#Dukungan pemilih Bengkulu
Explore tagged Tumblr posts
Text
Survei CPI-LSI Denny JA: Helmi Hasan-Mian Unggul di Pilgub Bengkulu 2024
Survei CPI-LSI Denny JA: Helmi Hasan-Mian Unggul di Pilgub Bengkulu 2024 KANTOR-BERITA.COM, BENGKULU|| Survei terbaru yang dilakukan oleh Citra Publik Indonesia Lingkaran Survei Indonesia (CPI-LSI) Denny JA pada tanggal 8-13 September 2024 mengungkapkan bahwa pasangan Helmi Hasan-Mian unggul dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Bengkulu 2024. Survei ini melibatkan 600 responden…
#Analisis politik#CPI-LSI Denny JA#Dukungan pemilih Bengkulu#Hasil survei#Helmi Hasan-Mian#Pilgub 2024#Popularitas calon#Strategi politik#Survei Pilgub Bengkulu
0 notes
Text
0 notes
Text
Covid-19 dan dampak Indeks Kerawan Pemilu 2020
Bulan februari lalu Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) untuk Pilkada Serentak 2020 yang akan digelar di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Hal yang cukup mencemaskan adalah 9 provinsi yang menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur masuk dalam kategori rawan tinggi dengan rentang skor 57,55-100, yaitu Sulawesi Utara (86,42), Sulawesi Tengah (81,05), Sumatera Barat (80,86), Jambi (73,69), Bengkulu (72,08), Kalimantan Tengah (70,08), Kalimantan Selatan (69,70), Kepulauan Riau (67,43), dan Kalimantan Utara (62,87). Adapun kabupaten/kota dengan kategori rawan tinggi adalah Manokwari (82,19), Mamuju (80,44), Sungai Penuh (76,90), Lombok Tengah (74,66), dan Pasangkayu (74,38). Angka-angka dalam IKP Pilkada Serentak 2020 itu diperoleh dengan mengukur empat dimensi sekaligus. Pertama, konteks sosial politik yang meliputi keamanan lingkungan, otoritas penyelenggara pemilu, otoritas penyelenggara negara, dan relasi kuasa di tingkat lokal. Kedua, kontestasi yang meliputi hak politik, proses pencalonan, dan kampanye calon. Ketiga, pemilu yang bebas dan adil yang meliputi hak pilih, pelaksanaan kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, adjudikasi keberatan pemilu, dan pengawasan pemilu. Keempat, partisipasi yang meliputi partisipasi partai politik dan partisipasi publik. IKP Pilkada 2020 ini tentu saja dapat menjadi panduan penting agar para pemangku kepentingan di bidang yang berurusan dengan pilkada sesegera mungkin mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk merumuskan kebijakan agar kerawanan itu tidak bermetamorfosis menjadi gangguan aktual yang dapat mengusik keamanan dan ketertiban masyarakat. Sayangnya dari empat dimensi diatas menurut hemat penulis ada satu dimensi yang belum tuntas dirilis oleh Bawaslu yaitu wabah yang terjad ditana air dan dunia yaitu virus Corona atau Covid -19 yang akhir-akhir ini suda bermetamorfosis menjadi gangguan aktual yang dapat mengusik semua tahapan dan jadwal dalam pilkada serentak tahun 2020. Pemerintah baru mengumumkan adanya penambahan jumlah kasus positif virus corona atau Covid-19 secara signifikan sejak Selasa (17/3/2020) hingga Rabu (18/3/2020) ada 227 kasus Covid-19 di Indonesia. Äda tambahan 55 kasus, sehingga total sampai sekarang dilaporkan pada Rabu, 18 Maret 2020 pukul 12.00 ada 227 kasus. Dengan adanya penambahan kasus ini, pasien virus corona yang telah dikorfimasi berasal dari DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, dan Lampung. Apa dampak IKP 2020 ? Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada 2020, terdapat empat tahapan yang melibatkan kontak langsung dan perjumpaan fisik. Pertama, pelaksanaan verifikasi faktual dukungan perseorangan yang dilakukan pada 26 Maret 2020 - 15 April 2020. Pencocokan dan penelitian dalam tahapan pemutakhiran data pemilih pada 18 April - 17 Mei 2020 Setelah itu, masa kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dan rapat umum yang dijadwalkan pada 11 Juli - 19 September 2020. Dan terakhir saat pemungutan suara pada 23 September 2020. Artinya IKP untuk pilkada serentak tahun 2020 dari semua dimensi yang di rilis oleh Bawaslu di atas ternyata persoalan yang sangat serius yang di hadapi oleh penyelengara pemilu dan publik indonesia adalah kekewatiran terjangkit atau tertularnya virus corona pada saat kontak langsung dan perjumpaan fisik pada tahapan dan proses penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2020. Hal ini harus menjadi perhatian serius karena penyebaran Covid -19 hampir sama dengan daerah yang dirilis dalam IKP 2020 yang keluarkan oleh Bawaslu,bahakan di perkirakan penyebaran Virus Corona (Covid-19) akan lebih agresif dan menyasar kepolosok daerah yang di anggap merah jika penanganan tidak maksimal. Demikian maka bisa dipastikan pilkada serentak tahun 2020 bisa dilakukan penundaan walaupu banyak perdebatan yang akan muncul. Ada beberapa negara suda mulai mengusulkan agar pemilu di tunda jika masih mewabah covid 19 seperti halnya Pemerintah Iran menunda gelaran pemilu kedua menyusul wabah virus corona di wilayahnya. Putaran kedua pemilihan umum (pemilu) parlemen Iran akan diadakan pada 11 September mendatang. Pemilu presiden (Pilpres) di Polandia kemungkinan akan ditunda yang dijadwalkan akan berlangsung pada Mei karena pandemi virus corona. Kemungkinan itu bisa terjadi meskipun belum ada keputusan yang telah diambil hingga saat ini. Partai-partai oposisi Singapura meminta pemerintah untuk tidak mengadakan pemilihan umum selama wabah corona. Rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus segerah mengeluarkan rekomendasi antisipasi dari semua tahapan dan jadwal pada pilkada serentak tahun 2020 berdasarakan pada kewenangannya mengeluarkan rekomendasi yang termuat dalam Pasal 120, Pasal 121, serta Pasal 122 Undang Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada. Pertama,KPU harus memastikan semua tahapan dan jadwal bisa di akses lewat sistem informasi (aplikasi Online ) hal ini agar mengurangi kontak langsung dan perjumpaan fisik antara peserta dengan peserta dan peserta dengan penyelenggara pemilu . Kedua, KPU harus menyusun mekanisme teknis pelaksanaan tahapan pemilihan yang melibatkan kontak langsung dan perjumpaan fisik antarpenyelenggara pemilu dan masyarakat dalam bentuak Peraturan KPU (PKPU) atau surat edaran. Ketiga,KPU harus membuat langkah antisipasi terhadap penyelenggaraan pemilihan yang terdampak dari situasi terkini dan kebijakan pemerintah serta pemerintah daerah. Keempat, KPU harus memberikan kepastian hukum kepada pengawas pemilihan, partai politik, dan bakal calon perseorangan terhadap pelaksanaan pemilihan dalam situasi bencana nasional yang ditetapkan pemerintah. Sehingga harapan tingkat keberhasilan dalam memitigasi risiko kerawanan pilkada serentak tahun 2020 di tenga mewabanya virus Corona (Covid-19) dapat teratasi dan berkontribusi secara positif terhadap kualitas penyelenggaraan Pilkada 2020. Penulis adalah Pemikir Kebangsaan dan Kenegaraan Oleh Nasarudin Sili Luli Read the full article
0 notes