#Agterplaas
Explore tagged Tumblr posts
Text
Pandu dan Ghina Undur Diri, The Adams Akan Terus Fokus Berkarya.
Kabar mengejutkan dan cenderung membawa suasana haru datang dari grup band The Adams.
Band rock progressive asal Jakarta ini tiba-tiba mengganti foto profile akun instagram mereka yang secara mengejutkan hanya menampilkan siluet 3 orang personilnya. Penggantian foto pada tanggal 16 Januari 2024 tersebut hanya menampilkan siluet Ario (voc-gitar), Ale (voc-gitar) dan Gigih (drum). Hal ini menimbulkan pertanyaan; di mana Pandu dan Ghina yang sebelumnya mengisi format Bass dan Keyboard?
Pada waktu yang sama, Pandu Fathoni atau yang lebih dikenal dengan Pandu Fuzztoni juga memposting sebuah foto di akun Instagramnya yang menandakan kabar kebenaran bahwa Ia sudah tidak lagi menjadi bagian dari band The Adams.
Selain Pandu, ketiadaan Ghina juga menjadi pertanyaan. Ghina mungkin tidak ada dalam material promosi launching album ke-3 The Adams Agterplaas. Namun selanjutnya, Ghina kerap hadir dan mengisi posisi keyboard untuk band pada panggung live.
Pada Rabu (17/1/24), melalui akun Instagramnya, Ghina memposting foto untuk membenarkan isu perpisahannya dengan The Adams.
Ghina diketahui tengah merintis dunia musik dengan band utamanya; Ninethy Horse Power sebagai vocal dan guitarist.
Namun, berbeda dengan Ghina, Pandu tidak menampilkan momen bersama The Adams dalam feed Instagramnya. Berbeda dengan Morfem yang selalu Ia bagikan, bahkan potongan momen solonya bersama The Adams di panggung manapun, tidak terlihat.
Pandu mengisi vokal utama The Adams pada lagu Gelap Malam, terutama pada penampilan live. Banyak komentar penggemar The Adams yang mempertanyakan hal ini, meskipun secara teknis musik, hal ini bisa diatasi oleh duo vokal utama, Ario dan Ale.
0 notes
Text
Sebentar lagi 2020. Tapi saya masih punya banyak PR yang belum selesai. Masih punya banyak janji yang belum ditepati. Masih ada mimpi yang baru digantungin doang.
Taun ini, Tuhan juga masih seneng ngasih saya ujian. Mata kuliah utamanya adalah manajemen emosi. Ujiannya macem-macem, tapi yang paling saya inget adalah ujian paper tentang ikhlas. Susah banget ngerjainnya. Sampe sekarang aja belum selesai kayaknya. Masih banyak yang belum saya pahami.
Tapi, yawdalah ya, kerjain aja dulu semampunya. Kata kakak kelas, Tuhan gak cuma menilai hasil akhirnya doang kok, tapi keseluruhan prosesnya. Yakin aja. Lagian, gak semua hal harus dipahami sekarang, kok.
Btw, thanks The Adams atas lagunya. Saya jadi rileks ngadepinnya.
3 notes
·
View notes
Text
BERLAYAR BERSAMA MARITIME RECORDS DAN BELAKANG TERAS RECORDS DI THE ADAMS AGTERPLAAS CONCERT BANDUNG
Akhir pekan di Bandung menjadi perburuan yang eksentrik bagi kaum pencari hiburan. Bagaimana tidak, Bandung masih menjadi gudang showcase musik dalam berbagai medium ruang.
Sabtu kemarin (14/12) merupakan akhir pekan yang monumental sekaligus penutup akhir tahun yang manis bagi para peziarah konser musik. Maritime Records bekerjasama dengan Belakang Teras Records purna menggelar konser peluncuran album Agterplaas milik The Adams untuk wilayah Bandung.
Digelar di Auditorium IFI Bandung, The Adams Agterplaas Concert berhasil membuat 300 lebih penonton pulang dengan senyum sumringah. Antusiasme tinggi sebenarnya terlihat jauh hari ketika perilisan tiket yang habis terjual hanya dalam durasi lima menit , terlebih saat hari H, calon penonton sudah mengantri dari pukul 12 siang padahal ticket box baru dibuka pukul 15.00. Puluhan penonton harus putar balik dengan rasa kecewa karena tidak kebagian tiket. Nada Bahari Klub, lini bisnis Maritime Records, hanya merilis tiket sebanyak 300 lembar saja demi menyesuaikan kenyamanan penonton dan kapasitas venue.
Pintu auditorium dibuka pukul 19.45, setelah sebelumnya dilakukan clear area terlebih dahulu untuk memastikan jumlah penonton dan undangan. Penyelenggaraan gig swadaya ini terbilang cukup rapi dan terorganisir dengan baik. Semua lini produksi penunjang show dipikirkan dengan matang.
Penonton yang memasuki auditorium terlihat antusias dan buru-buru mendokumentasikan set panggung untuk kebutuhan instastory. Bisa dibilang set panggung Agterplaas Concert ini cukup estetik untuk sekelas gig swadaya.
Astrolab, band pop kawakan besutan Maritime Records menjadi pembuka The Adams Agterplaas Concert. Astrolab berhasil bangun dari tidur panjangnya setelah bertahun-tahun absen merilis materi dan manggung. Dengan reputasi debut album yang tidak mengecewakan, tidak heran banyak yang menunggu band ini tampil. Malam itu, mereka dibaiat menjadi penghantar pesta dengan memainkan nomor-nomor lawas seperti Earline, We Are the Burlesque dan Surgeon Hand. Total mereka membawakan lima lagu utuh dengan introduksi yang cukup rapat. Badra (vokalis Astrolab) tidak banyak basa-basi atau melontarkan kalimat-kalimat nostalgia malam itu. Yang pasti, penonton yang menantikan penampilan Astrolab dibuat terkejut dengan ramuan sound baru mereka.
Giliran Eyesun, rooster terbaru Maritime Records mengambil alih panggung. Banyak penonton yang penasaran akan aksi panggung mereka, terlebih belum seminggu ini mereka melepas single Feel Something kepada khalayak. Sebenarnya mereka tidak baru-baru amat, beberapa pemain lama menjadi garda band ini. Ada beberapa nama familiar yang sudah dulu berkeliaran di scene ini; seperti Aduy yang dulu aktif di band shoegaze, Jellybelly dan Toyong yang juga aktif di Astrolab. Eyesun membawakan lima lagu yang belum dikenal ditelinga penonton, namun bukanlah perkara besar, dengan distorsi disetiap lagunya yang berhasil mengundang tepuk tangan massal penonton di dalam auditorium.
Tiba saatnya The Adams menyimpulkan pesta malam itu. Ario, Ale, Pandu, Gigih dan Ghina memulai set dengan nomor pamungkas sesuai tajuk albumnya, Agterplaas. The Adams kini menjadi band yang dari segi produksi tertata dengan apik. Benar saja, ketika mereka memainkan Agterplaas, sound yang dikeluarkan terdengar balance dan dapat dinikmati tanpa cela. Saya membagi penampilan mereka menjadi dua sesi. Sesi pertama mereka memainkan seluruh lagu dalam album Agterplaas dengan sambutan koor massal di beberapa lagu, seperti Pelantur, Masa-Masa, Dalam Do’a, dan Timur. Saleh Husein (vokalis & gitaris The Adams) memegang kendali perihal komunikasi selama di panggung. Beberapa kali ia melontarkan jokes khasnya sembari mengambil nafas di setiap jeda lagu. “Maklum, diumur kami yang sudah tidak muda lagi, kami haruslah pandai-pandai menghemat nafas untuk kebutuhan lain,”, timpal Ario. Respons penonton yang memadati auditorium cukup ekspresif. Saya perhatikan di sekeliling, beberapa penonton terus berusaha menjaga emosi tetap stabil di setiap lagunya, hingga ada penonton yang meneteskan air mata ketika Ario berdakwah lewat lirik lagu Timur. Sayang, saya tidak berhasil mendokumentasikannya karena turut terbawa arus.
Di sesi yang kedua mereka berganti kostum sebagai bridging menuju set yang kedua. Di sesi ini, The Adams membawakan lagu-lagu monumental di album pertama dan V2.05.
The Adams menjelma jadi grup paduan suara di pembukaan set yang kedua, Berwisata berhasil membuat ruang auditorium kembali bergemuruh. Karaoke massal tidak bisa dihindari di nomor-nomor selanjutnya seperti; Selamat Pagi Juwita, Konservatif, Kau Di Sana dan Hanya Kau. Sebagai penutup, The Adams membawakan anthem sejuta umat Hallo Beni.
Di akhir acara, ritual sakral wajib dijalani, yaitu berfoto bersama penonton. Ada yang berbeda dari kebiasaan band-band lain; foto berjamaah ini diambil dari arah penonton dengan background The Adams di atas panggung.
Selama konser berlangsung, saya mengapresiasi jamaah The Adams yang tidak merokok seorangpun dalam auditorium. Penonton keluar ruang konser dengan tertib, lalu di luar mereka menunggu Ario dan kawan-kawan. Benar saja, tidak lama Ale dan Ario lebih dulu menyapa penonton di luar, disusul oleh Pandu, Gigih dan Ghina untuk melayani swafoto dan bercengkerama. Tidak ada batasan, mereka melebur tanpa sekat.
Hari itu menjadi catatan sejarah perjalanan perhelatan musik di kota Bandung, setelah tumbangnya beberapa acara serupa seperti Coup de Neuf dan Les Voila.
Semoga Maritime Records bisa istiqomah untuk terus merawat kultur ini tetap hidup dan berkembang.
1 note
·
View note
Text
Agterplaas, Jawaban Untuk Album Penuh Ketiga The Adams
Kurang lebih mengalami masa hiatus selama 13 tahun, kini The Adams telah mengkonfirm melalui pages instagramnya (@theadamsband) bahwa akan segera merilis album penuh ketiganya "Agterplaas". Album tersebut dirilis oleh Belakang Teras Records selaku record label swadaya milik The Adams sendiri, dan mulai sekarang sudah dibuka sesi pre-ordernya via belialbumfisik.com. Nantinya bukan hanya dirilis dalam kepingan CD saja, namun "Agterplaas" dikemas dalam format box set secara eksklusif dan limited berisikan juga DVD bertajuk "Masa-masa" tentang dokumenter dibalik pembuatan album terbarunya The Adams, ada tambahan juga di setiap pembelian sesi pre-order box set ini, kalian otomatis mendapatkan invitation pada Exhibition Concert "Agterplaas" pada 6 Maret 2019 mendatang. Sudah tercantumkan 11 track mengisi ke-hingar bingar-an materi terbaru The Adams. Disini The Adams merangkul beberapa nama untuk sebuah kolaborasi, ada Turi Ismanto Kaliandra pada gitar di track "Pesona Persona", kemudian pada piano di track "Dalam Doa" dan "Sendiri Sepi" oleh Ghina Salsabila, dan juga efek suara oleh Zul Mahmud. Tepat 1 Januari 2019 kemaren, The Adams langsung memberikan sebuah sinyal awal pertanda kembalinya dengan sebuah materi baru, sampai akhirnya pada 23 Januari 2019, The Adams resmi meresmikan jawaban dari semua clue yang telah dibagikan sebelumnya.
Mendengar dari semua potongan track yang dibagikan, tidak dipungkiri lagi kedewasaan musik The Adams sangat terlihat namun karakteristik balutan distorsi dengan olahan lirik yang mudah merasuki pikiran kita untuk tetap ada rasanya ingin bersing a long di tiap tracknya. Band asal ibukota yang sudah malang melintang sejak 2002 ini memang layak ditunggu kehadirannya untuk meramaikan kembali kancah musik nasional.
Ditulis oleh Fadly Zakaria.M
0 notes
Photo
The Adams Agterplaas Concert, Bandung Photos by: Mochammad Insan Kamil
#the adams#agterplaas concert bandung#bandung#irockumentary#photos#music photography#mochammad insan kamil
0 notes
Text
aku tak bisa menjanjikan surga,
atau bahagia untuk selamanya,
tetapi jika engkau terus percaya,
pasti akan ada jalan
6 notes
·
View notes
Text
The Adams - Timur
Lagu terbaik di album Agterplaas bahkan salah satu yang terbaik selama 18 tahun berkarya.
Fans lama The Adams dari era album selftitled mereka yang dirilis tahun 2005 silam serta para pendengar baru mereka bisa ada di ceruk yang sama sih kali ini, nuansa yang The Adams hadirkan ngingetin sama apa yang mereka sajikan di album pertama dengan lirik lagu yang bisa relate kapanpun, termasuk para generasi paruh remaja yang mungkin sudah bersiap untuk menikah.
“Masa depan kadang menakutkan Penuh dengan ketidakpastian Lebih mudah jika tak dipikirkan Kita bisa membuat rencana Untuk sekian tahun ke depan Tapi percuma jika selesai di tengah jalan
Namun tiap kudengar namamu Makin terbayang masa depanku Semakin jelas tujuan Dan yang ku harus lakukan Saat aku dan kamu bicara Tentang harapan dan cita-cita Semua yang kita damba Akan terasa seperti Amat nyata”
Jelas ya dari penggalan lirik diatas kenapa lagu ini bisa jadi lagu penyemangat para pria dan wanita paruh remaja untuk berbicara berdua tentang apa saja selain harapan dan cita - cita untuk kemudian sepakat menikah, silahkan bersiap siap untuk kemudian mendengarkan lagu ini di banyak acara resepsi.
2 notes
·
View notes
Audio
Semua lagu di album ini menggunakan bahasa Indonesia. Liriknya sederhana, tapi tidak gampangan. Dikali pertama mendengarkan keseluruhan lagu di album ini sedikit kesulitan buat mencerna. Tapi setelah repetisi ke tiga dan seterusnya, enaknya baru kedapatan.
Timur jadi lagu yang sedang intens didengarkan sekarang. Enak banget ya Tuhan.
1 note
·
View note
Text
Bhaiqq, malem ini The Adams sedang melangsungkan peluncuran albumnya yg berjudul Agterplaas. sayang sekali.... sayang sayang sekali, aku di Sorong hhhhha. dulu doaku jaman awal kuliah pernah sesederhana ini; ingin nonton pertunjukkan musik The Adams entah kapanpun itu. aku bahkan mendoakan semoga bandnya panjang umur dan abadi.
Mendengarkan The Adams pada album yg sebelum2nya, seperti mengulang kembali kisah - kisah lama, aduh maap yak akutu kenapa si susah buat pindah dan lupain segala2nya. hhhha. aku ingat pernah dengan seseorang, sesuka itu pada Hanya Kau.. lalu kami mendengar dan menyenandungkannya bersama. atau bersama Ilona dengan stengah berteriak menyanyikan Hallo Beni.
Aku melihat prtunjukkan peluncuran albumnya hanya melalui story @.nonacito yg mana adalah istrinya Ale, juga dari story om zakimen. seruuuu sekali. sekalipun ndak punya teman berpergian ke tempat2 yg kusukai, sendirianpun pasti aku berani. yang penting aku puas.
btw, kamarku masih wangi aroma kiriman postcard beserta zine dan pin dari penduduk bulan lainnya alias hairembulan alias icha. seperti wangi kemenyan?
lucu ya. aku selalu kagum dengan orang2 yg bisa menciptakan pasarnya sendiri, mengerjakan hal2 yang disukai dan menjadikannya sebagai profesi. itu aku iri sekali..
1 note
·
View note
Text
Gelap Malam, The Adams
Seperti kebanyakan lagu yang selalu punya kenangan tersendiri saat kita mendengarkannya, lagu Gelap Malam, The Adams juga punya kotak kenangan di dalam kehidupan gue. Huh, yah, sebagai salah satu lagu dari album Agterplaas--yang artinya rilis tahun 2019, lagu Gelap Malam pun sempat jadi makanan sehari-hari sebelum akhirnya tahun kesukaan gue itu, lenyap dimakan tahun 2020 yang sibuk sama pandemi.
Meskipun Gelap Malam nggak secara gamblang bilang kalau Jakarta adalah tempat dimana gue bisa bicara apapun seperti lagu Konservatif, lagu ini punya memori saat kereta api kesukaan gue, Joglokerto, yang sudah lama nggak gue tumpangi--melaju cepat menuju kota Jogjakarta. Diiringi lagu ini, gue harap-harap cemas apakah gue masih selamat dari kebohongan gue ke Ibu (gue bilangnya ke Jatinangor, uas) tapi Alhamdulillah sampai sekarang gue masih sehat.
Gue sendiri nggak tau ada makna apa di balik lagu ini, pun gue nggak terlalu ambil pusing dengan liriknya yang mungkin lumayan susah dihapal, tapi yang penting lagu ini bikin gue teringat sama kenang-kenangan pertama kali sampai di Jogja setelah di bulan November kota ini juga jadi tempat gue kabur dari kesedihan karena kematian bokap.
Ke Jogja kali ini, benar-benar nggak ada tendensi apapun. Gue cuma mau liburan aja. Pergi ke pameran, cafe, dan ketemu sama Tuti. Alhamdulillah semua hal itu terwujud dalam sepuluh hari penuh penghematan karena budget yang gue dapat adalah budget makan sehari-hari bukan holiday. Selain itu, di hari pertama gue sampai di Jogja, gue langsung ketemu Fuji, teman jurusan yang juga lagi stay di Jogja. Kami main ke pameran Aapic Week punya anak DKV ISI, kalau nggak salah. Pamerannya keren banget.
Ada satu karya seni yang nggak bisa gue lupa. Kayaknya udah sering gue ceritain di Instagram. Pameran itu--menyambut gue, dan Fuji yang kebetulan hari itu sama-sama cerita tentang masalah keluarga. “Harta yang paling berharga adalah keluarga...” Begitu lagu mengalun dan gue merasakan sakit yang tiada tara, karena bagi sebagian orang harta adalah sesuatu yang sementara. Sama halnya dengan keluarga.
Tapi baiklah, karena saat itu gue lagi liburan maka sedih bukan satu emosi yang harus dimanjakan. Jadi, selain bercerita tentang keluarga gue dan Fuji juga banyak ngobrol hal lain di Yamie Panda, dimana gue menghabiskan satu mangkok besar mie yamin. Tumben.
Hari itu ternyata nggak hanya ditutup dengan pergi ke Daily Noon Store, local shop kesukaan gue sejak 2017, tapi juga, akhirnya ada lagi saat gue bisa boncengan sama tuti setelah sekian lama. Hari itu kami nggak pergi ke Malioboro, kami cuma hampir ke dekat Malioboro dan makan angkringan. Meski ada peristiwa menyedihkan, yaitu Semesta, cafe favorit gue sejak kuliah di Jogja--udah tutup dengan meninggalkan bekas mengerikan. Tapi yaudah, setiap tempat selalu punya usia dan kenangannya sendiri.
Banyak hal yang terjadi di Jogja saat itu. Kalau dipikir-pikir perjalanan itu adalah perjalanan menyenangkan terakhir gue ke Jogja sebelum akhirnya pandemi menyerang. Meski gue pernah sekali ke Jogja saat pandemi lagi rame-ramenya, tapi saat itu nggak ada hal lain selain keburukan yang sempat bikin gue kapok ke Jogja lagi.
Kembali ke lagu Gelap Malam dari The Adams, yang ketika mendengarkannya gue selalu membayangkan betapa serunya nonton konser The Adams secara langsung. Bisa jadi gue cuma akan pakai kaos oblong seperti beberapa tahun sebelumnya gue bisa benar-benar menikmati konser, di lapangan pancasila ugm hanya dengan kaos lengan pendek, dan menyanyikan lagu HiVi bareng tuti dan dhiyaa super kencang. Kangen, ya. Masih muda.
Apa yang membawa gue kembali mendengarkan lagu ini setelah sekian lama dinganggurin adalah, tadi siang teman gue, Fajrina bilang ‘jangan lupa lagu Gelap Malam’ saat gue cerita hidup yang lagi ribet-ribetnya karena keputusan yang pernah gue ambil. Ya, begitulah akhirnya lagu Gelap Malam mengawali kegiatan gue malam ini yaitu memutar lagu The Adams sebanyak-banyaknya.
Dulu, bisa lancar membicarakan band kesukaan. Bisa datang ke konser band kesukaan. Bisa nyanyi dengan lantang. Bisa percaya diri pakai baju apapun. Dulu, gue pikir itu bukanlah hal yang patut disyukuri mengingat masalah yang terus-terusan datang. Tapi ternyata, saat kenangan-kenangan itu berjalan semakin jauh, kita sadar, banyak hal sederhana yang pernah kita lewati tanpa bisa terulang.
Begitulah gue berpisah dengan masa remaja.
“...Biarlah, biar semua berjalan bersama tak usahlah engkau berbeda... Masa lalu, akan kah terus menyala?” - Gelap Malam, The Adams (2019)
0 notes
Text
The Adams: Minim Publikasi Dengan Fans Setia Konservatif
"...Lagunya emang yang diminta biasanya kalo manggung tetep aja lagu-lagu lama, sebenernya... yang (The) Adams, Konservatif lagi..."
- Saleh Husein dalam video wawancara bersama Ngobryls yang tayang pada 20 Oktober 2020 lalu.
The Adams merupakan grup musik indie rock dengan perpaduan warna musik power pop yang hidup, klasik, namun tidak menye. Di tulis di wikipedia, sebelum The Adams, band ini bernama Lonely Band di tahun 2001. Nama The Adams sendiri resmi dipakau pada tahun 2002. Hingga artikel ini ditulis, The Adams telah merilis 3 album studio; The Adams (2005), v2.05 (2006) dan Agterplaas (2019).
Setelah bergonta-ganti formasi, kini The Adams telah mantap dengan Ario Hendrawan (vokal, gitar), Saleh Husein (vokal, gitar), Pandu Fathoni (vokal, bass), Gigih Suryo (drum, vokal) dan yang terakhir bergabung pada album Agterplaas, Ghina Salsabila (kibor, vokal). Saleh Husein atau yang akrab disapa Ale ini juga merupakan gitaris dari grup band White Shoes and The Couples Company.
Sejauh yang kita tahu, Ale (Saleh) dan Ario adalah duo vokal dari sejak debut single "Waiting" di MTV. Kenyataannya, Pandu, Gigih dan Ghina juga turut andil dalam track vokal di sejumlah lagu dan pertunjukan live. Di sejumlah pentas, Pandu sang bassist ternyata kerap tampil sebagai vokalis utama pada lagu 'Gelap Malam' dan 'Lingkar Luar' dari album Agterplaas. Ghina, selain mengisi backing vokal juga turut sumbang suara pada penampilan live lagu "Berwisata"
Agterplaas, Setelah 13 Tahun
Bicara soal Album, Agterplaas yang rilis pada 6 Maret 2019 lalu menjadi "epic comeback" dari The Adams setelah 13 tahun sejak rilis v2.05 pada 2006 lalu. Berisi 11 lagu dengan nuansa power pop klasik, The Adams kembali memanjakan pendengarnya dengan "rasa" musik tahun 2000-an namun lebih dewasa. Seperti album-album sebelumnya, The Adams memberi track pembuka dalam bentuk instrumen. Kali ini, sepanjang 2.21 menit, pendengar Agterplass akan menikmati lantunan lead gitar yang kental dan nyaring. Seperti roller coster, akan ada alunan yang menukik di tengah-tengah instrumen ini.
Kata Agterplaas sendiri, memiliki arti "Teras Belakang" dalam bahasa Afrika Selatan. Setidaknya, itu yang dikatakan Gigih sang drummer seperti yang dirilis medcom.id pada Maret 2019 lalu. Teras Belakang sendiri merupakan nama studio milik The Adams yang menjadi markas Ario CS untuk memproduksi lagu.
"Secara garis besar, album ini (Agterplaas) sebagai bentuk kedewasaan kita dalam bermusik," jawab Ale, dikutip dari laman medcom.id.
Masih di album Agterplaas, “Masa-masa”, “Pelantur” dan “Timur” adalah 3 lagu yang menjadi hits-nya. Ketiga lagu ini menjadi jembatan untuk membawa pendengarnya agar move on dari “Konservatif”, “Hanya Kau” dan “Waiting” dari album pertama dan kedua mereka. Ditambah lagi, kehadiran Ghina sang kibordis membuat penampilan The Adams menjadi lebih manis. Ghina menjadi penengah "pesona maskulin" grup band asal Jakarta ini.
Publikasi Yang Minim
Dengan konsistensi pola musik sejak rilis album pertama, The Adams memiliki kelekatan emosional dengan pendengarnya. Single "Waiting" pada Album pertama yang menjadi soundtrack film Janji Joni bahkan masih dibawakan dalam setiap penampilan The Adams, hingga saat ini. Begitu juga dengan lagu-lagu di album v2.05 seperti "Hanya Kau", "Halo Beni", "Selamat Pagi Juwita" dan "Berwisata" yang dibawakan dengan kombinasi vokal seluruh personil.
Sayangnya, tahun 2020 menjadi tahun paling memilukan karena pandemi Covid-19 menghantam hampir semua negara di dunia. Wilayah Asia menjadi yang paling mencekam dari paparan virus ini. Hal ini juga yang akhirnya membuat sejumlah event musik tahunan menjadi diundur, bahkan dibatalkan. The Adams yang baru merilis album lagi setelah 13 tahun sejak v2.05, menjadi minim exposure dari media mainstream.
Publikasi yang minim ini membuat The Adams kesulitan mengangkat lagu-lagu di album Agterplaas. Selain Masa-masa, Timur dan Pelantur, seluruh lagu di album Agterplaas tetap menyenangkan untuk didengarkan. Bahkan jika itu didengarkan oleh (yang mengaku) pecinta The Adams tapi tidak sejak album pertama. Lagu "Lingkar Luar", "Gelap Malam", dan "Pesona Persona" tetap memberi beat yang menghentak. Bahkan lagu "Sinar Jiwa" dengan lantunan gitar yang sendu bisa saja sama hits-nya dengan "Kau Di Mana" pada album pertama The Adams.
Beruntung, jelang akhir tahun 2020, sejumlah pentas musik bisa kembali digelar secara daring. Sebelumnya, pada pada event Synchronize Fest 2019 lalu, The Adams tampil nyaris tengah malam di hari terakhir acara. Meski demikian, panggung The Adams tetap dihadiri ratusan, atau mungkin ribuan pengunjung event musik tersebut. Synchronize Fest yang setiap tahun digelar secara meriah dengan tata panggung yang megah, akhirnya bisa dikemas dengan baik di stasiun tv swasta pada November 2020 lalu. Tanpa disangka, The Adams hadir sebagai penutup dengan "lagu sepanjang masa" mereka: Konservatif.
Konservatif Yang Ikonik
Lagu "Konservatif" dari album pertama The Adams menjadi track andalan di setiap pentasnya. Sudah dibuat dengan aransemen yang berbeda, bahkan pernah dinyanyikan bersama Cholil dari Efek Rumah Kaca, Konservatif tetap "nyaman" untuk dilantunkan.
"...Lagunya emang yang diminta biasanya kalo manggung tetep aja lagu-lagu lama, sebenernya... yang (The) Adams, Konservatif lagi..." Ujar Saleh Husein dalam video wawancara bersama Ngobryls yang tayang pada 20 Oktober 2020 lalu.
Dari video wawancara dengan Jimi The Upstair dan Ricky Malau tersebut, Ale juga mengatakan bahwa Konservatif merupakan lagu ciptaan Jimi. Berkisah tentang seorang pemuda yang ngapel ke rumah pujaan hatinya, ngobrol sepanjang sore dan pulang jam 9 malam; klasik, manis dan tergambar di ingatan. Lagu tersebut sepertinya masih relate dengan pemuda di tahun 2005, saat mereka berkunjung ke rumah sang pacar.
Lagu Konservatif ini juga hadir di film "Janji Joni" bersama lagu Waiting. Siapa sangka, 16 tahun sejak kemunculan pertamanya, Konservatif masih sangat memikat hingga saat ini. Mereka yang tidak familiar dengan lagu "Kau Di Mana", tetap bisa melanjutkan lirik dan menebak penyanyi lagu Konservatif ini.
Konservatif mungkin adalah alasan pendengar The Adams tetap setia. Baik di event musik besar, daring hingga pentas karaoke dadakan di pub kecil di bilangan Jakarta Selatan, Konservatif tetap bisa membuat pendengar yang menonton jadi sing along meski lirik bersihnya hanya 44 kata (coba hitung lagi, siapa tahu kami salah).
Sebagai penutup, mari kita sadari bersama bahwa p0endengar The Adams bukan hanya bapak-bapak sok indie yang lahir di akhir 80an, tetapi juga hingga Gen-Z di masa kini. Mungkin, hanya The Adams yang mampu membuat pendengarnya terwariskan ke generasi selanjutnya.
(RN)
Foto:
Mata Mata Musik
Facebook-The Adams
Infopensi
Indozone
Youtube
Tribun News
Tribun Wiki
0 notes
Text
Namun tiap kudengar namamu
Makin terbayang masa depanku
Semakin jelas tujuan
Dan yang 'ku harus lakukan
Saat aku dan kamu bicara
Tentang harapan dan cita-cita
Semua yang kita damba
Akan terasa seperti amat nyata
0 notes
Audio
ti.mur
n mata angin yang arahnya berlawanan dengan barat; asal matahari terbit:
n anagram dari kata “rumit”:
n simbol harapan dan hari yang baru
0 notes