#Aku Bebas Sekarang! (Komitmen Hidup Baru)
Explore tagged Tumblr posts
Text
Selamat Tinggal Kegelapan, Aku Bebas Sekarang! (Komitmen Hidup Baru)
Selamat Tinggal Kegelapan, Aku Bebas Sekarang! (Komitmen Hidup Baru) Saudara-saudaraku yang terkasih, bayangkan sebuah malam yang sangat gelap. Tidak ada cahaya bulan, tidak ada bintang di langit, hanya kegelapan yang pekat. Namun, di tengah-tengah kegelapan itu, tiba-tiba muncul cahaya terang yang membelah malam. Cahaya itu mengarahkan jalan kita, memberi kita harapan, dan menunjukkan bahwa ada…
0 notes
Text
Buku Is it Bad or Good Habits karya Sabrina Ara (Recommended Book to Change Yourself Be Better)
Insight #2 Terimakasih telah membaca sampai akhir
Bab 3 dari buku ini membahas bagaimana cara keluar dari Zona Nyaman
Comfort zone membuat kita tidak ingin keluar dari kebiasaan lama (nyaman, aman, bebas dari stress)
Kebiasaan yang terulang memang membuat kestabilan tapi terjebak adalam zona nyaman kadang malah membuat tidak berkembang.
Hal yang membuat kita sulit keluar dari zona nyaman
1. Hidup tanpa tujuan (jangan apa adanya). Cari tujuan yg jelas atau pemantik dan mempermudah proses)
Cara menentukan tujuan
- Kenali ketertarikan
- Daftar keinginan
- Tujuan spesifik dari keinginan
- Mantapkan tujuan
2. Tidak siap dengan perubahan (ragu)
3. Khawatir dgn resiko (masalah hasil)
4. Merasa mentok
5. Mudah puas (kurang ambisi untuk mencoba hal baru)
Melatih mental fokus
1. Identifikasi diatraksi
2. Hindari distraksi yg merusak konsentrasi (misal kita bukan tipe org yg membca sambil mendengarkan musik, ya hindari. Kalo hp yg jadi sumber diatraksi ya paksa buat nyimpen hp)
3. Ulangi dan ingat tujuan awal
4. Berlatih bertahap dan konsisten
Perubahan adalah masa transisi yg belum pasti dengan ekspektasi hasil. Orang yang mau menerima perubahan dan mau berubah akan lebih mudah beradaptasi
Bab 4 mengajak kita untuk melakukan perubahan, Changes your Bad Habit
Intinya jangan fokus pada hasil, nikmati proses
Poin penting perubahan untuk kebiasaan baru
• Komitmen (keterikatan terhadap apa yg dilakukan)
• Aksi dalam bertindak step by step
Cara membangun kebiasaan baru (james clear, atomic habits) yaitu make it obvious, attractive, easy, and satisfying
• manajemen waktu
(setting goals and priorities, mechanism, planning and scheduling, preceive control of time, preference for organization)
★role model management waktu: haruki murakami
Bab 5 menjelaskan tentang Energi orang-orang di sekitar
Intinya kita tidak bisa mengontrol apa yg ada di sekitar kita tapi kita bisa mengontrol kita akan masuk ke circle mana (suport system se frekuensi, dimana kita dihargai). Kita tidak bisa mengatur omongan orang tapi kita bisa mengatur diri kita untuk tidak terpengaruh oleh omongan mereka. Sulap komentar negatif menjadi motivasi.
Bab 6 membanu kita untuk Mempertahankan Kebiasaan Baik
Kelola stress untuk merawat kebiasaan baik. Kenali apa yg dapat memicu stress (tension, konflik, frustasi [kecewa berkelanjutan], krisis [dadakan])
Hindari pemicu stress, jika sudah terlanjur stress maka cari solusi dan jangan ditunda untuk mengeksekusi solusi, istirahat, lakukan aktivitas positif dan terapi mandiri/ datang ke psikiater
Jangan berlindung dari dalih "aku bersyukur atas keadaanku sekarang, kenapa harus susah² berubah" hanya karena tidak mau mengambil resiko dari perubahan
Bab 7 kita diajak untuk melihat Orang-orang sukses dari kebiasaannya
Eka Tjipta: pebisnis yg gigih (Jangan takut hasil tidak sesuai ekspektasi, dengan kegagalan yg dialami akan muncul mental baja)
Mario Teguh: Sang motivator pikiran positif (Tanamkan pikiran bahwa suatu hari nanti impian akan tercapai, mandiri dan jangan haus belas kasihan org lain)
Sidney Poitier: Mengubah Kritikan menjadi Motivasi (kebiasaan bertahan dalam kondisi buruk, berlatih terus menerus, jangan terpengaruh omongan orang)
William Tanuwijaya: Pantang Mundur Meski Diremehkan (Jangan hanya bermimpi, aksi, buktikanlah dan jangan lemah)
@iniakunisna
#berbagirasa#inspirasi#reminder#belajarmenulis#tulisan#quotes#bemyself#menulis#quotesoftheday#antologirasa#riview buku#buku#resume#book review#habits
3 notes
·
View notes
Text
A peaceful life
Seumur hidup, jujur sekarang -- well, sejak di Melbourne sih -- adalah masa paling damai ga banyak pikiran. Mungkin aku tipenya emang perantau sih. Kalo dipikir-pikir, pas di rumah tuh adaa aja dramanya dibanding di rantauan. Mungkin karena keluarga besar tumplek blek di satu kota yang sama, jadi gesekan tuh pasti ada aja. Pas kuliah, meskipun di rantauan, kayaknya aku masih terlalu muda untuk hidup tenang. Pas masih muda tuh berasanya selalu ada ambisi yang ingin dicapai jadi hidup tuh masih kayak sprint yang sambung-menyambung, belum nemu pace yang cocok.
Sesungguhnya aku bukan orang yang ngeplan hidup jangka panjang ingin jadi apa kedepannya gitu. Tapi lebih ke abis ini, beberapa tahun kedepan, ada kesempatan apa yang bisa dikejar. Makanya jadinya tiap abis selesai suatu komitmen selalu pusing dan galau mikirin komitemen selanjutnya ehehe. Dulu pas lulus kuliah tuh pilihannya banyak banget kan, mau kerja apa kuliah lagi apa nikah aja jadi IRT. Prinsip aku ya sedapetnya aja, mengalir. Kebetulan dulu sebelum lulus ada career fair di kampus dan ngelepas CV di banyak booth. Setelah tes sana sini, pilih kerjaan pun semata dari siapa yang ngasih offer duluan hehe.
Ketika ternyata ga enjoy keluar jalur dari astronomi, apply PhD bener-bener tanpa restriction ingin ke negara apa kampus apa dan spesialis bidangnya apa. Super fleksibel. Apply di semua yang tampak menarik dan ada beasiswanya. Cuma ga ingin beasiswa yang ada ikatan sih. Karena aku ingin bisa bebas mendefinisikan hidup di setiap fasenya.
Di jaman oversharing ini, prestasi dan capaian orang dapat kita lihat semudah membuka profile linkedinnya. Tentu sering muncul rasa kagum dan bangga dengan perjalanan karir teman dan rekan-rekan. Tentu wajar kadang ada rasa minder dan iri, saat orang lain sudah sangat produktif dan sukses di usia muda, rasanya kita hanya jalan di tempat.
Semakin banyak bertemu orang, aku menyadari bahwa jalan hidup dan kebahagiaan orang tuh beda-beda dan gaada yang salah. Mengintip sosial media seringkali menjebak kita untuk membandingkan diri. Ada usia 25tahun sudah lulus Harvard dan membangun perusahaan digital. Ada yang gajinya 8-digit. Ada yang sudah berkeluarga dan punya rumah mewah. Tapi tentu ada harga yang harus ditukar untuk semua itu. Apakah hidup seperti itu cocok untuk semua orang dan menjamin kebahagiaan? Belum tentu. Yang penting adalah kita hidup mengejar kebahagiaan kita sendiri, yang belum tentu sama dengan yang lain.
Dulu kupikir Pipit 27 tahun akan jadi seseorang yang ambisius dan career-minded, ingin kaya-raya. Ternyata ngga sama sekali hehe. Jauh. Ternyata yang aku nikmati adalah proses dan hal-hal kecil di setiap harinya. Menghabiskan berjam-jam merancang algoritma pipeline, analisa hasil, merancang metode dan membaca literatur. Cita-citaku bukan lagi hal yang 'wow' seperti ingin jadi profesor di usia muda atau mendapat prestigious award. Aku sekarang merasa cukup 'hanya' dengan ambisi untuk menyelesaikan satu analisis dan menulis paper yang berkualitas.
PhD adalah perjalanan tanpa batas. Segala proses selalu memberi hasil yang setimpal. Banyak orang yang berhasil menulis belasan paper, menghasilkan paten dan memenangkan award sepanjang masa PhD, tapi tentu kerja kerasnya luar biasa, bukan hal yang mudah. Aku punya teman yang hidup di meja kerjanya di kampus, dari pagi sampai malam, ia bahkan tidur dengan sleeping bag di bawah meja kerjanya. Semua untuk mengejar target yang ia set dengan supervisornya.
Kebebasan untuk mengatur target riset sendiri memberiku pelajaran tentang manajemen prioritas. Ternyata aku lebih memilih kerja maksimal 7jam sehari, dengan target paper 'hanya' satu untuk setiap tahun. Ternyata aku tidak punya cukup drive dan motivasi untuk melakukan lebih dari ini hehe, dan itu gapapa. Kita ga selalu harus jadi bintang yang paling cemerlang. Menerima untuk menjadi seseorang yang biasa-biasa saja adalah hal paling mendamaikan yang aku temukan.
Sekarang, PhDku sudah hampir selesai. Saatnya aku mendefinisikan lagi, pekerjaan dan hidup seperti apa yang kuinginkan dalam beberapa tahun ke depan. Sejauh ini aku sudah mengirim 15 lamaran kerja. Aku masih ingin riset, jadi hanya apply untuk posisi riset post-doktoral. Baru ada satu yang lolos sampai tahap interview, tapi belum cocok. Rasanya sama, tegang tapi damai. Sepertinya aku semakin terbiasa dengan penolakan. Aku sudah tidak selalu menyalahkan diri jika ditolak, karena ya itu bukan hal personal. Ada kandidat yang lebih baik, tidak cocok dengan skillset yang dibutuhkan, atau sekedar belum rejeki saja. Hidup ini banyak cabangnya. Tidak sukses melamar kerja bukanlah kiamat. Selagi masih ada tenaga untuk berusaha, harus berikhtiar dengan sebaik-baiknya. Jika memang lelah, tak apa istirahat dulu. Yang terpenting, jangan menyerah dengan hidup dan tidak terdistraksi dengan kebahagiaan orang lain.
Semangat!
28 notes
·
View notes
Text
Mengenang hidup
Hari ini, Tuhan sepertinya mengarahkanku untuk belajar hal baru. Engga disangka, yang awalnya engga niat buat WFO (sekarang aku kalau WFO artinya kerja di luar yaa, bukan di rumah, LOL), jadi WFO, yang awalnya engga niat cari cafe di Jakal (Jalan Kaliurang), jadi malah cari di Pogung pulak, yang awalnya planning x, y, z, berubah seketika jadi a, b, c. Singkat cerita, pagi tadi, 20 Oktober 2020, aku dan temanku buru-buru cari cafe untuk segera meeting conference, masing-masing punya agenda meeting satu-sama-lain btw, karena waktu menunjukan pukul 10 am dan cafe-cafe jarang banget ada yg buka di jam segitu. Berlabuhlah petunjuk Google di salah satu cafe di bilangan Pandega Marta. Kayaknya itu cafe emang baru buka sih sewaktu kami datang. Saat menuju tempat parkir, aku sempat lihat baristanya sedang struggling memegang sesuatu yang bergerak-gerak di dekat pintu masuk. Kufikir ular ya, atau apalah entah. Saat masuk, aku tanya-lah sama si Barista, dia bilang buruk terluka, dan dia menyimpannya di pot pepohonan di pojokan cafe itu, biar adem katanya. Engga banyak basa-basi sih, selepas memesan Matcha Latte kesukaanku dan menyimpan laptop serta tas di sudut ruangan yang tak seluas lapangan sepak bola itu, aku segera menuju tempat si burung itu disimpan. Kepalang kaget sih, sayapnya patah sebelah, eh maaf, bukan patah saja, patah dan lepas :") Hati siapa coba yang gak sedih lihatnya. Sewaktu aku coba angkat, tanganku justru bersimbah darah yang engga sedikit (untuk ukuran hewan sekecil itu). Engga lama fikir juga, setelah berhasil kutanggap, segera ku bawa ke klinik hewan langgananku yang Puji Tuhan, lokasinya engga terlalu jauh dari cafe tempat kami singgah. Sungguh, di sini aku sadar, Tuhan punya rencana. Klinik hewan memang ditujukan untuk hewan-hewan hobi/peliharaan, agak sedih sih karena burung sekecil dan seliar itu memang bukan concern-nya untuk dirawat. Tapi ya semaksimal mungkin dokternya periksa, setidaknya aku tahu harus aku apakah makhluk Tuhan ini. Sedih sih, setelah dikabari engga ada harapan dia kembali ke alam, karena kakinya satu engga berfungsi, dan sayapnya patah dan engga bisa lagi tumbuh dan terpakai untuk terbang. Aku tahu hidupku saja sudah berat, tapi lebih berat lagi hidup si burung ini kalau sampai harus hidup kesakitan menjelang ajalnya. Komitmenku membawa dia pulang dan merawat sebisanya akhirnya terwujud, walau agak sedikit direwelin sih. But, it's okay. Aku rawat sebisa-ku, ko. Setidaknya sampai dia benar-benar sembuh dan bisa makan sendiri (di kandang) hehehe Dari kecil aku belajar untuk bisa menghargai setiap yang bernyawa, belajar bagaimana komitmen itu dipertahankan. Keputusan untuk membawanya pulang dan merawat serta memeliharanya ya karena aku tahu, dia tak mungkin selamat kalau dibiarkan tergeletak di pot bunga di sana, atau setelah aku bawa ke klinik yang justru hanya di bersihkan saja, lalu aku kembalikan dia lepas, sudah pasti dia segera pergi dari dunia dengan kondisi sesakit-sakitnya. Setidaknya, ada hal yang selalu aku bawa hingga mati. Apabila kita tidak bisa merubah ajal, setidaknya kita bisa merubah proses yang bahagia menuju kesana. Setidaknya, semua makhluk hidup yang bersamaku, akan punya masa-masa indah sebelum mereka pergi dari dunia. Bahagia dan tidak sedikit-pun mengutuk atas ketidak-adilannya dunia. Setidaknya, walaupun burung ini sudah tidak seperti burung-burung lainnya yang terbang bebas di langit atas, tapi dia bisa merasakan hidup dengan cinta dan kasih sayang. Harapanku, semoga banyak nasib-nasib makhluk hidup Tuhan lainnya yang punya masa-masa indah ketika mereka sakit hingga akhir hayatnya, ya. Aamiin. Yogyakarta, 2.06 am 21 Oktober 2020 Ditulis setelah aku ketiduran malam tadi, dan terbangun kaget karena lupa beli bubur bayi buat nyuapin si burung malang.
3 notes
·
View notes
Text
Si Introvert yang Perfeksionis dan Ga enakan.
Nah loh, apaan nih kayak paket lengkap ? hahaha
Oke, perkenalin aku Shinta. Udah lama menulis di sini tapi belum pernah mengenalkan diri aku secara “Spesifik”
Seiring dengan bertambahnya umur dan pengalaman hidup, aku sadar bahwa perlu banget untuk kita kenal dan sayang sama diri sendiri. Aku jadi menganalisa, sebenernya apa sih yang aku mau? apa tujuan hidupku? Apa yang membuat aku bahagia?
Dari pertanyaan-pertanyaan ini, akhirnya aku mulai berusaha mencari tahu. Aku tulis semua sifatku mulai dari kelemahan sampai kelebihan. Dan salah satu sifat yang sering mengganggu aku adalah “Overthinking”
Iya, sering banget aku gabisa tidur karena banyak banget yang menuhin isi kepala.
“aduh kenapa tadi aku bisa salah sih? Harusnya tadi ga kayak gitu”
“tadi aku ngomong kayak gitu bikin dia sakit hati ga ya?”
“besok mau makan dimana ya.. pengen makan bibimbap tokonya tutup, apa masak aja ya?”
Mulai dari hal yang simple banget, sampe hal yang berat. Semua dipikirin.
Lahirnya overthinking ini karena sifatku yang perfeksionis, pengen segala sesuatu itu berjalan sempurna. Udah siap planning A, B,C terhadap satu masalah. Baru satu masalah loh, planningnya udah sampe mendetail banget, belum lagi masalah-masalah lainnya. Akhirnya apa?
Aku jadi pusing sendiri.
Memang sih sifat perfeksionis ini juga membawa hal-hal baik dalam hidup aku. Aku jadi orang yang bertanggungjawab, bisa diandalkan, berprestasi, segalanya jadi rapi. Aku juga mencapai beberapa goals dalam hidup karena aku memang bekerja keras untuk itu, disiplin dan konsisten.
Di sisi lain, sisi ini juga bisa “membunuh”. Ya disaat aku lagi merasa sendiri, banyak banget hal yang bisa dipikirin, apalagi kalau ada sesuatu yang berjalan ga sesuai sama keinginan. Aku selalu berusaha mencari tahu salahnya apa dan dimana. Bahkan pernah sampe nangis karena rasanya tuh capek banget sama pikiran sendiri. Ditambah lagi sifatku yang ga enakan ini, susah untuk mengatakan “tidak” sama hal-hal yang sebenernya ga sesuai sama maunya aku. Gimana tuh? Lengkap banget kan ini sifat :) Mau semua berjalan sesuai planning, tapi ga enak kalo harus nyusahin orang, berujung masalah itu di tanggung sendirian.
Contoh lain, karena aku anaknya introvert, yang lebih suka sendirian saat aku butuh recharge energy. Eh tiba-tiba temen” ngajak nongkrong, aku yang sebenernya butuh me time tapi ga enak untuk menolak, akhirnya pergi dengan konsekuensi mengorbankan perasaan sendiri. Badan dimana, pikiran dimana. Rasanya pengen cepet-cepet pulang!
Jadi bingung, sifat-sifat ini berkah apa kutukan sih?
Tapi…..
Itu pemikiran Shinta yang Dulu!
Sejak beberapa tahun ke belakang, aku menyadari sifat-sifat Toxic yang bisa ganggu mental health aku. Aku gabisa gini terus, I choose to be a better person, especially for my self. Hanya satu orang di dunia ini yang selalu ada dan wajib untuk aku bahagiain. Siapa? Diriku sendiri.
aku gunain kaki aku untuk terus berjalan, bahkan berlari selama 21 tahun .
aku gunain tangan aku untuk menulis, makan, mengusap air mata saat diri ini sedang di titik lemahnya, mengerjakan banyak hal selama 21 tahun
aku gunain otak aku untuk berpikir, mengingat memori, menginterpretasikan emosi dan reaksi orang lain , selama 21 tahun.
Aku gunain mata aku untuk bisa melihat orang-orang yang aku sayang, melihat bulan dan hujan yang bisa membuat aku tenang, membaca buku yang membuat aku bisa “melihat” seluruh isi dunia
Aku gunain seluruh pikiran , tenaga, dan hati yang aku punya selama 21 tahun.
Manusia macam apa aku kalo masih merasa diri ini ga pantes, banyak kurangnya, dengan semua hal-hal dan kerja keras yang seluruh diri ini udah lakuin? :’)
Dan untuk sampai di titik ini tentu engga mudah dan instan… butuh waktu dan komitmen yang tinggi. Jatuh bangun juga sih, karena kan ga di setiap waktu kita bisa mengontrol apa yang terjadi. Kalau ada kesalahan ya gapapa diterima aja, setelahnya kita berusaha lagi untuk back on track. Seperti pepatah yang bilang,
“Merubah itu mudah, mempertahankannya yang sulit”
Nah, pertanyaannya, apa sih yang aku lakukan untuk bisa belajar mencintai diri aku dengan semua kelebihan dan kekurangannya ini?
1. Bersyukur
Yap, ini poin pentingnya. Kamu harus sadar bahwa Tuhan menciptakan setiap manusia itu udah dengan bentuk yang “Sempurna”. Jadi, ketidaksempurnaan kamu itu adalah kesempurnaan diri kamu. Sadari bahwa gapapa untuk menjadi tidak sempurna, karena manusia itu boleh kok punya kekurangan!
Salah satu cara yang aku lakuin untuk selalu meningkatkan rasa syukur ini yaitu dengan menuliskan hal-hal atau pencapaian yang membuat aku bahagia di sebuah sticky notes. Terus sticky notes itu aku gulung dan aku masukkin ke sebuah kotak. Sewaktu-waktu saat aku lagi down, aku bisa membuka kembali kotak itu dan secara random mengambil kertas-kertas itu untuk dibaca. Sensasi nya tuh ga bisa dijelasin, bikin senyum-senyum sendiri dan semangat lagi hehe you must try!
2. Mindfullness
Mindfulness artinya membawa perhatian ke momen saat ini, sambil menerima dan mengenali segala pikiran, emosi, dan perasaan fisik apa pun. Jadi saat kamu lagi banyak banget pikiran, beri jeda untuk diri kamu, berhenti,dan biarkan diri kamu rileks. Caranya dengan meditasi. Cari tempat yang sepi, atur posisi badan kamu senyaman mungkin dan atur nafas. Inhale… Exhale…
Sebagai muslim, aku biasanya melakukan meditasi ini dalam shalat. Seberat apapun beban yang aku punya, melalui sujud-sujud yang khusyuk dan hati yang tunduk, waktu shalat itu membuat diri ini merasa jauh lebih baik. Apalagi di waktu 1/3 malam, dimana aku bebas mencurahkan segala perasaan dan permasalahan berdua sama Tuhan. Bener-bener ga ada yang nandingin rasa tenang di saat seperti ini.
3. Bersikap Asertif
Bersikap asertif artinya kamu bisa menyampaikan apa yang kamu rasakan secara jujur tanpa bermasuk menyerang atau defensif kepada orang lain. Aku belajar untuk berani mengatakan “tidak” pada hal-hal yang membuat aku ga nyaman. Dan ini jauh lebih baik buat kesehatan mental aku. Dulu takut kalo bikin orang kecewa karena perbedaan pendapat, tapi sekarang aku tau bahwa bahagia dan sedih nya orang lain itu tanggungjawab mereka sendiri, pilihan atas respon yang mereka pilih, bukan semata-mata karena keputusan kita.
4. Banyak Belajar
Setelah kamu tau apa kelebihan dan kelemahan kamu, hal yang harus dilakukan adalah :
- Memaksimalkan potensi/kelebihan yang kamu punya
- Meminimalisir konsekuensi dari kekurangan kamu
Caranya gimana untuk mencapai dua hal ini? Yaitu dengan banyak belajar. Investasiin diri kamu dengan ilmu. Selain belajar dari pengalaman diri kita, kita juga bisa upgrade kualitas diri dengan banyak membaca buku/artikel (rekomendasiku baca buku Filosofi teras, worth to read!) mengikut kelas-kelas baik secara offline/online tentang hal yang kamu ingin tau atau kamu kuasai, atau bisa juga dengan mendengarkan cerita teman kita yang sedang ada masalah. Kita bisa mengambil hikmahnya juga loh. Bisa jadi pembelajaran buat kita di kemudian hari untuk menjadi pendengar yang baik dan bersikap open minded.
Nah salah satu platform aku untuk belajar tentang kepibadian ini adalah di Channel Satu Persen yang tanpa sengaja muncul di beranda youtube aku. Aku mulai ikut mentoringnya dan feeling better in every way. Di platform ini kita bisa belajar tentang hal-hal yang ga kita dapet di sekolah formal, padahal lifeskill ini penting banget untuk kita punya, kayak manajemen stress, financial planning, love languange, dan lain sebagainya. Udah aku cantumin juga beberapa tautan link nya di tulisanku biar kita bisa sama-sama belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik at least Satu Persen di setiap harinya.
Terimakasih telah membaca tulisanku, semoga harimu menjadi lebih baik! 🌻
2 notes
·
View notes
Text
#Ngasal-3
Menuju Status Tak Terbatas dan Melampauinya
Hubungan asmara ditandai dengan suatu status yang mengikat. Kalau masih masa ABG atau tahap asal nyari dan coba-coba, biasanya dengan status pacaran. Jika pengen memamerkannya lewat media sosial bisa pasang status "in relationships with..." atau tulis nama pacar di akun pribadi. Untuk hubungan yang lebih serius status medsosnya diubah jadi "married with" atau nama pasangan dengan emoticon cincin (💍)
Sempat beberapa tahun lalu ngetren dengan istilah Hubungan Tanpa Status (HTS) dan Teman Tapi Mesra (TTM). Dengan adanya istilah baru ini, seperti menghilangkan kesakralan sebuah status. Lebih buruknya lagi, bisa sebagai tedeng aling-aling atau alibi agar tidak dijerat dengan status yang mengikat. Alhasil, tidak ada beban bagi kedua belah pihak untuk cari pasangan yang lain.
Baru-baru ini setelah adanya film barat "Friend with Benefit", film Thailand "Friendzone" dan film Indonesia "Teman Tapi Menikah", muncul tren baru dalam suatu hubungan. Seperti biasanya, warga +62 mesti langsung gagap mengikuti tren yang sedang viral. Bagi kaum-kaum hypersex, playboy, playgirl, fuckboy, fuckgirl menjadi sebuah angin segar, karena mereka bisa bebas menjalin hubungan tanpa adanya status. Tujuannya bisa hanya untuk pelampiasan nafsu, mencari kepuasan sesaat, dan sampai mengeksploitasi. Sesuai dong dengan pepatah, "Habis manis sepah dibuang" dan "Lupa nama, ingat rasa".
Pengaruh lain ada dalam lingkungan agamis sekalipun. Pasti taulah hastag #IndonesiaTanpaPacaran? Niatnya sih baik, untuk menghindari kaum adam dan hawa, ikhwan dan akhwat agar terhindar dari zina. Tapi sekali lagi, oknum tertentu pun bisa memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dengan menggunakan istilah "komitmen". Syukur-syukur "komitmen" bisa dilaksanakan sebagai mana mestinya, menuju sampai ke pelaminan. Padahal istilah ini tidak beda dengan HTS dan TTM yang tujuannya untuk menghindari adanya status "pacaran".
Dari pengalaman yang pernah kualami, efek dari adanya HTS, TTM, komitmen yg sebenarnya bullshit ini bisa menyakiti hati orang lain. Saat aku berusaha mendekati cewek inceran atau gebetan, eh ternyata dia sudah ada "sahabat" yang malah sebagai pembatas belenggu orang lain untuk approaching. Hadirnya si "sahabat" brengsek inilah yang membuat aku tidak ada celah untuk bisa PDKT, dengan segala upaya, ajian, dan trick pun tidak mempan. Perkiraanku, hal ini bisa sebagai dalih untuk mengelabuiku yang ingin PDKT ke target gebetan, tapi doi tidak suka pada si admirer. Padahal setauku hubungan persahabatan antara cewek dan cowok mungkin pada akhirnya salah satu pihak ada yang berujung dengan rasa ketertarikan. Atau malah sekarang posisi sahabat bisa setara dengan pacar? Siapa tau?
Nah dengan hipotesis yang aku dapatkan tadi, sudah jelas jika prahara hubungan tanpa status (HTS); teman tapi mesra (TTM); friend with benefits; friendzone; teman tapi menikah; komitmen bullshit memang sudah mejalar menjadi tren gaya hidup berpasangan jaman sekarang. Seperti yang tertera pada undang-undang dengan dalih kebebasan memilih dan mengutarakan pendapat, tren tadi menjadi akal bulus bagi penikmat bercinta. Warga negara Indonesia pun sekarang menjadi lebih bebas tidak terkendali untuk gonta-ganti pasangan dalam mencari dan mendapatkan belahan jiwa pada tahap pranikah, tanpa mengkhawatirkan adanya efek tikung-menikung.-
2 notes
·
View notes
Text
Sebuah racauan membosankan.
Dulu, waktu kecil, aku adalah seorang yang ambisius. Selalu punya tekad dan semangat yang besar. Aku selalu percaya diri, prime extrovert, tidak punya rasa takut gagal sehingga tidak pernah takut mencoba sesuatu yang baru.
Masa sekolah dasar menyenangkan sekali, punya banyak pencapaian yang aku akui cukup mengagumkan untuk seorang yang berasal dari keluarga yang sedang mengalami krisis. Tidak terhitung berapa kali bolak-balik Wonogiri-Semarang demi ikut lomba. Anak kesayangan guru-guru. Peringkat di kelas nyaris selalu nomor satu. Hingga akhirnya bisa lolos ke sekolah menengah pertama yang bisa dikatakan terbaik di kotaku.
Masa SMP, keluargaku sedang dalam tekanan ekonomi yang berat. Aku masih ingat bapak yang tidur hanya beberapa saat saja tiap harinya, demi bisa bikin dagangan dari siang sampai malam dan berjualan di pasar pada pagi buta. Awal masuk sekolah, ibu sampai harus menghadap kepala sekolah agar aku bisa sekolah dengan gratis, yang syukurlah dikabulkan. Peringkat di kelas tidak selalu yang terbaik, tapi nilai selalu aman. Pencapaian meningkat tajam, bahkan mungkin kadang lebih sering ke luar kota untuk lomba atau menghabiskan jam pelajaran di perpustakaan untuk ikut pembinaan dibandingkan belajar di kelas. Semarang, Magelang, Pati, Surakarta, Surabaya, Madiun, bisa pergi kemana-mana karena rajin ikut lomba.
Masa sekolah menengah atas, aku yang biasa di atas mulai jatuh. Kekecewaan pertamaku sebenarnya dimulai saat penghujung masa SMP, saat itu teman-teman dekatku berbondong kuliah di Solo, di SMA 1 atau 3 yang memang mentereng di seantero Solo Raya, sedangkan aku tidak diizinkan ke sana, yang salah satunya karena biaya. Aku bukannya tidak suka dengan SMA yang akhirnya aku masuki, SMA-ku merupakan yang terbaik di kotaku, tapi aku kadung menelan pil pahit bernama kekecewaan. Bisa dibilang, untuk pertama kalinya aku merasa gagal.
Tahun pertama SMA, semua berjalan lancar, aku masih bisa mengikuti pelajaran dengan baik, nilai masih bagus, peringkat tinggi di kelas. Tapi semua ambisiku untuk ikut lomba-lomba terjun bebas, setelah gagal di percobaan pertama, aku bahkan tak lolos seleksi sekolah untuk ikut Olimpiade Sains. Tahun kedua semua menjadi suram, nilai anjlok, aku bahkan harus remidi nilai rapor untuk mapel fisika yang amat sangat kubenci, tugas-tugas terbengkalai sampai guruku harus memintaku mengerjakannya agar nilaiku selamat. Sampai yang paling menyedihkan adalah aku nyaris dapat ranking terbawah, yang membuat ibu menangis dan tidak mau bicara denganku seharian penuh. Aku masih ingat, di kelas sebelas ini aku nyaris memutuskan untuk end my life, di sekitar waktu inilah aku berubah menjadi seorang introvert. Tahun terakhir, keadaan mulai membaik, aku nekat pasang target tinggi untuk diterima di ITB atau IPB meskipun dalam hati aku sudah tahu bahwa itu nyaris mustahil (dan akhirnya aku memang gagal masuk ke kedua tempat impianku itu). Di tahun terakhir, aku masih ingat pernah mempersiapkan diri untuk mengulang satu tahun lagi karena aku tidak yakin bisa lulus Ujian Nasional, namun anehnya justru aku semangat untuk belajar dari nol (hahaha), sampai aku memohon kepada guru-guru dan kepada kawan yang lebih pintar untuk mengajariku di luar jam pelajaran. Syukurlah, aku lulus, dengan nilai yang memang tidaklah terbaik, namun sangat membuatku terheran-heran karena hanya 2-3 bulan sebelum UN aku yakin tidak akan lulus.
Terlepas dari pusingnya menghadapi UN, penerimaan perguruan tinggi membuatku pusing tujuh keliling. Nilaiku sangat tidak mungkin bisa mencapai perguruan tinggi negeri yang ingin kutuju. Ditambah lagi kondisi keuangan yang masih belum membaik, sampai aku ingat kata ibuku suatu ketika "kamu mau daftar mana saja silakan, tapi kamu cari beasiswa ya". Dengan kondisi itu, kalau aku tidak diterima SNMPTN dan SBMPTN, maka tidak mungkin lari ke perguruan tinggi swasta yang tidak akan kuat kubayar. Dan benar saja, nilaiku tidak mampu meloloskanku SNMPTN, kemudian pada SBMPTN aku memilih perguruan tinggi yang jauh di bawah pilihanku saat SNMPTN (bukan kampus yang jelek, bahkan prodi yang kupilih akreditasinya A), namun semangatku sudah kadung luntur, aku tidak tahu bagaimana bisa aku lolos SBMPTN. Aku sudah cukup tenang, kuliah di jurusan yang aku sukai, agroteknologi, di kampus yang sejuk di kaki Gunung Slamet. Namun, aku masih doyan tantangan, rupanya, sampai aku nekat mengikuti seleksi sebuah sekolah kedinasan yang kampusnya Jakarta, sekolah kedinasan yang konsentrasinya adalah statistika. Gila, aku pernah bersumpah tidak ingin menginjakkan kaki di Jakarta, dan statistika? Aku juga pernah bertekad tidak ingin kuliah di jurusan yang banyak hitung menghitung karena aku payah urusan angka, aku masih trauma dengan mapel fisika, kimia, dan matematika beserta segala rumusnya yang membuatku ingin mengakhiri hidup. Kalau saja bukan karena iming-iming sekolah gratis dan lulus langsung kerja, aku tidak akan pernah tertarik.
Hidup memang suka bercanda, meskipun niatku tidak pernah benar-benar bulat sampai sebelum tes tahap terakhir, nyatanya aku lolos. Meskipun statusku sebelumnya lolos sebagai peserta cadangan, tapi tetap saja aku lolos. Aku masih ingat pertama kali tiba di ibukota, rasanya aku segera ingin pulang. Aku tidak siap menghadapi ini.
Tahun pertama kuliah, hidupku kacau balau. Yang seumur-umur jarang begadang, menjadi seorang yang jarang tidur malam. Makanku kacau, aku terlalu fokus menabung sampai menahan lapar, entah berapa kali maagku kambuh sampai pernah beberapa kali nyaris tidak kuat ikut ujian. Aku selalu sakit kepala setiap kali pulang kuliah yang membahas rumus (yang artinya hampir tiap hari), kepalaku benar-benar sakit nyeri sampai terasa panas, bukan hanya pusing saja. Aku masih ingat, pernah membuka laman informasi pendaftaran SBMPTN, karena aku ingin bersiap diri sebelum aku di-drop out karena aku tidak yakin nilaiku sampai kriteria minimal.
Tahun kedua, ya, entah keajaiban dari mana, lembar jawaban ujian kalkulusku yang nyaris kosong itu bisa membuatku naik ke tingkat dua. Aku nekat mengambil prodi komputasi, padahal seumur-umur aku hanya pernah pegang komputer untuk main game. Mana paham aku tentang jaringan, tentang pemrograman, sedangkan orang-orang di sekitarku nampaknya sudah ahli atau setidaknya punya pengalaman. Untungnya aku masih rajin, masih ada usaha untuk mengikuti kuliah, mencoba memperbaiki nasib. Nyatanya tidak begitu berhasil, nilai tetap turun, ilmu tetap tidak kudapat, sebuah kombinasi yang benar-benar rugi. Namun, aku tidak paham kenapa ada yang menyebutku bisa dan pintar.
Tahun ketiga, tahun penuh kesibukan Praktik Kerja Lapangan. Beberapa orang bilang aku pencit (pencitraan), katanya karena aku selalu bilang bingung atau tidak bisa, tapi nilainya bagus. Aku bingung, rasanya tidak benar-benar ada korelasinya, aku memang tidak paham pelajarannya, sungguh. Namun aku akui, aku bisa dibilang selalu beruntung tiap ujian, entah pertanyaannya kelewat mudah, entah kebetulan materi yang aku baca itu keluar di soal, entah keakrabanku dengan beberapa dosen membuat beliau-beliau jadi murah hati, entahlah. Tapi yang jelas tahun ketiga membuatku jadi pemalas, aku nyaris selalu tidur di kelas, aku sudah menyerah, aku tidak peduli mau dapat nilai berapa, aku tidak berpikir ingin penempatan di mana, toh di manapun aku juga tidak akan ada yang peduli. Iya, di tingkat tiga ini aku menjadi seorang individualis, jadi orang yang egois, aku tidak peduli dengan orang lain karena toh orang lain tidak peduli denganku. Aku selalu merasa dikucilkan (atau mungkin aku mengucilkan diriku sendiri?), aku tidak punya komunitas, aku sendirian. Don't get me wrong, aku masih punya teman, hanya saja tidak seerat sebelumnya.
Tahun keempat, tahun paling gila, tahun yang ingin segera aku lewati saja. Skripsi, aku tidak pernah siap dengan tugas seberat ini. Tugas kuliah biasa saja aku selalu kerjakan saat deadline, mana mungkin aku bisa dihadapkan dengan komitmen sepanjang dua semester ini. Benar saja, pengerjaan skripsiku kacau balau, yang harusnya sudah mulai berproses di bulan Oktober, aku baru memaksa diriku untuk mulai di bulan April tahun berikutnya, itu pun Juni sudah harus seminar hasilnya. Apa yang aku lakukan di bulan-bulan sebelumnya? Main game, tidur pagi sampai siang atau siang sampai sore karena malamnya tidak pernah tidur. Tugas-tugas terbengkalai, datang ke kampus dengan pikiran kosong dan pulangnya lebih kosong lagi. Aku makin menyendiri, beberapa suara mengatakan aku pencitraan dan aku penjilat (karena aku memang senang mengakrabi dosen), pesanku rasanya lebih sering diabaikan di grup percakapan kelas ataupun grup jurusan. Aku lebih suka membuat skenario di kepalaku, bagaimana jika aku harus mengulang di tahun kelima, bagaimana jika setelah tahun kelima pun aku masih gagal dan harus drop out. Aku menjadi sama sekali tidak percaya diri, aku selalu merasa canggung di depan lawan jenis, aku merasa tidak ada yang menarik di diriku, pikiran-pikiran untuk bunuh diri muncul lagi dan kali ini jauh lebih parah ketimbang ketika SMA. Aku tidak benar-benar punya teman, aku menarik diri dari pergaulan, berusaha datang terakhir dan pulang terawal di setiap acara, berusaha menghindar dari semua ajakan untuk main, bahkan sampai sengaja mematikan telepon atau pura-pura tidur. Bisa dibilang hanya satu orang yang cukup mengerti aku, setidaknya dia mau mendengar semua curhatanku di hampir setiap tengah malam, yang sekarang dia jadi kekasihku (atau calon istri, to be precise), walau sejujurnya aku masih heran bagaimana dia bisa tahan denganku yang setiap hari bilang ingin mati saja. Urusan skripsiku makin dekat dengan seminar dan sidang justru makin kacau, aku selalu mempersiapkan presentasi untuk seminar dan sidang setelah subuh pada hari-H, baru menyelesaikan draft skripsi ala kadarnya pada jam terakhir pengumpulan, bahkan aku baru menyelesaikan coding tepat sesaat sebelum dipersilakan masuk ke ruang penguji validasi (kalau bukan beliau kelewat baik, mungkin nilaiku sudah di bawah standar, aku bahkan tidak paham dengan yang aku kerjakan). Jelas saja, aku dibantai habis-habisan di sidang, rasanya semua pekerjaanku harus direvisi, bahkan dosen pembimbingku yang baik itupun sudah berpesan untuk mempersiapkan kuliah tahun kelima, dan kemudian entah kenapa aku diluluskan.
Kelulusanku rasanya aneh, sampai hari ini pun aku merasa belum pantas lulus waktu itu. Apalagi sebuah kejutan ketika yudisium, aku peringkat sepuluh, yang mana artinya aku berhak memilih penempatan di kantor pusat. Apalagi ini? Aku senang karena itu pasti membuat keluarga dan pacarku senang, tapi aku tidak pernah merasa berhak mendapatkannya. Aku lulusan komputasi yang tidak paham komputer, lho, kalian yakin mempekerjakanku di pusat? Yang isinya orang pintar jebolan magister di luar negeri atau perguruan tinggi kelas kakap di dalam negeri? Atau isinya lulusan yang benar-benar terbaik dengan track record cemerlang dan prospek yang cerah? Aku tidak selevel dengan mereka, aku jauh di bawah. Aku tidak merasa bahagia saat wisuda, aku tidak merasa bahagia pula ketika diumumkan penempatannya, aku memaksa diriku bersyukur agar aku tidak termasuk kufur.
Beberapa bulan pertama bekerja, sampai saat ini, terasa berat. Rasanya semua orang seangkatanku tidak menyukaiku. Dianggap KKN, lah, dianggap tidak profesional, lah, difitnah macam-macam, lah. Sampai akhirnya aku memutuskan bahwa aku akan melanjutkan untuk terus menutup diri. Terserah mereka mau bilang apa, aku sudah tidak mau ambil pusing, selama itu tidak berpotensi membuatku dipecat dari pekerjaanku maka aku masih tenang. Aku masih merasa tidak pantas di sini, aku tidak punya kemampuan apa-apa, pula tidak punya kemauan yang sungguh-sungguh untuk belajar. Semangatku hilang secepat dia datang. Kalah menurut internet, ini bisa dibilang impostor syndrome, tapi impostor apanya kalau memang benar-benar payah? I deserve nothing, sampai sekarang pun aku masih percaya bahwa apapun yang kudapatkan ini hanyakah keberuntungan semata. Orang mungkin akan bilang bahwa aku kurang bersyukur, tapi apa yang bisa disyukuri dari kegagalan seperti aku? Kecuali hanya hikmah yang bisa diambil, kalaulah memang ada.
Apakah aku akan menyerah? Tidak. Aku akan terus berusaha untuk survive. Setidaknya aku masih ingin dikenang sebagai pejuang, bukan pecundang. Ambisiku memang sudah lama padam, tapi harga diriku belum benar-benar pudar.
Catatan kecil: ini ditulis pada tanggal 3 April 2020, sebelum tengah malam, di sela waktuku bermain game lawas, padahal sudah ada beberapa pekerjaan menunggu untuk diselesaikan dan dilaporkan, di tengah kegilaan virus korona yang memaksaku kerja dari rumah kos.
2 notes
·
View notes
Text
Cikini - Pasar Senen
hari ini aku mau ke Jogja, sekarangpun aku sedang di dalam kereta perjalanan ke Jogja. Tapi ada sesuatu tertinggal di Jakarta. Tadi pagi sekitar pukul 10.00 aku sampai di Stasiun Cikini, setelah naik KRL Jakarta Kota dari Stasiun UI. Lalu seperti biasa, aku memesan grab untuk ke Stasiun Pasar Senen, untuk naik Kereta Bengawan jam 11.30 nanti. Setelah tap kartu, aku menuju arah ATM BNI untuk menemui driver grabku, yang walaupun aku samarkan namanya, namun pengalaman ngobrol dengannya sama sekali tak samar.
Jadi dulu dia jd mekanis di po hibah utama. karena di phk bulan juli 2018 kemarin, skrg jadi driver grab. istrinya juga kerja di sana tapi kalo istrinya ga di phk soalnya lama kerja di sana masih 18 tahun sedangkan doi 22 tahun (jd yg di atas 20 tahun itu yg di phk)
terus doi tanya aku kristen apa katolik. ternyata istrinya kristen makanya dia tau nama2 yg khas dr kristen katolik. tapi dia sendiri islam. bapak ini sama istrinya nikah secara islam 19 tahun lalu, tapi faktanya dari hari pertama sah jd pasutri, istrinya tetep kristen dan dia juga tetep islam. “yaa.. dulu secara islam biar dapet buku nikah mbak, kan gabisa kan kalo ga sama. harus ke luar negri dulu. itu aja mahal biayanya”
jadi istrinya dari jawa tengah dan dia dari aceh. bayangin cuy, aceh. sodara2 si bapak yg di aceh udah ga ada semua, bukan krn pindah sini, tp krn kena tsunami 15 tahun lalu. balik lagi, bapak ini dan istrinya, mereka ketemunya di jkt. dia ke sini udah dari lama, ngerantau. anaknya pun udah 18 tahun. punya dua anak sih yg satu gatau umur berapa tapi anaknya itu yg satu ikut istrinya (kristen) dan yg satu islam. “soalnya udah komitmen dan janjian dari awal jadi ya harus dijalanin”.
di sepanjang jalan bapak ini cerita tentang perbedaan2 mereka berdua, dengan suasana hati seperti membanggakan istrinya setengah lagi seperti rindu akan istrinya. aku kagum, ia menuturkan tentang kisah seorang manusia yang sudah hidup 19 tahun bersamanya, yang ada di pagi dan malam harinya, dan dia berbeda. “waktu bulan puasa, istri saya ya nyiapin sahur sama makanan buka puasanya. ya dia bangun pagi. nyiapin buat saya dan anak saya yang satunya.” lalu ia juga berkata “ya di islam kan babi, anjing, bir bir itu kan dilarang jadi yaudah” lalu aku menanggapi “oo iya pak.. gak masak babi ya pak berarti hehe” // “iya dia juga gak suka sih babi.. gak pernah makan yg gitu2 dia. orang jawa sih..” // “oiyaa hehe saya juga ga terlalu fanatik tuh sama babi.. maksudnya ga suka suka banget. masih enak ayam.” // “iya kalo org luar jawa itu kan banyak yg masih makan hewan hewan” (maksudnya kyk adat2 gt kaliya? atau masyarakatnya yg masih suka berburu gt?) // “iya ya pak.. yg penting menjalani agamanya sendiri kan hubungan sama tuhannya sendiri ya hehe” // “nah iya.. agamanya dia ya agamanya dia udah.. saya ya menghormati.. agama saya juga agama saya.. saya tetep sholat tiap hari.. dia kalau minggu ke gereja”
lalu klimaksnya adalah pas doi bilang “selama ini itu ya saya malah suka belajar dan tukar cerita gitu sama istri.. saya jadi tau agama dia itu gimana.. dia juga tau agama saya itu gimana..” // “wah iya ya pak.. jd saling belajar..” // “iya ya itu saya sih ngerasanya itu bikin indah malah” (wah di sini gw mulai ga bisa berkata kata sih.. trs gw diem aja.. sambil mbatin.. cuy.. i meet a beautiful soul 😭♥️)
Dia juga ngungkapin, “yaa nanti kalau dosa.. *diem bentar* ya nanti urusan nanti lah kalau itung itungan dosa.. saya juga gak tau sih dosanya gimana nanti” (maksudnya mungkin ya diserahin ke tuhannya gitu. gw mikir keras nih buat njawab btw) // “hmm iya pak.. emang ya kalau di indonesia sulit sih buat ketemu cuma sama org yg sama aja.. soalnya kan agamanya aja ada enam.. heuheu” // “wah iya mbak.. kalo di indonesia emang beragam banget” // *mencoba mencari topik* “saya juga belajarnya yg gitu-gitu loh pakk” *dengan nada bangga pdahal gajelas bgst gitu-gitu opo* // “oh belajar agama gitu ya di kampusnya?” // (hahahahaha govlok kan alberta) “eh maksudnya tentang keberagaman.. identitas manusia dan masyarakat” (duh bahasanya).. // *hening bentar* “oo iya iya..” // “hehe. tapi pak.. kan bapak udah biasa lintas agama di rumahnya.. kalau liat skrg kondisinya banyak yg ngatur2 cara orang beragama gitu gimana pak menurutnya bapak..” (seperti wawancara ya alberta baku sekali😏 btw maksud gw ini kyk FPI, dan masyarakat berpower lainnya) // “nah itu ya.. emang tergantung orangnya sih mbak.. ya saya kalau mau pecah hubungannya juga harusnya udah dari tahun pertama.. tapi kan alahmdulillahnya bertahan sampai 19 tahun ini.. itu tergantung pribadinya sih.. kalo orang2 yg sekarang itu saya gatau deh.. saya ga ikut golongan2 gitu sih.. hmm tetangga2 di sekitar rumah saya juga sebenernya banyak tuh yg ngomong2in dari awal, ga baik ga baik gitu katanya tapi saya percaya kalau saya nikah sama orang baik ya hasilnya juga baik..” (jrenggg speechless lagii akutuu😶) // “hmm iya pak bener bangeett.. orang yg seagama aja bisa pecah.. emang tergantung orangnya. kalo skrg keruh pak.. apalagi lagi masa masa politik gini” // “haha iya tuh sering rame.. saya mah mau presidennya jokowi, jokowow, atau siapa lah saya juga bakal tetep jadi tukang ojek!” // (gw auto ngakak sih di sini!! aligg.) “hahahaha gitu ya pak.. iya ya.. hahahaha” // “hahahaha iya kan.. ya saya masih tetep harus usaha buat diri saya sendiri.. bisa apa mereka emang saya langsung bisa jadi apa gitu..” // “haha.. saya juga siapapun presidennya juga tetep harus bersaing cari kerja pak. hahaha ya ini pemilu nanti kita ngeramein aja lah ya pak.. itung itung kan libur nasional nanti.. haha.. bir rame aja tps..” // “nah iya.. hahahaha”
lalu seperti biasa, driver grab itu emang kan suka nawarin top up ovo, tapi aku kan kalo ngisi langsung transfer dari jenius, jadi emg ga ngisi di driver.. jadi, “ini mbak mau top up ovonya mbak?” (klasik lah pertanyaannya kalo udah hampir sampe tujuan) // gw jawab dengan yg ga kalah klasik, “oh engga pak.. saya masih ada..” // “gapapa mbak tulis aja nanti di hpnya top up 10 ribu gitu” // (gw kira kan doi maksa kan) “hmm tapi saya..” // “gapapa mbak ditulis aja nanti saya isikan tapi mbak gausah bayar ke saya” // “loh..” // “iya ditulis ya nanti..” // “jangan pak.. masa saya ga bayar..” // “gapapa mbak..” // “hah jadi saya tulis aja gitu?” // “iya” //
terus berhenti dong di depan pasar gitu, gw kira lah ngapain berhenti, ternyata itu adalah Pasar Senen (literally hahahaha) “ini di sini ya?” // “oh di stasiunnya pak saya..” // “ooo stasiunnya di depan ya oke oke.” (masih dilanjutin) “iya mbak gpp ditulis aja” // “oalah.. kenapa pak?” (maksudnya kenapa kok dikasi cuma cuma) // “iya gapapa saya lagi seneng aja hahhaa gapapa” // “oalah.. hahaha. gini ya pak?” (aku nunjukin hp) // “iya gitu.. ini ya mbak stasiunnya”
lalu gw turun dan kasih helmnya.. gw bilang makasih dan gw titip salam buat istrinya.. dia bilang sama sama, makasih, dan hati-hati. gw inget banget itu rasanya kyk habis pulang aksi guim yg kyk gw nemu banyak makna dari sebuah perpisahan gitu. (ceilah) wkwk sumpah.. fenomena apaan sih ini. hmm terus gw jalan ke gerbang masuk stasiun pasar senen dan memberi bintang lima untuknya sekaligus tips 5k. dan selesai. tapi perasaan itu belum selesai. perasaan kagum, bangga, senang (krn top up ovo gratis wkwk padahal aku jg gatau sih itu buat ngejar target atau apa tp baik banget beliau huhu), terus juga terharu, ironi, semua campur aduk. sampai sampai aku linglung dan lupa kalau mau nyetak tiket (hadoeh). udah pukul 10.30, belum nyetak tiket dan kondisi perut laper buanget belum sarapan. jadilah baru bisa nulis ini di kereta. hehe gitchuu.
nah nulis fieldnotes ini sebenernya janji hatiku sih. emang untuk ngebahas topik yg sensitif gini mungkin butuh diskusi panjang dan lebih dalam lagi. dan sementara ini netral sekaligus bebas intrepetasi. jadi ya suka gak suka gapapa kok. tapi aku akan senang sekali kalau cerita ini bisa dinikmati 🙂 yeay nanti cerita cerita lagi ya.
KA Bengawan,
21 Februari 2019
1 note
·
View note
Text
Things I Wish I Knew: About ASI
ASI (Air Susu Ibu) merupakan sebuah topik yang selalu hangat untuk dibicarakan di kalangan buibuk alias mamak-mamak dan juga bumil-bumil seantero Indonesia. Aku inget banget begitu saudara atau teman-teman (yang cewek) tahu aku hamil dulu, mereka langsung tanya-tanya, mau lahiran normal apa caesar? Mau ASI apa sufor? How would I even know at that time?! The point is ASI atau nggak, kita harus milih, dan pilihan macam itu seakan menunjukkan kualitas kita sebagai seorang ibu. Ga enak banget kan? Aku sendiri memilih untuk memberikan ASI kepada anakku karena aku ingin memberi nutrisi terbaik dan teraman buat dia setidaknya di enam bulan pertama usianya *dan keterusan sampai sekarang Noa 13 bulan*. Aku cukup concern dengan kesehatan anakku *kalau menurut suamiku sampai di level obsesif, lol*. Perjalanan ASI-ku adalah sebuah perjuangan, yang aku yakin setiap ibu mengalaminya meskipun berbeda-beda. However, there are some things I wish I knew about ASI sebelum aku berkecimpung di dalamnya. Andai aku tahu hal-hal ini, pasti hidupku lebih mudah:
ASI bukanlah sesuatu yang terjadi secara alami.
Wooooo….bukannya ASI itu alami keluar dari tubuh ibu, sis?!! Iya sih, emang ASI itu bentuk makanan manusia yang paling alami dengan nutrisi terlengkap dan terbaik, tapiiiii…. kemunculannya itu ngga langsung terjadi sesaat setelah kita melahirkan gitu aja. Ini ngga kayak film-film, atau iklan produk bayi, atau vlog artis-artis yang kisah lahirannya indah-indah gitu, seriusan! Ada yang langsung keluar, ada yang butuh beberapa jam, ada yang butuh berhari-hari, ada juga yang ngga keluar sama sekali. You just never know. Aku sendiri dulu ngga langsung keluar ASI-nya, sempat stress karena Noa cepet laper dan nangis-nangis kalo ga dapet susu. Tapi aku optimis, aku mikir pasti bisa ngasih ASI karena aku perempuan (haha simple ya mikirnya), dan akhirnya aku berhasil di hari yang ke-4 pasca lahiran. So, you’d better set your expectation and mindset right for this.
Pengetahuan dan manajemen ASI sangat diperlukan
Nyusuin tinggal buka bra trus tancep? Tidak semudah itu Ferguso. I wish bisa semudah itu, tapi kenyataannya banyak hal baru yang harus diketahui. Aku juga baru tahu ginian pas udah lahiran, agak terlambat, tapi better late than never lah ya. Pengetahuan dasar apa yang perlu kita ketahui? Basic-basic aja ya. Pertama, ada dua hormon yang bekerja dalam produksi ASI, yaitu prolaktin dan oksitosin. Jadi, kalau mau ASI produksinya banyak dan lancar, dua hormon itulah yang harus “diakali”. Caranya gimana? Bisa lewat nutrisi yang baik, yang memacu kinerja hormon-hormon tersebut, bisa lewat sentuhan pijat (ada yang namanya pijat oksitosin), coba aja cari-cari di sumber yang terpercaya di Google. Kedua, ada metode-metode dalam memberikan ASI; yaitu direct breastfeeding (DBF) alias netek, lalu pumping alias mompa ASI pakai alat (baik manual maupun elektrik) lalu minumnya pakai botol atau media lain, ada juga teknik marmet yaitu memerah ASI pakai tangan aja, ada juga yang melakukan keduanya atau ketiganya. Metode mana yang kamu gunakan semua terserah kamu dan tergantung kemampuan dan kehendak anaknya juga. Saranku adalah be as flexible as you can. Kalau anakmu maunya netek, yaudah netek, kalau anakmu menolak netek yaudah pumping atau marmet aja, atau bahkan sufor aja, BEBAS! I’m not here to judge. Kemudian, kalau kamu menggunakan metode selain DBF, maka ada hal lain lagi yang harus kamu pelajari, yaitu manajemen ASI perah. Kamu harus tahu berapa lama ASI perah tahan dalam suhu ruangan, suhu chiller, freezer, dll. Wow! Piye? Masih bisa bilang ASI itu gampang?
Diperlukan komitmen dan perjuangan dalam meng-ASI-hi
Segala sesuatu ada harganya. Tapi ASI kan gratis?!! Ya, kesannya emang gratis karena kita ga perlu bayar untuk tiap mililiter ASI yang dihasilkan, tapi ya tetap ada perjuangannya, rek! Harga yang diperlukan untuk ASI adalah komitmen, yaitu keterikatan untuk terus memberikan ASI hingga waktu tertentu. Kemudian waktu, ya hitung aja berapa lama waktu yang dihabiskan dalam sehari untuk menyusui ataupun pumping. Dalam kasusku, seharian kalau ditotal durasi pumpingku bisa mencapai 120 menit alias 2 jam, itu belum ditambah waktu cuci peralatan pumping, waktu untuk breast care, dan atur stok ASI di kulkas. Fleksibilitas kegiatan ibu juga menjadi hal yang harus dibayar untuk ASI. Bagi yang menyusui langsung tentunya ibu harus selalu berada di sekitar anak sepanjang hari, dan bagi yang pumping, ibu harus rela memotong kegiatannya apabila jam sudah menunjukkan waktu Indonesia bagian pumping. Belum lagi kerempongannya untuk membawa peralatan pumping ke manapun ibu pergi. Ada lagi harga terbesar yang harus dibayar ibu, yaitu SAKIT. Yep, menyusui itu sakit, mau pumping kek, mau DBF kek. Pumping resiko sakitnya pas penyumbatan, aku sendiri sudah langganan banget sama yang namanya penyumbatan alias clogged duct. Menyusui langsung juga ada resiko clogged duct meskipun jarang, tetapi kata orang-orang yang udah pengalaman, sakitnya itu adalah pas bayi udah tumbuh gigi dan gigitin puting ibunya. Bisa bayangin kan, bayi yang giginya gatel trus gemes gigitin puting. Merinding-merinding disko gitu.
Sudah kebayang harga yang harus dibayar untuk ASI?
Semua pengetahuan tentang ASI bisa dibaca di Instagram
Main Instagram itu sejatinya sangat berfaedah. Pengetahuan soal ASI, dan bayi-bayian lainnya banyak di sini. Biasanya aku baca di IG-nya para seleb-mom, tapi kalau soal ASI ada dua accounts yang menurutku paling lengkap dan mudah dipahami isinya. Pertama, IG-nya Mom Elizabeth Zenifer (@elizabeth.zenifer). Di situ dia bikin hashtag #DirectoryMamanyaDavid yang isinya lengkap dari soal ASI, MPASI, review produk bayi, dan tips bermanfaat lainnya soal perbayian. Cari aja yang tips ASI, dia jabarin semua perjalanan ASI dia yang dari nol sampai dia pumping 100 kali baru muncul ASI setetes, hingga dia bisa stok ASI 3 freezer! Amazing kan! Dia beberin semua secara gamblang dan rasional, no magic-magic ya. Ga ada yang namanya minum ASI booster terus besokannya ASI-mu langsung muncrat-muncrat. Pokonya baca aja deh sebelum mulai perjalanan menyusui, dijamin ga nyesel. Yang kedua ada IG account Rennata Pranata (@rennatapranata). Dia ini sebutannya adalah tetegram, alias dia bener-bener dedicate akun IG-nya untuk tetek, eh pengetahuan ASI. Dia dikenal dengan metode marmet, atau perah tangan. Di situ banyak banget pengetahuan soal ASI yang lebih ke ilmiah tapi dijelasin dengan ringan banget jadi gampang dipahami. Ada lagi, akun IG Legendairy Milk (@legendairymilk), suplemen booster ASI, yang banyak banget tips soal ASI. Udah tiga akun IG itu aja cukup untuk membekali busui dalam mengarungi perjalanan ASI.
ASI itu memang nutrisi terbaik dan terlengkap yang ada di dunia, yang berisi sel-sel hidup dengan manfaat imunitas yang tinggi bagi bayi, tetapi ASI juga bukanlah segalanya. Yang terpenting adalah bayi tetap bertumbuh dengan baik dan ibu sehat jiwa raga. Harga apa yang bersedia dibayar oleh seorang ibu semua sudah pasti dipertimbangkan sebaik-baiknya sesuai kondisi masing-masing. Mau ASI atau non-ASI, DBF atau pumping, itu semua bukanlah sebuah tolak ukur untuk ibu yang baik. Setiap ibu yang berjuang adalah ibu versi terbaik bagi anaknya. Stay strong! We’re in this together! Cheers,
Renata
Photos from Unsplash.com
0 notes
Text
Memulai Freelance
My life is upside and down since my latest post. My status turns from a single to married. Yes, I’m married. Life is surely unpredictable, I didn’t plan to get married last year.
So, hidup baru berumah tangga dimulai. Berperan jadi istri tentu bukan perkara mudah. Harus ada penyesuaian, mulai dari hidup yang awalnya hanya mikirin diri sendiri, sekarang ada orang lain yang perlu dipikirin. Perubahan terbesar adalah dari nggak bisa masak, sekarang jadi bisa, walaupun masakan yang dimasak hanyalah masakan jenis oseng-osengan saja hehe.
By the way, I will share my husband’s experience as freelance illustrator. Yeah, my husband is full time illustrator. He has studio, name is Bigbann Studio. Menerima pesanan berbagai macam ilustrasi dari background, character, weapon design, book cover, etc. Sebelumnya, Bani bekerja di studio milik sendiri di rumah mertua. Karena berbagai pertimbangan, akhirnya diputuskan, studio pindah di rumah sendiri, dan memulai freelance. Bani punya beberapa pegawai yang akhirnya juga ikut jejaknya, menjadi seorang freelance.
Bekerja freelance tentu punya tantangan tersendiri. Jam kerja yang tidak menentu, terlebih lagi bekerja di rumah sendiri yang lebih nyaman dan rawan godaan untuk bermalas-malasan. Apalagi hawa Malang yang akhir-akhir ini jadi lebih dingin dari sebelumnya. Hampir 17 derajat! Beberapa hari setelah memutuskan freelance, Bani masih struggle beradaptasi dari ritme kerja dari yang pasti, menjadi tidak menentu. Jam kerja bebas, apakah produktivitas makin berkurang? Memang perlu siasat agar tetap produktif, walaupun kita punya kebebasan mengatur waktu kerja. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika memutuskan freelance.
Hal pertama yang memang harus dipersiapkan untuk freelance adalah lingkungan kerja. Ya, walaupun bekerja di rumah, tetap saja membuat tempat kerja senyaman mungkin adalah suatu keharusan. Alhasil dua hari sebelum memulai freelance, kami bersih-bersih rumah, menyiapkan ruangan khusus untuk meletakkan berbagai peralatan penunjang pekerjaan, mulai dari meja, kursi, komputer, alat gambar, dll. Kami sengaja merancang ruang tengah menjadi meja kerja bersama.
Tak kalah penting adalah menyiapkan daftar pekerjaan yang harus diselesaikan, menentukan deadline, hingga mengatur siapa saja yang harus menyelesaikan garapan tersebut. Semuanya ditulis rapi di sebuah papan, agar lebih mudah dilihat. Menentukan deadline sangat penting. Hanya karena memutuskan freelance, lantas mau leha-leha? Tentu saja nggak! Deadline harus tetap ada agar lebih disiplin dalam waktu.
Mengatur ritme kerja juga penting. Beberapa hari freelance, Bani mencari waktu yang pas dia bekerja. Dia mengatur kapan harus bekerja, istirahat, dan bepergian. Mana waktu paling produktif, mana jam-jam yang tidak produktif. Semuanya diatur dan diadaptasi selama seminggu penuh. Biasanya Bani memulai kerjanya setelah shalat subuh. Rehat sebentar untuk sarapan (jangan menunda asupan gizi di pagi hari!), rehat saat jam makan siang, mulai lagi bekerja hingga malam. Biasanya aku mengingatkan dia untuk rehat maksimal hingga pukul sembilan malam. Jika pun terpaksa lembur, setidaknya tidak melebihi jam 12 malam. Waktu istirahat penting, agar stamina tetap terjaga, metabolisme tubuh lancar, dan fit.
Komitmen adalah kunci utama. Tanpa komitmen, hal-hal yang aku sebutkan nggak akan ada artinya. Komitmen tetap produktif walaupun tidak ada yang mengikat dan mengawasi pekerjaan.
Source pic: medium.com
0 notes
Text
D O A
DOA PRIBADI: DARI LUBUK HATI
Setiap kali keluhan keluar dari mulutku, tak banyak yang dinasehatkan oleh ibuku selain kalimat ini, “Jangan mengeluh, berdoa sajalah.” Bertahun-tahun lamanya aku tak pernah mau mendengarkan kalimat yang kuanggap sangat picisan dan tidak berbobot itu, hingga akhirnya aku menyadari bahwa di dalam kalimat itulah terkandung mutiara berharga kehidupan yang mestinya disadari setiap orang: bahwa apapun peran yang kita lakukan di dunia ini, Tuhan-lah Sutradara kita. Ia yang tahu “ending”nya. Karenanya sangat tidak keliru kalau kita meminta campur tangan-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita.
(26.03.2012)
Doa adalah jembatan indah yang menjembatani luka-luka dan masalah hidup kita. Tanpa doa, kita menjadi insan yang terisolasi dan seorang diri. Siapa pun yang ada bersama kita saat ini, kerinduan hidup kita yang terdalam adalah menemukan dan bersama Tuhan. Tanpa doa, kita bagai hidup dalam sebuah kegelapan, karena tak menemukan saat-saat hening dalam terang Ilahi. Doa-lah saat intim yang menyatukan kerinduan kita dengan hadirat Ilahi, kekasih jiwa kita. Tanpa-Nya kehidupan ini begitu hampa, meski kita dikelilingi berbagai kepenuhan secara fisik.
(19.03.2012)
Melalui doa, mengalirlah air sungai kehidupan ke dalam jiwa kita yang kerontang, menghibur keterpurukan kita dengan tunas-tunas pengharapan. Melalui doa tak hanya kita mempersembahkan keluh kesah kita ke hadapan Tuhan, namun yang sungguh indah adalah bahwa melalui doa Tuhan berbicara kepada kita. Sungguh benar bahwa doa menguatkan kita, karena di dalam doa Ia menyapa kita dan menjadi Guru serta Inspirator kita.
(20.03.2012)
Doa menguatkan sendi-sendi rohani kita yang lelah. Dengan berdoa, kita memperoleh aliran energi baru sekaligus kita memuaskan kerinduan kita untuk menemukan Tuhan. Beristirahat dari kebiasaan berdoa bukan saja menambah kelelahan sendi-sendi rohani, namun juga sesungguhnya menambah beban sendi-sendi fisik dan mental kita. Ada kalanya kita perlu beristirahat dari kuliah, kerja, dan beberapa rutinitas lainnya, namun kita tidak perlu beristirahat dari rutinitas dan disiplin doa.
(21.03.2012)
Doa menjadi tiang yang menyangga niat-niat kita yang rapuh. Dalam doa, niat kita diperbaharui agar semakin tulus dan kudus. Segala ketakutan dan keraguan kita dapat kita hantarkan ke hadapan-Nya, dan hati kita yang hancur menjadi persembahan yang riil apa adanya. Kita akan sulit berpura-pura dalam doa. Sungguh indah cinta Tuhan yang nyata melalui saat-saat hening waktu kita berdoa, karena Tuhan yang Maha Sempurna menerima segala dimensi diri kita yang datang pada-Nya, saat kita penuh dengan ketidaksempurnaan.
(22.03.2012)
Komitmen diperlukan dalam membentuk disiplin doa. Kita sebagai insan yang senantiasa sibuk atau disibukkan sepanjang waktu, bisa dengan rendah hati memohon kesetiaan kepada Tuhan untuk memampukan kita memanajemen 24 jam yang Tuhan berikan setiap hari kepada kita agar kita tetap memiliki waktu doa khusus sebagai jam intim kita dengan-Nya. Komitmen mengikat hati kita dalam memanfaatkan waktu, dan doa mengikat roh kita dengan-Nya.
(23.03.2012)
Doa juga dapat menjadi sebuah bentuk kasih dan pelayanan kita kepada sesama, saat kita dengan tulus mendoakan mereka. Bentuk kasih dan pelayanan ini menjadi indah karena mereka yang kita doakan tidak tahu dan tidak perlu tahu bahwa mereka kita doakan, sehingga kita dapat berendah hati melakukannya. Seorang bijak pernah mengatakan bahwa kebahagiaan dan keberhasilan yang sekarang kita capai merupakan buah dari doa orang lain. Sepanjang kita umat Tuhan saling mendoakan, kita menumbuhkan benih-benih kasih dan pelayanan demi menciptakan dunia yang berpengharapan.
(24.03.2012)
Nafas dan perjuangan hidup manusia terkandung di dalam karya nyata maupun di dalam doa. Kita dapat selalu berjuang melalui doa tanpa dibatasi ruang dan waktu. Dalam doa, kita turut memperjuangkan mahkota diri yang abadi. Kejujuran dan pengakuan kita dalam doa kepada Tuhan mendatangkan karunia kerahiman-Nya atas diri kita yang berdosa. Dalam doa, kita juga memperjuangkan jiwa-jiwa yang namanya kita doakan. Perjuangan melalui doa menghantar karya nyata kita agar menuju karya yang selaras bukan lagi dengan kehendak kita, melainkan dengan kehendak-Nya.
(25.03.2012)
Saat kita mencurahkan isi hati dan membuka luka batin kita ke hadapan Tuhan di dalam doa, kita memulai langkah berdamai dengan orang lain (dan juga diri kita sendiri) di dalam hati kita. Bukan hal mudah untuk mengampuni orang yang terus-menerus menyakiti kita, tapi bukan hal yang mustahil melakukannya. Pepatah bilang, seribu langkah dimulai dari satu langkah pertama. Mario Teguh bilang, cara terbaik untuk mulai, adalah dengan mulai. Dan syukur kepada Tuhan, kita memiliki doa sebagai salah satu sarana yang memfasilitasi langkah kita dalam memulai semuanya..... termasuk dalam mengampuni orang lain dan mengampuni (baca: menerima) diri kita sendiri apa adanya.
(26.03.2012)
Apa yang kita sampaikan kepada Tuhan di dalam sebuah doa pribadi mencerminkan hasrat diri kita yang terdalam, meski kita menyampaikannya hanya dalam hening tanpa sepatah katapun. Bibir kita mungkin sulit untuk tepat berucap, otak kita mungkin terlalu penat untuk menjalin kata, tapi roh kita selalu bisa berdoa menyuarakan lubuk hati yang terdalam, dengan bantuan Roh Kudus. “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” (Roma 8:26)
(27.03.2012)
Berpasrah diri dan berdoa acapkali menjadi alternatif terakhir bila kita menghadapi kegagalan dan kebuntuan; apabila kita tak dapat lagi berbuat apa-apa, bila kita tak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Memang dalam kebuntuan segala daya upaya, akhirnya kita mencari cara yang paling mungkin: berpaling kepada Tuhan dalam doa. Doa menjadi pijakan terakhir dan tumpuan harapan kita. Tetapi dalam proses pendewasaan iman, kita dapat selalu bertekun mengubah pola doa kita, hingga doa menjadi pijakan awal kita dalam bertindak serta mengalir dalam liku-liku seluruh tindakan tersebut.
(29.03.2012)
Kadang kita kehilangan semangat untuk berdoa, karena lelah secara fisik atau secara mental. Kadang kita bahkan tertidur di tengah-tengah doa. Kadang meski semua guru, bacaan, dan sumber-sumber inspirasi telah membombardir kita dengan segala teori dan motivasi, tapi di mata kita, berdoa bisa mendadak menjadi sesuatu yang kehilangan arti. Namun sesungguhnya setiap orang tentu lazim mengalami masa-masa kering dalam perjalanan rohani. Para imam pun mengalaminya. Bahkan Tuhan kita Yesus pernah berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Matius 27:46) saat Ia merasa sendiri dan merana di kayu salib yang keji. Tapi Ia tak berhenti di situ. Ia taat menyelesaikan karya penyelamatan hingga akhir. Bila seluruh hal-hal rohaniah dan seluruh hidup ini kehilangan makna, bila kita lelah mau berhenti saja, kita bisa sadari bahwa semua itu manusiawi – sehingga justru bukan menjadi alasan untuk berhenti. Kegagalan berdoa di hari yang satu bisa memacu rindu di doa kita hari berikutnya. Kejenuhan berdoa di jam yang satu bisa menjadi kobaran asa di jam berikutnya. Selama kita tidak berhenti, motivasi bisa saja redup tapi tak akan mati.
(30.03.2012)
Perjalanan kita bersama-Nya dalam doa dan saat-saat hening kita, membantu pendewasaan proses kita dalam bersabar menanggung salib kehidupan. Terpaan berbagai masalah dan beban berat yang kita hadapi, dapat menggoda kita untuk mempertanyakan, mengapa ketekunan kita meminta sesuatu di dalam doa tak juga menuai buah sebagaimana yang kita ingini. Selanjutnya pertanyaan itu menggoda kita untuk meragukan-Nya. Tetapi dalam doa, kita diberi kesempatan bagus untuk meminta selalu dikuatkan dalam IMAN, KASIH, dan HARAPAN agar setia menanggung salib kita, daripada meminta salib itu untuk dilepaskan. Yesus tidak menolak salib-Nya namun Ia selalu berserah pada Bapa dalam doa-doa-Nya; kita sebagai murid dapat belajar dari-Nya.
(31.03.2012)
Saat berdoa mungkin kita diam, terpekur, sesekali berbisik lirih; mungkin menangis, mungkin mengunci diri di pojok kamar yang sepi. Saat berdoa segalanya tampak pasif padahal di sanalah kita memberi tempat bagi Tuhan untuk berkarya aktif. Saat berdoa segala pekerjaan tampak tertunda padahal di sanalah kita memohon Tuhan menggenapkannya. Saat berdoa kita tampak tidak produktif padahal di sanalah kita memberi ruang kepada Sang Produser Kehidupan untuk memproduksi segala mukjizat yang tak terselami. Saat berdoa, kita mungkin tampak diam, tapi Tuhan sungguh tidak tinggal diam.
(01.04.2012)
Di dalam sebuah kehidupan yang selalu mendaraskan doa, kita merangkai mutiara cinta yang abadi. Cinta Tuhan telah mengawali semuanya, dan kehendak bebas kita dirindukan untuk membalas cinta-Nya. Cinta-Nya terlalu besar untuk kita mengerti, kerahiman-Nya tak terselami. Ucapan syukur kita atas semua itu mungkin tak cukup dijabarkan dalam berpuluh-puluh skripsi, tapi kita selalu dapat merangkumnya di dalam doa. Biarlah doa-doa syukur kita menjadi manik-manik mutiara cinta yang bisa kita persembahkan ke hadapan Tuhan setiap hari.
(03.04.2012)
Terlalu ringkih kita berkutat dalam segala upaya, tanpa membaurkannya di kedalaman doa. Terlalu jauh kita melangkah, tanpa berlutut dan berdoa. Terlalu naif kita berharap, tanpa menghanyutkannya di lautan doa. Terlalu sendiri kita berada, tanpa doa. Mengakrabi doa menghadirkan Sahabat terakrab di dalam seluruh dimensi kehidupan kita, yang memampukan kita melalui jalan terjal dan berbatu karena Ia sendiri telah menyusuri jalan itu hingga ke Golgota menuju Surga.
(07.04.2012)
Jalanan berliku kerap menyesatkan kita ke keputusasaan. Segala lelah menyesatkan jiwa ke kehampaan. Betapa perlu harapan memantik semangat. Betapa perlu penyembuhan atas kecewa dan luka. Betapa perlu berbutir-butir doa, demi pepulih asa yang lara. Butir-butir doa itu mengalirkan debu-debu di sela jengkal-jengkal jiwa kita ke luar diri yang fana. Kefanaan dihiburkan oleh keniscayaan yang berdaya harap akan tujuan abadi. Doa mengandung daya itu; daya penghiburan dan pengharapan bagi kita yang lemah. Dari manakah daya itu berasal… dari Tuhan tentunya. Tuhan memandang kita saat kita berdoa; Ia memandang hati kita; Ia sungguh mengerti kita.
(08.04.2012)
Doa meleburkan ketidakpercayaan kita menjadi sebuah penglihatan akan cahaya baru di ujung lorong yang gelap. Masalah dan beban hidup tidak mendadak hilang karena kita berdoa, namun masalah dan beban hidup itu kini dapat kita lihat dengan cara pandang yang berbeda. Cahaya baru di ujung lorong gelap itu membuat segalanya tidak lagi seberat ‘segalanya’. Dalam ruangan tertutup kebuntuan jalan hidup, dindingnya bagai dipenuhi puluhan pintu terkunci. Satu pintu yang selalu terbuka adalah pintu doa, di mana Tuhan ada, dan tak ada yang mustahil bagi-Nya.
(09.04.2012)
Energi baru yang kita dapatkan bila kita berdoa bersumber dari daya Ilahi. Karena itu tidaklah mustahil bila kita menjadi mampu melakukan hal tersulit dalam hidup ini yakni mengalahkan kedagingan kita sendiri… bukan karena kekuatan kita semata, tetapi karena Ia menopang kita.
(17.04.2012)
Doa yang jadi jembatan ketika semua jalan buntu
doa yang buka harapan ketika hati merasa ragu
doa bawa kekuatan ketika semua penghiburan berlalu
doa bisa bicara banyak meski lidah kelu
doa bawa asa ketika hidup begitu hampa
doa mengundang-Nya meraja dan hadirkan cinta.
(11.03.2013)
Dalam doa kudapatkan kelegaan dan penghiburan bagaikan keluh kegelisahan yang diubah jadi nyanyian
(13.08.2014)
2 notes
·
View notes
Text
Sedang ingin menulis cerita, Tentang sebuah pesan biasa seperti pesan orang lain.
Kepada seseorang di masa depan, (jika nanti takdir masih memberi kesempatan kita untuk sampai pada saatnya),
Boleh jadi kamu adalah seseorang yang tak tahu asal usulku. Bagaimana kehidupanku yang tak sama dengan orang lain, bagaimana aku begitu banyak menemukan perbedaan-perbedaan dalam satu tempat dengan tempat lain. Kamu hanya tahu pada diriku saat kita bertemu, tidak dengan segala apa yang kurasakan selama ini.
Aku tidak pernah meminta untuk menilaiku seperti masa lalu, yang menilai dengan begitu kuat kelebihannya, menilai dengan sekedar pujian perbedaan antara aku dan yang lain. Aku sama seperti yang lainnya, ingin menjadi lebih baik dan menjadi diri sendiri, dan aku hanya berharap kamu tak pernah membuatku untuk semakin mundur dengan itu.
Boleh jadi kamu tidak tahu bahwa aku begitu mencintai aksara. Bagaimana aku bisa menulis ketika aku sedang pahit, bagaimana aku nyaman memendam sendirian sambil mengetik dan mengarang bebas seperti saat ini. Boleh jadi kamu hanya tahu dunia nyata, tidak pernah tahu dunia mayaku yang begitu berisi tulisan-tulisan yang kadang tak penting.
Begitulah, begitu caranya aku mengekspreksikan sebuah perasaan, tidak saat seperti kamu mengenalku didunia nyata, bukan?
Boleh jadi kamu begitu kenal pada caraku yang begitu mencintai tulisan. Kamu tidak begitu tahu kepribadianku didunia nyata, atau ketika nanti kamu melihat tulisan-tulisanku ini sebagai penilaian atas dirimu, kamu menganggap itu menarik. Aku senang dijatuh hatikan karena tulisan-tulisan sederhana ini, yang aku toreh ketika sedang bosan dan butuh ketenangan. Dan kamu, menjadi satu orang penting yang membuatku semakin senang menjalaninya.
Atau boleh jadi, kamu adalah seseorang yang tahu asal usulku. Kamu tidak peduli pada masa dimana aku masih menjadi anak yang pemalu dan seringkali menangis. Kamu baik ketika aku benar-benar merasa sendirian, atau ketika aku sedang merasa tak nyaman pada lingkungan yang baru.
Atau, kamu memang seseorang yang tidak tahu asal usulku, kita bertemu tiba-tiba karena ada jalan, yang tidak pernah tertebak darimana dan bagaimana caranya, karena keyakinan kuat untuk saling mencari dan berjalan pada arah yang baik, yang membawa kita pada sebuah pertemuan dengan kondisi seperti itu.
Kepada seseorang di masa depan (yang jika nanti pada saat yang tepat),
Aku percaya tentang bagaimana banyak ketidakmungkinan yang ada. Menjadi satu, menjadi sebuah keyakinan.
Kamu mungkin banyak kekurangan, akupun begitu. Namun kita sama-sama tahu, bahwa kekurangan tidaklah sebuah pilihan untuk saling menyudutkan.
Perjalanan itu panjang, dan kita akhirnya memilih untuk tetap mendekap tanpa lagi memikirkan kelemahan yang ada.
Aku tak tahu, duniamu kini, entah ada dimana, didekatku, atau memang jauh dimana saja. Aku tidak ingin berfikir panjang tentang ini, menurutku, bagaimana sebelum akhirnya kita berusaha, aku lebih dulu berusaha membahagiakan orang-orang sekitar.
Untuk seseorang yang sedang dan sungguh aku tidak tahu bagaimana, tetaplah membaik. Tetap menjadi seseorang yang tumbuh dengan kedamaian, membawa pada ketenangan.
Dan bila padanya sedang membaca ataupun tidak pernah tahu bahwa aku suka menulis seperti ini, tidak papa. Ini hanya harapan-harapan kecil saja, sesuatu agar nanti kamu bisa tahu.
Kepada seseorang nantinya,
Semoga nanti ketika kita saling bersama, kamu menjadi alasan kuat untukku tetap merangkai kata, menjadi satu-satunya seseorang yang membuatku berani merangkai kata, membuatku akhirnya berhenti untuk mengingat hal-hal yang sudah. Karena bersamamu, aku percaya.
Bersamamu, nanti pada saatnya, aku akan percaya. Mempunyai keyakinan dan komitmen itu untuk terus memperjuangkan yang lama, tidak hanya mundur karena kekurangan, tidak
Aku tidak meminta apa-apa, semoga sekarang, kamu bisa lebih banyak belajar tentang menjaga tanggung jawab sebaik mungkin, akupun sama; akan berusaha meraih segala sesuatu yang masih dibatasnya.
Berjuang bersama tidak buruk bukan? Mari disaat ini, kita sama-sama berjuang sebelum saling menemukan. Berjuang untuk hidup yang lebih baik, keyakinan yang lebih baik, serta segala sesuatu yang baik sebelum akhirnya kita menjadi satu kesatuan yang tak akan mudah goyah karena kesalahan-kesalahan kecil.
1 note
·
View note
Text
Y, Why [7 end]
Tyrell selalu tahu kegiatanku walaupun dia tidak touching dengan kehidupanku lagi. Menyadap ponsel baginya bukanlah hal yang sulit. Aku tak menyangka bahwa mengetahui ponsel kita disadap atau tidak jika kita memakai android tidaklah serumit yang dibayangkan. Tidak perlu diberitahu oleh Tyrell pun aku sudah tahu. Dulu saat masih memakai ponsel jadul sangat sulit mengetahuinya sebab jarang terhubung ke internet dan rangkaian sistemnya terkesan tertutup. Aku tahu dia suka mengotak-atik ponselku jadi kupikir dia pasti melakukan sesuatu yang aneh. Ah itu dulu, waktu ponselku masih jadul. Aku mengganti ponsel ketika ia belum sempat pulang ke Indonesia lagi dengan operating system android. Setelah dia pulang dari pertemuan terakhir itu, ponselku sangat aneh. Baterainya cepat sekali terkuras. Terkadang juga storage-ku penuh-tidakpenuh dengan sendirinya. Oh Tyrell aku tak menyangka kau bisa sebodoh ini. Atau kau sengaja melakukannya agar aku tahu?
Setelah ponselku yang disadap ini terjatuh di suatu tempat dan aku mengharapkan itu kembali karena banyak kontak penting dan sudah lama memakai nomornya, untuk pertama kalinya aku ingin mencoba menghubungi Tyrell kembali setelah setahun lamanya dari pertemuan terakhir itu. Hanya untuk sekedar basa-basi kemudian menanyakan lokasi ponselku. Aku memang kehilangan harapan, tapi tidak separah itu sampai-sampai aku harus menghubungi Tyrell kembali. Konyolnya aku menyayangkan ponsel itu menghilang karena aku ingin Tyrell masih terhubung dengan kehidupanku. Lebih konyolnya lagi aku berharap dia menyadap barang elektronikku yang lain selain ponsel. Tablet, notebook, atau laptop misalnya.
Semakin hilang kehadirannya, aku semakin malas untuk memakai produk-produk kecantikan. Menyadari bahwa untuk mendapatkan laki-laki seperti Tyrell bukanlah dengan fisik yang menarik bak bidadari. Tapi bagaimana caranya masuk ke dalam pikirannya dan ‘mengusai’ inderanya. Lebih bagus lagi jika mengetahui cara memuaskan ego laki-lakinya. Jika dia memperlakukanku seperti seorang putri, aku juga harus memperlakukannya seperti seorang ksatria. Seorang ksatria selalu haus akan dunianya. Bagaimana caraku menjadi wanita yang tepat untuk laki-laki bermental demikian?
Aku tidak mau menjadi perempuan yang hanya menunggu saja. Diam, menyemangati, melayani, melihat seperti apa dia menghadapi hidupnya. Perempuan yang perlahan-lahan akan hilang nilainya seiring bertambahnya usia. Aku tahu Tyrell mencari perempuan yang seperti itu. Mungkin itu salah satu faktor mengapa ia menyukaiku. Ia mencintai perempuan yang dapat ia jadikan rival juga. Aku perempuan yang berani mengajak taruhan laki-lakinya. Kurasa ini bisa saja adalah salah satu kecocokan kami sepanjang kami berkomitmen.
Namun bukan berarti kami seperti minyak dan air. Hanya saja kami tidak cocok. Sungguh Tyrell, apanya yang kamu ingin jadikan rival dalam diriku? Menjangkaumu saja aku tak mampu. Aku ini seorang pengecut. Beberapa kali aku ingin mendaftarkan diri untuk mengikuti program beasiswa ke negaramu ketika awal-awal aku membuat lembaran baru di universitas, namun selalu saja keinginan itu kubungkam. Selalu saja ada perasaan yang membuatku berpikir bahwa ke depannya tidak akan berjalan semulus yang aku harapkan dan merasa sesuatu yang tidak beres akan terjadi. Bagaimana jika aku tidak mengerti bahasanya, bagaimana jika aku tidak dapat bergaul di sana, bagaimana aku akan bertahan hidup di sana sendirian, bagaimana jika aku mendapatkan nilai buruk hanya karena berbeda culture, bagaimana aku bilang ke orang tuaku kalau aku ingin mengikuti program beasiswa hanya karena ingin bertemu denganmu, bagaimana aku akan menempuh persyaratannya, bagaimana jika aku sudah berjuang sekuat tenaga namun hasilnya malah membuat peluhku menjadi sia-sia, bagaimana jika pada akhirnya waktumu untukku nantinya akan sama saja seperti di sini?
Aku terlalu banyak berpikir. Hal seperti ini yang membuatku menjadi seorang pengecut, Tyrell. Mungkin saja dengan kapasitas otak seperti ini aku akan bisa memprediksi hal yang akan terjadi. Aku sangat lihai mendeteksi kegagalan. Namun itu justru membuatku menjadi manusia yang ‘gagal’. Memangnya apa artinya hidup jika sudah tahu apa yang akan muncul di depan kita? Bukankah hidup itu akan berwarna jika kita tidak mengetahui apa-apa dan jalani saja semau kita? Jatuh di lubang berkali-kali memang tidak seburuk itu. Itu justru yang membuat kita berani mengambil langkah besar. Bukankah begitu, Tyrell? Kadang aku ingin tahu apa yang memengaruhimu hingga terus-menerus mengambil langkah berat dan keputusan luar biasa. Dari sorot matamu mengatakan ini upaya balas dendam kepada masa lalumu. Ada harga diri yang tergores dalam. Hingga kau berani menghempaskan diri begitu saja ke kandang serigala seakan tidak mempertimbangkan konsekuensinya.
Ah ya sekarang aku tidak tahu lagi kabarmu. Sudah berapa lama ya sejak perjumpaan terakhir kita kala itu? Aku sudah membangun komitmenku dengan pasanganku kini perlahan-lahan dan entah mengapa kehadiranmu di benakku nyaris tidak bersisa. Namun masih saja kesan misteriusmu terbawa-bawa di dalam duniaku. Mungkin karena aku terbiasa menjalani hari-hariku dengan mengingatmu. Segala cara telah aku lakukan untuk meruntuhkan gema memori itu. Mulai dari aku yang membiasakan diri untuk melepaskan rantai yang sudah lama ada pada diriku sampai membangun confidence dengan cara yang bodoh. Yang penting, aku tidak melakukannya lagi dengan caramu! Aku ya aku, kamu ya kamu.
Terkadang aku ingin dia mati saja. Karena penyakitnya sekarang atau kecelakaan dalam kerja. Tertembak mungkin? Kalian boleh saja berkata apapun sesuka hatimu sebab menginginkannya hingga seperti ini memang tidak manusiawi. Kau tidak akan pernah tahu rasanya, Tyrell. Tersiksa oleh perasaan yang menggebu-gebu. Aku tidak tahan kau memiliki perempuan lain dan membayangkan kau akan menikah dengannya lalu memiliki anak kemudian membuat sebuah keluarga besar. Hidup bersembunyi jauh dari gaungan realita dunia yang sungguh memuakkan ini.
Ngomong-ngomong soal berkeluarga, aku menulis cerita ini bukan hanya untuk hiburan dan mengeluarkan semua memoriku semata. Alasanku menulis ini karena aku ingin sekali melupakan Tyrell. Tahukah mengapa aku suka menulis? Meluapkan emosi. Mengeluarkan pikiran. Ya, aku ingin menumpahkan segala memori-memoriku tentangnya ke dalam suatu wadah kemudian aku bisa bebas melupakannya tanpa menyayangkan apa yang telah aku buang. Karena memori yang dulu terus-menerus bersemayam di kepalaku kini hanyalah sebuah cerita berseri di dalam tumblr-ku. Oh aku tidak mau membohongi diriku sendiri bahwa dia istimewa untukku. Maka dari itu keinginan untuk melupakannya seperti menggelantung pada seutas tali yang sudah membuat tanganku terluka. Ketika ingin melepaskannya saja, aku akan jatuh ke dalam palung tak berdasar. Benar-benar serba salah. Dan sekarang, aku memilih untuk menjatuhkan diriku ke palung itu dan membuat harapan baruku pada daratan yang akan aku pijak nanti setelah menyerahkan diri kepada sang palung.
Harapan baru itu adalah menikah, Tyrell. Tidak denganmu tentu saja. Kami sudah merencanakannya walaupun belum begitu matang, namun sudah dipastikan bahwa sebentar lagi aku akan menempuh hidup dari awal bersama-sama. Membuka lembaran baru dengan dua jiwa yang saling membutuhkan satu sama lain. Tidak baik terus-menerus menaruh obsesi denganmu sedangkan aku telah memiliki kewajiban baru. Dan hal yang paling penting, komitmen pada pernikahan tidak boleh dibuat main-main. Karena komitmen ini akan membawaku kepada masa depan yang baru.
Mungkin aku harus melupakan Lee Jonghyun juga. Member CNBLUE idolaku. Sepertinya aku harus mengaku mengapa hanya Lee Jonghyun yang bertahan menjadi idolaku selama bertahun-tahun sedangkan aku orang yang mudah bosan dengan seorang public figure atau karakter dalam cerita. Karismatik dan wajah arogan yang nyaris mirip. Alisnya yang tegas. Sorot matanya yang dingin dan tajam. Bentuk wajah yang tegas. Aura yang susah diidentifikasi... Tak ada alasan lain sehingga dia menjadi satu-satunya public figure yang sangat membawa pesona seorang Tyrell. Sepertinya aku sudah gila masih mengaguminya hingga detik ini.
Dengan ini semua tentangmu dan hal yang bersangkutan denganmu ingin kutegaskan lagi, akan kuhilangkan sampai ke akar-akarnya. Ini waktu yang tepat untuk memfokuskan diriku dengan komitmen ini. Bukan hanya serius lagi, tapi benar-benar memberikan jiwa, hati, dan ragaku hanya untuk pasanganku. Aku mencintainya, Tyrell. Hanya saja perasaan itu tidak semengerikan saat bersamamu. Aku juga heran mengapa. Percayalah, aku telah mencari-cari jawabannya selama bertahun-tahun.
Menghilanglah Tyrell. Jangan pernah datang lagi. Jika kau masih bersikeras untuk kembali, aku tidak sendiri lagi. Aku bersama suamiku nanti.
END
📷: Puuung’s DeviantArt
0 notes
Text
Hari gue mulai ngetik ini adalah Kamis, tanggal 15 bulan Februari tahun 2018. Umur gue dua puluh dua tahun. Oktober tahun lalu, gue lulus SD. Ga.
Kuliah.
Hm. Lama kian tak kukunjungi blog yang sugoi desu ini.
Oke
Ceritanya. Gue lagi pinjem laptop punya temen. Dan gegara ada laptop dirumah. Gue pengen menulis mengetik beberapa unek-unek gue selama ngumur 22 kayak lagunya Taylor Swift gitu. Abaikan.
Dua puluh dua tahun gue udah hidup dan semoga masih diberikan kesempatan untuk hidup sama yang Diatas. Aamiin
Dua puluh dua tahun bukan waktu yang sebentar gays. Rasanya, banyak yang udah gue lakuin. Banyak yang gue rasain. Tapi masih ada aja yang kurang. Gue tau. Gue gak bisa ng-alay, baper, cengeng, ga swag gini. Tapi ya namanya manusia. Punya rasa punya hati. Jangan samakan….. fak
Oke, maksud gue. Gue juga bisa ngerasa restless gitu. Bisa bingung. Dan gue rasa 22 tahun adalah puncaknya untuk ngerasa bingung dan pengen nangis.
Weo? Hm, sebenernya, gue ngerasa, umur orang itu terbatas banget.
Pada suatu tahun, tempat, waktu, dan dari rahim seorang manusiasetengahbidadari tertentu, elo lahir. Elo jadi manusia dan anak orang dalam hitung sepersekian detik setelah elu nangis dan menghirup O2 dunia. Elo dirawat, tumbuh jadi balita yang kiyowo, dicoel-coel banyak manusia yang kebetulan jadi saudara dan tetangga elo, elo dikenal dan akhirnya elo beneran jadi bagian dari keluarga itu.
Tumbuh
Elo mulai kenal yang namanya sekolah. Sekolah di Indonesia itu bisa diitung perkembangannya berdasarkan tahun. Elo ngumur 5/6 tahun, elo masuk TK. Biasanya 2 tahun. Tapi kalo elo cukup pinter dan bisa baca, elo bakal di masukin SD. Simple ya orang tua jaman dahulu kala? Iya :)
SD. SD di Indonesia itu 6 tahun.
SMP. Kukut di SD, elo bakal berumur sekitar 13 tahun dan elo mulai masuk di tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama atau SMP.
Sumpah. SMP ini adalah medan perang. Elo ga kuat, mati. Elo gak tegar, elo jadi babu. Elo gak punya temen, kesepian. Elo gak beriman, gak disayang Tuhan. ~Ea
Meaningnya, pengalaman gue sendiri ae. Masa SMP gue penuh ketegangan. Tegangnya ini, tegang yang gak enak. Ambiguanjirrr
Ketegagangan SMP ini bener bener ketegangan yang hqq banget. Gue sering telat. Sering diminta push up. Sering dimusuh padahal gue innocent banget :(
Gue SMP berasa banyak musuhnya. Banyak yang gak suka. Padahal gue ngerasa lurus-lurus aja. Oke, gue akuin gue cuek swag. Gue ngerasa gak penting ngurusin urusan dan drama kelompok orang-orang yang gak begitu penting. Gue ngerasa gue harus sayang sama orang yang bener-bener tulus sayang sama gue. Gue gak bisa basa basi muji orang hanya untuk bisa ngebuat gue masuk ke geng mereka.
Geng SMP. Hm Jangan sepelekan geng anak SMP yeorobun~ Mereka sangar, parah. Geng anak SMP itu loyal banget. Kalo 1 orang dalam kelompok marah, maka seluruh antero kelompok ikut marah. Kalo 1 orang dalam kelompok bahagia, maka semuanya secara alay bahagia. Syit Parahnya, geng ini karena baru abg puber muncak muncak gak jelas sekali bagi, mereka semua bisa musuhin 1 orang yang jadi musuh temen sekelompoknya tanpa mikir temennya yang dibela ini ada dipihak yang salah atau bener!
Anjir? Iya. Yang lebih anjir apa? Hm. Iya. Gue adalah salah satu pihak yang dimusuhin itu geng TANPA GUE TAHU SALAH ANJIR GUE DIMANAA!
Pengen rasanya ngomong anjing tapi takut dosa.
Gue pernah gitu. Gue gak tau apa salah gue dan ada pentolan geng yang kayaknya gak suka gue. Gue emang cantik Pinter Dan yang paling hqq, gue gak begitu peduli akan kehadiran de e di kelas. Tapi masak iya itu alasan de e sebel sama gue? Hm. Udahlah, dah terjadi. Pun tanpa bisa gue cegah, tanpa paham why dan how nya, tanpa lambat dan dengan kecepatan cahaya, gue sukses jadi musuh de e.
Dia sering nglemparin kapur ke gue, nyegatin gue masuk kelas, nyuruh kacung-kacungnya ngebuli gue, dan jadilah gue, sendiri, tanpa teman, jadi musuh geng alay punya de e. Syiaaalan.
Hm. Tapi gimana ya. Gue udah terlahir dengan harga diri yang tinggi mina-san~.
Gue gak bisa jadi pihak bawah. Walo enak. Fak Gue gak bisa jadi orang yang diluka tanpa tau salah hamba apa :(
Jadinya? Ya gitu. Gue berkelahi. Adu mulut dan main tangan. Gue jadi kasar dan gitu.
Jujur, tulus, gue bukan orang yang suka heboh. Asli, gue hanya pengen hidup tenang. Tapi kan keadilan harus ditegakkan, kan? Gak bisa gue dibuli sewenang wenang gitu. Enak aja, orang tua gue udah nyayang gue, njaga gue dari susah dan duka, kok bisa manusia lain bikin gue luka? Kalo orang tua gue tau, mbok pikir mereka bakal ikhalas aja? Gak!
Duh, kenapa curhat. :)
Intinya, SMP gue kampret tapi greget. Walau gue banyak menderita. Tapi masa SMP adalah masa paling terkenang dan yang paling gue cua :3 SMP ini 3 tahun, lulus SMP elo bakal masuk SMA.
SMA/SMK. Gue SMK dong. Waktu disini, umur gue 16 tahun. Gue gak bisa nyerita banyak karena gak ada hal yang keren buat dicerita. SMK gue membosankan. Berawal dari niat mau tobat jadi anak baik setelah mentas dari SMP penuh kisah alay itu, gue bener bener nepatin komitmen gue dan jadi manusia yang lurus. Gue beneran belajar dan berusaha jadi temen yang baik. Efeknya? Gue hampir selalu 3 besar. Gue emang lumayan bener belajar, sisi adrenaline and ke-ambisius-an gue, gue belokin ke ngejar ranking terus. Gue ngerasa manusia cuma hidup sekali dan semua hal yang elo lakuin harus maksimal. Gue bener-bener bener di SMK.
Kuliah. Gue bingung. Awalnya orang tua gue masukin gue ke SMK karena dahulu kala dan sekarang *iguess, SMK itu terkenal bisa langsung nyariin muridnya kerjaan kalo udah lulus. Sebelnya, orang tua gue malah nyuruh gue kuliah saat habis SMK. Hm
Guenya ancur gaysss! Why? Hm. Siklusnya: Kuliah harus SNMPTN. SNMPTN harus belajar. Materi SNMPTN banyakan didapet anak SMA. Dan gue, guenya bingung harus belajar apa! :( :(
Dan iya aja, waktu ujian, GAK ADA SATUPUN SOAL SNMPTN YANG BISA GUE JAWAB! Syuuuuuuuuusah anjir banget.
Susah, gue pupus. Dan akhirnya, impian masuk PTN Negeri pun muspro dan gue beralih ke swasta. Diklaten ada sebuah universitas namanya Universitas Widya Dharma Klaten. Jujur, kuliah adalah masa yang bener-bener ngebuat gue bebas yang jadi manusia. I mean, gue gak senakal di SMP tapi ya gak selurus itu kayak di SMK. Bener-bener ngalamain banyak hal yang ngebuat gue ngerasain gugup, takut, bahagia dan eksetera. Gue suka sih di kuliah. Banyak hal yang gue dapetin. Baik buruk. Penting ga penting. Semuanya mix kayak pop ice. Ena.
Gue masuk 2012 dan keluar 2017 Iyess. Kuliah gue butuh 5 tahun. Njir Iya, banyak olengnya, banyak bolos, naik gunung, tegang ama dosen, dan gitulah -_____- Elo bisa mbayangin. Kalo gak bisa yaudah. Jangan dipaksa. Bayangin itu berat biar aku saja.
Pa an sih.
Intinya gue lulus diumur 22 tahun. Gue sebelum lulus udah punya kerjaan. Paruh waktu sih. Ngajar les gitu. Ena ngajar les. Lo cuma modal mulut. Dapet duit. Alhamdulillah, gue dikasih berkah ilmu yang masuk dikepala gue. Alhamdulillah, gue bisa ngomong sama orang. Alhamdulillah, gue dipercaya sama ibuk ibuk ulala baik banget sumpah, buat ngajarin anaknya terlepas dari semua hal buruk dan kurang dari gue. Alhamdulillah, Allah nutupin aib bejat gue dan ngangkat harga diri gue. Alhamdulillah, gue dipercaya. Alhamdulillah, gue dikasih waras dan sehat sehingga gue bisa nulis seperti ini, sesaat ini :) Intinya ini, Alhamdulillah.
Oke, inti(2) dari semuaaaanya: Gue lulus umur 22 tahun dan sekarang adalah now. -_- :’)
Hm, sampai nulis sini, gue bingung. Sumpah bingung. Belakangan ini gue sibuk sama kegiatan ngajar. Gue suka. Tapi bagi gue ngajarnya gue ini terlalu overload :)
Gue tipe manusia yang sederhana. Pengen punya hidup yang simple, tapi berkualitas dan tak kekurangan. Gue pengen hidup yang gak ribet. Pengen punya kerjaan yang gue suka, gue banggain, tapi gak riweuh. Gue pengen punya partner hidup yang sayang dan gue sayang. Cinta dan gue cinta. Bangga sama gue dan gue banggain. Yang dia alasan gue senyum saat capek dan gue alasan de e berpulang dan menepis semua godaan serta ke-anjing-an dunia. Yang mampu menuntun gue ketempat yang better dan yang (semoga saja) adalah jodoh yang pula dipilihkan by Allah saat mereng-reng dan nulis jodoh gue di kitab Lauhul Mahfuz :). Aamiin :) :) #manusiabanyakmau #biarin
Gue juga pengen anak. Dua anak, satu cowok satu cewek yang keduanya bisa jadi penerus gue ama de e. :’) Gue pengen hidup yang gak belibet. Yang kalo pagi gue bisa bikin sarapan buat keluarga gue. Salim ama kangamas <3, kecup nikmat dan dadah dadah nganterin de e kerja dari pintu rumah kecil kita. Uuunch :3 Gue pingin bisa mandiin, makein baju, sepatu, ndandanin anak-anak gue biar kiyowo dan aaah. Duh gue senyum sendiri nulis ini. SEMOGA BISA JADI KENYATAAN DUH GUSTI AAMIIN! :3 :) <3 Gue pengen nganter mereka sekolah. Gue pengen jalan sambil gandengan ama mereka. Gue pengen mereka manggil gue ‘bunda’ sampil ketawa ketawa nggemesin sumpah gue baaaaper! <3 Gue bisa kerja setelah nganter dan pulang saat mereka pulang, jam 3 gitu oke kali ya ? :) Gue pengen pulang dan manjain mereka, ngedidik mereka biar jadi manusia yang awesome. Ngedidik mereka biar bisa kuat menghadapi hidup apapun halangan yang mungkin bakal bikin sebel anak-anak gue. Gue pengen kasih mereka semua yang bisa dilakuin sama raga dan ngelimpahin semua yang bisa dibagi dan ada pada jiwa gue. Gue pengen ngasih mereka nasihat (yang semoga bijak) atas apa yang udah gue alamin selama sebelum ngelahirin mereka. Gue pengen mereka cool, kuat, dan punya mimpi. Gue pengen mereka cerita apapun saat pulang dan ketemu gue. Gue pengen mereka leluasa meluk gue dan curhat tentang keseharian mereka disekolah. Tentang temennya yang nyebelin. Tentang bekal mereka yang diminta sama pentolan kelas. Tentang mereka yang dapet nilai buruk lalu sedih. Tentang mereka yang dapet nilai bagus lalu gak sabar pengen nyombong ke gue. Tentang mereka yang diomelin guru karena anarki :), tentang mereka yang sayang sama gue dan ayahnya :), tentang mereka yang menceritakan ‘mau jadi apa aku’ saat mereka masih suka rebutan sendokgarpu. Tentang mereka yang ada dipikiran gue dan oh my god gue mbrebes nulis ini! :( :). Hm, oke gue terlalu panjang kali lebar samadenganrumusluaspersegipanjang. Sampai dimana, tadi?
Oh Sampai di gue yang sekarang lagi umur 22 dan bingung tentang pertanyaan: gue mau jadi apa? Gue bingung. Belum tau. Banyak kondisi dan prioritas serta kebelumjelasan masa depan dan jalur jalurnya. Gue masih galau. Masih butuh banyak mengalami biar tau kemana jalur yang terbentang bercabang ini bisa mengerucut dan mengecilkan kemungkinan atas gue yang jadi apa. Gue gak tau karena gue ngerasa jadi manusia harus dan lebih baik fokus aja sama yang sekarang. Saat bingung, gajelas, insom, baper, dan pengen nangis gini, gue hanya maksimalin diri dan ngeliat apa yang bakal diskenaroin Allah buat hidup gue. Lagipula gue gak bisa melihat masa depan. Katanya: buat sampe disana karus dilakoni dulu yang ada disini. Dan ini, gue lagi ngetik.
Yaa, gue tau sih ngetik ini mungkin gak mbantu apa apa, tapi yaaa, gue cuma pengen ngegalau aja, sih. Seperti Diary gitu. Cuma ini di Tumblr. Semoga seterusnya blog ini gak akan dilarang pemerintah. Dulu ada isu Tumblr ditutup :(, semoga tidak ya Mbler? Gue sayang ama elo. Elo dan blog lain yang sejenis banyak nampung cerita hidup gue. Semoga panjang umur. Gak kenapa-napa :).
Hm Yeorobun~ Mian~ Postingan diary gaje gue, gue udahin aja kali ya, gue mau liat wattpad dan tidur. Besok pagi ini laptop dibalikin ke yang empunya. Sayonara. :)
Ditulis di Klaten, Malem. Dengan laptop pinjeman temen gue Wahyu Lestari karena gue gak punya laptop :(.
Diketik di atas meja yang dibuat sendiri sama mbah. Ini meja yang sama tempat gue naruh hape android yang gue beli hasil kerja jadi operator warnet. Hape gue, lagi onplaying lagunya BTS yang SEA. Yang saat gue ngetik ini, Jimin nyanyi: huimagi ineun gosen bandeusi siryeoni ine.
Gak tau artinya? Artinya ini: Where there is hope, there are trials.
1 note
·
View note
Text
Apa Bedanya?
Apa sih bedanya orang yg belum menikah dan yg sudah?
*Maaf nih postingannya agak sensitif 😀
Beberapa kali aku lihat postingan maupun story di ig, fb, wa, dan beberapa sosmed lain.. org2 yg sudah nikah itu mereka tanpa sadar udah posting sesuatu yg harusnya jadi privasi mereka (dan pasangannya). Aku rasa banyak org yg belum sadar bahwa seharusnya ada suatu perbedaan ke arah yg lebih baik (progres) ketika mereka sudah menikah. Tapi kenyataannya.. nggak ada bedanya. Malah kayanya semakin alay 😅.
Mungkin ada yg salah di awal. Yaitu NIAT. Kebanyakan orang salah dalam menentukan niat menikah. Ada yg karena udah pacaran lama, makanya kudu cepet2 nikah (padahal belum siap secara mental dan finansial, nggak dipungkiri kan orang nikah juga butuh biaya untuk keberlangsungan hidupnya). Ada yg nikah karena faktor usia, makanya dia terima aja lamaran orang yg belum begitu dikenal (lah konyol, baru kenal beberapa hari juga masa mau nikah? Kecuali udah jelas yaa latar belakangnya. Jangan cuma kaya atau gantengnya aja. Jangan cuma karena mulutnya manis aja. Banyak org modus zmn sekarang tuh). Ada yg nikah krn cuma ikut2an, karena temen2nya, tetangganya, udah banyak yg nikah. Tinggal dia aja yg belum (hey, ini hidup lu sendiri. Nggak usah peduli kata orang. Ingat ya, pas udah nikah nggak mungkin org lain ikut bantuin terus. Selebihnya ya kamu dan pasanganmu. Org lain cukup lihat dari jauh aja, dan biasanya mereka cuma bisa nyinyirin aja). Ada juga yg nikah karena suatu hal yg 'nggak baik' (wah ini.. jgn dikira nikah itu jadi solusi ya. Kalau dari awal udah nggak berkah caranya, di akhirnya juga biasanya nggak akan indah kok. Makanya jgn pacaran deh, apalagi 'gitu-gitu'). Pada kenyataannya dari beberapa contoh di atas, mereka rata2 belum bener2 siap untuk menikah. Mereka sudah salah niat di awal. Walaupun nggak semuanya sih..
Tapi menikah itu bukan jadi satu-satunya solusi, apalagi ketika seseorang belum siap secara mental (terutama). Kecuali kalau sudah paham 'niat dari menikah itu apa'. Kemungkinan besar pernikahannya akan aman. Tapi ketika di awal sudah salah niatnya, bukan Lillah, di pertengahan akan goyah ketika dilanda masalah. Jangan dipikir orang nikah isinya bahagia dan so sweet terus yaa.. Haha.. masalah yg menyertai juga bakalan bwanyak banget. Tapi ketika bersama partner yg tepat (pasangan halal) yg memang sudah bener niat nikahnya, yg secara mental siap dan imannya udah tidak diragukan lagi, dan udah sejalan komitmennya, insyaallah seberapapun masalah yg menimpa, hubungan pernikahannya akan baik-baik saja. Bahkan malah membuat hubungan semakin kuat. *Oh I pray I find someone like that 😍
Jadi.. sebaiknya sih bagi yg udah nikah.. kasih contoh lah ke yg jomblo2 ni,, orang yg udah nikah itu ky gimana.
•Harusnya makin dewasa cara berpikir dan tindakannya, jgn keseringan curhat di sosmed. Karena itu nggak akan menyelesaikan masalah, tapi malah bisa jadi sumber masalah.
•Itu aib pasangan gausah diumbar2 😂 nggak usah gampang2 ember juga masalah pernikahan, cukup selesaikan dg pasanganmu.
•Kerja harusnya makin rajin, nggak kebanyakan maen sosmed aja, apalagi maen game 😌
•Ngurus anak yg bener, jangan dikit2 selfie 😜 kecuali emang endorse yak. Lumayan dapat bayaran.
•Makin rajin tuh ibadahnya, jgn cuma jalan2 aja, bikin story gjls 😌 banyakin dzikir kenapa.
•Dan.. kudu bisa ngejaga komitmen. Kudu setia sama pasangan. Itu kan pilihannya sendiri.. baik buruknya pasangan juga mencerminkan diri kita sendiri lo.
So... Bagi yg belum nikah nih.. gausah khawatir. Ada banyak hal yg bisa dilakukan kok sekarang. Mumpung belum terlanjur lo ya. Kuliah dipuas2in. Mau kursus apa aja, berangkat dah. Mau jalan-jalan kemanapun, bebas. Mau berteman sama siapapun boleeehhh. Dan yg paling penting, bisa bahagiain orang tua.. itu yg nomor satu. Bagi yg belum nikah nih, bersyukurlah kalian punya banyak waktu dan kesempatan untuk bahagiain ortu kalian. Jadi.. nggak usah buru2 nikah lah. Persiapkan secara matang. Sambil mengolah mental dan meningkatkan keimanan. Sambil nabung juga. Lakukan hal-hal positif. Memperbaiki kualitas diri. Kejar semua impian. Karena kalau udah nikah, belum tentu bisa. Jangan berekspektasi terlalu tinggi lah pokoknya. Yg penting siapkan bekal yg banyak, biar nanti nggak kaget menghadapi kehidupan berumah tangga. 😊
Ini hanya sedikit pemikiranku sih. Nggak ada maksud untuk menyinggung siapapun. Hanya melihat realita sekarang yg banyak terjadi.
Semoga bisa menginspirasi yaa.. hehe.. kalau ada kritik saran, mau berbagi pemikiran juga, boleh banget dikasih komentar nih 😘
0 notes
Text
Tentang yang aku percaya
Ini pembahasan yang agak sensitif, semoga kamu orangnya nggak sensitif. Tentang apa yang aku percaya, aku percaya pada cinta dan kebaikan. Apa itu cinta? Apa itu kebaikan? Bagiku cinta adalah satu kata yang indah, sederhana, namun tidak sesederhana itu mengartikannya. Kamu bilang pacaran itu butuh tanggung jawab, aku setuju sama kamu. Itulah cinta. Cinta itu pasti ingin memiliki, cinta itu duniawi, cinta itu nafsu, cinta itu buta, cinta perlu KOMITMEN, cinta membawa banyak konsekuensi, cinta perlu dibuktikan dan seterusnya..
Tapi bagiku cinta itu juga harus dibarengi dengan KASIH, jika tidak cinta akan berubah menjadi sesuatu yang jahat (menurutku). Penjabaran kasih ada di Alkitab, 1 Korintus 13. Bagiku inti sari menjadi orang Kristen adalah kasih. Kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak sombong, sopan, tidak mencari keuntungan pribadi, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, PERCAYA segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan. Diantara iman, pengharapan dan kasih yang paling besar adalah kasih. Kamu pasti pernah denger ayat ini. Aku hidup untuk ini.
Aku terkesan plin-plan tapi memang aku merasa demikian dalam hal perasaan. Kadang aku marah sama kamu tapi setelah itu aku ingat ayat ini. Aku nggak bisa marah lagi. Kadang aku berhenti berusaha, tapi aku ingat ayat ini sehingga aku mulai bangun lagi. Saat inipun aku sedih, aku marah, aku kecewa sama kamu tapi ketika aku ingat ayat ini lagi, semua perasaan negatifku ke kamu tiba-tiba hilang. Ya, aku manusia. Mungkin sekarang ayat ini masih menjadi obat dari kesalahan-kesalahan yg terlanjur aku buat, aku masih berusaha menjadikan ayat ini untuk mencegah aku melakukan kesalahan. Aku masih berusaha menjalankan kasih. Setiap hari adalah hari yang baru, kadang aku merasa hancur seakan aku tidak akan bisa menjalani hidupku lagi sehingga aku sulit untuk memejamkan mata namun entah mengapa setiap kali aku membuka mata ada kekuatan baru yang datang pada diriku. Aku selalu seperti itu, kenapa aku masih bertahan sama kamu ya karena aku masih mendapat kekuatan untuk bertahan. Hatiku masih ingin bertahan.
Aku yakin kita sama-sama sepakat bahwa jodoh itu tidak akan tertukar, tidak akan kemana. Maka dari itu jika saat ini aku berusaha namun pada akhirnya kamu bukan jodohku, aku selalu ikhlas sayang.. aku hanya berusaha dan berdoa. Ada ayat yg selalu memberi aku kekuatan, Matius 7:7 - mintalah maka akan diberikan kepadamu; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Aku diberi hak untuk meminta tapi bukan berarti jika Tuhan tidak memberi apa yang aku mau berarti Dia jahat sama aku, tidak.. Aku tidak memaknainya demikian. Aku hanya ingin berusaha dan jika Tuhan tidak berkehendak, ya aku akan ikhlas. Aku hanya bisa mengimani dan mengamini bahwa apa yang aku minta akan diberikan oleh Tuhan.
Lalu apa itu kebaikan? Kebaikan menurutku tidak saling menyakiti, tidak saling merugikan, kadang kebaikan itu perlu dipaksakan seperti memaksakan minum obat kepada anak kecil. Tujuannya baik kan? Supaya dia cepat sembuh. Kebaikan juga sesuatu yang indah (pada akhirnya pasti indah) Tapi terus terang jika ditanya apakah pernikahan beda agama itu baik menurutku, aku rasa itu lebih baik daripada pernikahan sesama jenis. Lalu apakah rokok itu baik? Aku rasa baik bagi para pengusaha rokok tapi tidak baik bagi tubuhmu. Lalu apakah eksekusi mati itu baik? Aku rasa membunuh itu tidak baik.
Kebaikan itu mungkin sifatnya berbeda bagi setiap orang, karena suatu kebaikan mungkin baik menurut A namun menurut B itu tidak baik. Munculah pertentangan. Aku kembalikan pada masalah pernikahan beda agama, menurut A baik menurut B tidak baik. Lalu apa titik tengahnya? Lalu apa yang terbaik untuk keduanya? Nggak ada jawaban yang pasti kan? Hahaha.. karena tidak ada jawaban yang pasti maka munculah peran agama untuk menjawab ketidakpastian ini. Karena manusia perlu jawaban, manusia harus selalu diisi, manusia tidak bisa kosong. Aku kembalikan lagi sama pernyataanku bahwa kebaikan itu pada akhirnya pasti indah kalo tidak indah berarti tidak baik (masalahnya indah itu subjektif hahaha) aku kembalikan lagi bahwa pernikahan beda agama itu jauh lebih baik daripada pernikahan sesama jenis.
Apakah seks itu baik? Menurutku itu BAIK (Siapa yang nggak suka dengan hal itu hahahaha) Lalu mengapa seks bebas dilarang oleh agama maupun norma sosial? Kita sama-sama tau bahwa tidak semua orang itu memiliki tingkat intelektualitas yang sama, kita sama-sama tau bahwa seks bebas meningkatkan resiko penyakit kelamin yang dapat menular serta HIV/AIDS, kita juga tau bahwa nggak semua orang suka pake kondom sehingga penyakit lebih mudah terjangkit kepada mereka yang suka gonta-ganti pasangan.
Semakin sering orang bergonta-ganti pasangan semakin besar kemungkinan dia punya anak dari berbagai macam wanita (anggap saja pelakunya pria) lalu bagaimana jika anak-anak dari satu bapak ini menikah? Setauku sih itu masih termasuk incest dan resikonya dari pernikahan dengan orang yg memiliki hubungan darah yang dekat adalah penyakit (aku males cari fakta kesehatannya, cari aja di google) jadi sebenernya tanpa larangan dari agama maupun norma sosial, jika orang itu memiliki tingkat intelektualitas yang cukup baik dan tau fakta kesehatan seharusnya mereka tau apa yang terbaik untuk mereka. Lagipula lebih romantis kalo kita bisa sehidup semati sama satu orang aja kan hehehe~
Seks itu baik lho ya, yang nggak baik adalah ketika kita nggak tau tips dan triknya.
Baik di dalam pernikahan beda agama maupun pernikahan sesama jenis masih ada satu kebaikan yaitu pernikahan itu sendiri. Namun hakikat pernikahan adalah bersatunya seorang pria dengan seorang wanita.
Lalu manakah yang harus diutamakan antara kebaikan dan kebenaran? Kayaknya aku udah pernah bahas ini di diari atau mungkin suatu saat kita bahas lagi.
0 notes