#Haruskahmenikah
Explore tagged Tumblr posts
rennyjuldid · 3 months ago
Text
Terpaksa nikah! Gadis 27 tahun dijodohkan papanya dengan pria asing yang tiba-tiba melamar!
Misty hampir gila setelah semingguan sudah mondar-mandir di kamarnya untuk membuat CV taaruf dalam waktu cepat. Itu karena orangtuanya selalu memaksa Misty untuk menikah, padahal Misty saja nggak ingin melakukannya. Namun, kali ini dia nggak bisa menolak lagi. Papa sudah marah besar karena selama beberapa bulan ini, Misty nggak menunjukkan ketertarikannya sama pilihan Papa.
Misty baru 27 tahun, kenapa Papa memaksa Misty menikah seperti umurnya sudah nenek-nenek saja?
Meski Misty sudah mengatakan kalau dia belum mempersiapkan semuanya—entah itu perasaan, kesiapan menjadi istri, ataupun jodohnya itu sendiri—Papa tetap nggak mau Misty menunda lagi. Misty harus menikah, dengan pilihannya sendiri atau nggak sama sekali. Sudah, itu saja, titik! Papa egois kali, ya?
Saat itu, penolakannya masih bisa diterima, tetapi bulan ini, Papa bahkan sudah menentukan tanggal kapan dia harus menikah. Aneh kali! Nikah, kok, dipaksa-paksa?
Papa menetapkan pernikahannya tanggal empat bulan depan, itu bahkan hanya empat belas hari lagi! Misty lemas memikirkannya. Dia tidak mungkin mencari calon suami begitu cepat. Siapa yang mau menikah di waktu yang mepet begitu? Papa aneh-aneh saja!
"Udahlah, Pa, jangan aneh-aneh! Gimana mau dapat suami kalau waktunya kayak rebutan sembako begitu!" Misty berucap dengan wajah masam ketika sampai di ruang kerja papanya siang ini.
Namun, bukannya merasa iba, Papa malah makin marah sama Misty. Wajahnya sudah masam mendengar penolakan Misty lagi. "Kalau kamu nggak mau cari sendiri, ini Papa kasih CV terbaru. Papa dapat langsung dari orangnya!" Papa menyodorkan selembar CV beserta amplop cokelatnya.
"Nggak, Pa, Misty nggak mau Papa jodohkan!" tolaknya dengan segera. Misty semakin membuat Papa kesal mendengarnya.
"Ya udah, kamu nggak perlu banyak alasan lagi! Cari calon suamimu dalam tiga hari ke depan. Terserah mau nyebar CV ke mana pun, Papa mau laki-laki itu datang tiga hari lagi!" putus Papa dengan bulat, tetapi Misty masih nggak senang dengan ucapan papanya. Dia mengentakkan kaki karena nggak mau keputusan sepihak ini yang terkesan sangat menyulitkannya.
"Pa, tolonglah! Misty udah besar, lho. Misty bisa cari sendiri, tapi bukan sekarang!" mohon Misty dengan sungguh-sungguh. Dia nggak mau sampai dijodohkan Papa dalam waktu tiga hari ini. Memangnya, dia nggak selaku itu?
"Nggak ada penolakan, Misty! Kamu terus ngebantah ucapan Papa dari kemarin. Papa nggak mau dengar alasan lagi, bawa kemari laki-laki itu dalam tiga hari atau Papa putuskan sendiri!" Papa keluar dari ruang kerjanya setelah mengatakan itu. Misty semakin bingung harus melakukan apa sekarang.
"Apa-apaan, sih, Papa! Semuanya diatur terus, sampai jodoh juga diatur! Memangnya, kenapa kalau belum nikah? Harus banget gitu nikah?" Misty mengomel sepanjang jalan menuju kamar.
"Ah, udahlah, sakit kepalaku memikirkan semua ini!" teriak Misty, tetapi nggak begitu keras. Kalau didengar Papa, bisa-bisa sampai itu tangannya ke mulut Misty yang sudah kurang ajar.
Misty mengambil ponselnya di nakas, kemudian mencari kontak sahabat sehidup sematinya. Dia cuma punya orang ini untuk berkeluh kesah, ya untuk saat ini.
"Halo, San! Kau di mana? Ayok, kita ketemuan!" katanya setelah panggilan teleponnya diangkat.
Bukannya menjawab, kawannya itu malah terdengar mengembuskan napas. "Pake salam dulu napa, Ty! Kebiasaan kalau lagi butuh selalu aja maksa, sebelas dua belas sama Om!" komennya dengan mendengus di akhir.
Misty yang mendengar itu malah cekikikan nggak jelas. Dia nggak bisa berbasa-basi untuk tujuan mengajak kawannya ikut dalam rasa stresnya juga.
"Jam berapa?" tanya Hassanah dengan suara pelan.
"Sekarang, San! Ayok, kita ketemu di kafe dekat sekolah. Aku mau cerita tentang Papa. Pusing kepalaku mikir sendiri, San!" beber Misty dengan ekspresi pusingnya.
"Eh, enak aja kaubawa-bawa aku dalam kepusinganmu! Nggak mau mikir sendiri, jadi nyuruh aku mikirnya gitu?" Hassanah bertanya balik dengan nggak senang, itu membuat Misty tertawa mendengarnya.
"Udahlah, tolong bantu aku, ya, Sanah! Kawanku yang paling salihah!" Misty menceletuk agar Hassanah kembali marah padanya.
"Ya udah, setengah jam lagi aku sampai. Kau duluan datang, ya. Nggak mau aku nunggu kau di sana!" Hassanah berpesan dengan sungguh-sungguh.
Setelah mengakhiri sambungan teleponnya, Misty langsung bergegas untuk mandi sore, kemudian berdandan ria. Ah, dia bukan untuk memikat laki-laki, memang sehari-harinya dia selalu dandan. Bukan juga karena suka, memang begitulah adanya. Menurut Misty, matanya makin cantik kalau dipoles eyeshadow.
Setelah sampai di kafe, Misty langsung memarkirkan motor matik berwarna toskanya dengan rapi. Dulu, sewaktu berbelanja di supermarket, tukang parkirnya menawari Misty untuk kerja di sana. Itu karena parkiran Misty sangat rapi dan cekatan, ya ajaran Papa, siapa lagi!
Sambil membawa amplop CV-nya, Misty memasuki kafe dengan tergesa-gesa antara harus datang tepat waktu dengan kunci motor dan ponsel yang harus dimasukan ke tas selempang kecilnya. Sayangnya, mata Misty nggak digunakan saat masuk melalui pintu samping kafe. Dia menabrak bahu seseorang di sana dengan cerobohnya.
"E-eh, maaf, Bang. Saya nggak sengaja," mohonnya dengan menunduk tanpa melihat orangnya dengan jelas, kemudian menyatukan tangannya.
"It's okey!" Setelah jawaban dari laki-laki yang ditabraknya, Misty langsung pergi. Dia lebih nggak mau terlambat sampai di depan muka Hassanah daripada dimarahi laki-laki tadi.
"Ty, Ty, cerobohmu nggak hilang-hilang!" kritik Misty dengan suara pelan pada dirinya sendiri.
Setelah melihat posisi duduk Hassanah, Misty langsung mendatanginya. Dia duduk di depan Hassanah dengan lega karena sudah melalui perjalanan panjang dari rumahnya sampai ke kafe. Oke, kali ini Misty memang lebai!
"Pesankan aku minum sama kentang goreng napa, San. Aku haus, kayak lagi di padang gurun!" celetuk Misty makin lebai. Hassanah yang tahu tabiat kawannya cuma mendengarkan dengan wajah masam. Misty selalu seperti itu!
Hassanah memesankan makanan dan minuman sesuai permintaan Ratu Misty, setelah itu baru mengorek kepusingan temannya itu. "Jadi, ada apa lagi sama Om dan kau? Kayaknya kalian berdua selalu aja ribut!" tebaknya dengan benar.
"Iyalah, siapa lagi yang ngajak ribut selain Papa? Kayaknya, Papa itu begitu karena si Natan nggak pernah di rumah sepulang sekolah. Andai Natan ada di rumah ngobrol sama Papa, pasti Papa nggak merecoki Misty.
"Kalian sebelas dua belas, Ty! Aku pusing melihat bapak dan anak yang selalu ngeributin semua hal kayak kalian dua ini! Nggak ada habisnya." Hassanah mengusap dahinya karena pusing selalu mendengar perdebatan dua orang di rumah Misty.
"Jadi, gimana, San? Aku disuruh Papa nyari suami dalam waktu tiga hari. Bayangkan, coba! Memangnya, tuh, laki kayak gorengan di pinggir jalan apa? Pusing aku sama maksud Papa!" Misty kembali mengeluhkan kelakuan papanya yang memaksa untuk segera menikah.
Baca selengkapnya di
0 notes