Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Listrik Belum Merata Bukti Abainya Negara
Listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Namun di Provinsi Jawa Barat, terdapat 22.000 kepala keluarga (KK) yang belum mendapatkan aliran listrik (beritasatu.com, 23 November 2024). Hal itu terungkap saat debat Pilkada Jabar 2024 yang digelar pada Sabtu, 23 November 2024.
Fakta lainnya, hingga triwulan I tahun 2024, masih ada 112 desa/kelurahan yang belum teraliri listrik, ungkap Bapak Zisman P. Futajul, Direktur Jenderal Departemen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Jumlah ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Diketahui pada akhir tahun 2023, terdapat 140 desa atau kelurahan yang kesemuanya berada di Papua belum memiliki akses ke listrik. Adanya wilayah-wilayah yang tidak mendapatkan akses listrik di era digital saat ini merupakan hal yang wajib dipertanyakan. Bagaimana mungkin negeri ini masih menghadapi masalah klasik, yaitu pemerataan fasilitas dan layanan publik di daerah pelosok atau terpencil, pada era yang sudah serba digital? Hal ini tidak lain disebabkan oleh liberalisasi layanan publik menjadi layanan yang berbayar atau bukan gratis, termasuk dalam hal energi listrik.
Liberalisasi ditandai dengan banyaknya pihak swasta yang memiliki kendali besar atas kebutuhan dasar masyarakat. Sejak tahun 2000-an, liberalisasi sektor energi listrik mulai dilakukan. Pada tahun 1990-an, banyak produsen listrik independen (IPP) berdiri melalui perjanjian jual beli listrik, juga dikenal sebagai PPA. IPP mengelola pembangkit listrik dengan menjual sebagian atau seluruh produksinya ke PLN. Pada akhirnya, skema kerja sama ini memaksa PLN, BUMN milik negara, untuk membeli listrik dari IPP dengan harga berlipat.
Nilai tenaga listrik yang dibeli PLN dari IPP terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung ketersediaan listrik. Nilainya mencapai Rp60 triliun pada 2016 hingga Rp104 triliun pada 2021, dan terus mengalami peningkatan. Kehadiran IPP dianggap membantu negara karena untuk membangun sebuah pembangkit listrik memerlukan biaya yang sangat besar dan waktu pembangunan yang lama. Oleh karenanya, menggandeng pihak luar menjadi dalih pembenaran.
Kebijakan ini makin dilegitimasi dengan terbitnya UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan. Dengan UU ini, pemerintah menggandeng swasta untuk membuat pembangkit listrik dalam mempercepat pemerataan listrik di seluruh wilayah Indonesia. UU ini menyatakan bahwa meskipun penyediaan listrik dilakukan oleh negara, tetapi perusahaan swasta atau asing masih dapat berperan sebagai penyedia energi listrik.
Mengingat biaya yang sangat besar untuk membangun pembangkit listrik, IPP pasti menginginkan keuntungan sebagai imbal baliknya. Layaknya perusahaan swasta pada umumnya, berbisnis di bidang energi, salah satu kebutuhan dasar masyarakat, haruslah mendatangkan keuntungan besar bagi mereka. Hingga saat ini, IPP hanya ingin berinvestasi dengan membangun pembangkit listrik di daerah yang menjadi pusat pasokan listrik, seperti Sumatra dan Jawa. Sangat wajar jika daerah pelosok seperti Papua dianggap tidak menguntungkan bagi perusahaan pembangkit listrik dari segi infrastruktur dan ekonomi. Investor tidak tertarik membangun pembangkit listrik di daerah pelosok atau terpencil.
Penerbitan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja memberikan berbagai kemudahan bagi investor swasta dalam maupun luar negeri di bidang energi listrik. Akibatnya, keran liberalisasi listrik makin menguat. Meskipun UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat dan digantikan dengan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja, namun isi Perppu ini tidaklah jauh berbeda dengan UU yang menuai kontroversi itu.
Apalagi setelah adanya skema power wheeling yang menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat. Power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara atau PLN dengan menggunakan jaringan transmisi dan distribusi PLN. Bahkan, skema ini dapat membangun mekanisme Multi Buyer Multi Seller (MBMS) yang memungkinkan pihak swasta dan negara menjual energi listrik langsung ke konsumen akhir di pasar terbuka. Skema ini menuai banyak penolakan dari berbagai kalangan karena dianggap hanya mementingkan bisnis swasta semata sehingga pemerintah mencabutnya.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa kapitalisasi energi listrik sangat jelas terjadi. Masyarakat di daerah pelosok mengalami kesulitan untuk mendapatkan layanan listrik. Hal ini terjadi karena dua hal. Pertama, listrik tidak diberikan secara gratis. Untuk mendapatkan pelayanan listrik, masyarakat harus mengeluarkan uang, dan harganya tidaklah murah.
Negara harus memahami betapa beratnya beban ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat saat ini. Rakyat bertanggung jawab atas semua kebutuhan pokok mereka, termasuk sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Ditambah lagi dengan adanya kenaikan tarif listrik, pajak, dan lainnya.
Namun di sistem kapitalisme saat ini, negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Negara membuat dan mengatur regulasi pro kapitalis, sedangkan rakyat dibiarkan menanggung sendiri beban hidupnya. Tidak peduli betapa sulitnya rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, negara hanya membuat regulasi yang mencekik rakyat.
Kedua, swasta diberi kebebasan sebebas bebasnya untuk memutuskan apakah mereka akan berinvestasi atau mengelola bidang listrik. Akibatnya, PLN sebagai BUMN milik negara harus memikul tanggung jawab berkali lipat lebih besar untuk mengelola dan mendistribusikan listrik kepada masyarakat. Hal ini karena PLN harus melakukan pembelian bahan baku atau tenaga listrik yang mahal dari swasta dan kemudian mengirimkannya ke daerah terpencil dengan segala keterbatasan infrastrukturnya. Sementara itu, negara tidak memenuhi kewajibannya untuk membangun infrastruktur publik yang memudahkan akses jalan atau membangun jaringan listrik di daerah yang memiliki kondisi geografis yang sulit, seperti Papua dan daerah pelosok lainnya. Inilah wujud kelalaian dan lepasnya tanggung jawab negara untuk melayani rakyat.
Dalam aturan Islam, penguasa dalam sebuah negara memiliki kewajiban untuk melayani rakyat. Bentuk pelayanannya meliputi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat secara murah dan mudah, atau bahkan gratis. Sedangkan listrik merupakan sumber energi milik umum yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat dan wajib dikelola oleh negara. Rasulullah ﷺ bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.”(HR Abu Dawud dan Ahmad). Listrik menghasilkan aliran energi panas (api) sehingga termasuk dalam kategori “api” yang disebutkan dalam hadis tersebut.
Selain itu, sumber pembangkit listrik, seperti batu bara dan berbagai barang tambang lainnya juga termasuk dalam kategori harta milik umum. Maka dari itu, pengelolaannya pun tidak boleh diserahkan kepada individu, perusahaan swasta, atau bahkan negara asing. Ini karena barang tambang seperti batu bara jumlahnya sangatlah banyak dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Negara adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola sumber energi listrik tersebut, memproduksi, dan mendistribusikannya kepada rakyat.
Saat aturan Islam kaffah diterapkan dalam sebuah negara, negara Khilafah akan mengambil beberapa kebijakan untuk memenuhi kebutuhan listrik rakyat, antara lain: (1) membangun sarana dan fasilitas pembangkit listrik yang memadai; (2) mengeksplorasi bahan bakar listrik secara mandiri; (3) mendistribusikan pasokan listrik murah kepada rakyat; dan (4) mengambil keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam, termasuk barang tambang, untuk memenuhi kebutuhan rakyat lainnya seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, pakaian, dan rumah.
Negara dapat memenuhi tanggung jawabnya dengan baik dan amanah jika pengelolaan sumber daya listrik didasarkan pada syariat Islam secara kaffah. Selain itu, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan listrik mereka untuk keperluan sehari-hari. Mengingat potensi keberlimpahan sumber daya tambang yang sangat berharga di negara-negara muslim, akses dan layanannya dapat diakses di seluruh negeri dengan biaya yang relatif murah, atau bahkan gratis.
0 notes
Text
Kelalaian Negara Mengurusi Keamanan Pangan Rakyatnya
Akhir-akhir ini, sejumlah daerah di Indonesia mengalami Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLB KP). Penyebabnya adalah makanan impor dari Cina, latiao. Beberapa wilayah yang melaporkan KLB ini ialah Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, Pamekasan, dan Riau.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, menyatakan bahwa setelah menerima laporan tentang keracunan pangan, mereka segera bekerja sama dengan pihak terkait di setiap wilayah untuk mengambil sampel makanan dan melakukan pengujian laboratorium. Hasilnya, BPOM menemukan kontaminasi bakteri Bacillus cereus pada produk pangan Latiao. Untuk melindungi kesehatan publik, BPOM menghentikan sementara semua produk Latiao dari penjualan. BPOM juga akan menarik 73 produk yang terdaftar hingga benar-benar dipastikan aman untuk dijual.
Kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh produk Latiao yang memicu kejadian luar biasa ini mengingatkan kita pada kasus serupa. Kita diingatkan kembali oleh kejadian pada tahun 2022 saat obat sirop yang mengandung zat kimia melebihi ambang batas aman telah menyebabkan gagal ginjal akut pada ratusan anak. Zat kimia tersebut yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). EG dan DEG merupakan zat kimia berbahaya dengan ambang batas aman 0,1 miligram/mililiter, termasuk propilen glikol (PG), yang terdapat pada pelarut tambahan obat sirop.
Sampai Februari 2023, 326 kasus gagal ginjal akut terjadi di 27 provinsi di Indonesia, dengan 204 anak meninggal dan sisanya sembuh. Baresskrim Polri melakukan penyelidikan untuk mendalami pihak yang terkait dengan kejadian tersebut. PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Yarindo Farmatama adalah beberapa perusahaan yang diselidiki terkait dengan kasus tersebut. Tiga perusahaan itu juga memiliki puluhan obat sirop yang ditarik keluar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Pada saat itu, pemerintah, terdiri dari Kemenkes, Kemendag, dan BPOM, saling lempar tanggung jawab atas kasus gagal ginjal akut yang membunuh ratusan anak. Kemenkes menyatakan bahwa BPOM adalah lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan bahan obat-obatan, bukan kementeriannya. Selain itu, Kemenkes menegaskan bahwa masalah yang berkaitan dengan dugaan penipuan dalam pasokan bahan baku obat bukan tanggung jawab Kemenkes.
Ketua BPOM saat itu, Penny K. Lukito, menyatakan bahwa BPOM tidak bertanggung jawab atas penggunaan senyawa kimia EG dan DEG, yang ternyata digunakan oleh beberapa bisnis farmasi untuk membuat pelarut obat sirop. Lukito menyatakan bahwa penggunaan bahan oplosan ini di luar pengawasan BPOM dan merupakan perbuatan ilegal. BPOM hanya ditugaskan untuk mengawasi dan memeriksa bahan baku dalam kategori pharmaceutical grade atau khusus farmasi untuk pelarut obat sirup. Dalam hal impor dan peredaran EG dan DEG, BPOM tidak melakukan pengawasan. Ini karena zat kimia tersebut sebenarnya digunakan dalam industri di luar farmasi.
Dalam hal impor senyawa propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG), Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak mengatur pembatasan. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa karena PG dan PEG tidak diatur oleh regulasi impor, mereka diimpor tanpa melalui Kemendag. Meskipun hasil akhirnya empat perusahaan farmasi telah ditetapkan sebagai tersangka, namun kasus ini harusnya memberikan tamparan keras pada lembaga negara terkait seperti BPOM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian. Lembaga yang bertanggung jawab untuk memastikan keamanan obat dan pangan bagi masyarakat seharusnya melakukan evaluasi dan penyelidikan menyeluruh daripada saling lempar tanggung jawab satu sama lain.
Dan saat ini, kejadian luar biasa terjadi lagi pada produk makanan Latiao. Ini bukan lagi disebut sebagai kecolongan, tetapi kelalaian negara. Negara lalai dalam memastikan setiap produk obat dan makanan yang beredar luas di masyarakat aman dan tidak berbahaya.
Sayangnya, negara tidak pernah berbenah diri. Padahal, negara harus belajar dari keteledorannya pada kasus-kasus KLB sebelumnya, karena korbannya adalah anak-anak, yakni generasi masa depan. Negara juga harus bertanggung jawab jika terjadi keracunan atau kematian akibat produk obat dan pangan yang beredar. Ini karena negara memiliki kewajiban untuk menjamin dan memastikan bahwa setiap obat dan pangan yang beredar di masyarakat adalah aman.
Namun, tanggung jawab tersebut semakin terkikis dalam sistem kapitalisme sekuler. Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berfungsi sebagai regulator, bukan melayani rakyat. Para pejabat negara sering "cuci tangan" dan "buang badan" saat terjadi keracunan luar biasa atau kasus seperti gagal ginjal akut. Sejauh ini, hanya ada hukuman unsur tindak kriminal kepada para pelaku industri yang memproduksi dan mendistribusikannya. Tetapi, untuk pejabat terkait yang bertanggung jawab atas kelalaian dalam pengawasan dan uji kelayakan makanan, seperti BPOM atau Kemenkes, tidak diberlakukan sanksi apapun.
Dalam kasus Latiao misalnya, negara memiliki kewajiban dan wewenang untuk memantau dan mengawasi uji kelayakan dari semua aspek, termasuk bahan impor, produksi, komposisi, dan distribusi. Meskipun produksi dilakukan oleh individu atau industri swasta, negara tetap harus melakukan pengawasan untuk menjamin keamanan dan kesehatan masyarakat. Jika kewajiban ini tidak dilakukan, maka hal itu disebut sebagai kelalaian dan perbuatan lepas tanggung jawab.
Padahal, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Dan dalam aturan Islam, setiap pemimpin dianggap sebagai pengurus. Yang bermakna seorang pemimpin harus bertanggung jawab atas apa yang dia pimpin. Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyat akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Istri adalah pemimpin terhadap rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka. Dan seorang budak juga merupakan pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian akan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari No. 6605).
Penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas semua orang yang dia pimpin. Jika dia menemukan bahwa pejabat di bawahnya tidak melakukan pekerjaan mereka dengan baik, penguasa harus bersikap tegas dan memberikan sanksi kepada mereka. Negara, dalam hal ini penguasa, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat aman. Dengan menggunakan mekanisme yang dicontohkan oleh sistem Islam, negara akan menetapkan kebijakan keamanan pangan sebagai berikut:
Pertama, menetapkan regulasi untuk industri makanan dan minuman agar sesuai dengan ketentuan halal dan tayib (aman). Artinya, produk pangan yang beredar tidak mengandung bahan berbahaya dan tidak menyebabkan penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, penyakit jantung, dsb.
Kedua, melakukan pengawasan dengan peran al-hisbah, lembaga negara yang mengawasi dan mengontrol industri makanan harus mencegah kecurangan, penipuan, pengurangan takaran dan timbangan, serta menjamin keamanan obat dan bahan pangan yang beredar.
Ketiga, memberikan edukasi secara menyeluruh kepada masyarakat luas tentang standar pangan dalam Islam, yaitu halal, tayib, dan aman. Edukasi dilakukan melalui berbagai media, lembaga layanan kesehatan, dan tayangan edukatif yang menarik.
Keempat, mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan dan individu yang melanggar peraturan peredaran obat dan makanan yang sesuai dengan standar halal, tayib, dan aman.
Dengan berbagai kebijakan tersebut, negara telah melakukan tindakan preventif/pencegahan sebagai cara untuk memastikan bahwa obat dan makanan yang aman, halal, dan tayib terpenuhi bagi masyarakat.
0 notes
Text
Pembebasan Palestina Butuh Jihad, Bukan Retorika
Sejak serangan terbaru, yang terjadi pada 6 Oktober 2024, penjajah Zions terus-menerus mengepung dan menginvasi Gaza utara. Hal ini mengakibatkan kematian 600 orang dan puluhan ribu orang mengungsi. Jumlah korban tewas di Jalur Gaza sejak serangan zions pada 7 Oktober 2023 mencapai 42.603 orang tewas dan 99.795 lainnya terluka. Selain itu, diduga lebih dari seribu orang meninggal di bawah reruntuhan bangunan. Sedangkan warga lainnya yang masih hidup harus menghadapi kelaparan dalam pengungsian.
Sungguh miris, dunia tetap diam seribu bahasa di tengah serangan Israel yang bertubi-tubi dalam menghancurkan wilayah Gaza. PBB hanya mengeluarkan kecaman. Hal yang dilakukan oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) hanyalah meminta Zion*s Israel untuk mematuhi perintah pengadilan tinggi PBB supaya mencegah genosida di Gaza. Yordania juga hanya mengeluarkan kecaman. Negara-negara Muslim, termasuk negara Arab, justru bungkam.
Hams menyatakan bahwa diamnya negeri-negeri muslim dan komunitas internasional membuat Zions Israel terus melakukan pembantaian dan tindak kejahatan pada warga Palestina. Ham*s meminta dunia Arab dan umat Islam, PBB, dan badan internasional lainnya untuk menghentikan "holocaust" yang dilakukan oleh "Nazi baru" (Israel).
Diamnya dunia Arab dan umat Islam merupakan pengkhianatan yang luar biasa terhadap saudara muslim kita di Palestina. Padahal, Allah SWT telah berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 10, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara."
Namun, para penguasa muslim telah "buta, tuli, dan bisu" karena tidak menanggapi permintaan tolong dari anak-anak Palestina yang terluka, kelaparan, dan kehilangan keluarganya. Nasionalisme telah mengikat tangan dan kaki para penguasa muslim sehingga mereka tidak menganggap masalah Palestina sebagai urusan mereka. Mereka hanya menyibukkan diri dengan masalah internal negaranya. Nasionalisme telah menghalangi pemimpin muslim untuk benar-benar bergerak nyata membela Palestina dengan mengirimkan militer untuk jihad fisabilillah.
Nasionalisme tidak hanya menjangkiti para penguasa, tetapi juga mengubah pemahaman, persepsi,dan ketundukan umat Islam, sehingga sebagian dari mereka tidak peduli dengan penderitaan saudara Muslim di Palestina. Hal ini terlihat pada konser musik Tamer Hosny di Alexandria, Mesir, pada Jumat (18/10/2024), dihadiri ratusan ribu muslim. Padahal, di dekat mereka, ribuan muslim Palestina sedang meregang nyawa. Nasionalisme benar-benar merusak moralitas mereka.
Padahal, nasionalisme tidak berasal dari Islam dan justru bertentangan dengan Islam. Rasulullah Saw. bersabda, "Bukan dari golongan kami orang-orang yang menyeru kepada asabiah (nasionalisme atau sukuisme), orang yang berperang karena asabiah, dan orang-orang yang mati karena asabiah." (HR Abu Dawud). Oleh karena itu, umat Islam harus membuang dan menjauhi nasionalisme dan melihat masalah Palestina sebagai masalah bersama umat Islam.
Selain alasan nasionalisme, keberadaan para penguasa di negeri-negeri muslim juga berkontribusi pada diamnya umat Islam terhadap masalah Palestina. Dalam buku yang berjudul Sejarah Nasionalisme di Dunia Islam, Shabir Ahmed dan Abid Karim menjelaskan bahwa Barat telah membuat mekanisme yang memungkinkan kaum muslim terus terpecah-belah. Keberadaan para penguasa antek penjajah di tengah kaum Muslim adalah mekanisme untuk memecah belahnya.
Para penguasa memperoleh kekuasaannya dengan melakukan kolusi dengan Barat, bukan melalui pilihan rakyat. Setelah berkuasa, mereka menjunjung tinggi batas-batas wilayahnya, yang merupakan hasil dari merobek-robek tanah kaum muslim. Mereka bahkan rela berperang dengan saudara sesama muslim untuk memperluas wilayahnya. Selain itu, mereka menindas dan mengancam pihak-pihak yang berusaha memperkenalkan Islam ke dunia politik. Mereka bertindak demikian karena mereka dipengaruhi dan diawasi oleh kaum kafir yang menduduki tanah tersebut. Para penguasa tidak peduli dengan penderitaan muslim Palestina karena kecintaan terhadap kekuasaan dan posisi mereka sangatlah besar.
Umat benar-benar tidak dapat berharap para penguasa itu untuk membebaskan Palestina. Mereka hanya membela Palestina secara retoris dan mengecamnya, tanpa melakukan apa-apa. Mereka tidak akan pernah mengirimkan pasukan ke Palestina, meskipun memiliki militer yang kuat dan senjata canggih. Selain itu, mereka tetap tidak memboikot dan terus menjalin hubungan dagang dengan Zion*s Israel. Itu juga berlaku untuk organisasi negara muslim lainnya, seperti Liga Arab dan Organisasi Konferensi Islam (OKI). Mereka hanya mengecam tanpa melakukan gerakan nyata untuk mendorong dunia Islam agar melakukan jihad akbar.
Genosida di Palestina merupakan urusan seluruh kaum muslim, bukan hanya persoalan kaum muslim Palestina saja. Dan seluruh umat Islam harus sadar akan hal ini. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR Bukhari dan Muslim)
Sudah menjadi kewajiban kaum muslim untuk terus bersuara dan meminta para pemimpin negara muslim agar segera mengirimkan pasukan berkekuatan penuh untuk berjihad di Palestina. Militer muslim harus datang untuk membebaskan Palestina, bukan sebagai pasukan perdamaian di bawah komando PBB yang tidak melakukan aksi nyata. Jihad adalah satu-satunya cara untuk menghancurkan Israel yang biadab, bukan dengan retorika.
Kaum muslim harus terus membela Palestina. Meskipun ada banyak upaya yang dilakukan Barat untuk menghentikan perjuangan pembebasan Palestina, tetapi umat Islam harus tetap bersemangat dalam menyuarakan hal ini. Sebagaimana firman Allah SWT, "Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu dan janganlah kamu lari (karena takut kepada musuh) maka kamu menjadi orang-orang yang merugi" (QS Al-Maidah [5]: 41). Perjuangan dan pembelaan umat Islam untuk Palestina merupakan amal saleh yang memiliki pahala yang sangat besar di sisi-Nya.
Pembebasan Palestina dapat terwujud setelah Allah memberikan kekuasaan seperti pada zaman Rasulullah dahulu. Yakni kekuasaan dalam bentuk negara, sistem, dan kekuasaan yang benar-benar membantu dan memenangkan Islam dan kaum muslimin. Kekuasaan ini akan berfungsi sebagai junnah, atau perisai, yang melindungi umat Islam dari musuh mereka. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’alaih)
Kekuasaan tersebut ialah Khilafah Islam. Khilafah akan menjadi junnah/pelindung bagi seluruh kaum muslim. Khilafah juga akan menyatukan seluruh negeri-negeri muslim, baik rakyatnya, wilayahnya, ataupun militernya. Segera setelah Khilafah ditegakkan, pembebasan Palestina akan menjadi prioritas utama. Khilafah akan menolak solusi yang ditawarkan oleh lembaga internasional seperti PBB dan negara Barat (AS dan Eropa). Hal ini karena pada hakikatnya solusi ini hanyalah lanjutan dari penjajahan di Palestina.
Selain itu, Khilafah akan memboikot seluruh produk dan ide-ide sesat Israel yang selama ini telah menyesatkan kaum muslim. Khilafah akan melakukan tindakan nyata untuk membebaskan Palestina dengan mengirimkan tentara besar-besaran untuk menghancurkan Israel hingga ke akarnya. Khilafah juga akan berjihad melawan negara lain pendukung Israel seperti Amerika Serikat.
Untuk memastikan bahwa umat Islam di Palestina dapat hidup dengan baik, Khilafah akan membangun kembali tanah tersebut. Infrastruktur lunak, seperti sistem pendidikan dan kesehatan, serta infrastruktur keras, seperti bangunan, sarana transportasi, dan telekomunikasi, adalah bagian dari pembangunan. Untuk melindungi serangan lanjutan dari musuh Islam, Khilafah akan menempatkan pasukan yang cukup untuk berjaga-jaga di tanah ribath (perbatasan) Palestina.
Menegakkan Khilafah merupakan agenda utama umat Islam saat ini. Kaum muslim harus menyadari bahwa Khilafah adalah satu-satunya solusi atas penjajahan di Palestina. Sebagaimana firman Allah SWT yang telah disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 110, "Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah (berbuat) yang munkar, dan beriman kepada Allah." Oleh karenanya, harus ada kelompok dakwah di tengah-tengah umat. Kelompok yang benar-benar ingin kembali menegakkan Islam yang benar.
0 notes
Text
Setahun Telah Berlalu, Pelajaran dan Pesan Moral dari Badai Al-Aqsha
Setahun berlalu, penduduk Gaza tetap sabar dan tabah. Sementara itu, kaum Yahudi terus mengamuk dan melakukan kejahatan terhadap wanita dan anak-anak yang tidak bersalah, bahkan pohon dan batu. Para penguasa muslim yang berkhianat tetap tersesat dalam kebodohan mereka. Pasukan di negeri-negeri muslim tetap diam, duduk di barak-barak mereka, tidak terganggu oleh teriakan anak-anak atau wanita yang meringkih, meminta bantuan.
Selama setahun ini, sejak berlangsungnya Operasi Badai Al-Aqsha hingga hari ini, seluruh dunia telah menyaksikan kebenaran tentang kaum Yahudi. Allah Swt. telah menceritakan karakteristik mereka kepada kita dalam Kitab-Nya yang mulia. Mereka adalah kaum yang suka memfitnah, menentang para nabi, dan membunuh setiap orang yang mengatakan kebenaran. Mereka adalah orang-orang yang paling pengecut, bernafsu hidup, dan suka ingkar janji.
Semua ciri-ciri ini, terutama kepengecutan dan ketakutan mereka, telah dilihat oleh dunia. Setelah mereka gagal mencapai tujuan yang mereka janjikan ketika mereka berangkat ke Gaza, mereka dikejutkan oleh para pahlawan muslim. Pahlawan yang melawan mereka dari jarak dekat dan membunuh mereka dengan keberanian dan tanpa rasa takut.
Orang-orang pengecut ini kemudian melampiaskan amarah mereka pada orang tua, anak-anak, dan wanita yang tidak bersalah. Selain itu, mereka menghancurkan sebuah negeri dengan mengebom rumah sakit dan bangunan. Setelah gagal membuat para pahlawan Gaza menyerah, entitas Yahudi itu akhirnya pergi ke Lebanon untuk mencari kemenangan jauh dari Gaza. Mereka menggunakan jaminan kepala kekufuran, Amerika, untuk mengontrol rezim sesuai dengan rencana politik Amerika. Oleh karena itu, mereka mulai mengancam, berjanji, dan melakukan apa yang mereka katakan, tanpa ada yang bisa menghentikannya.
Wahai umat muslim dan para penguasa, apakah mungkin bagi sekelompok orang seperti ini untuk mempermainkan perasaan hampir dua miliar orang Islam tanpa mendapatkan tanggapan yang akan membuat mereka melupakan bisikan setan? Sejak awal agresi Yahudi terhadap Gaza, pasukan muslim telah diberitahu oleh Partai Ideologis tentang tanggung jawab agama mereka. Jika mereka menanggapinya, darah 41.000 muslim Gaza tidak akan tumpah.
Berdasarkan sejarahnya, perlindungan negeri yang menerapkan hukum Islam terhadap umatnya begitu besar. Ketika seorang Yahudi dari Bani Qaynuqa’ menyingkap aurat seorang wanita muslim, ia berteriak. Kemudian seorang muslim datang, yang bukan seorang jenderal dalam pasukan atau panglima militer, tetapi dibesarkan dengan kesatria. Muslim itu membunuh Yahudi yang melakukan tindak kejahatan. Kemudian orang-orang Yahudi dari Bani Qaynuqa’ berkumpul di sekitar muslim itu dan membunuhnya.
Rasulullah, sebagai pemimpin kaum muslim, segera mengumpulkan kaum muslim dan menyiapkan pasukan ketika masalah itu sampai kepadanya. Beliau langsung menuju benteng Bani Qaynuqa dan mengepung mereka. Beliau bersikeras bahwa pengepungan harus diselesaikan sampai orang-orang Yahudi mengikuti perintahnya. Rasulullah saw. menggerakkan pasukan untuk seorang pria yang dibunuh secara tidak adil dan seorang wanita yang auratnya tersingkap.
Namun hari ini, ribuan muslim terbunuh, dan aurat ribuan wanita muslim terekspose di seluruh belahan dunia di tangan orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir kriminal lainnya. Tidak ada rasa kesatria yang menggerakkan kalian, wahai pasukan muslim, sampai sekarang!
Wahai pasukan Muslim, penerus Khalid, Abu Ubaidah, dan Al-Qaqa. Sudah waktunya bagi kalian untuk sadar diri, memohon ampun kepada Tuhan kalian, dan menebus dosa karena tetap diam. Hingga kalian dapat berangkat untuk menghancurkan singgasana-singgasana jahat itu dengan mendukung partai ideologis ini, pelopor yang tidak berbohong kepada rakyatnya. Partai yang melanjutkan kehidupan Islam dengan mendirikan Khilafah Rasyidah berdasarkan metode kenabian, dan menyatakan jihad terhadap setiap orang yang berani menyerang kaum Muslim.
0 notes
Text
Pornografi Marak, Kejahatan “Anak” Merebak
Kejahatan terhadap anak kian meningkat. Terbaru, seorang siswi SMP berinisial AA (13) telah diperkosa dan dibunuh oleh empat remaja di Sukarami, Palembang, Sumatera Selatan. IS (16), MZ (13), AS (12), dan NS (12) adalah pelaku yang masih berada di bangku SMP dan SMA. Setelah melakukan perbuatannya, keempat pelaku dengan bangga mengatakan kepada teman-temannya apa yang mereka lakukan. Mereka mengklaim telah melakukan pemerkosaan sebagai cara untuk memuaskan hasrat mereka setelah menonton video porno.
Dalam perkembangan terbaru, tiga pelaku, MZ (13), MS (12), dan AS (12), telah diserahkan ke rumah rehabilitasi di LPKS. Hal ini didasarkan pada Pasal 69 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang menyatakan bahwa anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan belum genap 14 tahun hanya dapat dikenakan tindakan dan tidak dapat ditahan.
Kasus pemerkosaan terus meningkat sebagai akibat dari menonton video porno. Pada tahun 2023, tiga anak berusia 8 tahun memperkosa temannya di Mojokerto, Jawa Timur, karena mereka menonton konten pornografi melalui ponsel mereka. Pada akhir tahun 2023, seorang pemuda berusia 18 tahun memperkosa seorang anak perempuan berusia 13 tahun di Tambora, Jakarta Barat. karena pelaku menonton video porno. Tak hanya itu saja, masih banyak kasus pemerkosaan lainnya akibat tontonan video porno.
Berbagai kasus pemerkosaan yang telah terjadi menunjukkan betapa besarnya efek yang ditimbulkan akibat melihat tontonan pornografi oleh generasi muda. Pornografi telah merusak generasi. Mereka tega melakukan perbuatan keji hingga melakukan pembunuhan, bahkan dengan bangga menunjukkan tindakannya kepada temannya. Dan tidak ada rasa malu atau takut yang hadir akibat perbuatannya itu.
Paparan pornografi terhadap generasi muda juga luar biasa besar. Menurut Femmy Eka Kartika Putri, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, pada tahun 2022, sekitar 97% anak Indonesia telah terpapar pornografi. Sementara itu, menurut Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang dilakukan pada 2021 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), 66,6% anak laki-laki dan 62,3% anak perempuan di Indonesia menonton pornografi melalui media online.
Selain memiliki akses ke pornografi, anak-anak juga lebih rentan menjadi korban kejahatan pornografi. Menurut KPAI, dalam tiga tahun terakhir, Indonesia telah mengalami krisis pornografi anak. Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan 9.228 kasus pornografi terhadap anak dari tahun 2016 hingga 2024. Di sisi lain, laporan National Center for Missing and Exploited Children dari tahun 2024 menunjukkan bahwa selama 4 tahun, terdapat 5.566.015 konten pornografi anak di Indonesia.
Sangat jelas bahwa kecanduan pornografi merusak generasi karena menyebabkan gangguan perkembangan otak, emosi, dan kemampuan bersosialisasi yang buruk. Anak-anak yang sering menonton pornografi akan menghasilkan dopamin yang membanjiri prefrontal cortex, yang merupakan pusat kepribadian. Akibatnya, anak-anak mengalami kesulitan mengambil keputusan, kurangnya kepercayaan diri, kurangnya daya imajinasi, kesulitan merencanakan masa depan, dan kesulitan membedakan baik dan buruk.
Pornografi juga menghasilkan efek kerusakan yang sangat serius. Pornografi membuat tindak pergaulan bebas merebak yang berdampak pada tinnginya kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan pada pernikahan dini, permohonan dispensasi nikah, perceraian, hingga aborsi. Selain itu, pornografi juga berkontribusi pada tindakan kriminal seperti pemerkosaan dan pembunuhan, seperti yang terjadi di Palembang.
Ini adalah gambaran kerusakan generasi yang disebabkan oleh tingginya paparan pornografi pada anak. Anak-anak kehilangan masa kanak-kanak mereka yang menyenangkan. Masa dimana seharusnya mereka dapat bermain dan belajar dengan tenang, serta tumbuh sesuai dengan fitrah mereka dalam lingkungan yang baik.
Anak-anak saat ini menghadapi ancaman yang lebih besar. Tayangan liberal mendominasi media massa. Media sosial justru lebih parah, di dalamnya banyak komunitas yang menjadi tempat tayangan pornografi. Foto dan video anak-anak juga diperjualbelikan dan digunakan sebagai konten pornografi.
Menurut Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat lebih dari 130.000 transaksi yang terkait dengan praktik prostitusi dan pornografi anak. Lebih dari 24.000 anak berusia 10 hingga 18 tahun terlibat dalam praktik ini, dengan frekuensi transaksi 130 ribu kali dan nilai transaksi lebih dari 127 miliar.
Sangat miris mengetahui bahwa pemerintah tidak serius menangani pornografi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hanya menjadikan pemblokiran domain situs sebagai strategi utama. Padahal, konten pornografi tidak hanya tersebar di dalam sebuah situs, melainkan di berbagai media lain. Konten pornografi juga mudah diperleh dari aplikasi-aplikasi lainnya. Bahkan video porno kini lebih mudah diakses melalui aplikasi sosial media seperti YouTube, Facebook, X, Telegram, dan WhatsApp.
Fenomena rusaknya generasi yang disebabkan oleh pornografi merupakan hasil dari sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di Indonesia. Pendidikan diberikan untuk tujuan materialistis semata, bukan untuk menciptakan generasi yang bertakwa. Akibatnya, muncul generasi yang bebas dan serba boleh. Mereka bahkan berani melakukan tindakan kriminal untuk memenuhi keinginannya.
Sangat miris melihat banyaknya anak yang melakukan kejahatan seperti pemerkosaan dan pembunuhan. Tetapi, negara justru tidak memberikan hukuman yang tegas karena salah mendefinisikan istilah "anak" itu sendiri. Berdasarkan UU Perlindungan Anak, anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berumur 18 tahun. Dengan demikian, mereka tidak dapat dijatuhi hukuman yang tegas atau yang dapat membuat jera. Hal ini terjadi meskipun mereka sebenarnya sudah balig. Anak remaja di bawah usia 18 tahun kini tidak takut lagi dalam melakukan beragam kejahatan. Maka, hukum menjadikan kejahatan "anak" makin marak.
Di sisi lain, peran orang tua dan masyarakat makin berkurang. Amar makruf nahi mungkar di masyarakat kini sudah mulai hilang. Terlebih bagi masyarakat yang getol menyuarakan amar makruf nahi mungkar justru dimusuhi dan dicap radikal. Selain itu, karena sibuk dengan masalah finansial, orang tua sering mengabaikan pendidikan anak di rumah. Orang tua justru memberikan mereka ponsel, yang membuat pornografi lebih mudah diakses. Jelas bahwa kurangnya peran orang tua, masyarakat, dan negara lah yang juga turut serta membuat generasi makin dalam terjerumus dalam pornografi.
Hal ini benar-benar jauh berbeda dari sistem Islam dalam Khilafah. Dalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai junnah, atau perisai, yang melindungi seluruh generasi. Akidah Islam adalah dasar negara Khilafah, yang juga membentuk sistem pendidikannya. Selain itu, kurikulum pendidikan bersumber dari Islam sehingga dapat mewujudkan generasi bertakwa. Mereka bertindak berdasarkan halal dan haram, bukan kebebasan.
Selanjutnya, Khilafah akan membersihkan media massa dan media sosial dari konten pornografi. Khilafah akan serius menutup situs situs porno dengan mengerahkan para ahli teknologi informasi, dan juga akan memblokir media sosial yang terbukti memberikan peluang bagi konten pornografi. Khilafah juga akan membuat sistem sanksi yang tegas dan adil. Pelaku yang terlibat dalam bisnis pornografi akan dihukum dengan tegas hingga terwujud efek jera. Jejak digital dan transaksi keuangan digunakan untuk melacak keberadaan mereka sehingga mereka dapat ditangkap dan dihukum menurut hukum Islam. Selain itu, Khalifah akan mengembalikan arti "anak", yang berarti seseorang yang belum balig.
Sedangkan orang-orang yang sudah balig dianggap mukalaf, yang berarti mereka dapat dikenakan hukuman dan sanksi. Oleh karena itu, jika pelakunya sudah balig, mereka akan dihukum dengan hukuman zina atas kejahatan pemerkosaan sebanyak 100 kali, seperti yang terjadi di Palembang. Ini sesuai dengan ayat Allah dalam surah An-Nur ayat 2 yang artinya, "Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali."
Karena melakukan pembunuhan yang disengaja, mereka juga dikenai hukuman kisas, yaitu dibunuh dengan dipenggal. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya,“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Selanjutnya, khilafah akan mengembalikan peran orang tua sebagai madrasah bagi anak-anak mereka dalam beberapa cara, seperti:(1) Pendidikan kepada para ayah tentang pentingnya peran ayah dalam mendidik anak mereka. (2) Memberikan kesejahteraan yang merata sehingga para ibu tidak dipaksa bekerja karena keadaan ekonomi yang menghalangi mereka untuk mendidik anak mereka.(3) Negara menetapkan aturan untuk pemberian gawai kepada anak agar tidak diberikan terlalu dini.
Terakhir, negara akan memberikan fasilitas rehabilitasi dan terapi kepada anak-anak yang mengalami gangguan otak dan mental karena pornografi sehingga mereka dapat pulih dan kembali normal. Solusi-solusi ini hanya dapat dicapai melalui penerapan Islam kafah di bawah naungan Khilafah.
1 note
·
View note