Ruang untuk mengalirkan rasa, mengabadikan ingatan dan kenangan. Berkontemplasi dan berlatih agar lebih peka terhadap kode-kode Allah. Semoga bermanfaat ~~ IG @ortsynd
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Sejak kecil, kami sudah dikelilingi keluarga yang begitu perhatian, peduli, mengapresiasi, diperlakukan dengan adil, dihargai, disayangi dengan tumpah ruah. Alhamdulillah.
Seluruh keluarga mama maupun papa, mengisi penuh tengki "rasa" tersebut dalam diri kami. Oma Opa, Nenek Apu, Om dan Tante memperlakukan kami cucu-cucu dan ponakan mereka secara adil, tanpa ada yang merasa paling atau kurang. Seluruh memori kami merekam momen-momen bersama mereka yang membuat rindu tidak akan pernah tertandingi. Untuk hal kecil yang bahkan bagi kami sederhana, tapi mereka bangga akan hal itu melebihi diri kami. Kami tidak diperlakukan dengan "asal-asalan".
Jadi jika menikah nanti, kami bertemu dengan keluarga "pasangan" yang memperlakukan kami dengan sebaliknya, kami tidak perlu membanding-bandingkan itu. Kami cukup putar kembali semua memori yang pernah kami lalui bersama keluarga kami, mensyukurinya, kemudian menduplikatnya pada keturunan kelak.
Karena tidak selamanya, kita akan bertemu dengan orang-orang yang pedulinya, perhatiannya atau yang bersedia mencurahkan segala rasa dan perlakuan yang baik kepada kita seperti keluarga sendiri. -Meski memang ada yang bisa memberikan itu melebihi keluarga sendiri. Tapi jarang.
Tulisan ini adalah bagian dari ikhtiar untuk menyiapkan ruang penerimaan dalam diri jika kelak aku tidak mendapatkan apa yang sudah keluargaku berikan sejak kecil dari keluarga pasangan nanti. Bagian dari proses menyederhanakan ekspektasi. Mensyukuri apa yang sudah kupunya, hingga lupa pada apa yang memang bukan rezekiku.
Tapi semoga kelak, Allah tetap meridhoiku untuk bertemu dengan pasangan dan keluarga yang memperlakukan aku sama seperti keluarga mereka yang sebenarnya... Aaamiin
Gorontalo, Sabtu 6 Juli 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
0 notes
Text
Aku memang tidak pandai merangkai kata untuk mengungkap rasa pada orang tuaku. Aku pun terlalu gengsi minta maaf jika bersalah pada mereka. Tapi aku punya lebih dari banyak kata yang terlangitkan dalam doa-doa penuh rasa cinta untuk mereka. Semua perhatian dan rasa cemasku rasanya lebih mudah berisik dalam bait-bait doa.
Atas mereka yang menjadi alasan untuk semua mimpi dalam hidupku. Untuk semua keputusan-keputusan yang kuambil, bahkan mereka adalah pertimbangan paling utamaku. Kenyamanan mereka, kebahagiaan untuk mereka melebihi untuk diriku sendiri.
Semoga Allah selalu menemani mereka, menjaga, memberkahi setiap hal yang mereka jalani dan mereka miliki dalam hidup. Memudahkan semua urusan mereka. Memberi mereka rasa bahagia yang tidak tertandingi di dunia dan di akhirat. Meridhoi hidup mereka ❤️
Semoga Allah selalu memudahkan semua upayaku dan saudara-saudaraku untuk membuat kedua orang tua bangga dan bahagia pada kami ❤️
4 notes
·
View notes
Text
Setelah hampir 4 tahun, baru kali in merasakan perasaan serandom ini (lagi)
Tapi jangan lupa bahwa berbenah hati tidak sesimpel berbenah kosan ❤️
0 notes
Text
Sekalipun plotwist nya dia nikah sama orang lain, begitu pun kamu, kebaikan yang ada dalam takdir Allah tetap tidak ada tandingannya. Tidak akan pernah terhapus dalam setiap takdir-Nya. Harga mati!!
0 notes
Text
Tolong ajari aku untuk jadi manusia yang bisa tahan berhari-hari tidak updet di medsos 🙄
1 note
·
View note
Text
Sesederhana ditanyain
"Kenapa? Gimana? Ada apa? Mau ngobrol?"
Atau
"Gimana hari ini?"
"Ada cerita apa seharian ini?"
Tanpa diminta
Tanpa disuru
0 notes
Text
Sibuk menerka-nerka perasaan yang tidak jelas itu rasanya memang sangat melelahkan. Menjadi orang yang diam-diam mengagumi juga tidak kalah melelahkannya. Hanya satu pengharapan yang tidak akan pernah bertemu dengan kelelahan, yaitu berserah pada Allah atas apapun ketetapan.
Berhenti bersibuk-sibuk ria dengan segala tanya tentang ketidakjelasan perasaan. Fokus saja pada rute perjalanan menuju-Nya yang jelas adanya. Biarkan kalau memang baik, kejelasan rasa itu akan bertemu di persimpangan jalan yang ditempuh menuju-Nya tersebut.
3 notes
·
View notes
Text
Saya sering mendengar bahwa terkadang atas apapun pilihan yang kita ambil dalam hidup, kita tidak butuh alasan akan itu. Kita memilih hal tersebut, yaa karena kita memilih itu. Mungkin bagi sebagian orang, memang tidak semua pilihan butuh alasan. Tapi bagi saya, sekecil apapun pilihan-pilihan dalam kehidupan ini, semua harus atas dasar alasan mengapa kita memilihnya. Karena hanya dengan alasan tersebut, kita bisa mengupayakan dan menjalani apa-apa yang sudah kita pilih dalam hidup dengan sebaik mungkin. Bahkan dengan alasan yang kita miliki, kita akan bisa mempertanggung jawabkan semua pilihan kita di hadapan Allah nanti. Bukankah meski kecil, semua yang kita lakukan di dunia ini akan kita pertanggung jawabkan di akhirat kelak?
Sesederhana alasan kenapa pakai baju warna A, kenapa milih makan atau minum minuman B, pergi ke tempat C. Apalagi untuk pilihan-pilihan besar yang berdampak jangka panjang, kita tidak boleh hanya memilihnya karena sebatas rasa suka. Karena tentang rasa, bisa saja dia berubah dalam hitungan detik. Mungkin jika berhubungan dengan makanan, pakaian atau tempat kita masih bisa sebatas mengandalkan rasa suka saja sebagai alasan. Tapi untuk pilihan-pilihan yang penting dalam hidup, seperti ketika memutuskan ingin bekerja dalam suatu bidang, bekerja di suatu tempat, kuliah atau sekolah, termasuk ketika menentukan pilihan dengan siapa kita akan menggenapkan separuh agama dalam ikatan pernikahan.
Pilihan-pilihan mengenai hal-hal di atas akan memberi dampak bagi kehidupan kita ke depannya. Bahkan bukan hanya kehidupan di dunia, tetapi juga di akhirat nanti. Untuk pilihan berkaitan dengan hal di atas, kita tidak boleh hanya mengandalkan "karena suka aja" sebagai alasannya. Kalau memang karena rasa suka, kita harus punya strong why kenapa rasa suka itu bisa ada. Apa alasannya.
Dengan alasan itu juga, kita bisa semakin meyakinkan Allah dalam ikhtiar dan doa-doa. Kalau kita memang butuh A, B, C atau D dengan alasannya masing-masing.
Saya pernah punya teman, waktu itu dia baru pindah ke suatu daerah mengikuti suaminya. Daerah itu begitu asing baginya. Apalagi dia menikah dengan suaminya melalui cara ta'aruf. Dia tidak punya kenalan sama sekali di daerah itu, selain suaminya. Ditambah itu adalah kali pertama dia merantau jauh dari rumah. Padahal di daerah asalnya dia adalah orang yang sangat aktif dalam berbagai aktivitas berbagi kebermanfaatan di luar rumah. Jadi pas pindah merantau, dia merasa sangat kesepian. Dia seperti tidak menemukan fasilitas untuk meluaskan relasi dan berbagi ilmu yang dia punya di daerah itu. Kemudian dia memilih untuk mengiktiarkan salah satu pekerjaan dengan menguatkan alasan ingin mendapatkan pekerjaan tersebut sebagai perpanjangan tangan kebermanfaatan ilmu dan meluaskan relasi yang dia miliki.
Mungkin itu hanya salah satu alasan penting di balik apa pun hal yang sedang kita perjuangkan. Tapi dengan alasan yang kuat, kita juga bisa menjalani pekerjaan yang kita miliki dengan sepenuh hati, sebagai pembuktian kalau kita tidak bercanda dengan permintaan kita ke Allah. Minta sesuatu ke manusia aja sering banget dimintai alasan, buat apa atau karena apa. Kalau tidak bisa memberi alasan, yaa permintaan di tolak. Apalagi sama Allah. Meski Allah sebaik-baik yang Maha Mengetahui isi hati manusia, tetapi Allah juga butuh kita meyakinkan Dia ketika menginginkan sesuatu dengan alasan yang jelas dan pasti.
Termasuk ketika menikah. Memilih pasangan tidak sebercanda memilih warna atau bentuk baju yang ingin dipakai. Maka, jika hanya mengandalkan "karena memang aku suka kamu" saja tidak cukup. Kita harus melihat apa yang dimiliki oleh calon pasangan tersebut, yang bisa menjadi alasan kita menyukainya. Tentu saja, hal itu bukan hanya sebatas karena penampilan fisik atau keadaan finansial. Ada banyak hal yang harus diperhatikan dengan baik dan layak dijadikan alasan ketika memilihnya.
Semoga Allah selalu mengarahkan dan membingbing kita agar tidak salah dalam menjatuhkan pilihan untuk apapun hal dalam hidup ini, baik perkara sederhana atau besar. Aamiin
Selasa, 29 Ramadhan 1445 H / 09 April 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
1 note
·
View note
Text
Kalau soal bermimpi, mengusahakan dan mendoakan agar mimpi tersebut bisa terwujud pasti merupakan sesuatu yang sudah sering kita lakukan. Tapi jarang sekali kita menyiapkan respon terbaik setelah kita bermimpi, berusaha dan berdoa tentang mimpi itu. Menyiapkan ruang yang kita isi dengan bagaimana menyikapi jika rangkaian dari proses yang sudah dilakukan berujung pada "terwujud" atau bahkan "penundaan".
Mungkin kalau respon saat ikhtiar dan doa kita untuk sebuah mimpi yang berujung dengan diacc oleh Allah, setiap orang pasti sama yaitu bahagia. Meski sebenarnya sebatas bahagia tidaklah cukup untuk dijadikan respon terbaik ketika Allah merealisasikan mimpi seorang hamba. Bahkan bersyukur pun tidak hanya sampai pada kalimat "Alhamdulillah" yang terdengar dari lisan. Ada aktualisasi yang harus kita lakukan sebagai bentuk dari rasa syukur tersebut. Bagaimana kita menjalani atau memperlakukan apa-apa yang sudah Allah izinkan untuk bisa kita dapatkan itu.
Seseorang yang ingin mendapatkan pekerjaan A, kemudian Allah sudah mengabulkannya. Lantas bagaimana seseorang itu bertanggung jawab saat menjalani pekerjaan tersebut. Seseorang yang ingin sekolah atau kuliah di tempat favorit, menikah, kemudian punya anak, memiliki bisnis, melahirkan karya dan mimpi-mimpi lainnya yang Allah kabulkan. Jangan sampai pada akhirnya kita malah abai dan mengeluhkannya. Kita jadi lupa dengan riuhnya ikhtiar dan doa-doa kita saling bertaut ditemani isakan tangis memohon kepada Allah sebelumnya. Jangan sampai juga, atas nikmat dan rezeki yang sudah Allah izinkan untuk kita rasakan tapi hal itu malah menjadi fasilitas kita dalam menyakiti orang lain. Sehingga kita juga musti dengan sangat hati-hati bersikap saat ingin menunjukkan rasa bahagia kepada orang lain.
Kita juga tidak hanya harus mengisi ruang yang sudah kita siapkan itu dengan respon untuk terkabulnya doa dan ikhtiar. Melainkan juga dengan respon tatkala apa yang kita impikan masih Allah tunda dulu. Karena tidak selamanya doa langsung bertemu dengan pengabulan. Ada kalanya kita musti menunggu dulu dalam penundaan, atau bahkan bersiap dengan pengabulan dalam bentuk yang lain.
Seringnya kita lebih fokus pada apa yang akan kita lakukan dan bagaimana perasaan kita jika Allah merealisasikan mimpi kita. Kita banyak lupa dengan kemungkinan bisa saja apa yang kita impikan memang belum waktunya jadi rezeki yang kita nikmati saat itu. Sehingga semua berakhir dengan kekecewaan, kesedihan, bahkan perasaan menyalahkan Allah seolah tidak terima. Apalagi jika merasa kalau kita sudah berjuang mati-matian dan berdoa pol-polan untuk terealisasinya mimpi tersebut.
Sedih dan kecewa memang perasaan yang wajar dan respon yang manusiawi. Tapi semoga kita tidak menyiapkan ruang yang luas dan nyaman untuk menampung perasaan tersebut berlama-lama dalam hati kita. Semoga Allah menjauhkan kita dari prasangka buruk terhadap-Nya. Semoga Allah menjadikan hati kita peka atas pesan yang ingin Allah sampaikan di balik penundaan mimpi yang menurut kita begitu kita inginkan tersebut. Karena sesungguhnya Allah yang Maha Mengetahui tentang apa yang kita tidak ketahui, baik kebaikan maupun keburukan.
Yang terpenting... Semoga Allah tidak akan membuat kita lupa untuk selalu siap sedia dengan respon terbaik atas apapun hasil akhir dari rangkaian ikhtiar dan doa untuk mimpi-mimpi kita. Karena berjuang tidak hanya sampai pada keluarnya hasil dari apa yang kita perjuangkan. Melainkan terus sepanjang hidup, baik selama kita menjalani apa yang sesuai dengan impian kita, maupun menjalani ketepatan Allah yang meski berbeda dari keinginan, tetapi yang terbaik bagi kita. Insya Allah. Aamiin
Senin, 28 Ramadhan 1445 H / 08 April 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
3 notes
·
View notes
Text
Dalam proses mencari kerja, ada orang yang bersedia dibantu oleh orang dalam, ada pula yang benar-benar enggan menolak bantuan orang dalam. Keduanya tentu atas berbagai alasan. Menerima atau pun menolak itu adalah tentang prinsip. Setiap orang punya prinsipnya masing-masing. Tapi apapun prinsipnya, di balik prinsip itu harus tetap ada nilai atau value yang dipegang erat-erat.
Jujur saja, saya adalah seseorang dalam kategori yang saat ini bekerja atas bantuan orang dalam. Keputusan itu saya ambil atas pertimbangan yang panjang dan komitmen kuat yang berusaha saya pegang setelah mengambil keputusan itu.
Komitmen yang saya tanamkan dalam diri saat menjalani hari-hari dengan pekerjaan yang saya dapatkan atas bantuan orang dalam, tentu tidak semudah ketika saya mendapatkan pekerjaan itu. Ada harga yang harus saya bayar mahal. Bukan. Membayarnya bukan dengan berlembar-lebar rupiah yang nilainya fantastis. Tapi dengan amanah yang harus saya tuntaskan penuh tanggung jawab yang totalitas.
Setelah lulus kuliah, saya ditawarkan oleh salah satu anggota keluarga saya untuk bekerja di tempat beliau bekerja sebagai pimpinan. Karena saat itu juga, mereka membutuhkan seseorang untuk menggantikan rekan yang sudah tidak bekerja lagi di situ.
Meski mendapatkan pekerjaan itu dengan bantuan orang dalam, tapi saya ingin memastikan bahwa saya tetap layak, juga punya kompetensi dan value untuk menjalani pekerjaan tersebut. Saya tidak ingin melakukan dengan santai dan asal-asalan. Apalagi pimpinan tempat saya bekerja adalah keluarga saya, saya berusaha tidak berlindung di balik kalimat "mentang-mentang".
Saya berusaha untuk totalitas mempersiapkan semua kebutuhan dalam bekerja dan terutama disiplin dengan aturan yang ada. Karena godaan terbesar ketika memiliki akses orang dalam di suatu tempat kerja atau tempat belajar adalah berkaitan dengan kedisiplinan. Saya tidak ingin menyalahgunakan privilege yang saya miliki itu.
Mungkin memang jalan saya untuk mendapatkan pekerjaan tersebut tidak sepenuh perjuangan cara orang lain mendapatkan pekerjaan. Tapi saya akan mengganti perjuangan itu saat menjalaninya, sembari terus berdoa kepada Allah semoga cara yang saya pilih adalah termasuk dalam apa yang Allah ridoi. Semoga Allah terus memudahkan saya menjalaninya, menguatkan komitmen dan keistiqomahan dalam tanggung jawab, serta yang paling penting melimpahkan berkah di dalamnya. Aamiin
Ahad, 27 Ramadhan 1445 H / 07 April 2024
Lagi-lagi memilih mendapatkan pekerjaan dengan cara apapun, memiliki value dan komitmen dalam diri adalah yang terpenting. Kadang cara Allah ingin menunjukkan sesuatu ke kita, biar kita bisa belajar tentang sesuatu berbeda dengan jalan yang kita impikan. Semoga Allah selalu meluruskan niat kita.
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
4 notes
·
View notes
Text
Sejak masih sekolah dulu saya sudah punya begitu banyak list mimpi yang ingin diwujudkan untuk orang tua dan keluarga saya jika saya sudah bekerja. Saya ingin belikan mereka ini itu, ngajak mereka ke A, B C, D dan semua mimpi-mimpi lainnya.
Sekarang saat sudah bekerja dan mempunyai pendapatan sendiri, alhamdulillah satu persatu mimpi itu bisa saya wujudkan. Yaa memang meski apa yang saya berikan ke mereka belum ada apa-apanya dibanding apa yang selama ini sudah orang tua berikan pada saya. Ternyata kebahagian ketika memberikan itu melebihi apa yang pernah saya bayangkan dulu ketika masih sekolah.
Saya pun jadi tidak sadar kalau ternyata definisi self reward bagi saya kini berubah, yaitu jadi family reward. Dengan melihat keluarga saya bahagia dan senang atas pemberian yang tidak seberapa itu, ada energi positif yang tertransfer pada saya, ada bahagia yang turut mengalir dalam diri. Lagi-lagi, meski semua belum seberapa, tapi itu membuat saya jadi ketagihan. Masya Allah. Atas lelah dari bekerja, rasanya semua lebih dari cukup untuk ditawar dengan menyenangkan keluarga menggunakan penghasilan yang saya miliki.
Bagi saya, apa yang saya lakukan ini bukan berarti saya bagian dari sandwich generation yang diberi tanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga saya, khususnya orang tua. Sampai akhirnya saya lupa dengan kebutuhan diri saya sendiri. Apa yang saya lakukan ini, adalah apa yang memang sudah saya impikan sejak masih sekolah. Hal itu juga merupakan bagian dari menyenangkan diri saya sendiri. Orang tua saya tidak pernah banyak meminta, apalagi menuntut anak-anaknya. Anak mana yang tidak ingin menyenangkan orang tua dengan berbagai pemberian, meski orang tuanya punya penghasilan dan kelebihan finansial.
Anak memang tanggung jawab orang tua, tapi menyenangkan orang tua adalah tanggung jawab dan keharusan bagi anak. Meski cara menyenangkan masing-masing anak itu berbeda dan definisi senang setiap orang tua itu juga tidak sama.
Tugas anak pada orang tua juga bukan hanya untuk menyenangkan perkara duniawi, apalagi sebatas urusan finansial. Tapi ada tanggung jawab besar anak pada orang tuanya, yaitu menjadi sebaik-baik amal jariyah. Menjadi anak saleh dan salehah sebagai golden tiket jika mendoakan orang tuanya ketika sudah meninggal nanti. Itu adalah persembahan paling tidak ada tandingannya dari seorang anak kepada orang tuanya. Bahkan tanggung jawab itu dibutuhkan oleh orang tua, melebihi memenuhi kebutuhan finansial orang tua untuk urusan dunia.
Meski orang tua tidak pernah meminta apa yang sudah diberikan selama ini kepada anak-anaknya dibalas. Tapi sebagai anak, pada orang lain saja kita mengenal istilah balas budi. Apalagi pada orang tua. Mari menikmati setiap upaya kita untuk membahagiakan orang tua, sama seperti mereka yang selama ini berusaha menikmati hari-hari mereka dulu dengan bekerja kerasa banting tulang untuk memenuhi kebutuhan anak-anak. Meski belum bisa memberi lebih, tapi jangan jadikan mereka beban tanggungan hidup.
Sabtu, 26 Ramadhan 1445 H / 06 April 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
3 notes
·
View notes
Text
Kadang suka bingung dengan orang yang hobi sekali memborong semua tanggungg jawab, kemudian pada akhirnya jadi merasa "si paling banyak kerja" dan "si paling capek". Yang lebih membingungkan tapi jatuhnya jadi lucu juga adalah, dia akan auto bertransformasi jadi orang yang beranggapan bahwa orang lain tidak bekerja atau memberikan bantuan apa-apa.. Haha lucu gak tuh
Di tempat kerja saya sekarang ini, ada salah satu rekan yang rajinnya masya Allah jadi panutan banget laah yaah. Saking rajinnya, semua diembat. Tapi ujung-ujungnya yaa itu, jadi si paling si paling. Kadang dalam kerja tim, dia yang akan paling unggul berperan di dalam. Teman-teman dalam satu tim seolah hanya pajangan. Jika menawarkan diri dan bertanya apa yang bisa dibantu atau gantian dulu kerjanya, jawaban andalannya adalah tidak usah dan tidak perlu. Haha tambah lucu lagi kan. Kalau ujung-ujungnya tidak akan mengeluh, maah yaa udah sih. Tapi pasti pekerjaan itu akan ditutup dengan kalimat-kalimat andalan, "saya lelah sekali. Dari tadi kerja ini, kerja itu. Semua saya yang kerja". Didukung dengar raut wajah yang tidak enak dipandang. Yaa Allah kok bisa ada orang yang sehebat itu.
Ini adalah kali pertama saya bertemu dengan orang sepekerja kerasa itu. Kadang bingung juga apa sebenarnya motif orang-orang yang punya hobi demikian. Pasti di luar sana, ada orang-orang yang juga ingin merangkap semua kerja, tapi pada akhirnya banyak mengeluhnya. Apa karena mereka yang tidak mengerti fungsi dari kerja tim, atau punya kepuasaan sendiri jika dia yang mengerjakan semuanya, ingin terlihat hebat, ketagihan dengan pujian-pujian orang. Entahlah. Dalam dunia kerja sikap demikian yang paling saya tidak suka, ketimbang kebiasaan yang suka melimpahkan semua tanggung jawab kerja ke orang lain.
Tapi menulis ini bukan untuk tujuan melimpahkan semua kekesalan saya pada orang tersebut, tapi lagi-lagi mencoba mengevaluasi sekaligus mengingatkan diri agar jangan sampai diam-diam saya juga demikian. Mengingatkan saya kalau tanggung jawab itu diberikan untuk individu yaa berarti totalitaskan kerja idividu. Tapi kalau kerjaan itu dibagi untuk tanggung jawab bersama dalam kelompok, maka kuatkan kolaborasi dalam kelompok. Kerjalah sesuai porsi, kalau pun pada akhirnya memilih melebihi porsi yaa itu pilihan yang tidak boleh diakhiri dengan keluhan.
Kita tidak akan pernah bisa bekerja sehebat itu. Kalau emang ikhlas yaa silahkan.
Hal seperti ini tidak hanya bisa terjadi dalam dunia kerja, tapi juga lingkungan organisasi, sekolah, pertemanan masyarakat, bahkan dalam keluarga di rumah. Jadi di mana pun jika diberi tanggung jawab, semoga kita bisa bekerja sesuai dengan porsi kita. Kalau memang harus melebih itu, berarti kita musti menyiapkan ruang ikhlas yang luas tanpa memasukan kalimat dan sikap yang menunjukkan keluhan di dalamnya.
Tidak semua orang senang dengan orang yang membungkus habis semua pekerjaan, karena ada pula orang yang ingin diberi tanggung jawab juga agar dia bisa belajar dan punya pengalaman. Jadi jangan sampai sikap yang menurut kita hebat itu, malah menyakiti orang lain.
Jumat, 25 Ramadhan 1445 H / 05 April 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
2 notes
·
View notes
Text
Apa yang menjadi kebahagiaan seseorang itu, tidak selalu ukurannya sama dengan kebahagiaan orang lain. Mungkin bentuk kesuksesan dan pencapaian bagi seseorang itu, tidak selalu sama dengan bentuk orang lain.
Tugas kita jika seandainya ada yang sedang bahagia dengan pencapaian atau kesuksesannya adalah bukan untuk membandingkan apa yang dia raih dengan apa yang sudah kita raih. Apa yang baru saja dia dapatkan, dengan apa yang sudah kita dapatkan. Apa yang tidak selalu dia rasakan, dengan apa yang sudah sering kita rasakan bahkan jadi terkesan membosankan dan tidak ada istimewanya lagi bagi kita. Apalagi sampai akhirnya kita jadi meremehkan pencapaiannya karena tidak sebanding dengan pencapaian kita selama ini.
"Ahhh gitu doang bangga. Lihat nih aku sudah...."
"Cuman segitu maah tidak ada apa-apanya. Punyaku sudah...."
Kita tidak perlu repot-repot untuk melakukan itu, cukup libatkan diri untuk turut hadir dalam ruang kebahagiaan mereka, sembari dalam hati memanjatkan syukur alhamdulillah kalau memang kita merasa sudah mendaatkan lebih dari yang orang lain dapatkan selama ini.
Jangan sampai kita mematahkan sayap kebahagiaan seseorang hanya karena sayap itu tidak lebih hebat, indah dan bagus dari sayap yang sudah pernah kita miliki. Pencapaian tidak tidak sehebat dan se-ada apa-apanya dibanding pencapian kita. Kita tidak akan pernah tahu, bagaimana usaha seseorang untuk bisa meraih apa yang sudah dia dapatkan tersebut. Tapi malah ternyata kita dengan mudahnya membandingkan dan meremehkannya karena merasa kita lebih hebat.
Seorang ibu yang baru melahirkan, jika cara melahirkan yang ditempuh berbeda dengan cara kita, yaa biarkan saja. Mungkin kekuatan fisik, mental dan keadaan lah yang membuat itu jadi berbeda. Bahkan berbeda juga bukan berarti salah satunya lebih hebat.
Orang tua yang berbeda pola asuh anaknya, pekerjaan, jodoh, karya dan berbagai bentuk pencapaian lainnya. Masing-masing orang waktu yang Allah tetapkan berbeda dan juga porsi yang tidak selalu sama.
Apapun bentuk kebahagiaan seseorang itu selama dalam hal baik, kita tidak punya ruang untuk menghancurkannya. Banyak aspek yang harus kita perhatikan dalam hidup ini, yang musti kita jadikan wadah belajar untuk menjaga sikap, lisan dan prasangka kita. Semoga Allah akan selalau menjaga dan melindungi kita. Aaamiin....
Kamis, 24 Ramadhan 1445 H / 04 April 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
3 notes
·
View notes
Text
Untuk semangat beribadah yang sampai saat ini masih dirasakan padahal sudah berada di hari ke 23 Ramadhan, tidak ada yang berhak disyukuri selain kekuatan dan kemampuan atas itu yang masih Allah izinkan untuk kita rasakan. Kalau bukan karena kasih sayang Allah kepada kita, rasanya sulit sekali untuk bertahan dalam keistiqomahan beribadah dan melakukan kebaikan. Keduanya adalah hal yang tidak murahan, bisa mendapatkannya harus dibayar dengan pengorbanan dan pemaksaan. Berkorban untuk merasakan kesenangan tidur-tiduran dan santai-santai. Kita harus memaksa diri untuk beribadah, bahkan di waktu tengah malam yang begitu menggoda untuk dipakai tidur. Menunaikan shalat terawih yang jumlah rakaatnya tidak sedikit, ditambah ketika bulan Ramadhan ini harus bangun sahur saat sedang ngantuk-ngantuknya, padahal untuk makan. Sesuatu yang disukai oleh semua orang, tetapi melakukannya tetap butuh pemaksaan. Apalagi untuk ibadah-ibadah lainnya.
Jika sampai saat ini semua target-target selama Ramadhan masih sanggup kita tuntaskan, semua to do list pada hari-hari berlalu semua terceklis itu juga karena ridho Allah. Bukan karena kita hebat.
Maka sampai saat ini, jika semangat kita di hari-hari terakhir Ramadhan ini tidak kendor bahkan semakin melejit, Allah lah yang memampukan dan menyanggupkan itu. Allah yang menguatkan. Atas kasih sayang dan ridho Allah ketika melihat ikhtiar kita untuk berusaha istiqomah tidak menyia-nyiakan keberadaan Ramadhan sebelum berlalu. Tapi bukan berarti kita berserah pasrah menunggu kasih sayang dan izin Allah tersebut tanpa melakukan ikhtiar apa-apa. Buktikan pada Allah kalau memang kita ingin dan layak termasuk dalam bagian orang-orang beruntung yang memanfaatkan keberadaan Ramadhan hingga di penghujung. Kerahkan semua usaha yang bisa dilakukan, sembari menguatkan doa meminta kepada Allah agar Dia meridhoi usaha-usaha tersebut. Bahkan untuk bangun sahur pun, atas kuasa Allah semua rasa terasa jadi lebih mudah.
Kita juga tidak boleh angkuh dengan kemudahan beribadah yang Allah berikan kepada kita. Kemudian menganggap remeh orang-orang yang tidak mendapatkannya. Kita memang harus bersyukur dengan rezeki tersebut. Tapi tidak perlu rasa syukur itu susul dengan pembanggaan diri terhadap kesanggupan menunaikan ibadah secara totalitas di bulan Ramadhan ini. Terus kuatkan saja doa untuk saudara kita di luar sana agar mereka juga bisa merasakan nikmat t semangat beribadah di bulan Ramadhan ini sama seperti kita.
Mari terus mengautkan doa dan mengencangkan ikhtiar untuk memanfaatkan sisa-sisa hari di bulan Ramadhan ini. Karena sungguh kita pun masih belum bisa menjamin semangat yang sampai hari ini menggebu-gebu dalam diri, akan tetap bertahan hingga akhir Ramadhan. Tidak ada yang bisa memastikan bahwa akhir dari apa-apa yang dikerjakan adalah keistiqomahan. Semua butuh untuk terus dan selalu diupayakan setiap saat. Bahkan hingga akhir menutup kehidupan di dunia ini, kemudahan untuk melakukan kebaikan harus terus diperjuangkan dan didoakan.
Rabu, 23 Ramadhan 1445 H / 03 April 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
2 notes
·
View notes
Text
Tidak selamanya karena seseorang mampu, maka dia layak mendapatkan kesempatan. Terkadang kesempatanlah yang membuat seseorang menjadi mampu. Konsep ini berlaku untuk semua hal, termasuk untuk hal yang membuat saya jadi tergerak membuat tulisan tentang ini.
Kemarin salah seorang siswa saya di sekolah ingin sekali diberi kesempatan untuk menjadi perwakilan kelas dalam lomba semarak Ramadhan tingkat sekolah. Tapi teman-teman sekelasnya langsung menolak tidak setuju. Kata mereka, dia pasti tidak bisa. Kalau mengutus dia kelas mereka tidak akan menang. Sedih sekali mendengarnya. Jadi serba salah juga memang. Di satu sisi kelompok mana yang ingin menjemput kekalahan. Semua pasti berusaha menjemput kemenangan dengan mengirim perwakilan terbaik. Tapi di sisi yang lain, ada orang-orang yang juga ingin turut serta menjadi perwakilan, mendapatkan kesempatan paling tidak kalau belum bisa untuk menunjukkan kemampuan, kesempatan itu untuk bisa merasakan bagaimana pengalaman jika ikut sebuah perlombaan.
Kadang juga banyak orang yang sebenarnya mampu tapi karena tidak pernah mendapatkan kesempatan, maka kemampuan itu tidak pernah terlihat. Sebagai orang yang berada di sekelilingnya, seharusnya kita memfasilitasi dia dengan apresiasi, bukan malah ledekan yang bisa menyebabkan dia jadi tidak percaya dengan kemampuan yang dia miliki, sehingga tidak akan pernah mau mencoba lagi. Jangan sampai kita termasuk dalam barisan orang-orang yang mematahkan rasa percaya diri seseorang.
Sebagai guru, saya bisa mencoba memberikan kesempatan kepada siswa-siswa yang di permukaannya terlihat "tidak mampu" dengan mengadakan berbagai alternatif kegiatan atau lomba antar siswa dalam kelas, yang mana lomba itu bisa diikuti oleh semua penghuni kelas. Paling tidak kesempatan itu diberikan dari lingkup kecil dulu untuk membangun rasa percaya diri dan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki. Sekaligus mengasah untuk masuk pada tahap yang lebih tinggi.
Hal ini berlaku untuk semua orang yang butuh diberikan kesempatan sebagai wadah menumbuhkan dan juga mengasah rasa percaya diri serta kemampuan. Bahkan kesempatan itu bisa mulai diberikan melalui kalimat-kalimat apresiasi. Bukan malah mengikis semangat yang sudah berusaha dibangun oleh seseorang dengan kalimat ketidakpercayaan apalagi ejekan.
Semoga kita bisa menjadi orang-orang yang saling menguatkan dan menyemangati dalam kebaikan, termasuk kebaikan ketika mendukung seseorang yang sedang membangun rasa percaya dirinya untuk hal-hal yang baik..
Selasa, 22 Ramadhan 1445 H / 02 April 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
1 note
·
View note
Text
Ketika memutuskan untuk menikah, satu hal penting yang paling dikhawatirkan bahkan ditakutkan oleh hampir semua perempuan adalah bagaimana mertuanya nanti. Seperti apakah sikap dan karakter orang tua dari laki-laki yang akan menjadi suaminya itu. Secara tidak langsung, orang tua suami pasti akan menjadi orang tua istri juga.
Berbeda dengan laki-laki, meski terasa penting tapi bagi mereka khawatir dan takut pada calon mertua tidak perlu seberlebihan perasaan kaum perempuan. Salah satu penyebabnya yaa karena perempuan emang lebih sering melibatkan perasaan atas apa pun yang mereka lakukan. Jadi kalau ketemu dengan mertua yang berisik, pasti akan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Kebanyakan mertua yang paling berisik itu adalah pihak ibu, ibu mertua.
Banyak sekali konflik yang bertebaran di media sosial terkait penyebab dari perceraian dalam sebuah rumah tangga disebabkan oleh ibu mertua bahkan ditambah ipar perempuan. Berbagai alasan yang diatasnamakan oleh ibu mertua agar tetap bisa memiliki hak sepenuhnya terhadap anak laki-lakinya. Menganggap bahwa menantu adalah saingan yang harus selalu mengalah. Sehingga kalau ibu mertuanya seperti itu, tinggal bersama dalam satu atap bersama mertua adalah salah satu yang ingin sekali rasanya dihindari oleh seorang perempuan yang sudah berstatus menjadi istri.
Meski tidak sedikit juga, ada begitu banyak perempuan yang beruntung di luar sana ketika menikah, dia bertemu dengan mertua yang memperlakukannya seperti anak sendiri. Ibu mertua yang penuh dengan ketenangan dan jauh dari riuh kebisingan, alias tidak berisik. Bahkan ibu mertuanya terus berusaha memastikan bahwa anak laki-lakinya akan selalu memperlakukan istri (menantunya) ini dengan sebaik mungkin, selalu mengingatkan anak laki-lakinya tentang tugas dan tanggung jawab sebagai seorang suami, serta berbagai bentuk perlakuan baik lainnya dari sosok ibu mertua kepada menantu. Perlakuan itu begitu diimpi-impikan oleh semua perempuan di dunia ini.
Bercerita tentang menantu dan mertua, saya juga jadi kepikiran bahwa selama ini kalau sudah menikah kemudian masih memilih untuk tinggal di rumah orang tua, jika rumah itu rumah orang tua istri, suami seperti tidak punya tuntutan untuk ikut bekerja dalam rumah tersebut, sepulang kerja menghabiskan waktu untuk mengurung diri istirahat di kamar, keluar kamar untuk makan atau kemudian pergi lagi jika ada keperluan. Jikalau harus membantu pekerjaan di rumah, yaa itu hanya pekerjaan ringan dan tidak selalu dilakukan. Beban hidup di rumah mertua bagi laki-laki kayaknya tidak seberat perempuan ketika tinggal di rumah bersama mertua atau orang tua suami.
Mengurung diri di kamar dalam beberapa jam saja akan jadi kesalahan besar, apalagi sepanjang berada di rumah. Baru keluar lagi kalau mau makan, mandi atau butuh sesuatu. Termasuk ketika urusan pekerjaan rumah sedang banyak-banyaknya. Harus begini, begitu pokoknya banyak tuntutannya haha. Belum lagi kalau bertemu dengan kasus saling membandingkan menantu karena tidak menempati ekspektasi yang sama. Menuntut untuk dipahami, tetapi berat untuk menghargai.
Cerita tentang mertua ini membuat saya jadi sangat mensyukuri sosok kedua orang tua yang saya miliki saat ini. Orang tua yang sudah begitu full memenuhi tengki kasih sayang anak-anak mereka, yang kasih sayang itu tidak akan pernah ada tandingannya di luar sana, meski sejauh manapun kami berkelana mencarinya.
Satu hal juga yang selalu mama ingatkan pada kami sebagai anak perempuan yang sudah atau belum menjadi istri, bagaimana pun perlakuan buruk ibu mertua kami nanti, kami tidak punya alasan untuk tidak berbuat baik kepada beliau. Kami harus terus dan selalu menyisihkan rasa peduli dan kasih sayang kepada mertua, sekali pun ibu mertua itu pelit kepada kami. Jangan pernah membalasnya dengan bersikap pelit juga. Jika perhatian, peduli dan kasih sayang itu tidak bisa kami sisihkan dalam jumlah besar, usahakan meski sedikit dan kecil kami tetapi memberikan itu pada mertua.
Semoga Allah merihoi kita untuk menjadi menantu yang baik dan bertemu dengan mertua yang baik juga. Karena bisa jadi, mertua yang baik adalah seiring sejalan dengan diri kita yang selalu berusaha untuk menjadi menantu yang baik. Aaamiin
Senin, 21 Ramadhan 1445 H / 01 April 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
7 notes
·
View notes
Text
Kadang muncul dalam pikiran pertanyaan tentang bagaimana rasanya punya lingkaran perteman yang isinya orang kaya raya semua haha . . . Saling memberi hadiah barang mewah, berebutan untuk membayar ketika jajan di restoran mewah, jalan-jalan ke luar negeri bersama, bahkan bisa bersama-sama menunaikan ibadah umroh. Tidak jarang, akhirnya saya jadi membanding-bandingkan dengan teman-teman yang saya miliki saat ini.
Dengan semua bayangan tentang "bagaimana rasanya" itu, membuat saya jadi melupakan bahwa teman-teman yang saya miliki saat ini lebih berharga dari barang mewah, jalan-jalan ke luar negeri, ditraktir di restoran mewah dan berbagai kesenangan yang terlihat di permukaan lainnya. Padahal belum tentu dalam lingkaran perteman itu bisa saling memberikan pengaruh pada ketaatan. Memang ada lingkaran pertemanan yang selain bisa saling memberikan kebermanfaatan perkara dunia, juga tidak mengabaikan kebahagian untuk urusan akhirat.
Tapi bagi saya yang berada dalam lingkaran pertemanan yang isinya "bukan orang kaya raya", memiliki sahabat-sahabat yang saat ini sudah membersamai keseharian saya selama bertahun-tahun adalah bagian dari harta yang paling mewah. Karena ketika berkumpul bersama mereka, ada ketaatan pada Allah yang tetap terjaga, serta kebaikan yang saling tertular. Meski kami masih belum bisa saling memberi hadiah mahal dan segala kemewahan lainnya. Hal itu sudah harusnya lebih dari cukup untuk membuat saya tidak berhenti bersyukur memiliki mereka dan berhenti untuk membanding-bandingkan mereka dengan lingkaran pertemanan di luar sana. Meski sesekali nggak apa-apa juga sih membayangkan keinginan di atas. Tapi tetap bersyukur tidak boleh lupa.
Satu sisi kemewahan yang seharusnya boleh saya impikan dalam lingkaran pertemanan kami, yaitu semoga nanti Allah izinkan pertemanan kami bisa saling berkolaborasi untuk memberikan kebermanfaatan kepada orang yang lebih banyak. Melalui "kekayaan" yang kami punya, kami bisa sama-sama saling menguatkan perpanjangan tangan pada semua orang yang membutuhkan. Bukan hanya sebatas untuk berebut mentraktir makan atau tiket jalan-jalan ke luar negeri, pun bergantian memberi hadiah mewah. Lebih dari itu kemewahan akhirat yang bisa saling kami perebutkan secara bergantian.
Semoga Allah selalu menjaga kita dalam lingkaran pertemanan yang bisa saling menguatkan ketaatan dan menularkan kebaikan. Aaamiin
Ahad, 20 Ramadhan 1445 H / 31 Maret 2024
#30 day challenge#30haribercerita#30harimenulis#menulis#projectmenulisramadhan#ramadan mubarak#ramadhan
2 notes
·
View notes