Text
Perpustakaan Digital
1. Menurut saya, perpustakaan digital tidak perlu lagi adanya koleksi tercetak. Jika ada koleksi tercetak juga, namanya menjadi perpustakaan hibrida bukan perpustakaan digital. Romi Satria Wahono mendefinisikan perpustakaan digital sebagai suatu perpustakaan yang menyimpan data baik itu buku (tulisan), gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan menggunakan protokol elektronik melalui jaringan computer. Jenis file dalam perpustakaan digital bisa dibagi dua yaitu full text dan page image (Wahono, 1998). Perpustakaan digital tidak lagi membutuhkan gedung – gedung untuk menyimpan koleksi dan informasi lainnya (Husna, 2018). Hal ini berarti koleksi – koleksi dalam perpustakaan digital hanya berupa koleksi digital. Menurut Nurjannah (2016), dalam perpustakaan digital, informasi dalam bentuk tercetak akan dialihkan menjadi bentuk elektronik. Oleh karena itu, perpustakaan digital memerlukan teknologi informasi yang mendukung dalam proses digitalisasi koleksi tercetak.
Contoh perpustakaan digital adalah World Digital Library, iJakarta, Bartleby, Project Gutenberg, Ibiblio, Bookmate.
Referensi :
Husna, N. (2018). PERBEDAAN ANTARA PERPUSTAKAAN KONVENSIONAL, DIGITAL, HIBRIDA DAN BOOKLESS. Al-Kuttab: Jurnal Perpustakaan dan Informasi, 5(1), 15-28. http://194.31.53.129/index.php/alkuttab/article/view/824/714 Diakses pada 28 Maret 2020.
Nurjannah, N. (2017). Peran Pustakawan dalam Implementasi Konsep Perpustakaan Digital. LIBRIA, 8(1). https://www.jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/libria/article/view/1219/913 Diakses pada 28 Maret 2020.
Wahono, Romi Satria. 1998. “Digital Library : Challenges and Roles Toward 21st Century”. https://romisatriawahono.net/publications/1998/romi-tekno98.pdf Diakses pada 29 Maret 2020.
2. Perhatian isu dalam penerapan perpustakaan digital :
a. Equity of access – the digital divide (kesetaraan akses - kesenjangan digital)
Manuel Castells (2002) berpendapat bahwa kesenjangan digital sebagai ketidaksamaan akses terhadap internet karena akses terhadap internet merupakan syarat untuk menghilangkan ketidaksamaan di masyarakat (inequality in society). Definisi lain dikemukakan oleh Van Dijk (2006) adalah kesenjangan antara yang memiliki dan tidak memiliki akses terhadap komputer dan internet. Dari definisi tersebut, disimpulkan bahwa kesenjangan digital dapat dipahami sebagai perbedaan akses terhadap teknologi informasi. Penyebaran berita – berita hoax, media digital yang tidak produktif, dan rendahnya literasi merupakan beberapa fenomena kesenjangan social di Indonesia.
Kesenjangan digital dalam perpustakaan digital berarti ketidaksamaan akses terhadap perpustakaan digital itu sendiri yang dilatarbelakangi oleh akses internet yang kurang memadai. Contoh kesenjangan digital di Indonesia terjadi pada Provinsi Sulawesi Tenggara, persentase rumah tangga pengguna internet selama tiga bulan terakhir sebanyak 11,63% dari total rumah tangga dengan rincian 29,44% rumah tangga di wilayah perkotaan dan hanya 4,89% di wilayah pedesaan (BPS, 2011). Kesenjangan digital di Indonesia ini dapat terjadi karena masih banyak wilayah Indonesia yang belum terjangkau layanan telekomunikasi mengingat bentuk topografis Indonesia yang membuat pembangunan sarana dan prasarana sulit dilakukan dan biaya yang dikeluarkan tidak murah.
Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesenjangan digital adalah penyediaan dan pembangunan infrastruktur teknologi informasi, menyediakan internet public access yang dapat digunakan secara gratis oleh masyarakat, pengembangan dan pelatihan teknologi informasi, serta mengoordinasi dan menyatukan perpustakaan – perpustakaan dalam sebuah jaringan perpustakaan digital.
a. Interoperability between systems and software (antar muka sistem)
Interoperabilitas sendiri berarti kemampuan berbagai jenis computer, aplikasi, system operasi, dan jaringan untuk bertukar informasi dengan cara yang bermanfaat dan bermakna (KBBI). Fokus interoperabilitas adalah kapabilitas sebuah system untuk dapat berinteraksi dengan system lainnya, sehingga system dapat saling bertukar data atau informasi sekaligus memanfaatkannya. Hal ini akan lebih mudah jika system yang digunakan memiliki antar muka yang sederhana dan mudah dipahami.
Contoh dari isu ini adalah interoperabilitas antar perpustakaan digital. Misalnya, kerja sama antara Kementerian Ristek dengan PDII – LIPPI. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan seluruh karya ilmiah termasuk data dan informasi yang dihasilkan para peneliti serta lembaga penelitian dapat lebih terintegrasi sehingga mudah diakses dan dikelompokkan perkembangannya sesuai bidang ilmu masing-masing. Tidak hanya itu, melalui sistem tersebut, masalah visibilitas dan akuntabilitas hasil penelitian di Indonesia di dunia Internasional diharapkan ikut dapat teratasi sehingga pada gilirannya penelitian Indonesia dapat disitir oleh pengguna dari seluruh dunia. Kementerian Ristek telah meluncurkan portal Pustaka Iptek (http://pustaka.ristek.go.id) yang dilengkapi perangkat database jurnal internasional ”science direct”. Selain membantu para peneliti, keberadaan database tersebut dalam portal Pustaka Iptek juga membantu menghemat anggaran setiap lembaga penelitian karena tidak perlu lagi melanggankan jurnal di setiap portal yang dikelolanya. Dengan demikian, duplikasi berlangganan jurnal antar lembaga penelitian dengan sendirinya juga dapat dihindari. (Lukman, Lukman & Subagyo, Hendro & Riyanto, Slamet & Afandi, Sjaeful. (2011). Penerapan Sistem Interoperabilitas Data dan Informasi Iptek di Lingkungan Ristek dan LPNK. 10.13140/RG.2.1.4676.9681.)
0 notes
Text
Yours
I like your mouth
I like your body
I like your eyes
I like yourself
I like everything is you
1 note
·
View note