskan dalam Perwal tersebut, ia membentuk tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) sebagai salah satu upaya penataan PKL demi Kota Bandung yang aman, bersih, tertib dan dapat menjadi kota tujuan wisata. Kini Satgasus yang diketuai Wakil Walikota Oded M. Danial beranggotakan 11 Dinas, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Camat, Lurah, sampai PD Pasar dan PD Kebersihan.
Staf Dinas Tata Ruang dan Ciptakarya (Distarcip) Irfan Febianto yang juga terjun langsung dalam penataan PKL ini menyebutkan bahwa setiap dinas dan anggota Satgasus memiliki bagian pekerjaannya masing-masing. Dengan satu semangat yang sama yaitu “Menata dengan Solusi”, Satgasus kini tidak lagi menggunakan cara-cara represif untuk menangani PKL. Alur penanganannya dimulai dari pendataan oleh bagian kewilayahan lalu dirapatkan oleh semua anggota Satgasus untuk dicari kemungkinan penanganannya dengan mempertimbangkan titik-titik wilayah prioritas. “Sebenarnya banyak cara (yang ditempuh) untuk menata PKL itu. Seperti relokasi, revitalisasi, dan penataan setempat. Kebetulan, memang yang terjadi di beberapa program penataan Kota Bandung diupayakan relokasi karena berkaitan dengan aturan zona berjualan,” terang Irfan.
Zona berjualan ini seperti yang dijelaskan dalam Pasal 12 Perda No. 4 tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima terbagi menjadi tiga zona. Zona merah, yaitu lokasi yang tidak boleh terdapat PKL, zona kuning yaitu lokasi yang bisa tutup buka berdasarkan waktu dan tempat, dan zona hijau yaitu lokasi yang diperbolehkan berdagang bagi PKL.
Dalam operasionalnya, Satpol PP-lah yang turun langsung merelokasi PKL yang berada di zona merah. Terkadang, muncul di benak masyarakat bahwa di mana ada PKL erat hubungannya dengan Satpol PP. Mengingat yang dilihat oleh masyarakat adalah proses relokasinya. Bahkan, Satpol PP seakan menjadi “momok” tersendiri bagi PKL di Kota Bandung. Padahal, Kepala Seksi Operasi Satpol PP Satriadi Buana menjelaskan bahwa pekerjaan untuk merelokasi PKL oleh Satpol PP merupakan pekerjaan yang diberikan surat tugas. “(Relokasi) ada SOP. Mereka yang bertugas itu harus diberikan surat perintah, jadi tenang, kita tenang. Kita juga kan manusia biasa, ini punya hati nurani. Kalau lihat lapaknya diobrak-abrik, masyarakat kan pasti ‘aduh kok Satpol PP teh’. Di saat seperti itu kan kita lepas hal-hal yang berkaitan dengan pribadi,” kata Satriadi saat ditemui di Kantor Satpol PP Kota Bandung, Jalan R. A. A. Marta Negara No. 4 Bandung.
Relokasi tidak hanya berbicara mengenai pemindahan tempat berjualan PKL saja. Ada konsep tematik yang diterapkan pemerintah sebagai salah satu strategi pemasaran.Membuat setiap tempat memiliki ciri khas agar dapat menjadi objek wisata. Bantuan promosi dari pemerintah berupaya untuk membuat para PKL berhenti khawatir soal menurunnya jumlah pembeli bila mereka berpindah tempat dagang. Tidak selesai sampai di sana, Satgasus juga memiliki rencana pasca relokasi. “Sebenaranya tujuan utamanya adalah bagaimana membuat PKL yang sebelumnya adalah sektor informal menjadi sektor formal,” ujar Irfan. Karenanya setelah menyiapkan lokasi dan dilakukan relokasi, PKL kemudian diberikan pembinaan tentang bagaimana mengembangkan usaha mereka. Dibuatkan pula koperasi serta pemahaman strategi marketing dan cara penjualan yang efektif.
Meski tidak serumit projek relokasi, revitalisasi dan penataan setempatpun sudah dilakukan pemerintah Kota Bandung di beberapa lokasi. Seperti pasar Sarijadi dan Cihapit yang diperbaiki agar PKL bisa masuk berjualan di dalam pasar. Salah satu trik yang digunakan pemerintah adalah dengan menetapkan aturan yang juga tertulis di Perwal No. 888 Tahun 2012 bahwa, “setiap pelaku usaha modern wajib menyediakan lahannya 10% untuk tempat berjualan PKL.” Aturan main yang ditetapkan untuk menata PKL tidak dilakukan sepihak dari pemerintah. Mereka membuat memorandum of understanding (MOU), sebagai kesepatakan antara pemerintah dengan para pedagang. “Intinya agar mereka dapat menjaga diri mereka sendiri.Lebih gampang ‘kan begitu. Kita hemat energi, hemat tenaga, mereka juga bisa mandiri,” kata Irfan.
Menurut Satriadi, sebenarnya upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk menertibkan PKL ini sudah baik. Tinggal bagaimana praktik di lapangannya saja, yang terkadang Satpol PP hanya mendapatkan arahan untuk merelokasi saja tanpa adanya proses evaluasi. Sehingga, dengan minusnya evaluasi, beberapa relokasi yang dilakukan juga tampak sia-sia saja karena PKL kembali lagi berjualan di tempat asalnya. “Tempat relokasinya berkaitan dengan sarana dan pra-sarana yang tersedia. Menurut saya, di basement alun-alun, saya saja gak kuat lama-lama di sana karena sirkulasi udaranya kan kurang bagus. Tempat penataan yang sesuai harusnyakan,” imbuh Satriadi.
Jumlah pedagang kaki lima terhitung sejak tahun 2013 kian bertambah setiap tahun. Terakhir kali yang Irfan dengar, tahun ini bahkan sudah mencapai angka 16 ribu. “kemarin saya dengar asalnya 16 ribu menjadi 22 ribu sekarang,” tutur Irfan. Hal ini terjadi sebagai dampak dari penataan PKL di Kota Bandung yang mulai terasa. “Ada pemikiran di masyarakat bahwa berdagang di Bandung itu pasti akan ditata nantinya. Sehingga menjadi pemicu munculnya pendatang baru. Tapi itu sudah menjadi tekad kami di Satgasus untuk menjaga jumlah PKL,” sambung staf Dinas Tata Ruang tersebut.
Satriadi juga menyebutkan bahwa PKL di Kota Bandung tidak semuanya merupakan warga Bandung. Banyak juga pendatang yang mengadu nasib ke Kota Bandung sebagai PKL. Namun, ia menyampaikan tidak mengetahui berapa persisnya jumlah PKL yang warga Kota Bandung dan yang tidak. “Yang mendata PKL itu aparat kewilayahan, camat-lurah dan polisi. Kita tugasnya itu melaksanakan penertiban doang. Padahal, banyak PKL di Kota Bandung ini yang bukan warga Kota Bandung. Tapi kalau ini di-blow up, juga bisa menjadi isu negatifya. NKRI,kan Indonesia,” ujarnya.
Kemudian, Irfan mengakui kalau sebenarnya semua penataan yang direncanakan di Kota Bandung berjalan dengan baik. Meskipun yang terealisasi hanya sedikit. “Mungkin kelihatannya adem ayem saja. Tapi Satgasus itu kerja, penataan berjalan, tapi kami sedang memikirkan probabilitas-probabilitas yang mungkin dieksekusi,” tutur Irfan lagi.
Satriadi pun menambahkan bahwa sejak Ridwan Kamil menjabat dan memprioritaskan tentang permasalahan PKL dan K3, kini Kota Bandung sudah mulai tertata. Penataan ini menjadi lebih terlihat di beberapa ruas jalan Kota Bandung, seperti di Jalan Merdeka, Jalan Diponegoro, maupun Jalan Cihampelas. “Bukan berarti yang sebelumnya tidak baik, sebelumnya kan ada Gedebage juga itu juga berhasil,” tambahnya.
Di tahun 2013, terdapat empat titik lokasi yang ditata. Yaitu Jalan Cibadak, Cihapit, Taman Cihapit dan pedagang hewan di Jalan Radjiman. Jalan Cibadak yang banyak terdapat penjaja kuliner khas Tiong Kok di malam hari diproyeksikan menjadi objek wisata tersendiri. Perencaan di tahun 2016 memiliki jumlah titik lokasi terbanyak, termasuk kawasan jalan Merdeka, Tamansari Food Fest, Cicadas, dan Cikapundung. Kawasan Merdeka, Tamansari dan Cikapundung termasuk yang telah berhasil ditata. Bekerjasama dengan pihak Bandung Trade Center, mereka menyediakan 10% lahan untuk tempat berjualan PKL. Selain itu, sebenarnya masih banyak tempat yang belum berhasi direlokasi. “Yang belum terelokasi juga masih banyak, banyak sekali. Makanya ada yang namanya prioritas,” ujar Irfan.
Zona merah tentunya menjadi prioritas utama karena merupakan tempat-tempat ikon Kota Bandung yang biasanya menjadi tujuan utama wisatawan.“Biar kalau ada orang datang, mereka tidak melihat Bandung itu berantakan. Bertahap pelan-pelan sampai nanti akhirnya bisa beres semua,” tuturnya kemudian. Adapula yang tidak tercatat dalam laporan perencaan yakni dibangunnya Teras Cihampelas sebagai tempat relokasi PKL di kawasan itu. Dipicu oleh anggapan soal Cihampelas yang sudah awut-awutan, tercetuslah ide tentang pembangunan tersebut. “Jadi memancing trigger untuk gimana nih, agar pengunjung ramai lagi. Ya sudah sekalian, satu solusi tapi kita menepuk banyak hal. Pertama revitalisasi tempat tersebut, membangkitkan pariwisata lagi disitu, sekalian juga penataan PKL disana.” Jelas Irfan.
Proyek yang sampai saat ini masih getol digarap pemerintah adalah Kosambi dan Cicadas. Cicadas termasuk kawasan yang memiliki tingkat kesulitan tertinggi. Irfan mengatakan, “Cicadas itu sudah berganti-ganti Wali Kota, tapi belum bisa tertata saja. Itu merupakan target utamanya Satgasus sekarang.” Sementara revitalisasi Kosambi sendiri sekarang sudah mulai berjalan meski belum maksimal. Hal ini dikarenakan tanggung jawabnya inisiatif dibebankan pada PD Pasar sehingga Satgasus tidak banyak turun ke lapangan.
Bagai Api dengan Asap
Bagai Api dengan Asap. Dalam peribahasa Indonesia, artinya tidak dapat bercerai dan selalu bersama-sama. Peribahasa ini turut mewakili pemerintah Kota Bandung dengan PKL yang sedikit demi sedikit mulai bekerjasama untuk meenciptakan Kota Bandung yang rapi, aman, dan tentram. Meskipun belum sepenuhnya tercapai, usaha yang dilakukan Pemkot Bandung sudah memperlihatkan hasilnya di beberapa ruas jalan di Kota Bandung saat ini.
“Tidak mudah berbicara dengan PKL,” ujar salah seorang staf Dinas Tata Ruang dan Ciptakarya (Distarcip) Kota Bandung Irfan Febianto ketika berbicara soal kendala yang timbul di lapangan. “Mereka itu salah, lalu dibiarkan higga akhirnya terlalu nyaman. Jadi ketika mau dipindah, mereka tidak mau,” lanjutnya. Irfan mengakui tindak pembiaran itu memang kesalahan awal dari pemerintah. Kenyamanan yang didapat para pedagang dari kesalahan yang dibiarkan membuat PKL akhirnya tidak memiliki kemauan untuk berkembang. Bahkan menurut Irfan, kini bila mendengar kata relokasi disebut pasti pikirannya sudah langsung kontra tanpa mendengar penjelasan lebih lanjut dari pihak pemerintah.
“Padahal kami ‘kan tidak sembarang merelokasi. Kami memikirkan juga apakah bila dipindah mereka tetap bisa hidup, nanti kami bantu promosi, kami bantu tematikan agar orang mau datang membeli. Sulit memang, karena kami bermain dengan permasalahan orang yang istilahnya, mereka mencari makan disitu. Jadi ini sensitif sekali,” tutur Irfan.
Senada dengan Irfan, Kepala Seksi Operasi Satpol PP Satriadi Buana pun merasakan banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi Satpol PP di lapangan. Ia menuturkan bahwa, menurut pendapat pribadinya, PKL sebenarnya bukan menginginkan gedung fasilitas yang serba “wow”. Dalam artian, PKL hanya ingin tempat berjualan yang terlihat jelas oleh masyarakat sehingga banyak yang membeli darinya.
“Memasuki 2016 ya, sampe sekarang masih (banyak kendala, red). Seperti halnya kemaren di Dalem Kaum, ya. Sok masuk, gak mau mereka. Mereka harus bayar kebersihan, listrik, mereka gak mau. Pajak pun kan masuk kalau di sana nanti,” jelas Satriadi.
Terkadang, antara PKL dan Satpol PP juga terdapat kepentingan-kepentingan pribadi sehingga banyak tingkah laku dan perbuatan yang tidak jujur dan kemudian menghambat proses relokasi dan revitalisasi PKL. Seperti yang diungkapkan oleh seorang koordinator PKL di kawasan BIP, Onay, sekelompok PKL kadang memiliki pelindung masing-masing. Pelindung ini ialah orang yang ada di belakang mereka yang membantu PKL, terdiri dari aparat dan pemerintah daerah.
“Ya, adalah punya kepentingan masing-masing. Backing-an saya juga masih ‘tetangga’ dari Ridwan Kamil,” ungkap Onay saat ditemui di basement BIP.
Satriadi menambahkan pula bahwa sebenarnya yang menjadi kendala Satpol PP di lapangan saat berhadapan dengan PKL juga berasal dari aparatnya yang lalai dalam menjalankan tugasnya alias tidak sesuai SOP (Standard Operating Procedure). Kebiasaan yang sudah lama ini, tambahnya, sudah mulai diperbaiki dengan harapan dapat melancarkan program penertiban PKL.
“Kemudian juga, apabila kagok karena kita sudah lama, anggota sudah lama, dan ngopi, pulang bawa duit. Sekarang kan udah gak boleh... . (Sekarang) kalau Satpol PP ada yang seperti itu, PKL ada juga, di-push up anggota kita itu,” tutur Satriadi meringis.
Dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi di lapangan, menurut Satriadi, mungkin penyebutan PKL juga perlu dikaji-ulang. Sebab, menurutnya, PKL memiliki konotasi negatif di masyarakat. Seakan-akan PKL selalu tidak tertib dan Satpol PP semena-mena dalam merelokasi PKL. “Mungkin sebutannya bisa ditukar, misalnya unit usaha kecil atau unit usaha mikro. Kan merasa dihargai, lebih haluslah kita memperlakukan mereka sehingga lambat laun akan terkikis,” imbuhnya saat ditemui di kantornya pada pertengahan Maret lalu.
Dari segi tata ruang, pencarian lokasi juga tidak pernah menjadi hal mudah. Sebab kebanyakan tanah di Kota Bandung kini didominasi milik swasta. Pemerintah baru bisa menata dan membangun tempat relokasi apabila aset tersebut memang milik pemerintah. “Kalau harus menggunakan anggaran kita total dari awal sampai akhir, itu akan sulit direalisasikan,” ujar Irfan. Selain kepemilikan, kapasitas wilayah yang dapat menampung PKL pun menjadi masalah yang menghambat penataan.
Sementara Satriadi menuturkan bahwa sebenarnya Satpol PP tidak memiliki wewenang selain melakukan relokasi terhadap PKL. Ia juga menyampaikan bahwa banyak warga maupun PKL yang menganggap bahwa Satpol PP terlalu “keras” saat merelokasi PKL. “Kalaupun resikonya berat ya, jalani. Kata Pak Wali mah, Satpol PP itu kerjaannya berat Kalau kita kan dengan motto tiada hari tanpa penertiban ya, kita bekerja capeknya itu,” adu Satriadi.
Banyaknya PKL pendatang dari luar Kota Bandung pun ikut meramaikan ragam masalah penataan dan penertiban ini. Setelah mendata, rupanya pedagang yang ada di kawasan Alun-alun Bandung banyak yang merupakan warga asli Padang. Meski akhirnya, sebisa mungkin mereka menjaga untuk memprioritaskan tempat berjualan pada pedagang yang tercatat sebagai warga Bandung di Kartu Tanda Penduduk (KTP). “Aturannya memang ada di Perwal, tapi tidak pernah ada dijelaskan strategi tajam yang harus dilakukan itu seperti apa,” ujar Irfan. Komplain dari pedagang yang telah setuju berpindah tempat jualan pun kerap sampai di telinga para staf di dinas. Kebanyakan mempersoalkan tentang bagaimana menurunnya penghasilan mereka setelah pindah. Menurut Irfan, sebab utamanya adalah mental dan bagaimana cara mereka berjualan selama ini yang berusaha mendatangi konsumen, bukan sebaliknya. Irfan menganggap cara mereka berjualan tidak memiliki kapasitas untuk berkembang.
“PKL itu cuma se-per berapanya sih dari masyarakat?” tanya Irfan. “Mereka selalu menjadi merasa yang dirugikan. Padahal mereka tidak pernah berpikir bagimana perasaan pengguna jalan yang haknya mereka pakai. Hingga menimbulkan macet segala macam. Kita semua itu mengalah demi mereka padahal mereka cuma berapa persen dari masyarakat,” tambahnya.
Bila dilihat dari kasus per kasus, kendala yang ditemukan di setiap tempat penataan itu berbeda-beda dan cukup unik. Seperti penataan PKL di kawasan Dayang Sumbi ke Tamansari Food Fest. Meski pembangunannya hanya memakan waktu 6 bulan, tetapi lobi yang dilakukan pemerintah ke para pedagang sudah berlangsung selama 2 tahun. Proses terlama ada pada pencarian mufakat. Para PKL yang waktu itu tidak mau dipindah kemudian didukung oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung karena merasa PKL adalah bagian dari kebutuhan mereka. “Padahal cuma pindah berapa meter ‘kan, tapi mereka tetap tidak mau,” terang Irfan. Selama satu tahun setengah penolakan terus datang dari pihak PKL hingga akhirnya Ridwan Kamil, sebagai figur Wali Kota turun tangan dan menjelaskan langsung.
Irfan sudah mencoba meyakinkan para pedagang bahwa wilayah Tamansari tidak akan pernah sepi pengunjung. Sebagai jalur utama menuju Setiabudhi dari arah Dago, jalan Tamansari memang terbilang cukup ramai. Selain itu letaknya pun sangat dekat dengan ITB. Ia juga mengatakan tidak perlu takut bila Sabtu dan Minggu kemudian menjadi sepi karena mahasiswa libur. Karena Tamansari memiliki akses langsung dengan area Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) yang selalu ramai di akhir pekan. Konsep dari Tamansari Food Fest sendiri sebenarnya adalah student community center dimana mahasiswa bisa kapan saja berkumpul di sana. “Fasilitasnya ada, kami sediakan wifi supaya mahasiswa itu bisa mengerjakan tugas segala macam di sana, bahkan bisa sampai malam,” tambah Irfan.
Desi Yunita, S.Sos., M.Si pengajar Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran menilai apa yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah mendekati solusi yang ideal untuk permasalahan PKL di Kota Bandung. Mengambil contoh Teras Cihampelas, Desi menilai bahwa terobosan baru dari pemerintah bisa menguntungkan banyak pihak, yaitu PKL, pemerintah, warga, dan pengunjung yang datang ke Kota Bandung. “Relokasi itu boleh-boleh saja asal merupakan hasil dari suatu rekayasa sosial yang berfungsi untuk pemerintah, PKL, dan masyarakat di sekitar pedagang itu,” jelas Desi.
Irfan juga memberikan kiat khusus seperti mengadakan acara nonton bareng pertandingan olahraga, terutama Persib yang main dua kali setiap minggu. Atau mengundang mahasiswa yang memiliki band untuk manggung di sana. “Tapi ya begitu, merekanya manja. Selalu merengek tidak laku,” ujar Irfan lagi. “Padahal, kalau berpikir dari sisi masyarakat, mereka itu salah tapi sekarang difasilitasi. Luar biasa ‘kan dimanjanya.”
Sementara itu, koordinator PKL Tamansari Food Fest Tegar Mahardhika mengaku capek mengurusi para PKL di sana. Meski sudah memegang amanah untuk menjadi salah satu penanggung jawab ketertiban PKL di Tamansari Food Fest, ia merasa perlu ada koordinasi yang jelas dengan pemerintah. Banyak hal yang tidak bisa ditanganinya sendiri seperti rusaknya beberapa fasilitas di sana karena kecelakaan yang sering terjadi di belokan jalan tersebut. “Waktu itu juga sering sekali ada begal di sini, mengganggu keamanan,” cerita Tegar. Menurut Tegar, komplain yang selama ini ia lakukan bukan karena ingin terus menerus disuapi pemerintah. Ia hanya tidak ingin pemerintah lantas lepas tangan hanya karena mereka telah setuju di relokasi.
Tamansari Food Fest kini sudah berjalan selama 9 bulan sejak selesai dibangun. Proyek ini pun diakui Irfan sebagai relokasi yang sukses dilakukan pemerintah dan benar-benar merupakan aset bagi Kota Bandung. “Itu ‘kan tanah punya kita. Kondusif juga PKLnya di sana. Walaupun proses perencanaannya itu sulit sampai dua tahun, tapi akhirnya sukses. Dan itu adalah salah satunya proyek yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung murni menggunakan APBD,” terang Irfan.
1 note
·
View note