Text
Pada akhirnya, hidup akan terus melaju layaknya awan yang berarak di langit biru ditemani rengsa dan harsa yang silih berganti dan menjelma dengan berbagai wujud dan warna.
@sangdaun
0 notes
Text
ternyata semakin dewasa dan punya self respect. Makin tipis toleransi diri ini ke orang yang problematik dan toxic. it's totally fine untuk ga kenal sekalian. energi, waktu, & pikiran kita itu berharga dan terbatas. don't wasted it ke orang yang tidak bisa menghargainya - katacerdas
178 notes
·
View notes
Text
17K notes
·
View notes
Text
Di antara jemari, seutas benang merah terjalin runut. Mengikat erat jiwa yang lembut, menyatukan dua hati pada kisah yang terajut.
1 note
·
View note
Text
dengan segala rindu, kukirimkan kalimat ini padamu; tolong temui aku, di dimensi mana saja kau mampu.
—nonaabuabu
144 notes
·
View notes
Text
🥀
Aku adalah jiwa yang penuh luka. Riuh gemuruh telah lama bersarang di kepala. Aku tidak utuh. Aku rapuh. Mencintaimu adalah mimpi yang terasa jauh. Aku masih sibuk dengan diri. Menyusun kepingan hati yang berceceran tak terwadahi.
Lantas, apa yang kamu harapkan dari jiwa yang patah ini?
5 notes
·
View notes
Text
Dalam luluh lantaknya hati dan pikiran. Selalu saja terbayang akan masa mendatang tentang bagaimana jalan yang harus kutempuh dalam keadaan diri yang rapuh.
2 notes
·
View notes
Text
Pada malam sunyi kala embum masih membumi, aku menengadah ke atas langit tuk menyampaikan maksud hati kepada Sang Maha Pemberi.
0 notes
Text
Hai, Tuan.
Pertama kali kita berbincang itu di pernikahan teman sekampus, ingat? Kamu melempar tanya padaku, membuatku yang sebelumnya pada saat itu merasakan atmosfir tegang, tercairkan. Akhirnya gugupku hilang, terbalutkan rasa senang.
Imajiku terealisasikan mengenai kita yang berbincang. Penasaran mengenai tanya yang dulu selalu aku ajukan tentang “Kira-kira apa ya yang akan dibahas seumpama aku berbicara dengannya?” sudah mendapat jawaban.
Tanpa berlebihan, tampaknya aku harus menandai hari itu yang seperti keajaiban. Berjalan sangat menyenangkan. Karena bahkan setelah pulang dari sana, kekonyolanku yang menyimpan kontakmu sejak lama, berbalaskan. Rasanya ingin sekali aku ucapkan terima kasih pada foto-foto sedikit cerita itu. Mereka memiliki jasa tersendiri.
▪︎ ▪︎▪︎
Di hari keberuntungan lain, akhirnya dapatku lihat mengenai daily aktivitas kamu, dan komentar pertamaku jatuh pada foto seekor kucing. Ini akan terdengar aneh, tapi jujur saja aku menyukai hewan menggemaskan tersebut tapi tidak memeliharanya. Ketakutanku cukup besar karena salah satu orang rumah tidak menyukainya. Mengerikan jika membayangkan hewan lucu itu tewas ketika aku tidak ada.
Kembali ke komentarku, saat itu aku senang karena mendapatkan respon yang baik , atau ya memang karena kamu orang baik? Ya memang begitulah seharusnya bukan? Kudengar dari beberapa mulut mengatakan juga bahwa kamu memang pribadi yang baik dan menyenangkan.
Lalu hari terus berjalan, saat tiba Praktik Kerja Lapangan. Di sana kamu komentar untuk pertama dan terakhir kalinya di status WhatsApp-ku.
“Wih, langsung gas nih ya.”
Pada saat itu aku tersenyum kecil — ya kadang saat jatuh hati… kata-kata sederhana yang kita terima dari orang yang kita sukai rasanya hal yang luar biasa, benar begitu bukan? — dan tanpa banyak berpikir, aku langsung membalas komentar kamu itu.
“Gas dong, biar bisa santai banyak, hehe.”
“Sip, nanti gua nyusul,” balasmu pada waktu itu.
“Sip, ditunggu.”
Sangat singkat, tapi cukup berkesan. Hingga tidak lebih dari 2 hari, kamu benar-benar menyusul untuk sama-sama mengerjakan tugas laporan yang diberikan kampus. Sejujurnya aku gak berekspektasi, apalagi saat kamu menulis caption yang seolah membalas statusku sebelumnya. Hmm, jujur saja itu sedikit membuatku ge-er, sebisa mungkin aku berpikir jika itu kebetulan dan atau sekadar keisengan. Dan… tidak ada yang salah dengan itu. Bahkan apapun maksud kamu.
“Wih, beneran nyusul,” komentarku. Aku senang percakapan singkat sebelumnya dapat berlanjut.
“Tepat di belakang lu,” katamu, saat itu dengan tambahan emotikon tertawa.
“Aku udah bab 2 dong,” jawabku tidak mau kalah.
“Bab 2 point 1 dong, wkwk.”
“Aku baru point 2, kayaknya bakalan kesalip.”
“Tenang, gua mah sambil berjalan menikmati pemandangan.” Cukup menggemaskan saat itu ketika kamu menambahkan banyak emotikon motor. Sangat menjiwai, haha. Jujur saja mungkin akan terdengar lebay, tapi hal-hal kecil seperti itu cukup berharga bagiku. Pun dengan hal-hal kecil lainnya meski itu tidak berkaitan dengan kamu.
“Berarti kali ini karena takut kesalip caption-nya ganti gini, ‘Gas Pak Sopirrr’.”
“Boleh-boleh, gas-keun.”
"Silakan menikmati pemandangan, aku akan melaju dengan kencang,” balasku demikian.
“Ingat meskipun kelinci melaju sangat cepat, tapi tetap kura-kura yang finish duluan.”
Aku tertawa kecil pada saat itu. Aku kalah.
Pada hari lain, kita kembali berbincang. Saat itu membahas mengenai seminar kampus. Aku senang, percakapan kita semakin natural. Lalu aku cukup berani untuk berkomentar disetiap postingan kamu yang menarik.
Seharusnya dari sini kamu sadar bukan?
Ya itu. (Kau-tahu-maksudku)
Tapi untuk beberapa orang yang memang tidak memiliki ketertarikan yang sama, mungkin akan tampak biasa saja. Dan untuk beberapa orang lain lagi, mereka mungkin sebenernya tahu, tapi karena tadi, tidak memiliki tendensi yang sama, jadinya biasa saja. Jujur, dari sana aku mulai merasa takut. Entah masuk ke kategori yang mana pun, selain perasaan yang berbalas tentunya.
Karena aku takut menjadi annoying people dengan banyak berkomentar, aku memutuskan untuk mengurangi interaksi sama kamu, sampai sekarang. Hingga suatu malam, aku melihat sebuah postingan di platform Instagram, kalimatnya seperti ini:
“Pengen berhenti suka sama kamu, tapi aku penasaran siapa orang yang kamu suka.”
Sumber : @ _aanpntrn
Aku merasa penasaran akan orang yang diam-diam kamu kagumi atau bahkan sudah kamu simpan untuk kemudian suatu saat kamu seriusi. Tapi bagaimana pun hal itu terjadi, aku tetap memanjatkan doa terbaik untuk kamu. Siapa pun orangnya.
Dari cerita ini, jujur saja aku tidak berharap lebih. Hanya sekadar ingin menulis mengenai cerita sederhana yang nyata. Tidak ada maksud apapun selain daripada untuk mengabadikan pikiran. Sejatinya perasaan kamu milik kamu, dan begitu pun perasaanku. Namun demikian, tidak akan terjadi tanpa ridha Sang Pemilik Hati Sesungguhnya.
Sekian, Tuan.
🍂
Purwakarta, 16 April 2024
—via @sangdaun
1 note
·
View note
Text
Ketenangan adalah sepertiga aku. Kamu bahkan tak mengerti mengenai riuh kepalaku saja cukup mengganggu.
6 notes
·
View notes
Text
Setelah Kamu
Setelah kamu belum lagi aku temukan sosok yang sama, atau memang tidak akan pernah ya? Aku pernah baca sebuah kalimat disuatu platform, kurang lebih seperti ini:
"Kamu tidak akan menemukan kehangatan yang sama pada orang yang berbeda. Everyone has a different warmth and sense of comfort."
Aku pikir itu benar. Tapi sayangnya, sebelum aku sadar dan mulai memperbaiki diri setelah tahu akan hal itu, aku sudah berlaku jahat meski tidak secara langsung dengan mengambil sikap terus-terusan membandingkan kamu dengan orang baru yang hadir dihidupku.
Lama waktu berjalan, aku sadar dan akhirnya dapat memaknai kata-kata tersebut. Hal itu membuatku tidak lagi mencari sosok kamu di kepribadian orang lain, melainkan justru sebaliknya.
Aku ingin menemukan sosok yang berbeda dari kamu, untuk melihat lebih banyak lagi kepribadian yang mengagumkan dan membantuku percaya bahwa ternyata benar jika semua orang itu memiliki uniknya tersendiri, hangatnya tersendiri, dan bahagianya tersendiri.
Satu fakta yang aku percayai setelah kamu pergi adalah "Tidak setiap orang yang hadir dihidup kita akan menetap. Beberapa orang hadir dihidup kita hanya dijadikan Tuhan sebagai pembelajaran."
Benar kata kamu, "People come and go, Na. Bahkan orang terdekat kita. Ur friend, ur family."
Awalnya aku menolak dalam hati. "Kenapa harus kamu?"
Tapi perlahan aku juga mulai memahami bahwa hadir dan perginya kamu sudah menjadi bagian dari takdir perjalanan hidupku, begitu pun yang lainnya. Hanya saja mungkin cara dan kesan yang ditinggalkannya yang berbeda.
Aku kira, aku tidak akan pernah membahasmu lagi. Tapi harus kuakui jika hadirmu banyak sekali memberi pelajaran yang bisa aku ambil selain dari inspirasi terciptanya sajak-sajak lagi puisi. Maka dari itu, rasanya tidak pantas jika aku menampik perasaan sesungguhnya dengan sebuah kata penyesalan sebagai sangkalan akan kekecewaan.
Dari keseluruhan tulisan ini, kamu sebagai studi kasusnya, aku banyak belajar untuk membuka hatiku pada orang-orang baru, tanpa mengharapkan mereka untuk menggantikanmu atau menjadi seperti kamu. Setiap orang memiliki warna dan kehangatan yang berbeda, dan aku ingin memeluk semua itu dengan tangan terbuka tanpa bayang-bayang kamu sebagai standar yang aku tetapkan.
Kota Istimewa, Purwakarta
13 April 2024
— Via @sangdaun
19 notes
·
View notes
Text
Menepikan Rasa Takut .
Wahai diri, sekalipun sedih dan begitu takut. Bukankah hidup harus terus berjalan, sayang? Sekalipun kamu hidup dengan semua ketakutan dan kekhawatiran dunia akan tetap berjalan sebagaimana mestinya? Ada atau tidak adanya dirimu, dunia ini akan tetap berjalan dan terus bergerak. Maka, mengapa kamu membatasi dirimu sendiri dengan banyak kekhawatiran yang sebetulnya itupun belum tentu terjadi?
Bukankah kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu tidak akan dibiarkan Allaah berjalan sendiri tanpa petunjuk dan pertolonganNya? Lalu, mengapa kamu menepikan rasa takut dan khawatir mu dengan begitu tepi jurang? Bukankah orang yang mengaku bertauhid kepada Allaah memahami hakikat bentuk kepasrahan dan tawakal mutlak hanya kepada Allaah saja?
Mari lanjutkan kembali perjalananmu, percayalah didunia ini tidak hanya kamu saja yang diuji, tidak hanya kamu saja yang mengalami kesulitan, kehimpitan dan kesedihan yang rasanya seperti tak ada ujungnya. Diluar sana ada yang ujiannya lebih berat, namun keyakinan kepada Tuhannya mengalahkan segalanya.
Mari kembali memupuk asa, memupuk harap, mempersiapkan diri untuk kebahagiaan yang akan datang. Untuk rasa sembuh yang telah Allaah siapkan. Di dunia ini sebuah warna tidak hanya ada hitam dan putih saja, ada banyak warna yang begitu indah dan kamu harus tahu akan hal itu. Demikianlah kehidupan ini berjalan sebagaimana mestinya. Dan kamu harus tabah.
217 notes
·
View notes
Text
Aubrieta Gracilis
Kuhadapi kesulitan dengan penuh keanggunan, serupa bunga Aubrieta Gracilis yang tumbuh di antara bebatuan. Begitulah aku tampak, tanpa mereka ketahui dibalik itu aku terus merangkak meninggalkan bercak kepedihan yang merebak di setiap perjalanan.
—via @sangdaun
2 notes
·
View notes
Text
Ada begitu banyak puisi tercipta, tapi tak pernah sampai pada pemiliknya.
23 Agustus 2023
52 notes
·
View notes
Text
Hatimu terlalu kecil untuk menampung cinta. Karenanya, kau bodoh, egois, dan beringas ketika menerimanya. Dan karenanya pula, kau hanya dapat melihatku sebagai mangsa. Bukan sebagai diriku yang sesungguhnya.
54 notes
·
View notes
Text
🍂,
Timbang rasaku hancur, lebur laksana daun yang gugur. Perihnya tak terukur. Meski demikian aku terus mencoba bangun walau kembali tersungkur.
Di dalam dada, duka terus bertahan. Tersimpan, terpendam, tak terucapkan. Puing-puing kehancuran bertebaran. Eulogi sajak satu-satunya pelarian.
—via @sangdaun
14 notes
·
View notes
Text
Nama Yang Paling Enak Didengar
Bukan mitos jika yang paling berbahaya dari seorang pria adalah ucapannya.
Seperti yang sudah-sudah, mereka akan sangat manis di awal. Menanyakan siapa namamu dan bagaimana orang lain memanggil, lalu dengan ajaibnya mereka memanggil dengan nama panggilan yang paling enak didengar. Membuat kita merasa spesial. Padahal mungkin sebelum itu mereka telah membuat ratusan atau bahkan ribuan nama lainnya untuk perempuan yang mereka kenal.
Di fase kedua mereka akan melempar lelucon, memberitahu kita bahwa dia memiliki sense of humor yang bagus. Lanjut ke fase tiga mereka akan menanyakan kegiatan dan apa yang paling kita sukai. Dengan fase ketiga itulah mereka menjebak, melakukan hal yang kita suka dan bombing love dibumbui dengan cerita kecil yang mereka bawa tentang keseharian mereka. Lalu saat si perempuan merasa nyaman, memandangnya sebagai perwujudan lelaki impian, di sinilah mereka tiba-tiba menghilang. Entah dengan cara perlahan atau secepat kilat menyambar. Hilang tak berkabar.
0 notes