Tumgik
sharekebaikan · 5 days
Text
Pornografi Marak, Kejahatan “Anak” Merebak
Kejahatan terhadap anak kian meningkat. Terbaru, seorang siswi SMP berinisial AA (13) telah diperkosa dan dibunuh oleh empat remaja di Sukarami, Palembang, Sumatera Selatan. IS (16), MZ (13), AS (12), dan NS (12) adalah pelaku yang masih berada di bangku SMP dan SMA. Setelah melakukan perbuatannya, keempat pelaku dengan bangga mengatakan kepada teman-temannya apa yang mereka lakukan. Mereka mengklaim telah melakukan pemerkosaan sebagai cara untuk memuaskan hasrat mereka setelah menonton video porno.
Dalam perkembangan terbaru, tiga pelaku, MZ (13), MS (12), dan AS (12), telah diserahkan ke rumah rehabilitasi di LPKS. Hal ini didasarkan pada Pasal 69 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang menyatakan bahwa anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan belum genap 14 tahun hanya dapat dikenakan tindakan dan tidak dapat ditahan.
Kasus pemerkosaan terus meningkat sebagai akibat dari menonton video porno. Pada tahun 2023, tiga anak berusia 8 tahun memperkosa temannya di Mojokerto, Jawa Timur, karena mereka menonton konten pornografi melalui ponsel mereka. Pada akhir tahun 2023, seorang pemuda berusia 18 tahun memperkosa seorang anak perempuan berusia 13 tahun di Tambora, Jakarta Barat. karena pelaku menonton video porno. Tak hanya itu saja, masih banyak kasus pemerkosaan lainnya akibat tontonan video porno.
Berbagai kasus pemerkosaan yang telah terjadi menunjukkan betapa besarnya efek yang ditimbulkan akibat melihat tontonan pornografi oleh generasi muda. Pornografi telah merusak generasi. Mereka tega melakukan perbuatan keji hingga melakukan pembunuhan, bahkan dengan bangga menunjukkan tindakannya kepada temannya. Dan tidak ada rasa malu atau takut yang hadir akibat perbuatannya itu.
Paparan pornografi terhadap generasi muda juga luar biasa besar. Menurut Femmy Eka Kartika Putri, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, pada tahun 2022, sekitar 97% anak Indonesia telah terpapar pornografi. Sementara itu, menurut Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang dilakukan pada 2021 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), 66,6% anak laki-laki dan 62,3% anak perempuan di Indonesia menonton pornografi melalui media online.
Selain memiliki akses ke pornografi, anak-anak juga lebih rentan menjadi korban kejahatan pornografi. Menurut KPAI, dalam tiga tahun terakhir, Indonesia telah mengalami krisis pornografi anak. Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan 9.228 kasus pornografi terhadap anak dari tahun 2016 hingga 2024. Di sisi lain, laporan National Center for Missing and Exploited Children dari tahun 2024 menunjukkan bahwa selama 4 tahun, terdapat 5.566.015 konten pornografi anak di Indonesia.
Sangat jelas bahwa kecanduan pornografi merusak generasi karena menyebabkan gangguan perkembangan otak, emosi, dan kemampuan bersosialisasi yang buruk. Anak-anak yang sering menonton pornografi akan menghasilkan dopamin yang membanjiri prefrontal cortex, yang merupakan pusat kepribadian. Akibatnya, anak-anak mengalami kesulitan mengambil keputusan, kurangnya kepercayaan diri, kurangnya daya imajinasi, kesulitan merencanakan masa depan, dan kesulitan membedakan baik dan buruk.
Pornografi juga menghasilkan efek kerusakan yang sangat serius. Pornografi membuat tindak pergaulan bebas merebak yang berdampak pada tinnginya kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan pada pernikahan dini, permohonan dispensasi nikah, perceraian, hingga aborsi. Selain itu, pornografi juga berkontribusi pada tindakan kriminal seperti pemerkosaan dan pembunuhan, seperti yang terjadi di Palembang.
Ini adalah gambaran kerusakan generasi yang disebabkan oleh tingginya paparan pornografi pada anak. Anak-anak kehilangan masa kanak-kanak mereka yang menyenangkan. Masa dimana seharusnya mereka dapat bermain dan belajar dengan tenang, serta tumbuh sesuai dengan fitrah mereka dalam lingkungan yang baik.
Anak-anak saat ini menghadapi ancaman yang lebih besar. Tayangan liberal mendominasi media massa. Media sosial justru lebih parah, di dalamnya banyak komunitas yang menjadi tempat tayangan pornografi. Foto dan video anak-anak juga diperjualbelikan dan digunakan sebagai konten pornografi.
Menurut Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat lebih dari 130.000 transaksi yang terkait dengan praktik prostitusi dan pornografi anak. Lebih dari 24.000 anak berusia 10 hingga 18 tahun terlibat dalam praktik ini, dengan frekuensi transaksi 130 ribu kali dan nilai transaksi lebih dari 127 miliar.
Sangat miris mengetahui bahwa pemerintah tidak serius menangani pornografi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hanya menjadikan pemblokiran domain situs sebagai strategi utama. Padahal, konten pornografi tidak hanya tersebar di dalam sebuah situs, melainkan di berbagai media lain. Konten pornografi juga mudah diperleh dari aplikasi-aplikasi lainnya. Bahkan video porno kini lebih mudah diakses melalui aplikasi sosial media seperti YouTube, Facebook, X, Telegram, dan WhatsApp.
Fenomena rusaknya generasi yang disebabkan oleh pornografi merupakan hasil dari sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di Indonesia. Pendidikan diberikan untuk tujuan materialistis semata, bukan untuk menciptakan generasi yang bertakwa. Akibatnya, muncul generasi yang bebas dan serba boleh. Mereka bahkan berani melakukan tindakan kriminal untuk memenuhi keinginannya.
Sangat miris melihat banyaknya anak yang melakukan kejahatan seperti pemerkosaan dan pembunuhan. Tetapi, negara justru tidak memberikan hukuman yang tegas karena salah mendefinisikan istilah "anak" itu sendiri. Berdasarkan UU Perlindungan Anak, anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berumur 18 tahun. Dengan demikian, mereka tidak dapat dijatuhi hukuman yang tegas atau yang dapat membuat jera. Hal ini terjadi meskipun mereka sebenarnya sudah balig. Anak remaja di bawah usia 18 tahun kini tidak takut lagi dalam melakukan beragam kejahatan. Maka, hukum menjadikan kejahatan "anak" makin marak.
Di sisi lain, peran orang tua dan masyarakat makin berkurang. Amar makruf nahi mungkar di masyarakat kini sudah mulai hilang. Terlebih bagi masyarakat yang getol menyuarakan amar makruf nahi mungkar justru dimusuhi dan dicap radikal. Selain itu, karena sibuk dengan masalah finansial, orang tua sering mengabaikan pendidikan anak di rumah. Orang tua justru memberikan mereka ponsel, yang membuat pornografi lebih mudah diakses. Jelas bahwa kurangnya peran orang tua, masyarakat, dan negara lah yang juga turut serta membuat generasi makin dalam terjerumus dalam pornografi.
Hal ini benar-benar jauh berbeda dari sistem Islam dalam Khilafah. Dalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai junnah, atau perisai, yang melindungi seluruh generasi. Akidah Islam adalah dasar negara Khilafah, yang juga membentuk sistem pendidikannya. Selain itu, kurikulum pendidikan bersumber dari Islam sehingga dapat mewujudkan generasi bertakwa. Mereka bertindak berdasarkan halal dan haram, bukan kebebasan.
Selanjutnya, Khilafah akan membersihkan media massa dan media sosial dari konten pornografi. Khilafah akan serius menutup situs situs porno dengan mengerahkan para ahli teknologi informasi, dan juga akan memblokir media sosial yang terbukti memberikan peluang bagi konten pornografi. Khilafah juga akan membuat sistem sanksi yang tegas dan adil. Pelaku yang terlibat dalam bisnis pornografi akan dihukum dengan tegas hingga terwujud efek jera. Jejak digital dan transaksi keuangan digunakan untuk melacak keberadaan mereka sehingga mereka dapat ditangkap dan dihukum menurut hukum Islam. Selain itu, Khalifah akan mengembalikan arti "anak", yang berarti seseorang yang belum balig.
Sedangkan orang-orang yang sudah balig dianggap mukalaf, yang berarti mereka dapat dikenakan hukuman dan sanksi. Oleh karena itu, jika pelakunya sudah balig, mereka akan dihukum dengan hukuman zina atas kejahatan pemerkosaan sebanyak 100 kali, seperti yang terjadi di Palembang. Ini sesuai dengan ayat Allah dalam surah An-Nur ayat 2 yang artinya, "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali."
Karena melakukan pembunuhan yang disengaja, mereka juga dikenai hukuman kisas, yaitu dibunuh dengan dipenggal. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya,“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Selanjutnya, khilafah akan mengembalikan peran orang tua sebagai madrasah bagi anak-anak mereka dalam beberapa cara, seperti:(1) Pendidikan kepada para ayah tentang pentingnya peran ayah dalam mendidik anak mereka. (2) Memberikan kesejahteraan yang merata sehingga para ibu tidak dipaksa bekerja karena keadaan ekonomi yang menghalangi mereka untuk mendidik anak mereka.(3) Negara menetapkan aturan untuk pemberian gawai kepada anak agar tidak diberikan terlalu dini.
Terakhir, negara akan memberikan fasilitas rehabilitasi dan terapi kepada anak-anak yang mengalami gangguan otak dan mental karena pornografi sehingga mereka dapat pulih dan kembali normal. Solusi-solusi ini hanya dapat dicapai melalui penerapan Islam kafah di bawah naungan Khilafah.
Tumblr media
1 note · View note