#IMAGeksplorarsi ARsipKaryaMassaG WordsFromArsitenar WorkFromHome BerkaryaDariRumah
Explore tagged Tumblr posts
Text
Review Ancang #5: Metode/Pendekatan/Karakter Desain Biro Arsitektur
Oleh Christy Immanuela (G-20)
Waktu : Sabtu, 20 Maret 2021 Via Zoom Meeting Pembicara : Biro DuaStudio (Dimas Satria & Ardy Hartono)
SESI PEMAPARAN
Distance & Proxemics
Jarak merupakan elemen yang krusial dalam arsitektur. Seberapa intimate? Seberapa tingi? Seberapa jauh? Jawabannya relatif bagi setiap individu. Berangkat dari rasa penasaran ini, duastudio melakukan beberapa studi mengenai proxemics.
Istilah proksemik digunakan untuk menjelaskan jarak antar-manusia sesuai dengan cara mereka berinteraksi. (Edward T. Hall, 1966). Salah satu studi yang dilakukan berupa penggunaan inflatable plastic sebagai gambaran proxemics bubble yang nyatanya kasat mata. Diamati bagaimana interaksi sebuah individu dengan object di sekitarnya, juga bagaimana movement mempengaruhi bentuk dan dimensi bubble.
Pada tahun 2019, duastudio berkontribusi dalam sebuah pertunjukan tari di Sanur yang mengangkat isu sederhana tentang ruang. Penari yang akan tampil suka dengan gerakan yang bersentuhan dengan lantai. Berangkat dari ketertarikan tersebut, digunakan kain tipis untuk membentuk pembatas ketinggian yang subtle bagi penari.. Pada ‘ruang antara’ tersebut lah seluruh pertunjukan tari dilakukan.
Studi jarak juga dilakukan dengan rasa penasaran akan adanya perbedaan kompleksitas ketika melihat object dari jarak yang jauh dan dekat. Sebagai pelajar maupun pekerja arsitektur, kita terbiasa untuk bekerja dalam skala 1:100, 1:200, dan sejenisnya. Bagaimana jika sebaliknya, kita melihat dari jarak yang sangat dekat dan intimate, misal di skala 200:1? Atau 100:1? Akankah ada persepsi yang berbeda? Akankah muncul sebuah isu unfamiliarity? Karena sebuah object dapat terlihat sama sekali berbeda ketika diobservasi dari beragam jarak.
Pekerjaan Tangan dalam Proses
“I think, ultimately, handwork will never die. It’s part of what makes us human and it’s something fun - not just for the younger generation. It’s simple, like planting flowers.” - Samiro Yunoki
Baik di tahap konseptual, pembuatan mock up, bahkan hingga eksekusi, duastudio aktif dalam melakukan hands-on untuk berbagai proyek. Pekerjaan tangan yang dilakukan secara langsung menjadi unsur yang penting dalam prosesnya, walaupun terkadang ada hambatan berupa time constraint yang ketat.
Salah satu pengalaman duastudio dalam produksi tangan sendiri adalah ketika berpartisipasi dalam pembuatan pavilion Indonesia pada acara Venice Biennale 2018. Dari berbagai alternatif yang didiskusikan, ide yang terpilih adalah bagaimana keberadaan kertas yang tipis dan rapuh dapat ‘membelah’ ruang, menimbulkan ilusi void melalui lubang. Berbagai upaya dilakukan oleh duastudio agar konsep yang ada dapat terealisasi semaksimal mungkin: eksplorasi bahan, percobaan berbagai alternatif joint antar kertas, dan rehearsal untuk mengetahui bagaimana tampilan instalasi tersebut ketika dipasang pada ruang yang disediakan. Tim Paviliun Indonesia berangkat lebih cepat ke Italia untuk menjahit 12 rol kertas dan merakitnya secara langsung. Ketika pada hasil akhir terdapat kontribusi tangan sendiri, ada rasa bangga yang muncul.
“Sunyata: The Poetics of Emptiness" Indonesian Pavilion at Venice Biennale 2018
Eksplorasi Desain Melalui Gambar 2 Dimensi
Gambar presentasi yang flat dan memiliki style kolase merupakan ciri khas dari duastudio. Produksi gambar tersebut dilakukan di tahap awal proyek, sebagai bentuk eksplorasi - alih-alih hasil akhir. Gambar yang lebih abstrak dan konseptual sering kali dibuat untuk merespon brief awal yang diterima dari client. Bagi kedua arsitek, visualisasi dengan style seperti ini membuat pekerjaan terasa lebih menyenangkan.
Salah satu unsur yang juga penting dan sering digunakan sebagai approach adalah penggunaan diagram, karena bisa memudahkan komunikasi dengan client - terutama mengenai kualitas ruang.
SESI TERMIN
(Bu Widi) Jika dustudio dalam berpraktek biasanya langsung skala 1:1, atau membuat maket, atau datang ke lokasi proyek, kalau selama pandemi bagaimana? Apa yang harus dilakukan?
Ini pertanyaan yang kami juga masing-masing saling menanyakan. Situasi sekarang juga masih menjadi ruang yang kami raba-raba. Ketika ada proyek di luar kota sempat mengalami kendala juga karena pekerja terpapar covid, sering kali komunikasi harus dilakukan via video call. Tapi ketika melihat foto/video rasanya masih belum ada rasa puas dibandingkan saat melihat langsung. Untuk proyek yang memiliki unsur taktil - berhubungan dengan sentuhan - cukup sulit di situasi pandemi ini. Kalau dalam waktu yang berdekatan dengan sekarang ada acara yang berkaitan langsung dengan pekerjaan tangan yang harus kami buat di studio kami sendiri. Tapi karena dalam situasi pandemi kami tidak dapat menghadiri acaranya, jadi hanya dikirimkan beserta dengan seorang wali untuk mengontrol di lokasi. Sedih tidak bisa mengunjungi lokasi secara langsung.. Kalau di Jakarta dengan jarak yang dekat masih bisa saling kirim-kiriman, walau boros di ongkos. Tapi kalau benda yang agak besar sulit mobilisasinya. Mudah-mudahan nanti ada cara tertentu yang bisa membantu komunikasi dengan tim produksi atau kontraktor.
(Bu Widi) Apakah maket dapat digantikan dengan 3D?
Akan sangat sulit kalau maket digantikan secara literally. Rasanya berbeda; Dengan maket dapat terlihat skala dan tektonikanya. 3D memang lebih cepat, tetapi dengan maket terasa sense berat-ringannya, mana yang mungkin/tidak mungkin. Maket dan 3D mungkin lebih tepat dikatakan saling melengkapi.
(Fakhrell Izan - G19) Ketika bertemu client, gambar presentasi yang realistis akan mudah digunakan sebagai acuan. Bagaimana jika digunakan gambar yang tipis/tidak realis?
Dengan gambar yang atmospheric dan flat, justru biasanya terjadi banyak diskusi yang menarik. Pembahasan dengan client akan jadi lebih detail, misalnya “oh, mau lantai tipe ini, merk ini.” Ketika menggunakan gambar realistis, proses ini sering kali terlewat. Gambar-gambar kolase tersebut tentu tidak digunakan untuk proses konstruksi, namun lebih ke arah tahap awal, untuk memancing diskusi.
(Fabian Hosea - CG21) Topik yang dibawakan cukup eksperimental. Mulai dari ruang, skala, dan hal-hal lainnya yang bisa dijadikan ‘bahan mentah’ untuk mendesain. 1. Bagaimana menghubungkan hal yang abstrak ini ke desain, baik langsung maupun secara analogi? 2. Bagaimana pengalaman yang didapat selama eksplorasi hal-hal baru membantu proses desain selanjutnya?
Sebenarnya ketertarikan awalnya/ yang dilihat sebagai abstrak itu dekat dengan keseharian. Misalnya isu mengenai dimensi imajiner di tubuh kita, itu kan imajiner, tapi sebenarnya sangat dekat dengan keseharian kita, dengan tubuh kita. Misalnya di Eropa personal distancenya lebih jauh daripada di Asia. Setiap culture memiliki preference sendiri untuk merasa nyaman. Menurut kami, hal hal seperti ini yang dikatakan abstrak, ingin kami angkat- bagaimana yang imajiner tadi itu bisa kita sentuh. Kami memulai dengan tahap abstraksi untuk mencari titik berangkat desain sebelum melakukan eksplorasi lebih lanjut. Walaupun pada akhirnya yang terpenting tetaplah konteks. Dengan adanya konteks/kebutuhan/program tertentu, abstrak tersebut sedikit demi sedikit akan jadi semakin konkret.
(Bu Widi) kalau mas Dimas kembali lagi jadi mahasiswa S1 ITB apa yg mas Dimas ingin lakukan?
Ketika melihat ke masa dulu, rasanya eksplorasi tahun pertama sangat menyenangkan. Mungkin waktu melakukannya belum fully aware dengan intentionnya, tetapi studi dasar seperti itu sangat terpakai sekarang, dan banyak sekali ruang yang dapat dieksplorasi. Saya juga teringat dengan Pak Uli yang mengatakan mengenai 3M. Yang penting itu melihat, melihat, dan melihat. Itu yang saya ingat sampai sekarang. Walaupun sekarang sulit untuk jalan-jalan, penting juga sebenarnya bagi kita untuk mengeksplor, melihat, mengamati, ataupun merasakan langsung. Kurang lebih seperti itu. Sama tadi untuk konteks akademik, jangan sungkan untuk terus eksplor, literasi, justru ini kesempatan yang tidak akan muncul lagi. Brief yang muncul pada studio tidak harus ditranslate 100%, mungkin bisa kalian cerna/bongkar kembali. Justru menurut saya melihat kalau anak tersebut menjadi kritis, itu sudah menjadi penilaian sendiri. Criticalnya itu yang perlu dijaga.
PESAN AKHIR
Dalam proses belajar, jangan sampai terpaku sehingga tidak eksplorasi dengan luas. Banyak-banyak membaca, melihat, jalan-jalan dan merasakan secara langsung kualitas ruang. Goodluck, sukses selalu studinya. Mendesain lah dengan senang, don’t lose the spark, jangan sampai kehilangan enjoynya. Have fun 4 tahun kuliah arsitektur!
2 notes
·
View notes