Text
Andai aku dapat menawar, sudah pasti aku ingin kita bertemu lebih awal dari pada siapa pun tamu yang saat ini telah hadir di hidupmu itu.
—via @sangdaun
3 notes
·
View notes
Text
Ada yang datang seperti badai, menghancurkan segalanya, lalu pergi seolah tak pernah ada.
6 notes
·
View notes
Text
Pada akhirnya, hidup akan terus melaju layaknya awan yang berarak di langit biru ditemani rengsa dan harsa yang silih berganti dan menjelma dengan berbagai wujud dan warna.
@sangdaun
1 note
·
View note
Text
ternyata semakin dewasa dan punya self respect. Makin tipis toleransi diri ini ke orang yang problematik dan toxic. it's totally fine untuk ga kenal sekalian. energi, waktu, & pikiran kita itu berharga dan terbatas. don't wasted it ke orang yang tidak bisa menghargainya - katacerdas
179 notes
·
View notes
Text
Di antara jemari, seutas benang merah terjalin runut. Mengikat erat jiwa yang lembut, menyatukan dua hati pada kisah yang terajut.
2 notes
·
View notes
Text
dengan segala rindu, kukirimkan kalimat ini padamu; tolong temui aku, di dimensi mana saja kau mampu.
—nonaabuabu
146 notes
·
View notes
Text
🥀
Aku adalah jiwa yang penuh luka. Riuh gemuruh telah lama bersarang di kepala. Aku tidak utuh. Aku rapuh. Mencintaimu adalah mimpi yang terasa jauh. Aku masih sibuk dengan diri. Menyusun kepingan hati yang berceceran tak terwadahi.
Lantas, apa yang kamu harapkan dari jiwa yang patah ini?
6 notes
·
View notes
Text
Dalam luluh lantaknya hati dan pikiran. Selalu saja terbayang akan masa mendatang tentang bagaimana jalan yang harus kutempuh dalam keadaan diri yang rapuh.
3 notes
·
View notes
Text
Pada malam sunyi kala embum masih membumi, aku menengadah ke atas langit tuk menyampaikan maksud hati kepada Sang Maha Pemberi.
1 note
·
View note
Text
Ketenangan adalah sepertiga aku. Kamu bahkan tak mengerti mengenai riuh kepalaku saja cukup mengganggu.
7 notes
·
View notes
Text
Setelah Kamu
Setelah kamu belum lagi aku temukan sosok yang sama, atau memang tidak akan pernah ya? Aku pernah baca sebuah kalimat disuatu platform, kurang lebih seperti ini:
"Kamu tidak akan menemukan kehangatan yang sama pada orang yang berbeda. Everyone has a different warmth and sense of comfort."
Aku pikir itu benar. Tapi sayangnya, sebelum aku sadar dan mulai memperbaiki diri setelah tahu akan hal itu, aku sudah berlaku jahat meski tidak secara langsung dengan mengambil sikap terus-terusan membandingkan kamu dengan orang baru yang hadir dihidupku.
Lama waktu berjalan, aku sadar dan akhirnya dapat memaknai kata-kata tersebut. Hal itu membuatku tidak lagi mencari sosok kamu di kepribadian orang lain, melainkan justru sebaliknya.
Aku ingin menemukan sosok yang berbeda dari kamu, untuk melihat lebih banyak lagi kepribadian yang mengagumkan dan membantuku percaya bahwa ternyata benar jika semua orang itu memiliki uniknya tersendiri, hangatnya tersendiri, dan bahagianya tersendiri.
Satu fakta yang aku percayai setelah kamu pergi adalah "Tidak setiap orang yang hadir dihidup kita akan menetap. Beberapa orang hadir dihidup kita hanya dijadikan Tuhan sebagai pembelajaran."
Benar kata kamu, "People come and go, Na. Bahkan orang terdekat kita. Ur friend, ur family."
Awalnya aku menolak dalam hati. "Kenapa harus kamu?"
Tapi perlahan aku juga mulai memahami bahwa hadir dan perginya kamu sudah menjadi bagian dari takdir perjalanan hidupku, begitu pun yang lainnya. Hanya saja mungkin cara dan kesan yang ditinggalkannya yang berbeda.
Aku kira, aku tidak akan pernah membahasmu lagi. Tapi harus kuakui jika hadirmu banyak sekali memberi pelajaran yang bisa aku ambil selain dari inspirasi terciptanya sajak-sajak lagi puisi. Maka dari itu, rasanya tidak pantas jika aku menampik perasaan sesungguhnya dengan sebuah kata penyesalan sebagai sangkalan akan kekecewaan.
Dari keseluruhan tulisan ini, kamu sebagai studi kasusnya, aku banyak belajar untuk membuka hatiku pada orang-orang baru, tanpa mengharapkan mereka untuk menggantikanmu atau menjadi seperti kamu. Setiap orang memiliki warna dan kehangatan yang berbeda, dan aku ingin memeluk semua itu dengan tangan terbuka tanpa bayang-bayang kamu sebagai standar yang aku tetapkan.
Kota Istimewa, Purwakarta
13 April 2024
— Via @sangdaun
20 notes
·
View notes
Text
Menepikan Rasa Takut .
Wahai diri, sekalipun sedih dan begitu takut. Bukankah hidup harus terus berjalan, sayang? Sekalipun kamu hidup dengan semua ketakutan dan kekhawatiran dunia akan tetap berjalan sebagaimana mestinya? Ada atau tidak adanya dirimu, dunia ini akan tetap berjalan dan terus bergerak. Maka, mengapa kamu membatasi dirimu sendiri dengan banyak kekhawatiran yang sebetulnya itupun belum tentu terjadi?
Bukankah kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu tidak akan dibiarkan Allaah berjalan sendiri tanpa petunjuk dan pertolonganNya? Lalu, mengapa kamu menepikan rasa takut dan khawatir mu dengan begitu tepi jurang? Bukankah orang yang mengaku bertauhid kepada Allaah memahami hakikat bentuk kepasrahan dan tawakal mutlak hanya kepada Allaah saja?
Mari lanjutkan kembali perjalananmu, percayalah didunia ini tidak hanya kamu saja yang diuji, tidak hanya kamu saja yang mengalami kesulitan, kehimpitan dan kesedihan yang rasanya seperti tak ada ujungnya. Diluar sana ada yang ujiannya lebih berat, namun keyakinan kepada Tuhannya mengalahkan segalanya.
Mari kembali memupuk asa, memupuk harap, mempersiapkan diri untuk kebahagiaan yang akan datang. Untuk rasa sembuh yang telah Allaah siapkan. Di dunia ini sebuah warna tidak hanya ada hitam dan putih saja, ada banyak warna yang begitu indah dan kamu harus tahu akan hal itu. Demikianlah kehidupan ini berjalan sebagaimana mestinya. Dan kamu harus tabah.
218 notes
·
View notes
Text

Aubrieta Gracilis
Kuhadapi kesulitan dengan penuh keanggunan, serupa bunga Aubrieta Gracilis yang tumbuh di antara bebatuan. Begitulah aku tampak, tanpa mereka ketahui dibalik itu aku terus merangkak meninggalkan bercak kepedihan yang merebak di setiap perjalanan.
—via @sangdaun
2 notes
·
View notes
Text
Ada begitu banyak puisi tercipta, tapi tak pernah sampai pada pemiliknya.
23 Agustus 2023
53 notes
·
View notes
Text
Hatimu terlalu kecil untuk menampung cinta. Karenanya, kau bodoh, egois, dan beringas ketika menerimanya. Dan karenanya pula, kau hanya dapat melihatku sebagai mangsa. Bukan sebagai diriku yang sesungguhnya.
53 notes
·
View notes
Text
🍂,
Timbang rasaku hancur, lebur laksana daun yang gugur. Perihnya tak terukur. Meski demikian aku terus mencoba bangun walau kembali tersungkur.
Di dalam dada, duka terus bertahan. Tersimpan, terpendam, tak terucapkan. Puing-puing kehancuran bertebaran. Eulogi sajak satu-satunya pelarian.
—via @sangdaun
14 notes
·
View notes