#31harimenulis
Explore tagged Tumblr posts
Text
Hal keren yang perlu kamu ketahui dari Kura-kura!
Berwarna Ijo, tinggal digorong-gorong kota, ahli beda diri, punya guru seekor tikus. Eh tunggu deh, ini mah KKN alias Kura-kura Ninja >o< Yaaps, mereka biasa dikenal sebagai hewan darat yang berjalan lambat, pemakan sayur-sayuran dan selalu membawa tempurung sebagai rumahnya. Banyak yang mungkin merendahkan hewan ini karena secara penampilan kayaknya mereka nggak mungkin menang lomba lari deh.
Kata siapa sih? Pernah denger dongeng kelinci dan kura-kura kan? Di dongeng tersebut malah kura-kura yang memenangkan pertandingan karena kegigihannya berjalan.
Tapi tahukah kamu, yang spesial dari kura-kura? Yaitu adalah kita dapat menemukan mereka di seluruh penjuru dunia, kecuali di daerah kutub tentu saja. Kura-kura nggak hanya hidup di darat loh, tapi juga di perairan air tawar dan air laut. Eitss.. tapi inget! Walaupun hidup di dua alam tapi kura-kura bukan termasuk hewan amfibi. Mereka termasuk dalam kelompok reptil sama seperti kadal, ular dan buaya (nggak pake darat).
Hewan ini punya juga fitur adaptasi evolusi yang keren. Dari tiap alam yang berbeda, mereka punya ragam fungsi tubuh yang berbeda juga. Pertama ada kura-kura darat yang memiliki badan yang lebih gempal, dilindungi oleh sisik-sisik yang keras layaknya bongkahan batu hidup. Selain itu, mereka juga dilengkapi dengan tempurung berbentuk parabola dipunggungnya yang berfungsi untuk melindungi mereka dari predator dan teriknya panas sinar matahari. Lalu yang kedua ada kura-kura air tawar. Berbeda dari sepupu mereka di darat, kura-kura air tawar memiliki tempurung yang lebih pipih dan juga kaki yang berselaput. Hal ini dikarenakan kura-kura air tawar butuh berenang untuk menunjang hidupnya.
Terakhir ada kura-kura air laut atau yang kita sebut sebagai penyu. Hal menarik dari penyu adalah mereka tidak pernah meninggalkan lautan kecuali hanya betinanya yang butuh pergi ke darat sesekali saat musim bertelur tiba. Oleh karena itu bentuk kaki mereka menyerupai sirip. Tapi jangan salah loh, walaupun penyu termasuk perenang yang lamban, daya jelajah mereka sangat luas bahkan bisa melintasi antar samudra.
Nah itu tadi hal keren dari kura-kura nih sobat. Kalau menurut kamu apa sih yang keren dari kura-kura? by Ariek Dimas
0 notes
Text
Saat ini sedang surviving dari satu penantian ke penantian lainnya.
Quote "life is what's happening while you're busy making other plans" sepertinya sedang tidak berlaku, karena in between penantian-penantian ini, aku tidak hidup.
Menyerap momen-momen yang sudah dinantikan sampai ke sari-sarinya buat energi bertahan hidup. Masih panjang, masih banyak penantian lain yang bisa dinantikan.
0 notes
Text
#26: sibling (1)
1/4 dekade.
Jalanmu masih panjang kukira. Dunia masih sangat luas untuk coba kau ketahui, kenali, dan didalami satu per satu. Mana ya, yang kira-kira cocok dan bisa bersatu padu dalam jiwamu?
Yang ada mungkin baru sedih dan gembira. Hitam putih yang tak akan lagi sama ketika perlahan beranjak dewasa. Rasanya, semua hal pada kehidupan bisa dijadikan tempat bermain dan permainan, ya? Ya, aku pernah merasakannya.
Dan semoga selalu kau amini yang seperti itu, supaya terus teguh hatimu ketika suatu saat kau dikecewakan dunia (jangan banyak-banyak ya, barangkali besok aku bisa berbagi denganmu tentang kisah ‘anti-ekspektasi’). Sepakat?
Dunia tak lebih dari tempat bersenda-gurau.
59 notes
·
View notes
Text
20 things I love in the year of 2020
me tried my best to heal myself
my boyfriend
my supportive friends
found new hobbies
my temporary job
my room where I spent most of this year
my fish, Dragon
my spotify playlists
my NCT boys
my Haikyuu boys
the series “Friends”
twitter memes, shit accounts
youtube workouts, tarot readers, playlists
the number 27 which showed up a lot
(some) tiktok dances
jo malone wood sage & sea salt
etude lash serum; life changing
rollover reaction in “Maxwell”
estee lauder anr for my nearly-25 skin
the marias ♥️♥️♥️♥️♥️
1 note
·
View note
Text
Menggambar
Sebenarnya, sudah sejak lama saya suka menggambar, saya menyukai traditional drawing yang menggukan pensil atau drawing pen. Tapi, seminggu yang lalu, semenjak badai UAS berlalu, saya mulai belajar digital drawing menggunakan aplikasi photoshop dan mencoba beberapa tools untuk menggambar. Saya pun melihat beberapa tutorial di youtube dan mbah gugel, tapi yaa ternyata cukup sulit.
Tak lama setelah itu, paket berisi pen tablet merek huion pun tiba di rumah saya. Saya senang bukan kepalang, langsung deh saya coba tuh tablet. Kesan awal saya menggunakan pen tablet adalah sulit sekali. Bayangkan, saya harus menggambar di tablet sambil menatap layar laptop. Saya hampir menyesal telah membeli tablet itu.
Saya pun beralih menggambar digital menggunakan ponsel saya. Saya awalnya menggunakan stylus pen murahan dari merek hotel, tapi karena karetnya agak sobek, jadilah menggunakan jari saya. Saya melihat postingan seorang illustrator yang juga mantan guru SMP saya, yakni akun @heyapriliaa. Mba April mengatakan kalau “Tools hanyalah tools! Yang terpenting adalah orang dibaliknya untuk memanfaatkan tools yang ada.”
Saya langsung tersihir dengan kata-katanya. Saya pun menggambar di ponsel menggunakan aplikasi sketchbook dan picsart. Hasil karya saya memang ngga begitu bagus, sih. Tapi, menurut saya lumayanlah buat pengerjaan menggunakan jari-jari tangan.
Meskipun tadinya merasa sulit menggunakan pentab, saya mencoba membiasakan diri menggunakan tool itu. Saya teringat kawan saya yang juga bisa menggambar bagus menggunakan pentab. Mengingat itu, saya langsung termotivasi untuk mencobanya lagi dan lagi. Ternyata, saya hanya butuh pembiasaan diri saja. Nanti, lama-lama juga lemes.
Semangat yang besar untuk berlatih menggambar di Photosop kian membuncah dan ternyata justru berdampak buruk pada kebiasaan menulis saya. Saya jadi malas menulis, bahkan di program 31 menulis ini saya sudah mandeg hampir seminggu. Rasanya lebih menyenangkan menggambar dan bermain warna. Namun, saya coba lawan kemalasan itu dan kembali menulis. Saya harus bisa menyeimbangkan antara menggambar dan menulis.
7 notes
·
View notes
Text
Finale
tigapuluhsatu
@31harimenulis
Seumpama tongkat bikinan Ollivander yang punya inti khusus, blog ini pun demikian untuk sebulan belakangan. Meskipun tiap hari sengaja saya buat tematik, sebenarnya semuanya bermuara pada retrospeksi yang saya istimewakan di hari Jumat, yang kebetulan juga jadi hari pertama helatan ini dimulai.
Niat saya di awal memang ingin menumpahkan kegamangan yang terjadi empat…
View On WordPress
3 notes
·
View notes
Text
Amanah Dalam Bentuk Seekor Kucing
Di awal Oktober 2019 saya sempat berkunjung ke apartemen teman kantor. Di sana ia diam-diam memelihara kucing. Kiyowo sekali. Saya sempat keceplosan bilang gini, "Pengennya bisa punya kucing juga di kos."
Singkat cerita ketika pulang kos, saya dapat info kalau ada induk kucing entah dari mana bisa masuk, numpang beranak di tangga dekat dapur. Saya sempat tengok, anaknya ada 4, ibunya ganas sekali hissing hissing ketika dilihat. Jadi, kami semua tidak berani evakuasi.
Entah karena lapar dan tidak ada makanan yang bisa dimakan di dalam kos, si induk surprisingly bisa keluar lewat celah lubang angin pintu keluar. Tapi, dia lupa jalan masuk. Akhirnya, oleh penjaga kos si bayi-bayi kucing bisa dievakuasi dan dimasukkan ke kardus ditaruh di depan pintu kos berharap akan diambil induknya.
Induknya datang dan mengambil anak-anak kucingnya. Tapi hanya 3 ekor, kecuali 1.
Sepertinya ini adalah jawaban dari Tuhan atas selentingan harapan yang tak sungguh-sungguh terucap. Seandainya waktu itu saya make a wish ketemu jodoh, bisa jadi sekarang saya sudah melewatkan puasa yang sunyi bersama suami, eaaaa.
Saya namai si nakcing - anak kucing - Hachi karena Hachi anak yang sebatang kara, pergi mencari ditinggal ibunya, malah nyanyi. Hachi saya kasih susu formula empat kali sehari. Tiap istirahat makan siang saya sempatkan pulang untuk kasih susu Hachi. Malam hari saya kasih susu dua kali supaya anteng gak ngeong-ngeong tengah malam karena lapar.
Tadinya saya berniat kalau Hachi sudah bisa makan makanan kucing saya akan taruh di luar kos dan belikan rumah-rumahan. Tapi saya jadi tidak tega. Saya pun izin ke penjaga kos supaya Hachi bisa saya keep di dalam kos sampai nanti Idulfitri saya terbangkan dia ke Solo agar bisa dirawat ponakan.
Namun, rencana itu harus saya tunda karena pandemi. Terlalu berisiko untuk mengirimkan Hachi ke Solo saat ini. Saya jadi berpikir, Tuhan Yang Maha Tahu sengaja kasih saya Hachi untuk meringankan beban psikologis saat pandemi.
Hachi yang kiyowo senantiasa menemani hari-hari saya yang sepi karena tidak bisa ke mana-mana. Kelucuannya membuat saya betah rebahan di kosan. Hachi selalu setia menemani aktivitas saya di kos, dia pasti selalu berada dalam radius 1 meter ketika saya masak, mencuci baju, bersih-bersih atau sedang menyelesaikan kerjaan kantor.
Tak disangka Hachi jadi pengusir sepi. Memang sekali lagi Tuhan itu Maha Bercanda. Paling tahu yang dibutuhkan hambanya.
Kalau sekarang dikasih kucing, barangkali berikutnya dikasih temen hidup, eaaa. Amiin
2 notes
·
View notes
Text
Resolusi di tengah tahun ini #31harimenulis
Baru bulan kelima tahun ini tapi saya sudah bisa mencentang satu resolusi saya di tahun 2020. Salah satu resolusi saya di tahun ini ajaibnya terwujud karena adanya coronces pandemi bajilak ini. Ada dua keheranan saya terkait hal ini. Pertama, saya heran kenapa terwujudnya karena ada pandemi. Kedua, saya heran kok saya sungguh sederhana sekali pasang resolusi. Ya, resolusi saya sepele: Saya mau lebih sering ngobrol dengan anak kosan.
Tahun lalu saya setahun bekerja di sebuah agency iklan jadi creative. Kerja saya dimulai (aturannya) jam 9 pagi dan selesai di waktu yang tidak bisa ditebak. Seringkali di jam 1, 2, 3 sayang semuanya. Praktis saya jarang sekali jumpa dengan anak kos yang jumlahnya Cuma 6 orang ini. Kebetulan mereka kebanyakan bekerja di BUMN dan Bank, hanya saya yang bekerja di sektor yang doyan banget lembur. Ketika mereka berangkat pagi hari, saya masih tidur ronde kedua seusai subuh. Ketika mereka pulang, ngemil malam dan udat udut di taman, saya masih di kantor mainan filter Instagram dengan dalih cari ide. Ketika saya malam sekali membuka gembok dan masuk ke kos, mereka sudah di kamar masing-masing dengan lampu tidurya. Saat weekend tiba, kami juga jarang berjumpa. Saya sering sekali pergi saat weekend entah untuk bertemu teman ataupun pulang kampung kurang dari 48 jam (kebiasaan pulang kampung ini membuat saya dijuluki anak rumah yang gajinya habis untuk tiket). Otomatis saya jarang jumpa anak kos meskipun di akhir pekan.
Oleh karenanya, ketika di akhir tahun saya menuliskan beberapa resolusi, saya sengaja menulis keinginan mengobrol dan bersosialisasi dengan anak kos lebih sering. Saya merasa bersalah karena mereka baik dengan saya selama ini. Selalu menyapa dan menanyakan kabar ketika tidak sengaja jumpa. Plus, sering mengajak saya makan bersama. Sayangnya saya dulu terlalu capek untuk kumpul-kumpul pulang kerja. Tiap pulang kerja ingin segera tidur saja.
Saya masih berpikir kalau resolusi ini akan sembari lewat saja tercapai di tahun ini karena saya punya rencana kerja di luar kota dengan mobilitas tinggi di bulan maret lalu. Tapi memang ada-ada saja jalan Tuhan, saya tidak jadi berangkat kerja maret kemarin (entah jadi apa tidak untuk kedepannya). Saya terperangkap di kos ini, tidak bisa mudik, di tengah pandemi ini. Otomatis, saya hanya jumpa dengan anak kos saja. Akhirnya, resolusi saya terwujud. Lawak tapi ajaib.
Sekarang setiap hari saya mengobrol dengan mereka. Setiap hari saya masak dengan mereka, makan dengan mereka, curhat betapa saya stressnya kehilangan kerja saat pandemi, tertawa bersama karena jodoh kita kepending corona, makan jajan yang ada di kamar anak kos, (menemani) merokok, patungan beli martabak dan pizza, nyuci bareng di taman, bahkan menonton netflix sampai tertidur di kamar anak kos lain. Sungguh lompatan kedekatan yang cukup significant mengingat target saya di tahun ini hanya mengobrol. Saya yang dulu tidak pernah berinteraksi lama dengan anak kos dan hanya menargetkan ‘mengobrol saja’ ternyata diberi yang lebih oleh Tuhan. Saya baru sadar kalau ternyata di tengah susah gundah ini, resolusinya saya dijawab Tuhan dengan bonus hal menyenangkan lain. Kejadian ini jadi bikin saya sadar ada aja jalan kita dikasih rejeki dan diwujudkan apa maunya. Ajaib yak. Tapi lucu juga.
Saya jadi penasaran bagaimana nasib resolusi 2020 saya yang lain. Jujur agak deg-degan karena kebetulan tahun ini resolusi saya rodo ndlogok. Beberapa resolusi abstract seperti ‘dengerin orang ngomong tanpa menghakimi’ dan beberapa lainnya sangat personal seperti ‘seeing people, kamu gak mau pacaran lagi po?’. Kalau bagian ngobrol sama anak kos saja dijawab dengan sungguh wow surprise, saya gak berani bayangin jawaban lain atas resolusi saya. Tahun depan mungkin saya bikin resolusi yang lebih penak aja kali ya yang general begini suka kaget sendiri sama hasilnya.......
Anyway ini tulisan pertama saya untuk #31harimenulis. Sebulan kedepan saya akan rutin nulis di sini. Temanya apa? Saya kurang tahu juga. Sempat mikir temanya adalah ‘dengan semangat ramadan di tengah pandemi kita tingkatkan iman dan takwa demi kesehatan mental manusia.’ Tapi nanti dikira tema acara buatan pemerintah.
2 notes
·
View notes
Text
Terakhir Kali Bersenang-senang
Kapan terakhir kali kamu melakukan hal yang kamu senangi? Semalam? Dua minggu lalu? Atau saking embuhnya sampai nggak terlintas sedikit pun kenangan di kepala. Lebih buruk lagi, kalau kita udah mulai mengingat-ingat hal apa sih yang bikin kita happy.
Pertanyaan sederhana di atas sebenarnya bisa jadi pengingat kalau kita perlu bersenang-senang. Tapi, nggak ku sangka kalau aku bakalan mental breadtalk mendengar pertanyaan itu. Kira-kira seperti ini gambaran mental breadtalk-ku:
“Kapan terakhir kali Mbak melakukan hobi Mbak?”
Isi kepalaku: Hobiku apa ya? Nonton? Terakhir kali nonton Endgame. Baca? Ntah lupa. Main puzzle? Terakhir kali waktu anakku usia 1,5 bulan. Jalan? Udah lama nggak ke mana-mana. Mungkin waktu jalan-jalan tahun baru itu, ya?
Yang terlontar dari mulutku: Oh iya Mbak, aku kayanya nggak ingat kapan terakhir kali aku melakukan kesukaanku.
Pada jawabanku sendiri, aku merasa kasihan sama diri ini. Satu pertanyaan itu selalu jadi refleksiku tiap hari: apa sih hal yang aku suka? Jawabannya ya kerja, tidur, dan makan. Iya, aku suka bekerja. Bahkan, my boyfriend bilang kalau nanti aku bekerja (setelah cuti melahirkan) pasti kamu akan lebih bahagia. Bukan karena aku nggak mau merawat bayi, tapi karena aku cinta bekerja dan pekerjaanku.
Tapi sepertinya hal-hal tersebut no longer sparks joy. Setelah cuti tiga bulan dan kembali ke kantor, kerja ya karena kewajiban dan tanggung jawab. Sesekali terhibur karena ngobrol bareng kolega. Seringnya pulang kelelahan dan merasa nggak bisa memberi waktu untuk keluarga. Kalau punya waktu luang cuma dialokasikan untuk tidur karena selalu merasa kurang tidur tiap waktu. Bahkan, dulu perjalanan dari rumah ke kantor itu selalu jadi waktu favoritku karena bisa terdiam dan ngobrol sama diri sendiri sepanjang jalan. Sekarang cuma jadi waktu kosong tanpa makna. I am not a good mom or good employer. I couldn’t have it all.
Akibat nggak pernah merasa melakukan hal yang disenangi, aku jadi sering belanja. Wajar kalau kemudian jadi member Gold di Shopee, dapat reward Sociolla, dan pemburu resto dengan rating di atas 4,5 di Grabfood. Rasanya tiap waktu perlu mengapresiasi diri. Makan, beli skincare, nonton video motivasi di Youtube, pakai makeup. Sampai kemudian pada titik: Why you gotta to appreciate yourself this hard? Is it because no one appreciate you?
Mungkin. Bahkan aku sendiri nggak menghargai diriku sendiri. Makanya aku nggak pernah bersenang-senang dan nggak senang melihat orang lain bahagia. Why you could have it all when i couldn’t?
1 note
·
View note
Text
Timing
Setelah bertahun-tahun, akhirnya saya bisa mengamini apa yang diutarakan Motion City Soundtrack melalui lagunya yang berjudul ‘Timelines’ — It’s not a matter of time, it’s just a matter of timing.
—
Bulan Oktober 2019 dan April 2020 menjadi momentum yang penting bagi saya dalam usaha mengejar mimpi saya untuk memiliki karya musik yang bisa didengarkan banyak orang. Mimpi itu sebenarnya sudah ada dan tumbuh sejak tahun 2009, tetapi karena satu dan lain hal, urung terwujud. Di bulan Oktober 2019, saya dan teman kantor saya merilis sebuah lagu berjudul ‘I Wish You Stay’. Kami menamai proyek musik ini ‘Wreefill’, yang merupakan anagram dari Free Will. Proyek ini menjadi benchmark pribadi saya karena setelah lagu itu dirilis, hal-hal baik kemudian menghampiri saya. Rilisnya single kedua wreefill, memulai proyek musik lain dan merilis lagu bersama Jemala, mengerjakan musik komersil kemudian mendapat pemasukan, adalah beberapa diantaranya, yang kebetulan hadir di bulan April 2020. Hal-hal baik ini bahkan tidak pernah terbayang akan menghampiri saya di dua atau tiga tahun belakangan.
Di tahun 2017, saya bahkan pernah membuat tulisan tentang kefrustrasian saya yang tidak bisa memulai mewujudkan mimpi saya, yang dibalut dengan ‘hikmah positif’ dan ‘ngeles’ (yang bisa dibaca di sini). Jujur, yang saya alami di saat itu adalah perasaan denial, karena sebenarnya saya mencintai musik dan mempunyai mimpi yang jelas tentang itu, namun belum berani mewujudkannya. Kata ‘passion’ yang saya ucapkan pun seolah hanya menjadi ucapan tanpa makna. Tulisan itu saya rasa adalah salah satu bentuk self-defense mechanism saya. Apa saya sebenarnya tipe orang yang menyimpan dendam ya?
—
Satu hal yang kemudian saya sadari setelah merilis beberapa karya adalah:
Ternyata, orang-orang di sekitar saya baik-baik dan suportif ya..
Sebuah kenyataan yang sebelumya belum pernah saya lihat secara mendalam. Saat merilis dua lagu bersama wreefill dan satu lagu bersama Jemala, saya melihat banyak teman-teman saya yang membagikan pengalamannya mendengarkan karya yang saya buat, melalui media sosial mereka masing-masing. Perasaan itu sungguh menyenangkan, lho. Saya jadi tahu dan sadar bahwa banyak orang-orang di sekitar saya, secara tulus juga ikut berbahagia saat melihat saya mengerjakan sesuatu yang saya cintai. Saya bersyukur bisa mempunyai teman-teman dan keluarga yang sungguh supportif.
Mungkin orang-orang di sekitar saya meilhat usaha dan proses yang saya alami selama bertahun-tahun, sehingga saat karya-karya tersebut akhirnya menetas, akhirnya mereka jadi turut berbahagia? If it is true, I really appreciate it, guys.
So it is true, it’s not a matter of time it’s just a matter of timing.
—
Bagi teman-teman yang belum mendengar karya yang buat, bisa mendengarkannya di sini (wreefill) dan di sini (Jemala). Semoga lagu-lagu ini bisa menemani teman-teman semua dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Denny Malinton, partner saya di proyek musik wreefill — Foto diambil oleh Denny Aryadi
Rilisan fisik dari single pertama wreefill, ‘I wish You Stay’ dalam format kaset pita— Foto diambil oleh Ignatius Hendrik
1 note
·
View note
Text
Tiga Tahun
Kaget-kaget senang rasanya pas liat Bang Wiro nongol di timeline. Tambah excited pas baca pengumuman kalau 31 Hari Menulis dibuka lagi... tanpa denda! Saya yang selama ikutan kegiatan ini selalu kena kapak jadi tergugah buat ikutan lagi, dong.
Setelah berusaha mengingat, kayaknya terakhir ikutan ajang menulis kondangnya Komunikasi UGM ini ya pas masih kuliah dulu. Mei 2017, masa-masa akhir perkuliahan angkatan 2013. Anak-anak udah sibuk sendiri-sendiri, kebanyakan ya sibuk nyekripsi. Aku pun. Akhir bulan itu aku semprop, fix total jadi member Wisnu Wisnu Club. Sebuah keputusan kewanen yang kalo diingat cuma bikin garuk-garuk kepala.
Sekarang Mei 2020. Banyak yang terjadi dalam rentang tiga tahun terakhir. Mulai dari yang remeh macam putus, sampai yang serius macam lulus, left Jogja for good, kembali ke Purwokerto, sampai ngelamar kerja, diterima, dan akhirnya nyangkut penempatan kerja di Pulau Dewata.
Banyak yang berubah memang, tapi yang paling berasa emang perubahan status dari mahasiswa jadi pekerja. Aku, yang dulu mahasiswa konsentrasi media -jurnalistik, selo dan slengean, sekarang berubah jadi pegawai (PR officer pula) anak perusahaan BUMN. Drastis juga.
Adanya 31 Hari Menulis kali ini jadi hal yang menyenangkan. Rasanya kayak kembali lagi ke 2017, tiap hari nulis apa aja yang ada di kepala sekaligus bisa baca tulisan anak-anak sejurusan (sekarang buat umum, sih). Hiburan berbau nostalgia di tengah rutinitas di rumah aja yang mulai membosankan.
Semoga kali ini aku bisa istiqomah dan lolos dari kapak Bang Wiro, deh.
1 note
·
View note
Text
Manticore
Sore itu suasana kota tidak seperti biasa, perlahan langit menjadi gelap memerah, udara sekitar terasa dingin dan daun-daun pun tampak diam karena tidak ada angin yang berhembus. Tak selang berapa lama alarm peringatan terdengar keras hingga ke seluruh penjuru kota. Lampu-lampu rumah yang tadinya hidup sekarang mulai padam karena aliran listrik kota mulai diputus untuk alasan keamanan. Keadaan jadi semakin hening, tidak ada yang tahu bencana apa yang akan datang. Apakah tsunami? Ah rasanya tidak mungkin, tempat tinggalku jauh dari laut. Letusan gunung berapi? Jauh juga dari pegunungan. Atau mungkin tornado?
BUUMMM!!! Suara dentuman keras tiba-tiba saja terdengar. Dari balik jendela kamar apartmenku yang terletak di lantai 5 aku melihat ada benda besar baru saja mendarat di bukit belakang gedung kantor walikota. Bentuknya belum terlihat jelas karena banyak debu mengelilinginya. Cahaya mata berwarna merah terlihat di dalam kepungan awan debu tersebut. Sepasang sayap menyerupai sayap kelelawar membentang lebar. Dalam sekejap sayap itu dikebaskan dan debu disekitarnya menghilang. Barulah kemudian terlihat sosok makhluk buas dengan kedua tanduk di kepalanya. Bukan naga, kepalanya menyerupai singa dan ia memiliki ekor seperti kalajengking. Makhluk ini memiliki barisan gigi yang sangat tajam dan juga memiliki aura yang dapat membuat tubuh siapa saja yang melihatnya bergetar ketakutan. Sial kataku. Aku pernah baca dalam suatu buku. Konon katanya, manusia yang tertangkap oleh monster ini jasadnya tidak akan bisa ditemukan. Bahkan pakaian atau barang apa pun yang sedang ia bawa. - Ariek Dimas-
0 notes
Text
I call Jackie daddy for fun, and in turns he calls me his daughter
Daddy Jackie got drunk on 2L of beer, didnt remember how he went home
Daddy Jackie starved himself, thus he snacked on ketchup packets
I hated how he'd always shove a phone on our face taking pictures, but apparently I like looking at those pics a month later
Daddy Jackie sometimes annoy me, but I think I'm really lucky to have him as a friend 😌
#31harimenulis
1 note
·
View note
Text
#29: dari mata wanita tentang foto seorang wanita
kalau aku memasang foto profil dengan swafoto memenuhi layar itu tidak berarti aku merasa sebagai wanita paling cantik sedunia pun enggan bermaksud untuk mengundang lawan jenis atau semacamnya
kalau aku memasang swafoto sebagai foto profil memenuhi layar itu artinya aku sedang mencoba mencintai diriku sendiri bahwa aku sudah tidak lagi mempermasalahkan bekas jerawat di sana-sini maupun make up yang belum rapi bahwa telah selesai masa aku rendah diri
habis waktunya tengok wanita kanan-kiri yang jelitanya paripurna, make up-nya tanpa cela bahkan tanpa polesan kosmetik pun, mereka sempurna anggun bibirnya merah dan kulit wajahnya bersinar terang
dan aku telah baik-baik saja swafoto itu tetap pada tempatnya karena aku telah sepenuhnya percaya yang ada pada diriku, kupeluk, terima.
12 notes
·
View notes
Text
“I want to go outside to see snow”
is the kind of line I hope I could say in real life next year. wkwk I know it is sooo lame but I really mean it. I want to go outside to see snow.
it is christmas eve today, I don’t celebrate but I feel the joyous vibe. it is nice, I like it!
happy holiday everyone, here are some of my favorite carols
1 note
·
View note
Text
Campur aduk
Selama karantina di rumah, saya mengalami banyak perasaan yang campur aduk. Kesal, marah, kangen, bosen, stres, ada senengnya juga. Hehe, pokoknya nyampur.Ya, siapa yang nggak kesel sih sama pandemi ini? Semuanya jadi dibatasi, nggak bisa ke mana-mana dan harus stay at home aja. Walaupun kenyataannya, di negara kita yang berflower ini banyak yang ngelanggar kebijakan untuk tetep di rumah aja. Yah, emang ribet dan ngga ada habisnya sih kalo udah ngomongin masyarakat kita.
Karena di rumah terus, bawaanya itu pengen rebahan terus nggak sih? Yap, bener banget. Selama karantina yang udah berjalan kurang lebih dua bulan ini, saya ngerasanya nggak banyak tidur. Saya ngerasanya malah banyak kerjaan. Ini karena kuliah online melahirkan tugas kuliah yang banyak bikin saya produktif dalam nugas.
Kalo saya pikr-pikir lagi nih, sebenernya tugas kuliah saya itu nggak banya-banyak, sih. Sekalipun banyak pun itu karena tugasnya saya tunggak. Ya, ada pepatah yang sangat mainstream buat nggambarin tugas kuliah saya,
Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit
setelah udah jadi bukit, baru deh saya keteteran ngerjain tugasnya pas mepet deadline. Terus nyambat di medsos tugase akeh banget dan ngerasa sulit. Padahal, kalo seandainya saya ngerjain langsung setelah tugas dikasih kan kelar deh tuh tugas. Tapi, ya karena males akhirnya tugas saya tunda. Terus, pas habis ngirim tugas ke dosen, eh ujug-ujug dapet tugas lagi. Pening deh kepala, stres dan akhirnya nyambat lageeee.
Terus muncul deh, pepatah lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yah, pepatah yang mengutip dari lirik lagu milik Banda Neira ini seolah memberikan gambaran pas untuk tugas yang terus lahir ketika tugas sebelumnya sudah terselesaikan. Meskipun, sempat merasa lelah dengan tugas-tugas yang ada, kini saya dan teman-teman kuliah saya sudah melewati badai tugas dan UAS yang bikin otak panas. Sedikit lega, karena masih ada satu tanggunggan tugas yang masih harus saya kerjakan di liburan semester.
Oh ya, setalah badai UAS selesai, saya akan menjalani masa liburan yang cukup panjang, yakni sekitar tiga bulan. Saya sering bengong dan kepikiran enaknya mau ngapain ya selama liburan. Kalau misal nggak pandemi sih bisa lah melancong sana-sini, tapi karena pandemi ya liburan cuma di rumah doang. Kebayang deh bosennya kayak apa.
Ah, tentu akan melelahkan jika hanya di depan layar, tapi mau gimana lagi. Saya berpikir untuk melakukan kegiatan yang produktif kedepannya mungkin. Seperti lebih rajin menulis misalnya, entah itu menulis blog, artikel, review, pokoknya nulis aja. Kalo nggak ya, mungkin saya mau coba-coba belajar desain dan mengasah kemampuan menggambar saya. Kan lumayan, setelah liburan saya jadi punya banyak karya.
Dari sini, sebenernya dari wabah corona ini saya sebenernya mendapat manfaatnya. Kalo di hari biasa saya males nulis dan sering capek. Di masa pandemi ini saya jadi punya banyak waktu untuk mengasah skill. Walaupun kadang-kadang merasa bosan dengan kegiatan yang itu-itu saja. Tapi, ya mau nggak mau kita harus melawan kebosanan itu. Gawat banget lho kalo kita mudah bosen sama sesuatu.
Kalo pemerintah mengajak kita berdamai dengan Corona, maka saya mau ngajak temen-temen buat berdamai dengan kebosanan.
Ayolah bersabar, kita berdoa saja di akhir bulan Ramdan ini semoga keadaan segera kembali normal seperti sediakala, Semangat ya #stayathome nya~
5 notes
·
View notes