#2019 rancangan elektronik pengguna
Explore tagged Tumblr posts
Text
Realiti maya membuat percikan, tetapi tidak bersedia untuk waktu perdana | Tech / Gadgets
Realiti maya membuat percikan, tetapi tidak bersedia untuk waktu perdana | Tech / Gadgets
Para peserta menghadiri lawatan realiti maya di gerai Intel di pameran elektronik pengguna CES 2019 di Pusat Konvensyen Las Vegas di Las Vegas, Nevada 10 Januari 2019. – Gambar AFP
LAS VEGAS, 11 Jan – Realiti maya menunjukkan sisi yang menakjubkan di Pameran Elektronik Pengguna minggu ini, memancing orang ke arena hoki, bidang besbol dan bahkan ke internet dengan pembuat masalah filem animasi W…
View On WordPress
#2019 rancangan elektronik pengguna#ces 2019#ces 2019ces#pameran elektronik pengguna#pameran elektronik pengguna 2019#realiti maya#tech
0 notes
Text
Dilema Pajak Digital
- Opini Muhammad Arafat (14 Mei 2020)
Transaksi digital di Indonesia nilainya sudah mencapai 8 milliar USD pada tahun 2015 kemudian meningkat secara signifikan pada tahun 2018 sebanyak 27 miliar USD dan diperkirakan nilainya bisa mencapai lebih dari 100 miliar USD pada 2025 menurut CNBC. Google bahkan sempat memprediksi potensi transaksi digital di Indonesia nilainya akan melebihi 125 miliar USD pada 2025. Indonesia sendiri merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dalam perhitungan nilai transaksi digital. Potensi ekonomi digital Indonesia yang sangat besar ini membuat perusahaan-perusahaan seperti Google, Netflix, Facebook, Amazon, Youtube, Alibaba dan perusahaan-perusahaan digital lain akhirnya berbondong-bondong berlomba meraih pangsa pasar di Indonesia. Akan tetapi, semua aktifitas usaha/bisnis di Indonesia, termasuk perusahaan digital, pada akhirnya harus menghadapi isu mengenai pajak.
Definisi dari Pajak digital atau Digital Service Tax (DST) cukup beragam, namun secara umum adalah pajak yang diterapkan untuk kegiatan bisnis digital (Tax Foundation, 2020). Konteks kegiatan bisnis digital yang dimaksud adalah komoditas virtual dan layanan seperti media sosial, platform kolaboratif, dan penyedia konten online. Namun, pada hakikatnya belum ada definisi yang baku tentang DST.
Di dalam Undang-undang yang mengatur mengenai perpajakan seperti UU Nomor 36/2008 dan UU Nomor 42/2009, dijelaskan bahwa perusahaan-perusahaan konvensional setidaknya harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan). Sedangkan untuk perusahaan digital yang Badan Usaha Tetap-nya (BUT) tidak ada di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak dapat menarik PPh Badan. Definisi BUT yang kurang komprehensif dijelaskan dalam UU menimbulkan peluang praktik Base Erosion and Profit Shifting oleh pelaku usaha digital. Secara garis besar, praktik ini berkaitan tentang penghindaran pajak yang sering kali berdalih pada tidak adanya kehadiran fisik pada yuridiksi sehingga tidak perlu dikenakan pajak. Banyak negara yang mengalami kondisis serupa yang kemudian menjadi salah satu topik utama dalam pertemuan G20 tahun 2019. Kondisi inilah yang mendorong panasnya perdebatan mengenai DST.
Indonesia memberlakukan DST melalui Perppu Nomor 1/2020 yang secara tegas menerapkan pajak transaksi elektronik. Pemerintah menetapkan 3 ketentuan kehadiran ekonomi signifikan yaitu peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu; penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu.
Apakah langkah Indonesia melalui DST sudah tepat untuk keberlangsungan perekonomian digital?
Adalah hal yang tidak menyenangkan bagi para konsumen dan produsen ketika mereka dikenakan pajak atas transaksi jual-beli mereka. Pajak adalah sebuah pengorbanan masyarakat melalui hasil kerja mereka kepada negara.
Apabila melihat proses keberlangsungan anggaran negara, perlu adanya dukungan masyarakat kepada pemerintah dalam mengejar potensi pajak dari transaksi digital untuk menutup jarak antara pendapatan dan pengeluaran belanja negara yang dalam beberapa tahun terakhir selalu mengalami defisit. Apabila kita mentelaah lebih dalam mengenai Perppu Nomor 1/2020, pasal 6 ayat 8 mengindikasikan bahwa pajak transaksi elektronik secara umum adalah pajak yang berbeda dengan pajak penghasilan (PPh) dan terpisah dari pajak pertambahan nilan (PPN). Pemerintah Indonesia sendiri masih belum merilis ketentuan lebih lanjut terkait dengan besaran tarif, dasar pengenaan pajaknya, dan tata cara perhitungan pajak transaksi elektronik sebagaimana telah diajukan dibeberapa negara lain.
Latar belakang kemunculan DST atau pajak transaksi elektronik ini sebenarnya karena perusahaan-perusahaan multinasional sering kali melakukan skema Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Hal ini mengindikasikan adanya upaya perusahaan-perusahaan multinasional untuk memiliki kehadiran digital (digital presence) yang signifikan dalam perekonomian suatu negara tanpa harus dikenakan pajak, adanya atribusi nilai (baik laba maupun biaya) yang dibuat dari adanya data lokasi pemasaran yang relevan melalui penggunaan produk dan jasa digital. Selain itu, isu mengenai karakterisasi dari pendapatan yang berasal dari adanya model bisnis baru serta aplikasi dari asas sumber dan bagaimana cara untuk memastikan pemungutan PPN yang efektif sehubungan dengan transaksi lintas batas negara atas barang dan jasa digital (Sejati, 2019).
Secara sederhana, Skema BEPS yang sering diterapkan oleh perusahaan digital dari luar negeri saat ini dari sisi pajak penghasilan (PPh) menurut Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) terdiri dari 4 elemen. Pertama, meminimalisasi pajak di negara pasar dengan menghindari taxable presence yang dalam hal ini dilakukan dengan menggeser laba(profit shifting) atau mengurangi laba bersih dengan memaksimalkan pengurangan laba pada tingkat pemberi penghasilan. Kedua, pengenaan withholding tax yang rendah atau tidak sama sekali di negara sumber. Ketiga, pengenaan pajak yang rendah atau tidak sama sekali pada tingkat penerima penghasilan melalui klaim pada pendapatan nonrutin substansial yang sering dibentuk melalui skema intra grup. Keempat, tidak adanya pemajakan kini (current taxation) dari keuntungan perusahaan atas tarif pajak yang rendah ditingkat ultimate parent company.
Selanjutnya pada konteks pajak pertambahan nilai (PPN), tantangan ekonomi digital adalah pada impor barang, pemanfaatan jasa dan intangibles yang diperoleh konsumen akhir dari pemasok luar negeri. Prinsip tempat tujuan yang dianut Indonesia dalam PPN menyebabkan semakin besarnya potensi penerimaan negara yang hilang karena penggunaan teknologi dan elektronik dalam setiap pemanfaatan ataupun penyerahan barang dan jasa, khususnya pada transaksi lintas-batas negara. Pemungutan PPN yang tidak berjalan dengan baik atas transaksi lintas-batas negara akan menimbulkan resiko persaingan usaha yang kurang sehat terhadap retailer domestic dimana mereka diwajibkan memungut PPN atas penjualan kepada konsumen akhir (OECD, 2015). Hal ini memberikan ketidakadilan yang muncul bagi wajib pajak, khususnya Pengusaha Kena Pajak yang menjual produknya lebih mahal karena adanya PPN dibandingkan pemasok luar negeri. Masalah perpajakan pada produk digital ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga hampir di seluruh negara di dunia. Isu ini juga menjadi salah satu tema utama di konvensi G20 pada tahun 2019. Indonesia adalah 1 dari 130 negara yang belum menetapkan peraturan mengenai pajak digital.
Perancis merupakan negara yang sudah menerapkan pajak digital pada 2019. Rancangan Undang-undang (RUU) tentang DST disetujui oleh Senat Perancis yang selanjutnya RUU tersebut ditandatangani oleh Presiden pada Juli 2019. Perancis menetapkan tarif 3% kepada perusahan digital yang memiliki pendapatan lebih dari 750 juta euro secara global dan 25 juta euro secara domestik. Ada 2 kegiatan yang tercakup dalam pajak tersebut, yaitu penyediaan layanan platform digital dan iklan digital. Penerimaan negara dari pajak ini diestimasikan mencapai lebih dari 500 juta euro. Namun, kebijakan DST dari Perancis ini menimbulkan masalah dan ketegangan politik dengan Amerika Serikat (AS). AS mengancam akan menerapkan tarif balasan pada produk-produk asal Perancis. Hasilnya, setelah melalui perdebatan dan negosiasi dengan pemerintah AS pada Januari 2020, pemerintah Perancis sepakat untuk menangguhkan penerapan DST hingga Desember 2020 dengan syarat Pemerintah AS menunda penerapan tarif balasan atas produk-produk yang berasal dari Perancis.
Kasus dari Perancis ini membuat negara-negara lain khawatir dan sangat berhati-hati untuk menerapkan pajak digital, terutama untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki ketergantungan ekonomi yang cukup tinggi terhadap negara-negara maju seperti China, Amerika dan beberapa negara-negara Eropa. Apabila setiap negara mengadopsi DST 3% untuk transaksi digital, bisa diperkirakan betapa besarnya penghasilan perusahaan digital yang berkurang yang beroperasi secara global. Sebagian besar negara- negara di dunia saat ini menunggu hasil riset, perhitungan dan rekomendasi dari OECD yang seharusnya dipaparkan pada tahun 2020.
Penerapan pajak transaksi digital di Indonesia pada Perppu Nomor 1/2020 bisa dikatakan sebagai second best option untuk memaksimalkan potensi penerimaan dari transaksi digital. Sifat dari DST yang diterapkan adalah unilateral padahal transaksi digital ini sifatnya lintas batas negara. Selain itu, pemerintah Indonesia belum merilis lebih lanjut mengenai ketentuan terkait besaran tarif, dasar pengenaan dan tata cara perhitungan pajak digital.Sehingga hal ini dapat menimbulkan ketidaklarasan dalam penerapan kebijakan perpajakan yang diberlakukan di masing-masing negara yang apabila dikaji lebih jauh lagi dapat menimbulkan kerugian bagi agen-agen ekonomi terutama perusahaan digital yang beroperasi melampaui lintas-batas negara.
Permasalahan penerapan pajak digital adalah masalah keadilan. Para pebisnis yang beroperasi pada sektor riil dikenakan pajak yang membuat penghasilan mereka berkurang, sedangkan perusahaan yang menjual produk-produk virtual tidak dikenakan pajak yang sama. Disisi lain, penegakan pajak digital juga memungkinkan untuk memakan biaya yang tidak sedikit. Data, proses audit, pemilihan wajib pajak yang tepat, perhitungan dan kesiapan hukum dan pengawasan adalah hal-hal yang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang Panjang untuk dilaksankan. Kesimpulan dan Saran Langkah Indonesia dalam memaksimalkan potensi penerimaan negara dari transaksi digital memberikan banyak tantangan. Disamping isu keadilan pemajakan perusahaan digital, isu mengenai Badan Usaha Tetap (BUT) yang memiliki definisi yang sudah kurang relevan untuk diterapkan pada era digital menimbulkan praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) oleh perusahaan-perusahaan digital. Digital Service Tax (DST) atau pajak transaksi digital melalui Perppu Nomor 1/2020 hadir sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. DST dikenakan pada aliran pendapatan kotor tertentu yang diterima perusahaan digital. Namun, pemerintah Indonesia belum merilis lebih lanjut mengenai ketentuan terkait besaran tarif, dasar pengenaan dan tata cara perhitungan pajak digital.
Melihat praktik penerapan pajak digital dari Perancis yang berujung pada ketegangan politik dengan Amerika Serikat, Indonesia sebaiknya berhati-hati dalam menerapkan pajak digital ini. Menunggu hasil riset, perhitungan dan rekomendasi dari OECD merupakan langkah yang bijak untuk diambil. Hal ini karena isu transaksi digital ini adalah masalah multilateral yang dimana memungkinkan untuk terjadi ketidaklarasan dalam kebijakan perpajakan yang memungkinkan adanya masalah kerja sama antar negara dan kerugian sosial.
Daftar Pustaka
Simkin, M. G., Bartlett, G. W., & Shim, J. P. (2002). Pros and Cons of E-Commerce Taxation. International Business & Economics Research Journal Volume 1, Number 2.
Neubig, C. &. (1999). Masters of Complexity and Bearers of Great Burdens: The Sales Tax System and Compliance Costs for Multistate Retailers. Retrieved from https://www.ey.com/global/vault.nsf/us/Masters_of_Complexity/$file/complexity.pdf
Tax Foundation. (2020). FAQ on Digital Services Taxes and the OECD’s BEPS Project. Retrieved from Tax Foundation: https://taxfoundation.org/oecd-beps-digital-tax/
Trotman-Dickenson, D. I. (1996). Economics of the Public Sector. London: MacMillan.
Pindyck, R. S., & Rubinfeld, D. L. (2018). Microeconomics; Ninth Edition. Global Edition: Pearson.
Fort, B. L. (2019, March 14). The Briliance of Netflix's Business Model. Retrieved from Medium: https://medium.com/impact-economics/the-brillance-of-netflixs-businessmodel-ab432a27dd96
CNBC Indonesia (2019, September 5). Retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/news/20190905162804-8-97408/apa-itu-pajak-digital
Sejati, A. R. (2019). Meraba Tantangan Perpajakan di Era Ekonomi Digital. Retrieved from Direktorat Jenderal Pajak: https://www.pajak.go.id/artikel/meraba-tantanganperpajakan-di-era-ekonomi-digital-bagian-1
OECD. (2015). Addressing the Tax Challenges of the Digital Economy, Action 1 - 2015 Final Report,. OECD.
Susanty, F. (2020, April 8). Concerns over unfair practices, law enforcement cloud digital tax implementation. Retrieved from Jakarta Post: https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/10/indonesia-prepares-additionalmeasures-to-stabilize-markets-halt-tax-payments-amid-virus-risks.html
1 note
·
View note
Text
Panasonic melabur $256J dalam pengeluaran sel solar Tesla
Tesla Motors Inc. telah mengumumkan bahawa mereka akan bekerjasama dengan Panasonic Corp. di dalam menghasilkan sel dan modul photovoltaic (PV) yang akan beroperasi di Buffalo, New York. Panasonic akan melaburkan sejumlah $256 juta (¥30 bilion) di dalam projek Tesla.
Kerja pengeluaran oleh Tesla dan Panasonic dijangkakan mencipta sekitar 1,400 pekerjaan di kawasan yang dikatakan itu. Pengeluaran akan bermula pada musim panas 2017, sementara kilang dijangka mengembangkan lagi kepada 1 gigawatt menjelang 2019.
"Apabila pengeluaran bumbung itu bermula, Tesla turut akan menggabungkan sel Panasonic ke dalam pelbagai jenis bumbung jubin kaca solar yang akan dikilangkan Tesla. Semua produk solar ini akan bekerja dengan lancar dengan produk penyimpanan tenaga Tesla, Powerwall dan Powerpack," Tesla dan Panasonic menyebut dalam kenyataan bersama mereka.
Sel dan modul solar photovoltaic digunakan di dalam menghasilkan panel solar bagi produk bumbung bukan-solar yang ditawarkan oleh Tesla. Sebelum ini, Tesla telah mengumumkan bumbung solar kos rendah mereka yang ditandakan sebagai lebih murah daripada bumbung biasa dan sangat kos efektif bagi isi rumah biasa untuk dapatkan.
Lanjutan Buffalo akan bermakna bahawa asas pembuatan Amerika Tesla sedang menuju ke arah pertumbuhan berterusan yang akan mencipta beribu pekerjaan baru. 500 daripada anggaran 1,400 pekerjaan yang akan dicipta akan diberikan di dalam sektor pembuatan projek itu. Loji Buffalo itu pada mulanya adalah loji pembuatan bagi pengambilalihan terbaru Tesla, SolarCity Corp.
Panasonic telah mengalih fokusnya daripada elektronik pengguna margin rendah kepada pembuatan lebih kepada sektor automotif dan jenis perniagaan lain yang mensasarkan pelanggan korporat.
Tesla telah menjadi teroka di dalam merekabentuk dan pembuatan kereta panduan sendiri, di mana visi CEO Elon Musk menjadi generasi akan datang di dalam industri automobil.
Kerjasama di antara Panasonic dan Tesla adalah pertama dibayangkan pada Oktober. Musk menyatakan rancangan untuk bekerja dalam pembuatan sel dan modul solar dengan syarikat Jepun itu.
Hubungan perniagaan Panasonic dan Tesla telah bergerak jauh. Panasonic telah mejadi pembekal eksklusif bateri Tesla bagi Model S dan Model X, dan bagi Model 3 yang akan datang, yang mana akan menjadi kereta pasaran-massa pertama Tesla.
Saham Tesla melonjak 3.5% pada $220.75 dalam perdagangan Selasa, selepas pengumuman bersama oleh Tesla dan Panasonic diterbitkan. Sepanjang Disember, saham Tesla telah meningkat melebihi 17% dan melonjak 13% lagi selepas penggabungan di antara Tesla dan SolarCity diluluskan oleh pemegang saham kedua-dua syarikat itu. Walaubagaimana pun, saham Tesla menjunam sebanyak 8.5% pada 2016.
Jadi itu yang kami ada! Menjadi yang diterangi dengan berita terkini dalam perdagangan dalam talian, komoditi, saham, teknologi, dan ekonomi. Langgan sekarang! Ulasan Trade12 menanti anda. Layari laman web kami di sini.
Anda kini boleh memuat turun aplikasi Trade12 bagi telefon pintar anda, kedua-duanya tersedia bagi pengguna iOS dan Android! Muat turun sekarang!
0 notes
Text
Panasonic di dalam perbincangan untuk membeli ZKW
Panasonic Corp. mengumumkan rancangan untuk memperoleh pembekal lampu automotif Austria ZKW Group kerana syarikat Jepun itu merancang untuk memasuki industri automotif.
Menurut laporan baru-baru ini, kedua-dua syarikat itu di dalam peringkat akhir rundingan dan dijangkakan mempunyai perjanjian akhir menjelang pertengahan Disember. Walaupun ia belum lagi disahkan, pengambilalihan itu dijangka berjumlah sekitar $885 juta atau ¥100 bilion.
Panasonic kini memfokuskan kepada teknologi bateri dan sistem navigasi mereka, dan mencuba untuk mengalih pusat mereka kepada pelanggan korporat untuk mengelak persaingan harga daripada syarikat yang bersaing dengan margin pembuatan elektronik pengguna yang lebih rendah.
ZKW adalah syarikat Austria yang mengeluarkan dan menyediakan teknologi kepada syarikat automotif dengan produk seperti lampu diod pemancar cahaya yang cekap tenaga.
Pada masa kini, ZKW menggajikan sekitar 7,500 dengan bahagian pengeluaran di Eropah, AS, China, dan India. Syarikat itu membekalkan lampu kepada General Motors, Audi, dan BMW. Bagi fiskal 2016, syarikat Austria itu mempunyai ramalan jualan sebanyak €900 juta. Tahun lepas, syarikat itu mempunyai jualan mencecah sehingga $949 juta.
Menurut Panasonic, mereka telah memperuntukkan sekitar $8.80 bilion atau ¥1 bilion bagi pelaburan strategik yang akan datang, yang termasuk penggabungan dan pengambilalihan bagi empat tahun akan datang sehingga Mac 2019. 70% daripada belanjawan telahpun diedarkan kepada beberapa perjanjian syarikat itu.
Panasonic adalah pembekal utama betari bagi Tesla Motors dengan $4.41 bilion pelaburan kepada mereka. Semasa tahun sebelumnya, Panasonic mendapat pendapatan sebanyak ¥2.54 trilion bagi perniagaan berkaitan kereta dan sistem industrinya, menyumbang bagi 34% daripada jualan syarikat Jepun itu bagi tahun ini.
Dengan perbincangan bagi Panasonic untuk membeli syarikat automotif dengan pelbagai jenis produk, syarikat Jepun itu dijangka meningkatkan jualan berkaitan automotif mereka sehingga ¥2 trilion menjelang fiskal 2018.
Tahun lepas, Panasonic mengambil 49% pegangan kepada Ficosa International Sepanyol. Ficosa dan Panasonic telah mengeluarkan "cermin pintar" bagi kenderaan, yang membantu pemandu melalui memperluaskan bidang penglihatan dan boleh mengurangkan titik buta dengan menggunakan imej unjuran kepada cermin itu yang datang daripada kamera pada belakang kereta.
Dengan rancangan Panasonic untuk memasuki industri automotif, syarikat Jepun itu akan bersaing menentang syarikat lain seperti Samsung, yang juga baru-baru ini memasuki industri itu melalui perolehan Harman International Industries di dalam perjanjian $8 bilion. Sony Corp juga turut memulakan pengeluaran sensor imej yang digunakan di dalam kenderaan untuk mengesan objek berhampiran.
Jadi itu yang kami ada! Menjadi yang diterangi dengan berita terkini dalam perdagangan dalam talian, komoditi, saham, teknologi, dan ekonomi. Langgan sekarang! Ulasan Trade12 menanti anda. Layari laman web kami di sini.
0 notes
Text
Pengenalan muka: Datang ke alat berdekatan anda | Tech / Gadgets
Pengenalan muka: Datang ke alat berdekatan anda | Tech / Gadgets
Robot lada oleh Robot SoftBank dilihat dalam suite pameran semasa CES 2018 di Las Vegas 11 Januari 2018. – Gambar AFP
LAS VEGAS, 10 Jan – Bayangkan berjalan ke kedai di mana sebuah robot menyambut anda dengan nama, membolehkan anda tahu bahawa pesanan dalam talian anda sudah siap, dan kemudian mencadangkan produk lain yang mungkin anda ingin ambil.
Pengiktirafan muka menjadikannya mungkin…
View On WordPress
#2019 rancangan elektronik pengguna#ces 2019#pameran elektronik pengguna 2019#pengiktirafan muka#robotik softbank#tech
0 notes