Tumgik
sirhamdan · 5 years
Text
Mencintaimu adalah difinisi pekerjaanku, mengurusku untuk mencintaimu barulah definisi pekerjaanmu.
Original dari sel neuron
0 notes
sirhamdan · 5 years
Text
Kamu, Aku dan Mereka tidaklah pantas berbicara
Aku menjadi apa yang mereka doakan. Aku menjelma menjadi yang mereka impikan. Aku menjadi mereka, mereka yang sebenarnya mapu berdiri sendirian, namun memilih duduk paling belakang. Aku menjadi bahan tertawaan ketika aku jatuh, membuat kesalahan. Aku adalah pucuk pengharapan mereka yang bernyanyi dan bersendagurau saat malam. Aku adalah definisi negaraku mencapai kemakmuran. Aku adalah imajinasi yang tak pernah ada di semesta manapun. Aku adalah subjek ketika mereka berkata "negara kita ga aka bisa maju". Aku ada aib karna mereka hanya mampu berargumen, tanpa aksi nyata. Aku ? Kenapa aku berjuang sendirian ? Kemana teman sebaya ku ? Kenapa orang orang hanya berkoar saja ? Kenapa harus aku yang membuat keajaiban ? Kenapa aku harus bertindak ? Aku pun ingin menjadi mereka yang hanya berbicara, tertawa, sok bijak dalam berceloteh, memgkritik orang yang gagal karna ingin maju. Namun, aku tak bisa. Aku tak bisa menjadi bodoh saat negaraku membutuhkanku. Kebodohan adalah lawan nyata yang membuat mereka terlena, yang mulai memarikku saat aku menulis ini.
1 note · View note
sirhamdan · 7 years
Text
Apa yang merasuki pikiran mu sehingga kau mampu melakukan dosa tanpa rasa bersalah padahal engkau tau bahwa Tuhan mu sedang menyaksikan setiap perbuatan mu ?
Sumber : pertanyan yang terlintas dari sahabat yang selalu memikirkan mu, sahabat yang mendambakan kebersaan bersamamu hingga berada di SurgaNya. (London, Fri)
0 notes
sirhamdan · 7 years
Text
Apakah itu benar jawaban mu ?
Jika pertanyaan seperti "apa yang membuat mu merasa bahagia" bagaimana kalian menjawabnya ?
Logika sederhana ini datang ketika usia di ujung senja, mungkin begitu banyak jawaban yang busa diberikan kala usia masih jauh dari jata perujungan, namun apakah jawaban yang banyak tadi merupakan hal yang dapat membuat seorang insan merasakan kebahagiaan.
Saya mengajak rekan pembaca berimajinasi, pertama kita berimajinasi untuk kembali ke masa usia 12 tahun. Mudah saja, kita hanya melihat bagaimana anak umur 12 tahun kebanyakan. Tapi, yang kita bayangkan adalah diri kita diumur 12 dengan kondisi yang sudah mengetahui masa depan, dalam hal ini adalah kondisi kita saat ini. Dari kondisi itu muncul pertanyaan, "apakah saya mau kehidupan saya seperti sekarang ini ?"
Tidak terlalu cepat, santai dan rileks. Jika ada yang tau jawabannya mungkin bisa ke tahap selanjutnya, mulailah beralasan. Pada dasarnya jawaban pada pertanyaan sebelumnya adalah "ya" atau "tidak" sekarang apa yang membuat saya dan rekan pembaca memilih jawaban. Sederhananya alasan itu adalah luapan kekecewaan, atau bisa dalam bentuk kebanggan. Pribadi pekerja keras ditentukan dari alasannya (hanya imajinasi). Lantas apa hubungannya dengan hal yang membuat kita bahagia ?
Saya baru akan mulai menjawabnya, kebahagian bersifat relatif, namun banyak dari kita menyamakan arti kebahagiaan dengan beberapa orang yang dianggap "public figure". Saya ingin mencontohkan keluarga bahagia yang selalu dipublikasi oleh banyak awak media, atau seorang juara kelas yang selalu jadi kebanggan setiap orang tua. Masih banyak contoh lain seperti pengumuman terbuka untuk penerima beasiswa sehingga banyak orang melihat namanya, bahkan ada yang membanggakan dirinya sendiri di khalayak umum sebagai calon pemimpin daerah.
apa yang membuat mu merasa bahagia ?
Sesuatu hal kah, atau hanya sebuah obsesi dilihat orang banyak, dipuja setiap insan, dijadikan public figure ? Jawaban yang tidak saya ketahui karena itu bersifat relatif, ya relatif seperti kebanyakan orang "yang saya perhatikan" ingin menjadikan dirinya panutan, contoh, dan hal lain yang saya tidak ketahui.
Mari lanjutkan, bagaimana dengan pertanyaan
Yang sama ditanyakan ketika di penghujung usia senja ?
Terdiam, hening, atau tersenyum ? Sejatinya pertanyaan tersebut hanyalah cara untuk mengenal diri lebih dalam lagi, begitu banyak kebahagiaan yang dapat diraih, baik dengan cara mendapatkan atau dengan memberikan. Setidaknya lakukan dengan setulus hati tanpa peduli sebuah pencitraan yang sejatunya tidak berarti.
Dibawah ratapan hujan, Nov 25, 2017
1 note · View note
sirhamdan · 7 years
Text
Sejiwa Kita Dalam Kurun Waktu
Pernahkan langit terasa begitu dekat dengan helai rambut ?
Bahasa kalbu menjadi isarat hatiku saat ini, hilang timbul kenangan nostalgia diri,
Berjalan langkah terarah meninggalkan kalian, seiring waktuku memudar ditepian.
Kawan, dalam bahasa mungkin tidak lebih dari makna keluarga, tidak lebih dari ikatan darah, tidak lebih dari sandaran pendamping hidup. Namun ada artian denagn makna yang lebih dalam disana, sebuah tranpotasi yang mengantar perjalanan anak laki- laki berkelahi dan anak perempuan yang menangis. Tanpa kawan kehampaan terasa nyata, kegelisahan dalam perjalan kedewasaan, kehampaan lingkungan sosial. Aku, kalian saling mengantarkan hingga kita mencapai simpang pemberhentian, simpang berbeda dimana transportasi lainnya sedang menunggu kita. Persimpangan yang memisahkan hubungan namun menimbulkan kenangan panjang, sebuah tempat dimana langit terasa begitu dekat dengan helai rambut.
Waktu berjalan tegap tanpa torehan kebelakang, langit berjalan mendekat kemudian kembali menjauh, begitu banyak transportasi yang mengantarkanku hingga tempatku saat ini, sebuah tempat dimana aku mengenang kawan perjalanan, sebuah tempat aku menangis merintih kesepian, sebuah tempat tanpa ada transportasi lain menungguku.
Senja langit kali ini, merah cahaya mentari menyinari. Aku yang terhenti terkubur dalam nuansa pasif kehidupan, seonggok monster bernama uang menerkam, mencekik leherku, menenggelamkan tanpa bisa aku melihat sang waktu. Entah apa aku masih merasa hidup saat ini, aku berharap kawan, kalian mendengar tangisanku, merasakan rintihanku hingga mengirim banyak transportasi untuk meneluarkanku dari belenggu monster ini, hingga aku merasa hidup, merasakan kembali kehidupan, merasakan hangat langit yang begitu dekat dengan helai rambut.
Padang, oct 15, 2017
12 notes · View notes
sirhamdan · 7 years
Text
Layaknya Meikarta dan Mariejoa
Tanah suci, sebagai orang Bekasi yang merasakan akan turbulensi besar proyek hunian bangsawan. Tanah suci Mariejoa adalah tempat fantasi dalam serial anime One Piece karya mestro Oda Sensei. Tempat ini deskripsikan sebagai tempat para penguasa, pemegang tahta dunia, yang memiliki otoritas penuh terhadap arah perkembangan dunia, sebuah tempat yang diimpikan tentunya. Pelayanan terbaik, infrastruktur yang megah sangat memanjakan mereka yang bertempat tinggal di Mariejoa. Bangsawan dunia, begitulah nama mereka didefinisikan, layaknya seorang raja yang yang merajai segalanya dengan berbagai tingkatan kasta mulai dari bangsawan menengah hingga seorang Tenryuubito, yang dikenal sebagai bangsawan dari segala bangsawan. Akankah hal semacam ini ada didunia nyata ? Layaknya Mariejoa, sebuah kawasan impian sedang dicanangkan pembuatannya, “oops, maaf sepertinya sudah mulai pembangunannya”. Meikarta, begitulah bunyinya, terlintas pembangunan proyek ini menjadi hal yang terlihat normal, layaknya sebuah investasi yang membuat hunian kawasan fantasi, namun apa yang terjadi pada Meikarta tidak senormal itu, ada beberapa permasalahan terkait pembangunan hunian super megah yang terletak di kawasan Kabupaten Bekasi, Indonesia. Meikarta dan segala kontroversinya dimulai dari perizinan pembangunannya, hunian megah tersebut terdengar belum memiliki izin mendirikan bangunan, namun proyek pembangunannya sudah mulai berjalan dan pihak investor sendiri sudah melakukan kegiatan periklanan di berbagai media. Pertanyaan besar mulai berdatangan diantaranya siapa orang yang berkuasa di belakang pembangunan Meikarta?. Layaknya tanah suci bangsawan. Dikutip dari pernyataan CEO Lippo Group, “Indonesia memiliki 8 juta orang yang memiliki pekerjaan, namun sedikit yang memiliki rumah”. Siapa sebenarnya tujuan pembangunan Proyek Meikarta ? Masih banyak deretan kontroversi lainnya, seperti promosi yang cenderung melebihkan dan luas tanah pembangunan yang tidak sesuai antara iklan dan kenyataan. Negeri ini telah banyak mengalami gejolak ekonomi dan perpolitikan, semua gejolak tadi hanya tentang keuntungan yang terorganisir dalam sistim ekonomi kapitalis, setelah beberapa kota seperti New York, Tokyo, London, kini Indonesia memiliki Meikarta sebagai istana baru bagi para investor untuk memanjakan dirinya layaknya bangsawan.
Fasilitas megah dengan kelengkapan institusi pendidikan, pusat perbelanjaan, dan hotel bintang lima yang ditujukan bagi siapa saja yang sanggup membayar untuk mendapatkannya. Siapkah masyarakat Indonesia menghadapi turbulensi ini ? Bekasi akan menjawabnya. Padang, Sept 10. 2017
0 notes
sirhamdan · 7 years
Text
Masyarakat Indonesia seperti apa yang merasa Indonesia telah merdeka seutuhnya ?
Negeri, Negara, Bangsa, seberapa pantas kata itu disandingkan dengan Indonesia. Negeri penuh anugerah, kekayaan warisan dunia dan 'surga' bagi mereka yang berkuasa. Dirgahayu Republik Indonesia. Momen kemerdekaan menjadi nostalgia tersendiri. Beberapa rakyat Indonesia terlihat bahagia terlalu sibuk mengurus perayaan dirgahayu, "mereka" melakukannya dengan berbagai hal, dari yang dianggap positif sampai hal yang menimbulkan pro-kontra karena mencanangkan untuk mengundang bintang tamu bernuansa 'internasional' dengan segala macam bentuk pakaian dan tarian yang dianggap negatif. Rasanya jika setiap tahun rakyat indonesia hanya berkutat dalam perayaan kehampaan tanpa ada perkembangan yang berarti. Menari diatas pentas dirgahayu dengan semua gemerlapnya, mengahmburkan banyak mateti untuk menciptakan kreasi spektakuler dengan dalih mengingat semangat juang para pahlawan. Setelah semua itu Berakhir kita kembali 'terjajah' dengan senjata kapitalis hantu seberang. Terlena, lupa, ada sebagian yang buta oleh kemerdekaan semu. Hilang moral dan etika, musnah rasa empati guna mengisi kemerdakaan negeri. beberapa mahasiswa berdiri dibawah terik mentari mengkritisi kebijakan ulil amri, sementara segelintir lainnya sibuk 'berzina' diri. Beberapa staf pemerintahan berkuras pemikiran merancang anggaran demi stabilitas ekonomi, sementara segelintir lainnya hanya 'terlelap' di kamar hiburan. beberapa pengusaha muda berkarya demi mencapai kesejahteraan bersama, namu segelintir mereka berpikir memakan pajak negara, adakala memalsukan proyek pembangunan. Bermacam cara untuk mengisi kemerdekaan, "maaf, lebih tepatnya memanfaatkan kemerdekaan". Sebuah dualisme, Sebuah dualisme itulah permasalahan yang sedang Indonesia hadapi. Segelintir orang yang berusaha mengisi kemerdekaan dengan prestasi, kreatifitas dan membenahi diri untuk menyiapkan generasi emas yang dijanjikan di masa 100 tahun pasca kemerdekaan Indonesia, sementara sebagian orang yang lain berusaha menciptakan sebuah momen kebersamaan, kehangatan dengan riang tertawa seakan kondisi negara ini baik baik saja. Masyarakat Indonesia seperti apa yang merasa Indonesia telah merdeka seutuhnya ?
1 note · View note
sirhamdan · 7 years
Link
I just published "Behind Story I" of my story "LEGIUNER : Penjaga Cahaya Dan Bayangan Cakrawala".
0 notes
sirhamdan · 8 years
Text
Untitle Fiction #3
"Hei ternyata kita di pesawat yang sama ya" sapa gadis berambut pirang itu. "Ya, aku pun tak menyangkanya, sejak kapan berada di Madrid?" "aku sekitar 2 bulan terakhir ini. Sejak papah meninggal aku harus mengurus anak perusahaan papah disana". Riban terdiam sesaat, dia teringat sosok papah Juni ketika, CEO dari perusahaan yang cukup terkenal di Indonesia, sekaligus donatur terbesar untuk SMA Nanda Persada, tempat ia bersekolah dulu. "Tak kusangka Pak Sergan pergi secepat ini, aku turut berduka cita jun". wajah Juni memerah "aku minta maaf atas kesalahan papah dulu ban, aku me...". "Ssstt.." Riban memotong pembicaraan, "itu hanya masa lalu, Pak Sergan memang benar pada saat itu". Ujar Riban. "Lagi pula sekarang kita harus menuju ruang transit kan". "Yap, bener juga. Oke aku harus ambil barang di bagasi, kamu duluan aja" Juni sembari merapihkan rambutnya dan langsung menuju 'bagage claim'. Sementara Riban langsung menuju ruang transit untuk penerbangan selanjutnya ke Jakarta.
0 notes
sirhamdan · 8 years
Text
Untitle fiction (#2)
Teringat akan masa itu membuat ku tersenyum sejenak, masa dimana para pelajar berlarian ketika bel panjang dibunyikan, dengan aroma khas keringat persahabatan bercampur asap knalpot bus ibu kota pulang kerumah, mencium tangan sang ibunda, seakan tersirat perkataan dari tatapan mata sang anak "wahai ibu aku telah mengalahkan kebodohan ku yang kemarin, bu". ya, tidak terasa karena lamunan ku, saat ini aku telah tiba di Changi Airport, dari sini aku akan menunggu 3 jam sebelum penerbangan selanjutnya ke Jakarta. ............. "Hei, Riban..." seseorang berparas tinggi, dan mengenakan kardigan yang cukup panjang meneriaki sembari mendekatiku saat aku akan masuk ke ruang klaim bagasi. "Oh yaampun, bagaimana bisa aku tidak mengenalimu ( poton gmBBChuh;nn
0 notes
sirhamdan · 8 years
Text
Untitle fiction (part 1)
"Riban", begitu mereka dulu memanggilku, tak sengaja aku teringat panggilan masa kecilku ketika aku sedang menikmati hembusan angin menerpa sudu turbin burung baja raksasa yang membawa ku terbang dari kota Madrid menuju ke Singapura, yang dimana aku akan kembali terbang menuju Jakarta 3 jam setelah pendaratanku ini, 3 tahun sudah ku meninggalkan negara kelahiranku itu untuk mencari cara menjadikan mimpi indahku dahulu menjadi kenyataan.....
0 notes
sirhamdan · 8 years
Photo
Tumblr media
Almost three years, 3.17B
0 notes
sirhamdan · 8 years
Photo
Tumblr media
Cek upload tumblr
0 notes
sirhamdan · 8 years
Text
Kepala Tertunduk
Ingin sekali rasanya menyapa kembali para pejuang bangsa terdulu, mereka yang membebaskan tanah indah dari cengkrama penguasa di era saat itu. Bertaruh hidup untuk hal yang mereka sebut “kemerdekaan”. Ingin sekali rasanya bertanya kepada para pejuang bangsa terdahulu tentang kehidupan apa yang mereka impikan kala itu, mengorbankan hidup untuk suatu hal yang mereka sebut “kebebasan”. Kami seakan kehilangan arah dalam mengisi kemerdekaan sebenernya, kami tersesat dalam memahami kebebasan yang perjuangkan sebelumnya. Kami seakan sibuk memperhatikan langkah kami, tanpa melihat kemana langkah membawa kami. Kami seakan hanya kumpulan manusia yang berjalan diatas tanah dengan kepala tertunduk.
1 note · View note