Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
ATUHI
Tidak berafiliasi dengan Park Gunwook (박건욱), ZEROBASEONE atau/bahkan agency yang menaungi. Hanya digunakan untuk menulis dan bermain peran. Maka dari itu, penulis memberikan sedikit catatan untuk kenyamanan dalam bermain peran.
I. KARAKTER
Karakter Kaka adalah sebuah fiksi yang dibuat dengan beberapa referensi. Apabila terdapat kesamaan baik dalam hal nama, latar belakang dan hal lain adalah tindak ketidaksengajaan dari penulis. Serta jika ada kurangnya informasi, mohon dikoreksi dengan baik melalui pesan pribadi.
II. BAHASA DAN WAKTU.
Penulis menggunakan Bahasa Indonesia serta Bahasa Jawa untuk menulis kisah Kaka. Pun juga berada di Indonesia, khususnya Surabaya dan Jakarta. Karakter memiliki dunia bebas waktu.
III. MEDIA
Media dalam bentuk apa potret atau rekaman, baik video atau pun suara adalah penunjang untuk kisah karakter. Semua karya orisinil kembali pada pemiliknya. ㅤ
IV. TAMBAHAN
#. digunakan untuk hal berbau diluar karakter.
ACE adalah nama panggung dari penulis.
1 note
·
View note
Text
KENALI
KARAKTER KAKA
NAMA LENGKAP:
Kaisar Pitaloka
NAMA PANGGILAN:
Kaka
TANGGAL LAHIR:
10 Januari 2005
TEMPAT LAHIR:
Surabaya
MBTI:
ENTJ
ZODIAK:
Capricorn
TINGGI BADAN:
184 cm
BERAT BADAN:
70 kg
GOLONGAN DARAH:
O
TRIVIA
1. Paling suka dengan bola tapi jadi salah satu traumanya.
2. Sweet tooth seperti Ibunya.
3. Kalau stress, tujuannya ke Ragunan atau taman kampus untuk sekadar mengobrol dengan hewan (bukan aneh, menurutnya ini ampuh).
4. Sering salah paham dengan orang, entah karena terbiasa ngomong aku-kamu atau karena suaranya yang besar.
5. Dikenal garang, padahal anak manja.
KLAIM WAJAH
NAMA ASLI:
Park Gunwook (박건욱)
NAMA PANGGUNG:
Gunwook (건욱)
TANGGAL LAHIR:
10 Januari 2005
MBTI:
ENFJ
ZODIAK:
Capricorn
KEWARGANEGARAAN:
Korea
1 note
·
View note
Text
SUSURI SANUBARI
SURABAYA, 2005.
“Ibu! Ibu! Tenang!” Nila menatap suaminya keheranan. Sejak pembukaan ke tujuh, Adi heboh sendiri.
“Ayah, yang seharusnya tenang itu yo kamu toh...”
Adi cemberut, dia kan cuma khawatir. Apalagi dokter menyarankan untuk operasi caesar karena kesehatan istrinya yang menurun. Sedangkan Nila menolak ide tersebut. Bukan karena embel-embel ingin lahir normal agar dipanggil ibu sejati. Melainkan dirinya merasa mampu untuk melahirkan normal.
”Ayah, adik kecil ndak nyakitin Ibu, kok.” itu putri pertamanya, Kinasih. Nila tersenyum bangga pada sulungnya yang bahkan jauh lebih tenang dari Sang Suami.
Setelah berdiskusi, dokter setuju untuk melakukan persalinan secara normal. Mengingat kondisi Nila juga sudah lebih baik daripada kemarin. Selama proses persalinan, Adi menemani istrinya bahkan rela dijambak hingga rambutnya rontok.
“Selamat Bapak, anaknya sudah lahir.” Nila bernafas lega, ia memejamkan mata karena lelah. Sedangkan Adi segera menghampiri anak bungsunya.
Lho? Kok ada yang berbeda?
“Sus? Ini anak saya?"
Suster yang selesai memandikan bayi langsung tersenyum, membiarkan Adi untuk menggendong anaknya, “Iya, Bapak.”
“Kok onok manuk'e?” logat Adi langsung keluar. Semua orang di sana tertawa. Adi kebingungan, “Di USG, anakku wadon lho.”
Nila terkekeh, pasti Adi sedang panik sebab mereka telah menyiapkan perlengkapan bayi yang penuh dengan warna merah muda. Siapa sangka yang keluar malah Adi muda?
SURABAYA, 2010.
“Kaka duluan!”
“Kakak yang mulai, Ibu!” Kaka menangis setelah kepulangan Ibunya dari pasar. Ketika lihat seisi ruang tamu, Nila menghela nafas.
Hancur lagi, hancur lagi.
Kehadiran putra bungsu menjadi suatu kebahagiaan namun juga keresahan bagi Nila dan Adi. Pasalnya, anak bungsu mereka menolak dipanggil sesuai dengan namanya, Kaisar Pitaloka.
“Ndak! Ndak!” pasti akan menangis keras jika nama ‘Kaisar’ keluar dari mulut orang sekitarnya.
Si Kecil memegang erat tangan kakaknya dengan mata penuh air mata. Ia tidak ingin nama Kaisar, ia ingin nama mirip kakaknya.
Benar, Kinasih kerap kali dipanggil Kiki oleh kedua orang tuanya. Nama Kiki pun diambil dari nama lengkap Si Sulung, Kinasih Mayasaki. Tanpa perlu berdebat lebih panjang, Nila memutuskan memanggil Kaisar dengan Kaka dari Kaisar Pitaloka.
Pun juga memudahkan Nila berteriak memanggil kedua anaknya dengan sebutan ‘Kika’ atau Kiki dan Kaka.
Semenjak Kaka sudah bisa berbicara dengan lancar dan mengamati kakaknya, rumah mereka menjadi kapal pecah. Kaka sangat menyukai Kiki, menurutnya, Kiki adalah kakak yang sangat hebat.
Sedangkan menurut Kiki, adiknya sangat menyebalkan. Sering kali membawa kabur mainan miliknya atau mencuri snack yang diberikan Ayah mereka sebagai bentuk apresiasi berhasil naik kelas dengan nilai cukup tinggi.
Kali ini, Kaka ingin menggambar bersama kakaknya. Si bungsu tersinggung saat kakaknya mengatakan jika gambaran Kaka tidak sebagus dirinya. Lantaran marah, Kaka berteriak dan menangis dengan tangan yang sudah mengobrak-abrik meja.
Kiki marah, Kaka lempar semuanya. Semakin hancur sudah ruang tamu mereka.
SURABAYA, 2016.
Kaka tidak suka jika keberhasilannya selalu dikaitkan dengan kakaknya.
“Tuh, nilaimu gede yo gara-gara kakak ajarin toh?”
“Opo seh?” Kaka menatap Kiki dengan sinis. Ia baru pulang dan memberitahukan ibunya jika berhasil menang dalam Cerdas Cermat yang diadakan sekolahnya.
Adi tersenyum, namun sering kali pusing dengan tingkah anaknya. Terkadang ia bersyukur, berkat adu cekcok setiap hari, Kaka bisa bawa pulang medali-medali debat dan Kiki jadi aktif berorganisasi.
Persaingan antar sodara itu menjadi hiburan tersendiri bagi Nila dan Adi. Mereka saling menyayangi namun Kiki adalah gadis yang gengsi dan Kaka suka mengusili. Belum lagi perbedaan badan mereka yang membuat Kiki jengah.
“Makanya minta tolong lek gak bisa ambil barang di atas." Ujar Kaka setelah Kiki memecahkan beberapa gelas yang tak sengaja tersenggol saat tengah mengambil mangkok di sampingnya.
“Pendek.”
“Ibu! Ayah! Kaka ngenyek aku!”
“Aku ngomongno fakta kok!” dan terjadilah perang dunia dalam rumah.
SURABAYA, 2019.
Kaka amat sangat menyukai bola, semua berkat Ayah. Keduanya sering menonton bersama di televisi atau lapangan dekat rumah. Tak jarang Adi mengajak anaknya untuk pergi futsal bersama, tubuh besar Kaka menjadi poin di timnya.
Namun Kaka mengurangi bermain futsal sejak Ayahnya mengalami serangan jantung setelah bermain bersama. Menjadi pukulan besar untuk Kaka yang masih remaja. Berulang kali merasa bersalah, namun Nila coba hibur anaknya.
Kepribadian Kaka berubah drastis sejak saat itu. Masih menyukai bola namun sedikit takut untuk kembali bermain bersama. Ia pun lebih posesif pada Ibu dan Kakanya. Setidaknya, ia sebagai laki-laki di keluarga harus mampu melindungi.
Nila dan Kiki memaklumi sebab sudah berulang kali ditegur, Kaka masih juga bertindak layaknya orang dewasa. Padahal itu tidak perlu, Kaka masih jadi Si Bungsu keluarga mereka.
JAKARTA, 2023.
Setelah empat tahun kepergian Adi, Kaka baru menerima jati diri jika dirinya tak semampu Ayahnya untuk memimpin keluarga. Maka ia berikan cara lain untuk sayangi dua perempuan di hidupnya.
Kaka lebih banyak memperlihatkan melalui perlakukan. Diam-diam suka menunggu kakaknya pulang jika terlalu larut datang, mengantarkan Kiki atau Ibu jika butuh tumpangan. Ia lebih suka duduk diantara Ibu dan Kakaknya saat menonton bersama di ruang keluarga.
Pun Kaka juga yang menangis saat Kiki berangkat ke Yogyakarta untuk menempuh pendidikan lanjut. Sedangkan Kiki yang jarang melihat adiknya sensitif, ikut menangis saat memeluknya.
Semenjak Kaka kuliah di Jakarta, Kiki lebih sering memperhatikannya. Padahal Kaka tahu jika kakaknya juga stress akibat skripsi mendatang. Maka dari itu, Kaka selalu menyembunyikan hal-hal yang sekiranya membuat kakaknya berpikir.
Kaka mengikuti pekerjaan sebagai part time agar tidak membebani orang tua. Sering kali ia diajak kakak tingkatnya untuk menjadi sound man. Itu hal mudah sebab ia sedang mengecap bangku kuliah dengan jurusan Teknik Elektro.
Cukup bersemangat, Kaka juga mengikuti pekerjaan sebagai jurnalis. Sedikit-sedikit untuk mencari pengalaman serta menyalurkan hobinya yang menulis seperti Ibu.
Setelah kepergian Ayahnya, Kaka tidak berani meminta uang lebih dari Ibu atau kakaknya yang juga bekerja. Ia merasa seharusnya memberikan uang sebagai laki-laki keluarga namun memang belum waktunya.
Maka dari itu, Kaka lebih sering menyimpan uang dari Ibu dan kakaknya sebagai uang darurat. Ia lebih sering makan dan main dengan uangnya sendiri.
2 notes
·
View notes