richjustitialegalaccess
richjustitialegalaccess
RICHJUSTITIA LEGAL ACCESS
16 posts
"Fiat Justitia Ruat Caelum"
Don't wanna be here? Send us removal request.
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
Generasi Milenial, Bonus Demografi Dan Stabilitas Sistem Keuangan
Oleh: Harlinton Simanjuntak,S.H.
“Diprediksi bahwa pada tahun 2030-2040 Indonesia akan mengalami bonus demografi yang karenanya Indonesia harus mampu memetik tuaian pada masa itu dengan maksimal melalui pemberdayaan sumber daya manusia dan peningkatan produktifitas dan keterampilan serta kreatifitas manusia Indonesia sedari dini untuk meraih hasil yang positif”
 Generasi milenial merupakan bagian penting dalam proses pembangunan berkelanjutan di negeri zamrud khatulistiwa Indonesia. Generasi ini menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dalam kerangka indikator keberhasilan pembangunan bangsa yang berkelanjutan. Peran generasi milenial bagi pembangunan Indonesia menjadi titik sentral yang harus menjadi fokus utama bagi setiap rezim pemerintahan yang berkuasa hingga tahun 2030-2040. Kegagalan rezim dalam mengelola dan memberdayakan generasi milenial pada masa sekarang akan menimbulkan efek domino yang bisa menjadi bom waktu bagi negeri ini dimasa yang akan datang. Dengan demikian, menempatkan generasi milenial pada saat ini di pos-pos strategis pembangunan bangsa adalah kunci utama dalam meraih kesuksesan di masa yang akan datang. Pemberdayaan generasi milenial pada masa sekarang harus mampu menjawab tantangan yang akan datang dalam rangka memetik bonus demografi yang diprediksi terjadi pada tahun 2030-2040.
Gambaran situasi global saat ini adalah tepat menunjukkan masa ketidakpastian. Ketidakpastian yang ditandai dengan gejolak perang dingin antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Gejolak perang dingin yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami perlambatan. Kondisi saat ini semakin diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang mempengaruhi cara hidup masyarakat dunia saat ini. Meskipun global sudah mulai memasuki tatanan kehidupan baru di tengah pandemi ini, tetap saja, kondisi ini masih mempengaruhi gejolak ekonomi global.
Laju pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan ekonomi yang sepadan. Oleh karenanya, situasi ini berimplikasi ke segala sektor kehidupan masyarakat. Dengan demikian menuntut setiap orang untuk tetap produktif tetapi aman dari ancaman Covid-19 adalah keharusan yang sulit untuk ditolak. Hal ini merupakan suatu tantangan tersendiri bagaimana sikap pemerintah dan sikap kita (red. generasi milenial) mampu untuk beradaptasi dengan gejolak global yang ada pada saat ini.
Setelah beberapa lama masyarakat melakukan berbagai aktifitas sosial dan produktifitasnya di rumah, saat ini, masyarakat global akan bersiap untuk memulai tatanan kehidupan yang baru. Situasi ini semakin mengokohkan gambaran ketidakpastian global. Sampai kapan dan bagaimana masyarakat dapat terus bertahan dan beradaptasi dengan situasi sekarang ini, jelas tidak dapat dipastikan. Sesuatu yang pasti adalah bahwa masyarakat didorong untuk tetap produktif tetapi aman dari bahaya Covid-19 sebagai keharusan.
Generasi Milenial Sebagai Bagian Bonus Demografi
Presiden Joko Widodo melalui pidatonya dalam merespons bonus demografi, beliau berpandangan bahwa bonus demografi adalah tantangan sekaligus kesempatan besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh karenanya, sikap kita dalam merespons bonus demografi ini harus mampu menghadapinya dan mampu mengelolanya dengan menyediakan lapangan kerja dan menghasilkan sumber daya manusia yang maju.
Bonus demografi dalam bahasa Inggris diartikan sebagai Demographic Dividend. Mengutip dari laman resmi United Nations sexual and reproductive health agency (UNFPA) The demographic dividend is the economic growth potensial that can result from shifts in a population’s age structure, mainly when the share of the working-age population (15 to 64) is larger than the non-working-age share of the population (14 and younger, and 65 and older).
Dalam terjemahan bebas dapat diartikan bahwa bonus demografi adalah potensi pertumbuhan ekonomi yang dapat dihasilkan dari perubahan dalam struktur usia populasi, terutama ketika bagian populasi usia kerja (15 tahun hingga 64 tahun) lebih besar daripada bagian populasi yang tidak bekerja (14 tahun kebawah dan 65 tahun keatas). Potensi bonus demografi ini bukanlah suatu peristiwa yang serta merta terjadi tanpa adanya upaya tata kelola produktifitas dari penduduk usia kerja tersebut dimasa sekarang. Potensi bonus demografi ini dapat dicapai dengan memastikan bahwa semua masyarakat baik perempuan maupun laki-laki yang masuk kategori populasi usia kerja dapat menikmati martabatnya sebagai manusia dan hak asasi manusia nya dalam memperluas kemampuan mereka, memastikan bahwa hak atas kesehatan dan reproduksi mereka terjamin dan terlindungi, memperoleh kesempatan kerja yang layak, dan memperoleh kesempatan untuk berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi sejak sekarang.
Oleh karenanya, pemerintah dalam merespons bonus demografi ini harus mampu menghasilkan dan mengembangkan kebijakan yang mengacu kepada ukuran, jenis kelamin, lokasi, dan struktur usia populasi masyarakat pada masa ini dan pada masa yang akan datang. Kemampuan pemerintah dalam menentukan arah kebijakan yang mengakomodir seluruh potensi bonus demografi ini hendaknya didukung oleh kesadaran masyarakat khususnya generasi milenial atau generasi muda saat ini untuk pro aktif terlibat dalam seluruh rangakaian kebijakan pemerintah mempersiapkan generasi saat ini untuk dapat menangkap peluang dan kesempatan dari bonus demografi ini. Tentu saja kebijakan ini harus didukung dengan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yang memadai seperti hak kesehatan yang baik, kualitas pendidikan yang baik, kesempatan kerja yang layak, dan proporsi tanggungan yang proporsional.
Sebagai sebuah tantangan dan kesempatan besar bagi negeri yang kaya akan sumber daya alam di bumi pertiwi Indonesia ini, bonus demografi harus disikapi dengan serius, pemerintah tidak boleh lengah, sebab bila hal itu terjadi, potensi bonus demografi ini bisa saja berubah menjadi bencana demografi yang memungkinkan timbulnya keadaan berbahaya bagi bumi pertiwi Indonesia. Tentu saja hal ini juga menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai generasi milenial, kita juga berperan penting untuk dapat bersama-sama dengan pemerintah dalam suksesi bonus demografi. Keterlibatan generasi milenial pada masa sekarang dalam berkontribusi nyata bersama pemerintah tidak boleh hanya terfokus pada sektor politik semata, melainkan juga harus masuk dan fokus kepada sektor sosial ekonomi di tengah masyarakat dan program pemerintah. Pemerintah dalam menyiapkan program-program harus mampu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi generasi milenial untuk dapat berkontribusi dalam proses pertumbuhan ekonomi nasional dengan menempatkan porsi yang besar bagi generasi milenial di bidang-bidang strategis penyokong pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan politik pemerintah dalam hal ini harus mampu memastikan bahwa kebijakan pemerintah mempunyai space ruang yang besar dan luas bagi generasi milenial untuk berkarya dan berkontribusi dengan jaminan kemudahan dan keterjangkauan bagi generasi milenial untuk dapat mengakses kebijakan pemerintah dalam rangka suksesi bonus demografi.
Konsep Stabilitas Sistem Keuangan Bagi Generasi Milenial
Stabilitas sistem keuangan bisa jadi sebuah istilah yang mungkin jarang terdengar di kalangan masyarakat khususnya generasi milenial. Sesuatu yang jarang di dengar sangatlah mungkin kurang diketahui. Sehingga, hal ini menjadi penting untuk secara bersama-sama dikenalkan dan diperdengarkan secara masif di tengah masyarakat khususnya generasi milenial. Secara konsep sangatlah dimungkinkan istilah ini jarang didengar dan diketahui, namun mungkin sekali telah diaplikasikan oleh masyarakat namun tidak disadari.
Menurut Bank Indonesia yang merupakan bank sentral Republik Indonesia yang memiliki tugas dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank memberikan definisi mengenai Stabilitas sistem keuangan yaitu bahwa Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) adalah suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
Berikutnya, sistem keuangan adalah suatu sistem yang terdiri atas lembaga keuangan, pasar keuangan, infrastruktur keuangan, serta perusahaan non keuangan dan rumah tangga, yang saling berinteraksi dalam pendanaan dan/atau penyediaan pembiayaan pertumbuhan perekonomian.
Stabilitas sistem keuangan ini sangat erat kaitannya dengan kebijakan makropudensial. Kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan yang memiliki tujuan untuk memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui pembatasan risiko sistemik. Risiko sistemik merupakan potensi instabilitas akibat terjadinya gangguan yang menular (contagion) pada sebagian atau seluruh sistem keuangan karena interaksi dari faktor ukuran (size), kompleksitas usaha (complexity), keterkaitan antarinstitusi dan/atau pasar keuangan (interconnectedness), serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau institusi keuangan untuk mengikuti siklus perekonomian (procyclicality).
Peranan sistem keuangan sangatlah penting dalam roda perekonomian. Sebab sistem keuangan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem perenokomian baik nasional maupun global. Fungsi sistem keuangan dalam sistem perekonomian ialah sebagai fungsi pengalokasian dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang mengalami defisit keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan akan menimbulkan bahaya pelambatan pertumbuhan ekonomi bahkan dapat menimbulkan krisis ekonomi suatu negara bahkan dunia, ketika hal itu terjadi maka akan menimbulkan biaya yang begitu besar dan sangat tinggi untuk dapat menyelamatkan suatu negara dari krisis ekonomi yang terjadi. Oleh karenanya, di masa pandemi seperti sekarang ini, yang semakin memperparah situasi global yang dilingkupi oleh ketidakpastian, menjadi krusial dan penting bagi setiap kita baik pemerintah maupun masyarakat untuk dapat secara gotong royong menjaga stabilitas sistem keuangan nasional untuk menjamin keselamatan seluruh anak bangsa.
Perilaku Cerdas Generasi Milenial Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
Sebagai generasi yang mendominasi populasi penduduk Indonesia, generasi milenial memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sistem keuangan merupakan serangkaian interaksi keuangan baik dalam hal pendanaan maupun pembiayaan yang berfungsi sebagai jangkar pertumbuham ekonomi. Dengan demikian, patut kita pahami bahwa setiap perilaku kita khususnya generasi milenial yang saat ini telah diperkenalkan oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan setiap kita untuk dapat melakukan berbagai transaksi keuangan maupun non keuangan secara virtual menghendaki agar kita memiliki perilaku yang cerdas dalam mengelola keuangan yang kita miliki. Menjadi bijak dalam mengelola keuangan adalah kunci utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional di Indonesia.
Kita tahu pasti bahwa dengan kemajuan teknologi sekarang ini banyak sektor transaksi keuangan mulai dialihkan ke media-media online atau virtual. Dengan demikian menyebabkan sistem keuangan semakin terintegrasi dengan market pasarnya tanpa ada jeda waktu dan batas wilayah. Bahkan kehadiran fintech dalam inovasi produk keuangan, marketplace, e-commerce, dan sebagainya yang ada di negeri ini memberi warna baru yang semakin dinamis dan beragam dengan berbagai kompleksitas yang dihadirkan.
Menjaga stabilitas sistem keuangan merupakan bagian dari generasi milenial dalam memainkan perannya untuk terus mendukung pertumbuhan perekonomian nasional demi keberlanjutan proses pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Menjadi generasi milenial yang cerdas dalam berperilaku di kehidupan sosial masyarakat juga harus diimbangin dengan kecerdasan berperilaku dalam kehidupan ekonomi nasional secara khusu cerdas dalam mengelola keuangan yang dimiliki oleh setiap individu.
Dinamisnya gaya hidup generasi milenial menuntut generasi ini untuk pro aktif dalam mengelola keuangannya. Diperlukan keterbukaan akan pengetahuan yang baru tentang manajemen keuangan. Dengan demikian peran generasi milenial ini dapat berfungsi secara maksimal dan optimal menatap kesuksesan pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia yang seutuhnya dalam memetik bonus demografi.
Berikut ini tips yang sangat relevan diterapkan oleh masyarakat khususnya generasi milenial dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dengan gaya hidup yang cerdas secara finansial. Kecerdasan finansial sangat penting dimiliki oleh generasi milenial untuk dapat menuai hasil yang optimal di masa depan. Berikut ini tips yang sangat mungkin untuk dilakukan.
1.     Manajemen Kebutuhan
Setiap kita pastinya memiliki kebutuhan masing-masing dengan kadarnya tersendiri. Menjadi bijak dalam mengelola kebutuhan adalah mutlak untuk dimiliki dan dipahami oleh setiap orang. Kemampuan dalam membedakan mana kebutuhan primer, sekunder, dan tersier menjadikan setiap kita untuk dapat optimal dalam mengelola kebutuhan sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan aktifitas belanja yang kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Dengan adanya manajemen kebutuhan ini diharapkan kita mampu untuk mem-filter hal-hal apa saja yang kita butuhkan untuk kita belanjakan. Membedakan antara kebutuhan dan keinginan adalah penting dalam hal ini. Setelah kita bisa membuat perbedaan dalam hal kebutuhan dan keinginan, selanjutnya kita harus membedakan mana hal-hal yang urgen untuk segera dibeli dan hal-hal yang bisa ditunda untuk dibeli, dengan tetap malakukan proporsional kuantitas ketika membeli.
2.     Manajemen Investasi
Hal berikutnya yang penting untuk kita pahami ialah melakukan kegiatan investasi dimasa sekarang untuk dinikmati dimasa yang akan datang. Investasi ini tidak hanya mengenai uang atau barang semata melainkan lebih berharga daripada itu ialah investasi kesehatan. Kesehatan sangatlah penting untuk diinvestasikan, mengingat kita tidak dapat memastikan sampai kapan kita akan menjalani kehidupan ini. Ada banyak platform yang menyediakan berbagai layanan investasi baik di bidang keuangan, barang, maupun kesehatan. Kita dapat memanfaatkan semua ini dengan menakar potensi pertumbuhan nilai investasi, potensi risiko, dan jaminan investasi yang proporsional.
3.     Manajemen Kewajiban dan Bisnis
Untuk konteks ini, tentu saja hal pertama yang harus kita ingat ialah bahwa setiap kita selalu memiliki kewajiban yang harus dipenuhi. Banyak generasi milenial saat ini memiliki kesempatan untuk dapat menikmati kucuran pinjaman dana terlebih dahulu, namun memiliki kewajiban untuk mengembalikannya dikemudian hari atau yang biasa kita sebut sebagai utang. Ya, kita tidak dapat terhindar dari yang namanya utang. Selalu ada kondisi yang membuat kita memiliki utang dengan pihak lain, oleh karena itu, menjadi penting untuk kita pahami bahwa melaksanakan kewajiban dengan tepat waktu adalah sesuatu hal yang mendasar dalam kehidupan ini. Kita tidak boleh membiasakan diri untuk menunda-nunda membayar kewajiban tetapi mengusahakan untuk melaksanakan kewajiban dengan tepat waktu menolong roda perekonomian ini dapat berputar dengan baik dan lancar. Jika kita punya utang, tetapi selalu telat membayar tentu akan sangat menggangu proses pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Selanjutnya, adalah bijak ketika kita memiliki utang karena diperuntukkan mencukupi kebutuhan usaha atau bisnis yang sedang kita kelola. Dengan kata lain, kita memiliki usaha atau bisnis sampingan yang tidak mengganggu kerja utama kita yang menjadi sumber pemasukan utama keuangan kita. Dengan demikian kita tidak hanya memiliki utang konsumtif melainkan memanfaatkan utang untuk keperluan produktif.
4.     Manajemen Gaya Hidup
Bagian ini juga perlu menjadi perhatian penting dalam mengelola keuangan. Gaya hidup sangat erat kaitannya dengan keuangan. Kegagalan seseorang dalam mengelola keuangan, tidak sedikit yang dipengaruhi oleh faktor gaya hidup yang tidak sehat. Kecenderungan yang umum dilakukan ialah ketika kita mendapatkan penghasilan yang lebih, maka akan diikuti dengan pengeluaran yang lebih juga. Hal ini tentu tidak baik dan tidak sehat secara finansial. Gaya hidup seperti ini tidak hanya merusak tatanan kehidupan kita pada masa kini melainkan juga merusak tatanan kehidupan kita di masa yang akan datang. Bagian ini lebih kepada hal mengenai keborosan. Artinya, gaya hidup yang boros akan merusak menajemen keuangan kita. Kita tidak memiliki jaminan akan hari depan yang cerah jika hidup kita hanya untuk memenuhi gaya hidup yang boros.
5.     Manajemen Dana Darurat
Lain halnya dengan investasi yang diperuntukan untuk masa yang akan datang. Dana darurat lebih kepada fungsi kegawat-daruratan. Artinya dana darurat ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak kita duga, dan bersifat mendesak dan segera dibutuhkan. Kita tentu tidak pernah menginginkan mengalami sesuatu hal yang bersifat tidak terduga dan harus mengeluarkan dana yang besar. Namun, memiliki dana darurat adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Ketika musibah atau masalah tak terduga terjadi atau menimpa kita, kita telah memiliki dana darurat yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah yang kita miliki.
6.      Manajemen Sosial
Hal ini menjadi bagian terakhir, merupakan suatu hal yang tidak semua orang memiliki standar yang sama dalam melakukannya. Bagian ini berbicara tentang pengelolaan keuangan untuk digunakan sebagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Artinya, kita mengelola uang yang kita miliki untuk dipergunakan dalam hal berbagi dengan sesama yang membutuhkan dana dari orang lain karena keterbatasan fisik atau mental atau ekonomi atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Dengan cara berbagi terhadap sesama kita menopang perekonomian bangsa ini agar tetap berjalan dan bertumbuh. Orang-orang yang memiliki sumber pendanaan yang sedikit akan sangat tertolong bila kita bisa berbagi dengan sesama sehingga mereka dapat membeli kebutuhan hidup sehari-hari mereka dengan dana yang kita bagikan kepada mereka yang kurang mampu.
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
Gereja dan Corona
Oleh: Harlinton Simanjuntak, S.H.
“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam – Mazmur 1 : 1-2”
 Eksistensi Gereja baik sebagai sebuah institusi agama maupun pribadi orang percaya (red. orang Kristen) telah memiliki banyak peranan penting dalam sebuah negara maunpun dunia dengan berbagai fungsi dan perannya yang sesuai dengan tri tugas Gereja yaitu Koinonia, Diakonia, dan Marturia.
Di masa pandemi ini, Gereja bukanlah tidak mengalami gejolak. Sebagaimana negara maupun institusi agama lain mengalami imbas dari adanya pandemi ini, demikian pula dengan Gereja, ia juga mengalami dampak yang sama dari adanya pandemi yang terjadi saat ini.
Bahkan di beberapa kasus yang terjadi khususnya di Indonesia, beberapa Gereja juga menyumbang kasus positif corona yang tidak bisa dibilang kecil. Sehingga, Gereja tidak dapat menutup mata akan potensi risiko yang juga mungkin dialami oleh Gereja dari adanya pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona ini.
Seperti yang kita ketahui bahwa virus corona yang menyebabkan terjadinya penyakit Covid-19 ini berasal dari daerah Wuhan, China, untuk pertama sekali dan mulai menyebar hampir keseluruh negara yang ada di dunia ini. Bencana corona ini telah menelan lebih dari seratus ribu korban jiwa di seluruh dunia dan telah mengguncang stabilitas perekonomian dunia. Telah banyak yang dikorban dalam rangka penanggulangan Covid-19. Hak-hak masyarakat sipil banyak yang dikorbakan dan diberangus oleh pandemi Covid-19 ini. Virus corona tidak memandang korbannya, usia bayi hingga lansia, berstatus orang biasa hingga pejabat pemerintah, dari orang miskin hingga orang kaya, termasuk orang ateis hingga orang yang ber-Tuhan, semuanya tidak luput dari risiko dan bahaya virus corona. Banyak rencana dan program-program yang dicanangkan baik di sektor pemerintahan maupun di sektor swasta, baik secara personal maupun secara komunal, semuanya terdampak akibat adanya pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona.
Corona memang mengancam kesehatan dan keselamatan Gereja. Tetapi, corona tidak dapat memisahkan kasih Allah terhadap Gereja-Nya. Corona memang menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran bagi Gereja, tetapi corona tidak dapat menghalangi dan membatalkan karya Allah melalui Gereja-Nya. Corona telah menimbulkan krisis di tengah-tengah Gereja, tetapi corona tidak dapat menghentikan Gereja untuk tetap dan terus berpengharapan kepada Allah.
Sejarah telah mencatat bahwa Gereja mampu bertahan bahkan di masa-masa sulit sekalipun. Lebih dari itu, sejarah Gereja menunjukkan bahwa Gereja mampu bertumbuh dalam keadaan sulit bahkan mencekam sekalipun, Gereja tetap eksis sampai hari ini. Ini semua bukan karena Gereja kuat dan hebat untuk mempu melalui setiap masa-masa sulit, melainkan ini semua terjadi karena Allah yang setia senantiasa menopang dan menolong Gereja untuk melalui setiap masa dengan setiap persoalan dan permasalahan yang dihadapi. Kesetiaan Allah dalam menyertai Gereja bukanlah semata-mata karena Gereja setia kepada Allah, melainkan kesetiaan Allah itu dilandasi oleh kemurahan Allah serta kekayaan rahmat dan kebesaran kasih Allah yang dilimpahkan-Nya kepada Gereja (Efesus 2:4).
Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam merespons pandemi virus corona ini membuat Gereja harus bijak dan berhikmat dalam menyikapi setiap kebijakan yang ada, terlebih untuk konteks Gereja di Indonesia.
Eksistensi Gereja di Indonesia telah mendapat ruang yang luas untuk ikut serta bersama-sama dengan pemerintah membangun bumi pertiwi Republik Indonesia yang diikat oleh ideologi Pancasila dengan slogan Bhineka Tunggal Ika.
Ketika masa-masa pandemi ini, semua terasa kaku, gelisah, khawatir, cemas, ragu, dan bingung. Bayang-bayang suram akan masa depan yang menggelisahkan. Gelisah akan masa yang tidak pasti dan harapan yang hilang karena masalah datang silih berganti, jiwa gelisah dipasung oleh maut, pupus sudah harapan akan masa depan yang cerah, corona telah mengubah semua persepsi manusia tentang dunia dan akhirat. Meski ada yang tetap teguh pada keyakinannya tetapi ada juga yang hilang arah dan jatuh ke lembah suram penuh kegelapan dan ketakutan.
Gereja harus melihat bahwa corona adalah tantangan sekaligus peluang untuk memberitakan kabar baik tentang kasih Allah bagi dunia. Hal yang tetap harus dilakukan dengan hikmat dan bijaksana yang dari Allah. Sebagaimana yang Alkitab nyatakan bahwa Gereja diperintahkan untuk memberitakan kabar baik tentang kasih Allah bagi dunia ini, bukan untuk menjadikan semua orang beragama Kristen (Mat. 28:16-20; Mrk. 16:15) memberdayakan pandemi ini sebagai sebuah kesempatan adalah tantangan bagi Gereja.
Di masa krisis sekarang ini, Gereja sedang tidak diperhadapkan dengan konflik perang atau kerusuhan dunia, melainkan Gereja sedang berhadapan dengan virus corona yang tak terlihat dan tidak bisa dilihat. Dunia sedang membutuhkan uluran tangan kasih Allah. Dunia yang krisis dan suram ini membutuhkan jawaban atas persoalan ini yang memerdekakan dan membebaskan dunia dari belenggu maut. Oleh karenanya, peran Gereja sangatlah penting untuk dimaksimalkan sebagai pembawa jawaban atas permasalahan yang ada. Di masa krisis ini Gereja harus menjadi pemegang kendali dalam penyelesaian masalah. Bertindak benar dalam situasi sekarang ini menjadikan Gereja harus lebih lagi berlutut ke hadapan Allah, sebab Gereja memerlukan hikmat Roh Kudus untuk dapat mengendalikan situasi ini agar dapat segera dipulihkan.
Dunia sedang memerlukan pertolongan Allah dalam menghadapi masalah global pandemi Covid-19 ini. Menolong sesama dalam menghadapi masalah adalah panggilan Gereja dalam memenuhi hukum Kristus (Gal. 6:2). Dalam menunai tugas dan panggilannya Gereja haruslah senantiasa berpegang kepada kebenaran yang sejati yaitu kebenaran yang memerdekan dan menghidupkan (Ams. 11:19).
Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya – Efesus 2:10.
Gereja sebagai ciptaan yang baru (2 Kor. 5:17) merupakan buatan tangan kasih Allah yang dipersiapkan Allah untuk melakukan pekerjaan baik. Melaluinya Allah menghendaki supaya Gereja menjadi garam dunia yang menyempurnakan rasa dan menjadi terang dunia yang menerangi kegelapan (Mat. 5:13-16). Karena sesungguhnya Allah adalah penolong dan penopang (Maz. 54:6) bagi Gereja untuk menunaikan tugas dan panggilannya bahkan di masa pandemi corona ini.
Respons Gereja terhadap pandemi virus corona ini kiranya menjadi suluh yang menerangi. Gereja adalah tubuh Kristus. Peran Gereja dalam menghadapi masalah pandemi ini haruslah mengedepankan kebenaran dan hikmat Alkitab. Dengan demikian dunia melihat kemuliaan Allah dipancarkan melalui Gereja-Nya.
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kami dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna – Roma 12:1-2.
Gereja harus totalitas dalam melaksanakan perannya menghadapi masalah pandemi. Dengan tidak mengabaikan protokol kesehatan penanganan pandemi Covid-19, Gereja dapat berkontribusi untuk menjadi penyelesai masalah. Berbagi kasih kepada sesama di masa pandemi ini, Gereja harus keluar dari paradigma eksklusifitas. Gereja harus memberdayakan setiap kesempatan untuk berbuat baik kepada semua orang dan kepada saudara seiman (Gal. 6:10).
Ketulusan hati dalam berbagi adalah perwujudan kasih persaudaraan di dalam Gereja (Kis. 2:41-47). Ketekunan dan kesehatian hendaknya senantiasa dipupuk oleh kepercayaan dalam berbagi kasih dan sukacita dengan sesama. Dengan demikian kehadiran Gereja sangatlah nyata dalam mengatasi masalah pandemi Covid-19.
Hendaklah Gereja senantiasa memancarkan terang kemuliaan Allah, kebajikan dan kemurahan kiranya senantiasa menyertai ziarah Gereja, sukacita dan sorak sorai mendekap erat Gereja dalam naungan cinta kasih Allah.
Eksistensi Gereja hendaknya mengubah wajah dunia laksana langit menceritakan kemuliaan Allah dan cakrawala menceritakan karya tangan-Nya yang menggema ke seluruh dunia bahkan sampai ke ujung bumi. Shalom.
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
Pengerahan TNI Dalam Penerapan New Normal Di Masa Pandemi Covid-19
Oleh: Harlinton Simanjuntak, S.H.
“Pandemi Covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional dikarenakan menimbulkan darurat kesehatan di tengah masyarakat, membuat Pemerintah harus tanggap dan sigap dalam menghadapai masalah global ini dan diperlukan adanya kerjasama dan sinergitas semua pemangku kepentingan dalam segala upaya penanggulangan bencana pandemi Covid-19 dengan mengedepankan prinsip keselamatan kesehatan masyarakat sebagai pilar utama dan keselamatan perekonomian nasional sesuai dengan skala prioritas”
 Pandemi Covid-19 sungguh buah simalakama bagi seluruh negara dan pemerintahan, tidak terkecuali Indonesia. Kondisi yang sangat menguras energi dan konsentrasi bagi pemerintah dan masyarakat. Hal ini membuat setiap pemerintahan dituntut agar bijak dan tepat menetapkan setiap kebijakan dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19. Dampak yang ditumbulkan sangat luas, menyasar ke semua aspek kehidupan sosial masyarakat. Ancaman yang diberikan berpengaruh sangat signifikan bagi semua aspek kehidupan.
Berbagai kebijakan ditetapkan dan diterapkan semaksimal mungkin, namun nyatanya belum bisa dan belum mampu menjawab persoalan yang ada. Membuat pemerintah harus kerja ekstra dan hati-hati dalam melakukan setiap tahapan evaluasi dan mengambil kebijakan lanjutan dalam upaya penanggulangan pandemi Covid-19.
Setelah berbagai kebijakan diambil oleh pemerintah dalam rangka penganggulangan pandemi Covid-19, dan belum menemukan arah pemulihan yang lebih baik, bahkan cenderung menambah persoalan baru yang saling berkaitan membuat pemerintah Indonesia berencana menerapkan kebijakan baru yaitu kebijakan New Normal. Kebijakan berupa tatanan norma baru dengan kembali melakukan aktifitas sosial sesuai dengan situasi sebelum terjadinya pandemi Covid-19 dengan penerapan protokol kesehatan dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19 seperti pemakaian masker, mencuci tangan, jaga jarak, dan lainnya sesuai dengan standar protokol kesehatan yang telah ditetapkan.
Prinsip penerapan new normal dalam sudut pandang positif mungkin saja dapat menjadi solusi yang mampu menjawab persoalan pandemi Covid-19 namun tetap mengedepankan parameter  yang benar dan ilmiah. Dalam hal ini pemerintah harus tepat dalam mengolah data ilmiah dan mengkontekstualkan di lapangan. Dengan demikian asa akan penerapan new normal dapat diraih dan mampu menolong persoalan bangsa dan negara saat ini.
Dalam rangka sosialisasi dan penerapan new normal, pemerintah memakai pendekatan militeristik dengan mengerahkan unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam rangka mendisiplinkan masyarakat agar mengikuti protokol kesehatan dalam penerapan new normal. Namun hal ini menimbulkan pro dan kontra yang baru dikalangan masyarakat sipil dan pengamat kebijakan.
Diberitakan bahwa pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia memerintahkan TNI berjaga di titik-titik keramaian untuk mendisiplinkan msyarakat mengikuti protokol kesehatan sebagai bentuk upaya mengawasi pelaksanaan new normal di lapangan. Tidak tanggung-tanggung bahwa pemerintah mengerahkan 340 ribu personel anggota TNI dan Polri, dapat diasumsikan bahwa minimal 50 persen kekuatan diberikan kepada TNI yang artinya ±170 ribu personel TNI dikerahkan dalam pengawasan penerapan new normal.
Kebijakan mengerahkan TNI secara masif dalam rangka mendisiplinkan masyarakat di lapangan dapat dikatakan sebagai tindakan yang keliru dan berlebihan.
Pandemi Covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam dan darurat kesehatan masyarakat. Darurat kesehatan masyarakat merupakan kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai adanya penyebaran penyakit menular yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara. Dengan demikian pandemi Covid-19 bukanlah kondisi yang mengancam kedaulatan dan pertahanan negara yang bersifat militeristik.
Kalau kita mau jujur dengan keadaan kita masing-masing, dapat dipahami bahwa karakter masyarakat Indonesia memang belum sepenuhnya memiliki kesadaran yang tinggi dalam mematuhi berbagai pengaturan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Namun, tentu saja hal ini tidak dapat dibenarkan sebagai alasan pemerintah dalam menentukan kebijakan atau dijadikan sebagai parameter menetapkan kebijakan. Tentu, setiap kebijakan harus dilandaskan kepada pertimbangan ilmiah yang benar dan terukur dengan mengkontekstualkan di kehidupan masyarakat.
Pengerahan TNI dalam rangka mendisiplinkan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan dalam tatanan kehidupan baru berpotensi menciptakan suasana tidak normal, ketika militer masuk ke ranah sipil dalam menghadapi ancaman bukan perang berpotensi menimbulkan tindakan represif militeristik. Hal ini menjadi penghambat demokrasi dan kebebasan sipil dalam kehidupan masyarakat yang hendak memasuki tatanan kehidupan baru.
Kendati ada kekhawatiran dari pemerintah tentang adanya gejolak indisipliner sosial masyarakat, pendekatan militeristik bukanlah jawaban akan kekhawatiran tersebut. Pemerintah harus mengedepankan asas kemanusiaan dalam upaya sosialisasi dan pengawasan penerapan new normal dengan pendekatan keselamatan kesehatan masyarakat, bukan dengan pengerahan militer yang masif karena tidak memiliki urgensitas dalam menghadapi ancaman bukan perang.
Kapolri menyatakan bahwa TNI dan Polri akan mengedepankan upaya-upaya persuasif untuk mengawasi pelaksanaan new normal sebagai bentuk edukasi masyarakat dan bukan upaya penegakan hukum. Bila dilihat dari konteks kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat Indonesia dalam mematuhi kebijakan pemerintah dalam upaya penanggulangan pandemi Covid-19, pengerahan Polri masih dapat ditolerir, tetapi tidak untuk pelibatan TNI, karena TNI bukan alat negara untuk menghadapi ancaman non militer seperti saat ini.
Boleh jadi, hal ini disebabkan adanya perbedaan tafsir terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga menimbulkan kebijakan yang kontraproduktif. Dalam rilis pers nya, LBH Jakarta menyatakan bahwa pelibatan TNI dalam merespon atau menanggulangi pandemi Covid-19 dengan kebijakan new normal adalah kebijakan yang salah kaprah dan tidak memiliki dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan, dikarenakan TNI merupakan alat pertahanan negara yang ditujukan untuk menghadapi pertempuran di medan perang, bukan untuk mendisiplinkan warga negara dalam kebijakan new normal dan bukan aparat penegak hukum melainkan alat pertahanan negara sebagaimana yang dimandatkan dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pun demikian pula dengan alasan atas dalih pelibatan TNI untuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP) adalah tindakan yang melampaui ketentuan hukum mengingat dalam Pasal 7 ayat 2 huruf b dan Pasal 20 ayat 2 UU No. 34 Tahun 2004 secara jelas membatasi domain dan asas pelibatan TNI dalam OMSP tidak mencakup upaya penanggulangan wabah penyakit maupun upaya intervensi pemerintah dalam rangka pendisiplinan kehidupuan masyarakat sipil. Sekalipun dalam Pasal 17 UU No. 34 Tahun 2004 Presiden (sebagai Panglima Tertinggi TNI) dimungkinkan mengerahkan TNI tetap harus jelas memenuhi syarat dalam keadaan yang memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bukan bersenjata namun bukan untuk menghadapi pandemi Covid-19 yang merupakan persoalan wabah penyakit, dan hal itu juga harus melalui persetujuan DPR sebagai fungsi pengawasan terhadap kebijakan pemerintahan.
Dengan argumentasi hukum yang diberikan oleh LBH Jakarta tersebut, dapat dilihat bahwa perbedaan tafsir ketentuan dalam peraturan perundang-undangan menambah catatan merah bagi para legislator -yang secara prinsip berwenang menetapkan suatu peraturan perundang-undangan- untuk dapat menghasilkan produk hukum yang dapat memberikan kepastian hukum dan tidak ada multi-tafsir yang kontraproduktif.
Pelibatan militer dalam rangka pelaksanaan kebijakan sipil merupakan tindakan pemerintah yang gegabah dan tidak dapat dibenarkan. Tentu saja pendekatan militer ini sangat berpotensi menimbulkan persoalan hukum yang semakin kacau. Meskipun TNI menyatakan bahwa dalam tindakan mereka, mereka akan mengedepankan upaya-upaya persuasif, hal ini tidak memberikan kepastian hukum yang mengikat. Klaim sepihak seperti ini terkesan retorik.
Pemerintah seharusnya lebih fokus pada pengerahan kementerian dan lembaga negara yang memang memiliki tugas dan fungsi utama dalam penanganan masalah wabah penyakit ini yaitu kementerian kesehatan, BNPB/BPBD, dan pemerintah daerah dengan melakukan upaya-upaya intervensi yang sesuai dengan standar protokol kesehatan masyarakat. Pengawasan pelaksanaan tatanan kehidupan baru idealnya dilimpahkan kepada pemerintah daerah dengan mengerahkan berbagai komponen yang ada diperbantukan dengan Polri. Artinya, fungsi pengawasan ada di pemerintah daerah.
Pengerahan TNI dalam rangka pengawasan pelaksanaan tatanan kehidupan baru justru mempertaruhkan ketenteraman dan kebebasan masyarakat sipil, mengganggu perekonomian masyarakat, dan menambah rasa takut di tengah masyarakat. Hal ini dikarenakan militer telah menjadi bagian kelam sejarah masyarakat sipil yang memberikan dampak psikologis. Kehadiran TNI dalam pengawasan pelaksanaan tatanan kehidupan baru menambah beban mental dalam masyarakat sipil. Hal ini akan mempersulit upaya penanggulangan pandemi Covid-19.
Ada baiknya pemerintah mengkaji ulang kebijakan pengerahan TNI dalam pelaksanaan new normal, dan melimpahkan pengawasan kepada pemerintah daerah dengan diperbantukan oleh Polri. Tidak melibatkan TNI adalah kebijakan yang tepat dan benar, mengingat tidak adanya landasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan bilamana TNI dikerahkan dalam pengawasan pelaksanaan new normal.
Pemerintah harus mampu memastikan bahwa pemerintah daerah mampu dan dapat melakukan pengawasan pelaksanaan new normal. Hal ini adalah tanggungjawab pemerintah. Pemerintah harus memastikan bahwa sinergitas dan kolaborasi dengan pemerintah daerah dapat berjalan baik dan benar. Pemerintah harus bisa mengesampingkan egosentri antar daerah dan mampu membangun kerjasama yang solid dan berkelanjutan.
Pemerintah daerah harus mampu menyesuaikan diri dengan setiap kebijakan pemerintah dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, bagaimana mensinergiskan kebijakan di pusat dengan ketentuan otonomi daerah. Pemerintah harus mampu mengintervensi pemerintah daerah agar dapat maksimal dan optimal dalam melakukan pengawasan.
Pemerintah daerah harus mampu memastikan bahwa setiap perangkat desa dapat melakukan pengawasan pelaksanaan tatanan kehidupan baru dengan sigap dan adaptif melihat kondisi perkembangan di masyarakat. Hal ini harus menjadi kerja bersama dan tanggung jawab bersama dengan menumbuhkan kesadaran di tengah masyarakat, perangkat desa harus mampu memastikan bahwa sosialisasi dan edukasi penerapan new normal telah diterima baik oleh masyarakat, dengan demikian pengarahan TNI dalam rangka mengawasi pelaksanaan new normal tidak diperlukan.
Sehingga berbagai potensi gangguan yang mungkin ditimbulkan dari pengerahan TNI dalam rangka mengawasi pelaksanaan new normal dapat dihindarkan. Dengan demikian diharapkan penanggulangan pandemi Covid-19 ini dapat segera berlalu dengan penerapan kebijakan yang tepat dan benar. Harapan akan adanya pemulihan kesehatan dan perekonomian nasional dapat diwujudnyatakan dengan cara-cara yang tepat dan benar. Kontraproduktif kebijakan pun dapat diminimalisir dan pembangunan berkelanjutan tetap dapat dilaksanakan dengan selalu menerapkan protokol kesehatan disetiap aktifitas sosial masyarakat.
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
Peran dan Relevansi Pelibatan TNI Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Oleh: Harlinton Simanjuntak, S.H.
“Dalam menetapkan suatu kebijakan penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip supremasi hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan bersifat demokrasi”
Indonesia sebagai sebuah negara menganut sistem pemerintahan yang didasarkan kepada hukum dan demokrasi. Sehingga setiap arah penyelenggaraan negara selalu didasarkan kepada prinsip-prinsip negara hukum dan demokrasi dalam rangka mewujudkan tujuan nasional yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam sebuah negara hukum, prinsip kepastian hukum dalam penyelenggaraan penegakan hukum merupakan suatu hal yang prinsipil dan harus. Prinsip kepastian hukum ini menjadi pilar penting dalam penegakan hukum sesuai dengan sistem hukum yang ada.
Tindak pidana terorisme merupakan suatu kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime) yang mana perbuatannya menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional.
Tindak pidana terorisme telah menjelma sebagai sebuah gerakan ideologi, politik, dan kekerasan yang berbahaya dan mengancam keamanan suatu wilayah atau negara. Terorisme bukanlah suatu perbuatan kriminal yang dapat dipandang sepele dalam rangka penanggulangan dan pemberantasan tindak terorisme itu sendiri. Kita setuju dan sepakat bahwa tindak pidana terorisme tidak boleh mandapat tempat di tengah bangsa dan negara Indonesia, hal ini adalah mutlak untuk kita ketahui dan terima secara bersama-sama. Dengan melihat berbagai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, sungguh sangat memprihatinkan. Banyaknya korban jiwa yang telah direnggut oleh tindakan terorisme, membuat kita sepakat untuk bersama berjuang berperang melawan terorisme.
Namun, sebagai sebuah negara yang berdasarkan hukum dan sebagai sebuah negara yang menganut asas demokrasi, kita juga mesti sadar bahwa prinsip supremasi hukum dan demokratisasi harus menjadi pilar utama dalam rangka penegakan hukum pemberantasan tindak pidana terorisme.
Kita telah mengetahui bahwa pemerintah bersama dengan DPR telah menetapkan peraturan baru yaitu UU No. 5 Tahun 2018, sebuah aturan perubahan yang mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme. Dalam ketentuan pasal 43I terselip sebuah ketentuan yang mengatur tentang peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam rangka pemberantasan tindak pidana terorisme yang dikategorikam sebagai bagian dari tugas operasi militer selain perang. Peran ini dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI yang mana ketentuan lebih lanjutnya akan ditentukan melalui peraturan presiden, yang saat ini masih dalam tahap kajian oleh Pemerintah.
Pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme adalah sesuatu hal yang dimungkinkan bila merujuk kepada ketentuan dalam Bab IV khususnya Pasal 7 UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Namun, kemungkinan ini tetap harus didasarkan pada sebuah aksi atau tindakan terorisme yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Sesuai dengan ketentuan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 dan UU No. 34 Tahun 2004, TNI merupakan alat pertahanan negara sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara yang memiliki tiga tugas pokok utama yaitu menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf b nomor 3 dan ayat (3) disebutkan bahwa dalam mengatasi aksi terorisme yang merupakan bagian dari tugas pokok TNI yang dilakukan dengan bentuk operasi militer selain perang dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Sebagaimana yang dijelasakan dalam penjelasan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa kebijakan dan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, seperti rapat konsultasi dan rapat kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan suatu kebijakan dan keputusan politik negara, yang dalam hal ini harus didasarkan kepada perintah langsung oleh Presiden sebagai penerima mandat dari rakyat dan sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata setelah melalui mekanisme politik dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Tindak pidana terorisme dalam tatanan sistem hukum merupakan sebuah kejahatan yang harus dibuktikan melalui proses sistem peradilan pidana. Kejahatan yang hanya dapat diproses secara hukum ketika ada perbuatan dan bukti permulaan yang cukup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tindakan terorisme disadari memang dapat mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa. Tetapi, tidak semua tindakan terorisme mempunyai eskalasi yang besar yang mengharuskan TNI dilibatkan. Pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme hanya akan relevan bilamana aksi terror yang dilakukan oleh para teroris eskalasinya mengancam negara, bila tidak, maka keterlibatan TNI belum lah relevan.
Terorisme masih dipandang sebagai sebuah tindak pidana. Dengan demikian, pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme tidak dapat bersifat langsung. Ini berarti bahwa TNI tidak boleh secara terus menerus melakukan upaya pemberantasan tindak pidana terorisme, dan tidak secara otomatis dapat langsung turun ke lapangan dalam melakukan penindakan. TNI dapat dilibatkan hanya sebatas kekuatan diperbantukan, artinya TNI dapat dilibatkan bila diminta oleh Kepolisian Republik Indonesia (POLRI). Kita harus mendorong profesionalitas POLRI dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme. Sebagaimana yang diamanatkan dalam TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 bahwa POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, POLRI merupakan garda terdepan dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme. TNI hanya sebagai kekuatan diperbantukan atau dikenal dengan istilah di Bawah Kendali Operasi (BKO). Ini artinya bahwa TNI tidak dapat berdiri sendiri dalam melakukan operasi pemberantasan terorisme melainkan berada dibawah koordinasi POLRI sebagai pemimpin operasi.
Pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme merupakan upaya terakhir dengan didasarkan kepada kondisi tertentu. Pemberantasan terorisme harus dipandang sebagai sebuah upaya penegakan hukum. Dengan demikian, melibatkan TNI dalam penanganan terorisme secara mandiri dan langsung merupakan kebijakan yang tidak tepat dan berpotensi merusak tatanan sistem peradilan pidana yang sudah ada saat ini.
Aksi terorisme yang terjadi selama ini masih bersifat fluktuatif dan situasional. Pelibatan TNI tidak dibutuhkan manakala POLRI masih mampu dan bisa mengatasi ancaman dan aksi terorisme. Dengan melihat eskalasi aksi terorisme yang fluktuatif dan situasional ini membuat pelibatan TNI tidak diperlukan secara terus menerus, bahkan POLRI masih mampu mengatasi pada taraf eskalasi tertentu.
Bilamana saat ini tengah dilangsungkan kajian mengenai peraturan presiden sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 43I ayat (3) UU No. 5 Tahun 2018 dalam hal mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme, pemerintah mesti menyusun dan menetapkan norma hukum yang detail dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam tatanan sistem peradilan pidana, mengingat TNI masih tunduk pada peradilan militer, oleh karenanya perpres yang akan mengatur mengenai pelaksanaan peran TNI dalam mengatasi aksi terorisme harus mengedepankan prinsip kepastian hukum dan tidak boleh ada kecacatan hukum apalagi kekaburan hukum yang berpotensi merusak tatanan sistem peradilan pidana yang berlaku. Perpres yang akan dibentuk harus memberikan kepastian hukum mengenai indikator ancaman terhadap negara secara jelas dan detail, parameter eskalasi ancaman terror, serta profesionalitas dan akuntabilitas pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh militer dalam keterlibatannya di ranah umum atau sipil.
Profesionalitas dan akuntabilitas pertanggunganjawaban pidana yang dilakukan oleh TNI dalam rangka mengatasi aksi terorisme dan pemberantasan tindak pidana terorisme tetap harus berpedoman kepada prinsip dan asas kepentingan politik negara yang mengacu kepada supremasi hukum, supremasi sipil, hak asasi manusia, serta nilai dan prinsip demokrasi.
Pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme juga harus diatur sedemikian rupa tanpa berpotensi merusak tatanan dan mekanisme sistem peradilan pidana yang telah ada, bahkan tidak boleh berpotensi mengancam hak asasi manusia dan kehidupan demokrasi. Supremasi sipil harus menjadi acuan utama dalam menyusun dan menatakan kebijakan pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme tidak boleh mendapatkan kewengan yang berlebihan dan tumpang tindih dengan institusi POLRI dan BNPT dalam melakukan aksi pemberantasan tindak pidana terorisme. Pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme harus ditetapkan sebagai sebuah kebijakan paling terakhir ketika kekuatan POLRI tidak mampu lagi mengatasi aksi terorisme.
Dengan demikian, kebijakan yang paling ideal dalam melibatkan TNI untuk mengatasi aski dan memberantas tindak pidana terorisme, ialah TNI tidak boleh mendapatkan kewenangan pencegahan dan penindakan deteksi dini terhadap upaya pemberantasan terorisme. Pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme dimungkinkan sebagai fungsi intelijen dalam hal menghimpun informasi dan mendeteksi ancaman teror yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
1 note · View note
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
Radikalisme Pancasilais
Oleh: Harlinton Simanjuntak, S.H.
“Ideologi pada dasarnya mempunyai daya ikat yang kuat dan berdaulat menentukan arah dan tujuan seseorang atau sekelompok orang dalam menggapai kelangsungan hidup yang dicita-citakan”
Pancasila telah diterima oleh pendiri bangsa sebagai sebuah prinsip atau asas atau ideologi yang menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejak 2017, hari lahir pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Juni, ditetapkan sebagai hari libur nasional. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyak faktor salah satunya dikarenakan adanya upaya merongrong eksistensi pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia, pada masa awal merupakan suatu kebanggaan dan kehormatan, ketika dunia internasional menawarkan blok barat atau blok timur, Indonesia dengan berani mengambil dan menetapkan sendiri ideologi bangsa yaitu pancasila.
Pancasila memeiliki fungsi dan kedudukan di negara kesatuan republik Indonesia ini sebagai:
1.      Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
2.      Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
3.      Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
4.      Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
5.      Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia
6.      Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
7.      Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila telah mengalami berbagai tantangan jaman. Sampai saat ini eksistensi nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila tetap relevan dengan kondisi bangsa Indonesia pada masa kini.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia telah menjadi cita-cita normatif di dalam proses penyelenggaraan negara. Yang dalam prosesnya setiap usaha pembangunan bangsa ditujukan dan diarahkan kepada nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila.
Ideologi sangat berperan penting dalam keberlangsungan hidup suatu bangsa dan negara. Ideologi menjadi filter di tengah perkembangan globalisasi dengan berbagai prinsip yang ditawarkan. Keberadaan pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia menjadi wajib untuk disadari dan dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam menghadapi bonus demografi, bangsa Indonesia tentu saja memiliki tantangan dan ancaman tersendiri. Begitu pula dengan pancasila sebagai suatu ideologi juga mengalami tantang dan ancaman dalam menyambut bonus demografi. Bagaimana hal ini dapat berkaitan? Tentu saja generasi muda merupakan bonus demografi itu sendiri, dan generasi muda ini yang akan menjadi generasi penerus pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Jika generasi muda ini mengalami degradasi nilai-nilai pancasila, maka hal ini tentu akan menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dan negara yang berkelanjutan.
Implementasi nilai-nilai pancasila harus terus digalakkan dan digaungkan kepada kalangan generasi muda. Hal ini sangat penting dan mendasar mengingat anak-anak Indonesia jaman sekarang sangat mudah dipengaruhi oleh budaya luar yang juga membawa prinsip yang dianut oleh masyarakat luar.
Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia harus menjadi pilar utama dalam penguatan karakter anak bangsa. Setiap golongan anak bangsa sedapat mungkin harus saling memahami setiap karakter untuk dapat melakukan penyesuaian dengan kondisi jaman. Sehingga dengan adanya sikap saling memahami tersebut akan memudahkan untuk saling transfer ilmu atau transfer gaya hidup yang didasarkan kepada nilai-nilai pancasila.
Pancasila sebagai dasar pembangunan karakter bangsa harus dimulai dari lingkungan keluarga dalam memberikan pemahaman dan pengetahuan yang benar tentang nilai-nilai pancasila. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama setiap keluarga untuk melakukan segala sesuatu dengan mendasarkannya kepada nilai-nilai pancasila yang menjadi bagian hidup dalam karakter nasionalisme.
Penguatan nilai-nilai pancasila di tengah masyarakat tentu memerlukan sinergitas dan kerjasama semua pihak dan elemen bangsa. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja atau MPR saja atau tokoh agama saja. Sinergitas itu harus dibangun dan diberdayakan semaksimal mungkin untuk terus membumikan pancasila di seluruh nusantara.
Era saat ini merupakan era pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan demikian penguatan nilai-nilai pancasila dapat dilakukan dengan berbagai media teknologi yang ditawarkan. Kendati kemajuan teknologi juga memberikan dampak negatif bagi suatu bangsa atau individu, tetapi mau tidak mau, generasi saat ini memang harus menerima kemajuan teknologi. Dengan demikian, diperlukan sudut pandang positif dalam menyikapi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, kita dapat melakukan berbagai upaya dalam membumikan pancasila. Pancasila harus mengakar kuat dalam setiap individu warga negara Indonesia. Hal ini tidak dapat ditawar lagi, mutlak dan final, pancasilais harus mengkristal di dalam setiap individu.
Sebagai suatu prinsip yang telah melalui sejarah dan ziarah panjang bangsa ini, pancasila tentu saja punya daya jual yang tinggi dan bernilai luhur. Pancasila sebagai media pemersatu bangsa harus terus diaktualisasikan dalam seluruh sendi penyelenggaraan negara dan proses pembangunan bangsa yang berkelanjutan.
Kembali kepada pemanfaatan kemajuan teknologi dalam upaya penguatan nilai-nilai pancasila.
Teknologi saat ini dapat diberdayakan dalam konteks yang positif, dalam hal penguatan nilai-nilai pancasila, pemanfaatan media teknologi merupakan keharusan. Sebagai bagian dari generasi muda saat ini, kita dapat berperan penting dalam upaya penguatan nilai-nilai pancasila dengan memanfaatkan kemajuan teknologi. Salah satunya dengan memberdayakan kanal-kanal media sosial untuk melakukan Campaign mengenai pancasila.
Campaign yang dimaksud dapat berupa diskusi online, kampanye online, literasi online, konsultasi online, advokasi online dan berbagai jenis layanan online yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan kanal-kanal media sosial.
Generasi muda harus melek terhadap nilai-nilai pancasila. Oleh karenanya, menjadi radikal adalah harus sebagai seorang pancasilais. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan tiga pengertian tentang radikalisme yaitu paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekeraran atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik. Pada tulisan ini, penulis menitikberatkan pesan tulisan ini kepada pengertian yang pertama. Pemahaman pancasila harus mengakar. Harus maju dalam berpikir dan bertindak.
Ketika nilai-nilai pancasila telah mengakar kuat, maka prinsip-prinsip luar yang masuk ke Indonesia dapat di-filter oleh prinsip pancasila itu sendiri. Secara sadar masyarakat akan bersama-sama melawan setiap upaya pemberontakan atau pelemahan terhadap pancasila.
Sejarah panjang dan mendalam, perumusan pancasila, dan ziarah panjang mengarungi pembangunan bangsa telah menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai pancasila sangat relevan dalam kehidupan bangsa Indonesia dan terbukti menjadi pilar utama pemersatu bangsa dan pilar utama membangun bangsa.
Nilai-nilai pancasila secara substansi tidak memiliki pertentangan dengan prinsip lain yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Agama dan budaya leluhur bangsa Indonesia merupakan latar belakang dalam pembentukan ideologi pancasila, oleh karenanya, sudah tentu bahwa nilai-nilai pancasila merupakan pengejahwantahan dari nilai-nilai agama dan budaya yang ada di Indonesia. Dengan demikian, bilamana ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa ideologi pancasila bertentangan dengan prinsip yang dianut dalam suatu agama atau budaya yang ada di Indonesia, hal itu dapat dipastikan adalah suatu upaya propaganda politik yang ingin mengambil alih kekuasaan pemerintahan dengan cara-cara yang tidak etis dan tidak bertanggung jawab. Kesadaran ini sangat penting dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk terus memelihara, merawat, menjaga, dan melestarikan nilai-nilai pancasila di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian upaya penguatan pancasila dapat berhasil dan bertahan. Menjadi pancasilais adalah kebanggaan dan menjadi pancasilais adalah keharusan. Saya Pancasilais. Menjadi pancasilais yang radikal adalah jawaban untuk terus menata pembangunan bangsa. Menjadi pancasilais yang radikal adalah titik jual terendah yang tidak dapat ditawar lagi. Jiwa pancasila harus menjadi daya gerak dan daya juang dalam melangkah dan menatap asa.
3 notes · View notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
‘New Normal’: Optimis Menatap Pembangunan Berkelanjutan
Oleh: Harlinton Simanjuntak, S.H.
“Hakikatnya manusia adalah mahkluk ‘paling’ adaftif, yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara cepat dan mampu survive untuk beberapa waktu lamanya”
 Dunia sedang memasuki era baru pasca mengalami sebuah wabah yang penyebarannya terjadi secara masif dan melampaui batas benua. Era yang mana, mau tidak mau, harus dihadapi dengan rasa rasionalitas dan kewaspadaan dengan tetap mengusahakan terciptanya produktifitas yang survive dan berkelanjutan.
Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini memang telah memberikan banyak dampak sosial dalam masyarakat. Penerapan Social Distancing atau Physical Distancing tentu menghasilkan budaya baru dalam masyarakat secara global. Covid-19 yang disebabkab oleh virus corona SARs-Cov2 secara nyata telah membuat global menjadi terguncang akibat dari proses penularan yang begitu cepat/masif dan akibat infeksinya yang mengancam nyawa begitu cepat.
Meskipun dampak yang ditimbulkan oleh Covid-19 secara kesehatan sangat meresahkan dan menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan, tetapi virus ini tetap dapat dikendalikan dan bisa dibilang dikalahkan dengan daya tahan tubuh yang kuat. Imunitas tubuh menjadi kunci penting dalam bertahan dan melawan reaksi dari virus corona itu sendiri.
Budaya Baru Pasca Covid-19
Secara khusus, pemerintah Indonesia telah membuat pernyataan publik yang pada intinya pemerintah Indonesia meminta dan mengajak masyarakat Indonesia untuk ‘berdamai’ dengan Covid-19 dan dapat hidup ‘berdampingan’ dengan Covid-19 dengan melakukan pola hidup baru atau yang dikenal dengan istilah ‘New Normal’.
Sampai pada titik ini, mungkin saja sebagian kita melihat bahwa pemerintah Indonesia kesannya menyerah dengan keadaan pandemi ini, dan tidak mau mengambil suatu kebijakan yang berisiko tinggi pada perekonomian tetapi dapat menolong keselamatan masyarakat dalam konteks kesehatan masyarakat.
New normal itu adalah pola atau gaya hidup baru yang melakukan penyesuaian perilaku di tengah kondisi pandemi Covid-19 dengan cara menjalankan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Protokol kesehatan yang telah disosialisasikan dan diaplikasikan pada masa awal pandemi hingga saat ini yaitu kebiasaan yang selalu menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan dengan sabun atau dengan hand sanitizer, menggunakan masker saat keluar rumah, melakukan jaga jarak dengan sesama minimal 1 meter, menjaga kebersihan fasilitas umum, dan menjaga daya tahan tubuh dengan konsumsi makanan bergizi seimbang dan olahraga.
Tentu saja, arahan pemerintah ini tidak sepenuhnya disambut positif oleh masyarakat Indonesia, dikarenakan, tidak semua orang memiliki daya tahan tubuh yang baik dan hak untuk hidup atau hak untuk sehat adalah hak asasi manusia yang mana pelaksanaannya menjadi tanggung jawab utama negara dalam menjamin pemenuhan hak asasi yang dimaksud.
Sampai disini kita melihat hal ini terkesan bahwa negara tidak sanggup untuk mengatasi masalah pandemi Covid-19 ini.
Sudut Pandang
Pro dan kontra terhadap suatu wacana atau kebijakan dalam negara demokrasi sebenarnya wajar-wajar saja. Hal itu sangat lumrah terjadi. Tidak perlu risau atau gelisah berlebihan melihat fenomena tersebut.
Dalam negara demokrasi, berpendapat atau menyatakan pendapat adalah hak yang dijamin oleh konstitusi dan aturan pelaksana lainnya. Dalam hal ini menarik jika kita dapat melihat dari sudut pandang yang lain.
Jika pro dan kontra itu timbul karena melihat dari satu sisi, dalam hal ini kita akan melihat sisi lainnya mengenai wacana kebijkan tersebut.
Kita tahu bahwa Covid-19 sangat mengancam keselamatan dan kesehatan masyarakat. Kita juga tahu bahwa perekonomian yang hancur juga akan membawa dampak yang tidak kalah mengerikannya. Artinya semua potensi-potensi chaos yang disebabkan oleh Covid-19 ini memang bagai buah simalakama.
Salus Populi Suprema Lex (Keselamatan dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi). Kita menyadari dan meyakini bahwa prinsip tersebut tetap menjadi acuan pemerintah dalam menyikapi setiap kondisi dan keadaan di tengah-tengah masyarakat.
Bila kita membiarkan kesehatan masyarakat terancam sebagai akibat penularan Covid-19 karena aktivitas sosial di masyarakat yang tidak dibatasi maka hal ini akan mengancam kedaulatan negara itu sendiri, karena prinsip suatu negara dikatakan sebagai sebuah negara ialah adanya rakyat atau masyarakat, bila semua ‘mati’ karena Covid-19 tentu saja hal ini akan mengganggu kedaulautan negara itu sendiri.
Disisi lain bila kita melihat dari sektor perekonomian, kita dapat melihat bahwa perekonomian suatu negara yang hancur lebur juga akan membuat negara itu mengalami chaos. Kesehatan sangat disokong oleh perekonomian. Perekonomian yang hancur dapat dipastikan juga akan mengancam kesehatan masyarakat itu sendiri, karena fasilitas dan layanan kesehatan juga memerlukan biaya dalam operasionalnya, jika perekonomian masyarakat hancur maka kesehatan masyarakat pun akan terancam juga.
Keputusan ini memang tidak mudah untuk dilaksanakan. Pertimbangan yang matang adalah wajib hukumnya. Ketidaktepatan dalam menganalisa dampak dan risiko yang mungkin ditimbulkan dalam suatu kebijakan akan menghasilkan masalah baru yang menambah beban permasalahan.
Pembangunan bangsa dan negara ini harus tetap dilanjutkan. Hal ini adalah mutlak dan tidak dapat ditawar lagi. Negara ini harus terus berjalan maju, menapaki setiap langkah demi langkah ke arah pembangunan yang seutuhnya.
Pembangunan berkelanjutan sangat disokong oleh perekonomian yang terus bertumbuh dan grafik melangkah naik (idealnya) supaya proses pembangunan tersebut dapat terus dilakukan. Di masa pandemi ini tentu dengan kebijakan Social Distancing atau Physical Distancing sangat berpengaruh dalam laju pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya kebijakan tersebut, dibeberapa sektor perekonomian mengalami dampak yang sangat sigifikan, sebut saja di sektor pariwisata dan kuliner, sektor pendidikan dan kebudayaan, sektor industri dan jasa, semua mengalami dampak ekonomi yang menurun sangat drastis. Bilamana hal ini berlangsung dengan waktu yang sangat lama atau bahkan tidak dapat ditentukan waktunya, tentu saja akan berdampak kepada seluruh sektor perekonomian dan kesehatan masyarakat. Yang ada kekacauan semakin bertambah dan masalah semakin rumit dan sulit untuk diatasi.
Asa Di Era New Normal
Saya dalam hal ini sangat setuju dengan wacana New Normal. Wacana yang mengajak masyarakat untuk kembali kepada aktifitas normal sebagaimana sebelum terjadinya pandemi Covid-19 namun dengan gaya atau pola hidup yang baru. Pola atau gaya hidup yang mengedepankan kerjasama dan kegotongroyongan seluruh masyarakat untuk saling mengingatkan dan saling mendukung dalam penerapan pola dan gaya hidup baru.
Sebagai negara yang berasaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Leluhur bangsa ini telah menaruh pondasi diatas kekuatan supranatural yang diyakini sebagai sumber kekuatan utama yang menaungi bangsa ini dalam segala perjalanan pembangunan bangsa.
Keyakinan yang dibangun atas kepercayaan akan suatu Pribadi atau Kuasa yang dibangun dalam relasi yang pribadi dan transenden memberikan asa akan adanya harapan untuk tetap dapat melanjutkan pembangunan bangsa dengan kembali kepada kehidupan norma seperti biasanya dengan mengaktifkan kembali berbagai aktifitas produksi di seluruh sektor perekonomian masyarakat.
Sembari menunggu ditemukannya vaksin yang dapat menangkal reaksi dari virus corona itu sendiri, negeri ini memang sudah seharusnya kembali kepada kehidupan normal.
Proses pembangunan bangsa dan negara ini harus terus dikerjakan dan dikejar. Kita tidak boleh kalah dengan keadaan tetapi kita harus bangkit bagaimana seharusnya menyikapi kondisi yang ada. Manusia sejatinya adalah makhluk yang paling adaftif, ia mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan secara cepat dan mampu bertahan ditengah lingkungan yang sulit sekalipun asal ada niatan dan kemauan untuk terus berjuang dan bertahan.
Masyarakat sudah seharusnya menyikapi pandemi ini dengan memadukan rasionalitas dan keyakinan transenden untuk tetap melanjutkan proses kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Kabar baik mengenai virus corona yang dapat dilawan dengan imun tubuh kiranya memberikan asa yang besar untuk kembali melanjutkan aktifitas ekonomi demi memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh yang pada dasarnya mampu melawan reaksi virus corona tersebut.
Asa ini harus terus digaungkan dan pemerintah sebaiknya membuat program yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat dengan menyediakan sarana edukasi dan sarana daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat.
Tetap optimis dan yakin bahwa usaha yang sedang dikerjakan bersama-sama ini akan membuahkan hasil yang optimal dan percaya bahwa semua ini akan berlalu dan kehidupan yang baru telah menanti untuk dinikmati dikemudian hari.
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
Supremasi ‘Politik’ Kebijakan BPJS Kesehatan
Oleh: Harlinton Simanjuntak, S.H.
“Jaminan Kesehatan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang mana perlindungan dan pemenuhannya adalah kewajiban negara, terutama pemerintah”
Dalam prinsip negara hukum, hukum merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu sistem kekuasaan suatu negara. Setiap kebijakan penguasa secara prinsip tunduk kepada hukum. Hukum menjadi ‘panglima’ dalam menentukan arah suatu kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa.
Kali ini kita melihat sebuah panorama panggung ‘dagelan’ yang sedang dimainkan oleh penguasa mengenai kebijakan jaminan kesehatan. Secara khusus kebijakan tentang ‘iuran’ BPJS Kesehatan yang merupakan program negara dalam memberi kepastian perlindungan dan jaminan terhadap hak atas kesehatan. Program yang dihadirkan oleh negara untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia terlindungi oleh jaminan kesehatan yang komprehensif, adil dan merata dengan prinsip penyelenggaraan yang didasarkan pada asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Hak Uji Materiil Warga Negara
Kisah ini bermula pada tanggal 24 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan, yang pada intinya Presiden sedang melakukan upaya ‘penyelamatan’ terhadap BPJS Kesehatan yang mengalami defisit anggaran (karena keselahan tata kelola BPJS Kesehatan) dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan bahkan sampai lebih dari seratus persen.
Pada 2 Januari 2020 sebuah komunitas yang bernama ‘Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia’ menggunakan hak konstitusinya dengan mengajukan gugatan hak uji materiil Perpres 75/2019 yang di register dengan nomor 7 P/HUM/2020 ke Mahkamah Agung dengan putusan yang telah ditetapkan pada 27 Februari 2020 yang pada intinya majelis hakim menyatakan bahwa kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan berdasarkan pertimbangan aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis secara substansi ketentuan dalam pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres 75/2019 adalah cacat yuridis atau melanggar hukum karena bertentangan dengan prinsip kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Dengan adanya putusan tersebut, secara hukum ketentuan dalam pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres 75/2019 tidak mempunyai kekuatan hukum dan iuran BPJS Kesehatan kembali kepada ketentuan sebelumnya artinya iuran tidak jadi naik dan pemerintah (dalam hal ini BPJS Kesehatan) wajib melaksanakan putusan Mahkamah Agung (meskipun hal ini hanya berlaku bagi peserta PBPU dan BP).
Kebijakan Pasca Putusan Hak Uji Materiil
Pasca putusan hak uji materiil Perpres 75/2019 tersebut, pemerintah tidak langsung melaksanakan putusan tersebut, pemerintah menetapkan kebijakan bahwa iuran BPJS Kesehatan (untuk PBPU dan BP) kembali pada ketentuan sebelumnya berlaku sejak 1 April 2020. Dalam hal ini kebijakan ini patut diapresiasi karena ada itikad baik pemerintah untuk melaksanakan putusan MA meskipun ada kesan ‘sengaja menunda-nunda’ pelaksanaan putusan MA. (Mungkin ini merupakan strategi politik yang sedang dimainkan oleh penguasa.)
Meskipun pemerintah telah menetapkan bahwa iuran BPJS Kesehatan kembali pada ketentuan sebelumnya, tetapi pada  tanggal 5 Mei 2020 Presiden Joko Widodo kembali menandatangani Peraturan Presiden mengenai jaminan kesehatan yaitu Perpres 64/2020 yang pada intinya pemerintah tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan walaupun dengan ‘modifikasi skema iuran’ kebijakan yang membuat orang tertawa melihatnya bahkan ada juga yang bingung, bahkan sampai pening. (Kalau kata Kasino: “Gile lu Don”)
Supremasi ‘Politik’ Negara Hukum
Rasanya apa yang tertulis dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 ‘Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum’ bagaikan ‘jargon’ untuk memikat hati orang banyak agar tertarik padanya. Apa yang sedang kita saksikan saat ini adalah wujud nyata carut-marut nya sistem hukum di negeri ini yang tunduk kepada kekuasaan politik.
Fakta hukum telah terpampang begitu nyata, bahwa kabijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan adalah cacat yuridis atau melanggar hukum, tetapi pada pelaksanaannya kita masih saja melihat bahwa politik lebih berkuasa di negeri ini ketimbang hukum, yang hanya sebagai gimmick semata.
Dengan diundangkannya Perpres 64/2020, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (dalam siaran pers nya) menilai bahwa Presiden Joko Widodo melakukan:
1.      Pembangkangan terhadap hukum;
2.      Membebankan kelalaian tata kelola BPJS Kesehatan kepada rakyat kecil;
3.      Pengabaian terhadap kewajiban negara menjamin hak kesehatan;
4.      Ketidakberpihakan kepada rakyat kecil di tengah pandemi.
Kendati dalam putusan hak uji materiil Perpres 75/2019 hakim majelis dalam pertimbangannya menyatakan bahwa untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan jaminan terhadap penyelenggaraan jaminan sosial agar dapat berjalan dengan baik, Mahkamah Agung menyatakan bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai Perpres 75/2019 diatur oleh pemerintah secara transparan dan bijaksana.
Namun apa yang kita saksikan saat ini adalah bahwa Presiden sedang ‘mengadu’ kekuatan. Supremasi ‘politik’ vs supremasi hukum. Perpres 64/2020 adalah produk hukum yang dilegitimasi oleh supremasi ‘politik’. Penyusunan dan penetapan Perpres 64/2020 bukti bahwa tidak adanya prinsip ‘transparan dan bijaksana’ sebagaimana yang diamanatkan oleh Mahkamah Agung dalam pertimbangan putusannya. Kenaikkan iuran BPJS Kesehatan adalah kebijakan hukum yang ‘memperkosa’ HAM masyarakat.
Problematika BPJS Kesehatan pada prinsipnya murni kelalaian negara dalam mengelola BPJS Kesehatan. Tata kelola yang buruk membuat BPJS Kesehatan sebagai lembaga negara nir-laba mengalami defisit anggaran. Bila kelalaian itu dibebankan kepada masyarakat ini artinya negara lepas tanggung jawab dan abai terhadap amanat konstitusi bahwa perlindungan dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
Politik sejatinya adalah seni dalam mencapai tujuan. Seni yang diartikan sebagai upaya-upaya yang dapat dilakukan. Namun ketika upaya-upaya yang dilakukan tersebut menggunakan cara-cara yang tidak etis dan mempermainkan hukum, hal ini menandakan bahwa negeri ini tidak akan dapat menikmati kepastian hukum yang adil dan bijaksana. Negeri ini bukan saja sakit tetapi sudah kritis akhir (ibarat orang sakit napasnya sudah ngorok-ngorok).
[Negeri ini sedang bermain ‘dagelan’ dalam sebuah panggung politik hukum dengan menjadikan BPJS Kesehatan sebagai sarana bermain. (Seperti wahana bermain anak-anak aja)].
Produk hukum secara sadar memang merupakan bagian dari produk politik. Produk politik yang cacat hukum hanya akan menghasilkan pro dan kontra yang kontraproduktif. (Untuk saat ini kesannya mustahil pengusasa dapat menghasilkan produk hukum yang ‘sempurna’). Pembangunan yang berkelanjutan hanya akan jalan ditempat atau mengalami keterlambatan pertumbuhan bilamana kebijakan hukum dipengaruhi oleh kebijakan politik yang cacat hukum.
Perpres 64/2020 menambah daftar produk-produk hukum yang dilahirkan oleh proses politik yang keliru dan melecehkan supremasi hukum itu sendiri. Kebijakan ini merupakan pertunjukan ‘perpeloncoan hukum’. Pemerintah tidak menunjukkan kepatuhan hukum terhadap substansi putusan MA Nomor 7 P/HUM/2020. Pemerintah tidak menerapkan prinsip “Audi et Alteram Partem” yaitu ‘Dengarkan sisi lain’. Prinsip ini tidak hanya berlaku dalam praktik persidangan semata, tetapi dalam pelaksanaan kebijakan politik pemerintah juga harus bisa melihat ‘sisi lain’ yang menjadi pihak yang berkepentingan sebelum menetapkan suatu keputusan atau kebijakan.
Kebijakan yang ditetapkan atas dasar ‘pembangkangan hukum’ hanya akan menghasilkan proses-proses politik yang buruk. Proses politik yang buruk sudah pasti menghasilkan produk politik yang buruk bahkan berbahaya terhadap suatu proses pembangunan yang berkelanjutan.
Konstitusi telah jelas dan tegas menyatakan bahwa pemenuhan pelaksanaan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Kewajiban mutlak bagi negara untuk melaksanakan amanat konstitusi. Namun apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Presiden dengan menerbitkan Perpres 64/2020 adalah bentuk penghianatan negara terhadap amanat konstitusi.
“Supremasi ‘Politik’ pada prinsipnya harus tunduk kepada Supremasi Hukum, bukan kebalikannya meskipun hukum adalah produk suatu politik. Karena politik punya etika hukum sebagai standar dalam melaksanakan politik praktis”
1 note · View note
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
Kepedulian Sosial Dimasa Pandemi: Era Baru Kebangkitan Nasional
Oleh: Harlinton Simanjuntak, S.H.
“Pandemi covid-19 dengan dampaknya yang begitu masif menggerakkan segenap elemen bangsa, membuat berbagai terobosan, mengembangkan berbagai potensi sumber daya, dan membangkitkan kepedulian sosial”
 Seluruh Negara di dunia terus berupaya menanggulangi penyebaran wabah Covid-19, yang secara nyata telah menjadi ancaman serius sebab masifnya dampak yang ditimbulkan bagi kesehatan, ekonomi, bahkan merampas hak asasi manusia diberbagai sektor sosial masyarakat.
Gejolak dunia saat ini akibat Covid-19 terjadi dengan tempo waktu yang sangat singkat. Secara data dan fakta telah banyak kerugian yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, baik korban meninggal, gangguan mental, pemutusan hubungan kerja, kesulitan ekonomi, bahkan hak dasar akan pendidikan yang layak pun dirampas oleh sebab pandemi Covid-19.
Pembangunan menusia Indonesia yang seutuhnya harus dilandasi oleh adanya rasa kepedulian sosial dengan memberikan jaminan perlindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat dengan pemenuhan berbagai aspek kehidupan.
Masa Perjuangan Pergerakan Kemerdekaan
Menarik bila melihat sejenak ke belakang, bagaimana perjuangan pergerakan bangsa Indonesia secara khusus peristiwa kebangkitan nasional. --20 Mei kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Tanggal yang diambil dari sebuah peristiwa kelahiran organisasi Boedi Utomo.--
20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional dipelopori oleh karena adanya kondisi dimana pada awal kemerdekaan, bangsa Indonesia membutuhkan simbol pemersatu bangsa, dalam hal ini Presiden Soekarno menilai bahwa peristiwa kelahiran Boedi Utomo merupakan simbol yang tepat dalam menggambarkan kebangkitan bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan. Pada masa itu penjajahan merupakan persoalan bangsa yang sangat memberikan dampak yang serius dalam berbagai sektor kehidupan.
Tantangan Dimasa Pandemi
Saat ini bangsa Indonesia bersama-sama dengan berbagai Negara di seluruh dunia sedang berjuang menanggulangi wabah pandemi Covid-19. Wabah yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan pusat ibu kota Provinsi Hubei di China.
Fakta menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 telah mengakibatkan segala aspek sosial masyarakat terdampak olehnya. Ancaman tertular penyakit, penurunan produktifitas usaha, pemutusan hubungan kerja, potensi meningkatnya angka kriminalitas, potensi konflik hubungan bisnis, rentan terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan banyak hal lainnya. Hal ini membuat pemerintah harus bijak dalam menetapkan paket kebijakan dimasa pandemi, mengingat semua sektor terdampak, sehingga kebijakan yang diambil harus dapat mengakomodasi seluruh aspek sosial masyarakat.
Kepedulian Sosial Dalam Berbagai Kanal Media Sosial
Menariknya, dimasa pandemi saat ini, ketika kita masuk ke ranah media sosial, kita melihat berbagai hal-hal menarik dan positif yang ditampilkan dalam upaya penanggulangan pandemi Covid-19. Kemajuan teknologi dan informasi benar-benar diberdayakan dengan baik oleh segenap anak bangsa Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Fakta menarik yang dapat kita lihat dalam berbagai kanal media sosial. Setiap orang dapat ikut serta dalam penanggulangan pandemi Covid-19. Ada banyak Campaign yang dilakukan oleh berbagai organisasi sosial masyarakat untuk menanggulangi pandemi Covid-19. Social Campaign yang dilakukan sangat beragam dan inovatif. Bahkan serasa tidak ada jarak untuk bersama menanggulangi pandemi Covid-19 dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas negara kepulauan dan negara maritim.
Fundraising adalah salah satu bentuk Social Campaign yang memberdayakan kanal-kanal media sosial. Hal ini dapat menjawab kebutuhan akan tantangan dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19. Selain Fundraising, ada juga berbagai Literacy Campaign yang dilakukan secara virtual dengan menggunakan kanal media sosial untuk menjawab berbagai kebutuhan dasar masyarakat dimasa pandemi, baik itu kebutuhan akan kesehatan mental, akses belajar mengajar, akses budaya dan aktifitas sosial, dan lain sebagainya.
Pemanfaatan Sumber Daya
Kepedulian sosial atau solidaritas sosial merupakan sumber daya bangsa ini yang telah turun temurun menjadi bagian dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Kesadaran ini yang menjadikan bangsa ini akan dapat terus melanjutkan pembangunan negeri ini. Sumber daya ini harus dikelola dengan totalitas, terpadu, terarah, dan berkelanjutan demi tegakknya kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap anak bangsa.
Kepedulian sosial dimasa pandemi telah membuat bangsa ini mengetahui berbagai potensi dalam negeri yang belum dikelola dengan maksimal dan belum dimanfaatkan secara baik. Potensi-potensi baru yang didapatkan melalui berbagai aksi kepedulian sosial menjadikan bangsa ini memasuki era baru kebangkitan nasional.
Era baru yang disadari atau tidak disadari ini harus tetap dibangun dengan sinergitas yang kuat dari berbagai elemen masyarakat, baik pemerintah maupun warga masyarakat. Potensi-potensi dalam negeri harus dibangun dengan prinsip-prinsip yang adaptif sebagai langkah mitigasi risiko dan recovery. Dengan demikian, pembangunan manusia seutuhnya yang menjadi cita-cita bangsa ini dapat diwujud-nyatakan.
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Video
[2 Mei 2020] . Pendidikan adalah dasar dari segala proses pembangunan bangsa. . Pendidikan harus dimulai dari keluarga. . Mari ambil sisi positif dari pandemi yang buat kita #dirumahaja . SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL . #hardiknas2020 #haripendidikan #haripendidikannasional #haripendidikannasional2020 https://www.instagram.com/p/B_rXSEODW-Z/?igshid=vyx7e07cqu0b
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
May Day 2020: Momentum Kebangkitan Buruh Era Disruptif Dimasa Pandemi
[1 Mei 2020] Siapa yang bisa mengira bahwa hari ini akan seperti ini? Jelas bahwa tidak seorang pun dapat mengetahuinya, (walaupun dalam dunia konspirasi hal itu adalah mungkin). 1 Mei. Yang teringat pertama kali ketika mendengar atau melihat tanggal tersebut, ialah May Day. Sejarah May Day dimulai ketika sekitar 30 ribu buruh beserta dengan keluarganya turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa di Heymarket, Chicago, Amerika Serikat pada 1 Mei 1886 yang membuat kota tersebut menjadi lumpuh. Hal ini dipicu oleh kebijakan perusahaan yang "memperbudak" buruh dengan jam kerja 18 jam sehari yang berdampak pada kesehatan buruh dan rendahnya harapan hidup para buruh kala itu. Sejarah panjang perjuangan kaum buruh masa lalu telah membuat pondasi bagi para buruh masa kini yang akan terus diperjuangkan sampai pada titik kesudahannya. Momentum May Day sebelumnya selalu diselebrasikan dengan "aksi jalanan" menyatakan pendapat dimuka umum, seraya mengajukan berbagai solusi harapan akan kesejahteraan buruh. May Day tahun ini berbeda, sangat berbeda dengan may day sebelumnya. Kondisi global saat ini tidak memungkinkan bagi para buruh "mengingat-rayakan" momentum hari buruh ini dengan "aksi jalanan". Hal ini dipicu oleh persoalan global yang sedang berjuang melawan Pandemi Covid-19. (Kalau pun ada yang tetap melaksanakan unjuk rasa, itu segelintir kasus yang menjadi fakta hukum). Ketika globalisasi telah memasuki era disruptif, dunia diperhadapkan dengan satu masalah global pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 ini sendiri telah nyata membawa persoalan global yang mempengaruhi segala aspek. Bahkan aspek ekonomi yang sangat terdampak oleh pandemi Covid-19. Era Disruptif dan pandemi membuat kaum buruh terdampak oleh karenanya. Buruh sedang diperhadapkan oleh bayang-bayang "kemiskinan dan kelaparan". Bagaimana tidak? Sangat jelas bahwa bayangan akan "kemiskinan dan kelaparan" dimasa pandemi ini adalah fakta. Pandemi mengakibatkan terjadinya degradasi produktifitas. Pelaku usaha dan buruh secara bersama mengalami dampak negatif pandemi. Secara khusus buruh di Indonesia mengalami dampak global pandemi Covid-19. Berdasarkan data menurut Kementerian Ketenagakerjaan sampai 11 April 2020, tercatat dari 1,5 juta tenaga kerja yang terdampak, sekitar 10% nya di PHK dan 90% dirumahkan. Buruh yang di PHK tidak sedikit juga yang mengalami ketidakadilan. Meski demikian kita tidak menampik fakta yang terjadi bahwa pelaku usaha juga terdampak akibat pandemi ini. Pandemi jelas sangat memberi pengaruh yang besar diera disruptif ini. Setelah sebelumnya dunia ini penuh dengan ketidakpastian, pandemi ini pun semakin memperparah ketidakpastian tersebut. Banyak ilmuwan dan peneliti memperkirakan bahwa pandemi ini mungkin akan berlangsung hingga akhir 2020 (semoga ini tidak terjadi). Kendati dunia internasional secara bersama-sama melakukan kampanye #bersamalawancorona dan saling bekerjasama untuk saling membantu. Namun, nyatanya hal itu tidak serta merta dapat menanggulangi berbagai polemik dan permasalahan di dalam negeri masing-masing. May Day kali ini harus bisa dipandang sebagai era kebangkitan baru bagi kaum buruh. Sebab, bagaimanapun buruh harus terus bergerak dan berinovasi. Pelaku usaha tidak dapat memberi jaminan bagi para buruh di era disruptif dimasa pandemi ini. Bahkan berdasarkan pemberitaan diberbagai kanal berita online hari ini pada peringatan May Day, tenaga kerja yang di PHK sudah mencapai 2 juta orang. Segala ketidakpastian tersebut menjadi bayang-bayang yang "mengerikan". Meskipun kemajuan teknologi dan informasi menjadi faktor pengaruh era disruptif kemajuan teknologi dan informasi tetap dapat diberdayakan oleh kaum buruh untuk berinovasi dan menciptakan kreativitas serta alternatif baru dalam mengusahakan kesejahteraan buruh. Pandemi ini bila dilihat dari sudut pandang positif, kaum buruh akan dapat menjadikan May Day kali ini sebagai sebuah momentum kebangkitan baru. ---- Manusia itu sesungguhnya makhluk adaptif. Ia mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi. Ia dibekali oleh 4 aspek yang membuat manusia itu berbeda dengan makhluk hidup lainnya yaitu spiritual, moral, sosial, dan intelektual. Pandemi di era disruptif dapat dikatakan sebagai kondisi yang memaksa (Meski dalam konteks force majure hal ini harus melalui uji hukum terlebih dahulu). Keadaan memaksa biasanya cenderung membuat manusia lebih kreatif dan inovatif. ---- Dengan keadaan pandemi Covid-19 ini, sesungguhnya kita (khususnya kaum buruh) dapat dibuat lebih kreatif dalam melihat berbagai potensi dari dalam diri yang belum maksimal kita kelola dan manfaatkan dengan baik sebelumnya. Meskipun dunia saat ini masuk era disruptif, tetapi kemajuan teknologi dan informasi membuat tidak ada jarak. Bahkan jarak antar benua hanya sebatas jarak antar mata dengan laptop atau gadget. Banyak media yang menyediakan berbagai kesempatan untuk mengupgrade para kaum buruh agar memiliki kreativitas dan inovasi. Semuanya ditawarkan melalui kemajuan teknologi dan informasi. Dalam peringatan hari buruh internasional saat ini, mari kita jadikan sebagai momentum kebangkitan. Buruh tetap bergerak dan berinovasi. SELAMAT HARI BURUH INTERNASIONAL PANJANG UMUR PERJUANGAN!
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Photo
Tumblr media
1 Mei 2020 . [May Day Dimasa Pandemi: Era Baru Kebangkitan Buruh] . Momentum hari buruh kali ini berbeda seperti biasanya. Tidak ada aksi "jalanan". Demikian pula adanya pandemi Covid-19 menambah bayang-bayang "nasib" buruh yang "menakutkan". . May Day kerap diselebrasikan dengan tayangan "Unjuk Rasa" menyatakan pendapat dimuka umum dengan tujuan dan harapan buruh memperoleh hak atas "kesejahteraan". . Namun, tahun ini semua "kebiasaan" berubah. Tidak ada yang mengira kondisi ini bisa seperti ini. Bagaimanapun kondisinya, buruh tetap harus bergerak dan berinovasi. . Omnibus Law Cipta Kerja juga menjadi bayang-bayang "kehancuran" kaum buruh. Meski saat ini perjuangan buruh mendapat angin segar. Hal ini tidak berhenti disini, perjuangan panjang masih harus dikawal. . Hari ini telah mencatat sejarah baru perjuangan kaum buruh. Pandemi dan era disruptif "memaksa" buruh untuk berinovasi dan menciptakan kreativitas dan alternatif perjuangan dengan memberdayakan segenap kemajuan teknologi dan informasi. . Panjang umur perjuangan kaum buruh. . SELAMAT HARI BURUH INTERNASIONAL . Buruh bersatu, satu dalam perjuangan. . #hariburuh #mayday #hariburuh2020 #ombibuslaw #omnibuslawciptalapangankerja #umurpanjangperjuangan https://www.instagram.com/p/B_obNVXjUFa/?igshid=fyfbckqufufg
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Photo
Tumblr media
Notulensi Pribadi
Legal Update Online DPP Ikatan Advokat Indonesia
Rabu, 22 April 2020
Tema : Dampak Covid 19 Terhadap Kewajiban Hukum dan Perjanjian
Narasumber
1. Denny Indrayana
2. M. Rasyid Ridho
3. Najib Gisymar
Moderator : Erwin Natosmal Oemar
Konsep Hukum Darurat
Hukum Darurat timbul atas dasar adanya keadaan darurat dalam suatu negara yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor non alam. Dalam konsep hukum darurat yang dikenal di Indonesia, terdapat dua keadaan yang menunjukkan kategori keadaan darurat yaitu keadaan bahaya dan kegentingan yang memaksa. Dalam hal keadaan bahaya terdapat tiga kategori kedaruratan dalam keadaan bahaya yaitu darurat sipil, darurat militer, dan darurat perang. Sedangkan dalam hal kegentingan yang memaksa hal ini didasarkan kepada subjektifitas Presiden.
Keadaan darurat tidak dapat dijadikan alasan oleh pemerintah untuk menjalankan kekuasaan secara sewenang-wenang (abuse of power) atau kebal terhadap hukum (imunitas). Sekalipun dalam keadaan darurat pemerintah wajib menjalankan pemerintahan dengan akuntabel dan menjunjung tinggi supremasi hukum.
Dalam keadaan darurat, pemerintah dalam menjalankan pemerintahan dapat memperoleh kekebalan hukum namun terbatas (imunitas terbatas), dan dalam pelaksanaannya harus dilakukan dengan itikad baik dan setiap paket kebijakan pemerintah harus bermanfaat bagi kepentingan umum.
Dalam kondisi negara mengalami keadaan darurat, tentu pemerintah tidak mudah untuk menjalani sistem pemerintahan dengan baik. Akan ada tantangan yang begitu besar datang dari berbagai aspek pemerintahan.
Konsekuensi hukum darurat dalam hal hak dan kewajiban negara dengan warga negara yang mungkin timbul ialah:
1. Hak asasi manusia lebih rentan dilanggar;
2. Penerapan restoratif justice dalam pelaksanaan hak dan kewajiban;
3. Adanya intervensi negara terhadap ranah privat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam menetapkan paket kebijakan berkaitan dengan hukum darurat yaitu:
1. Hukum darurat tidak boleh bersifat permanen;
2. Pengawasan terhadap penggunaan anggaran negara atau daerah (budgeting government) tidak boleh longgar;
3. Boleh memberi ruang diskresi tetapi tidak mentolerir tindakan korupsi;
4. Fokus pada penanggulangan keadaan darurat dengan menghormati aturan hukum darurat.
Oleh : Harlinton Simanjuntak, S.H. Credit Photo (https://batam.tribunnews.com/2020/02/17/update-senin-172-korban-tewas-virus-corona-1775-orang-71327-terinfeksi-singapura-75-orang)
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
PENGERTIAN TINDAK PIDANA
Sebelumnya kita telah melihat materi hukum pidana mengenai pengertian hukum pidana. Untuk materi selanjutnya ini kita akan melihat mengenai pengertian dari tindak pidana.
Hal ini sangat perlu kita pahami, sebagai modal dasar bagi kita untuk memahami tentang hukum pidana. Sebagai seorang yang terjun langsung dalam mempelajari ilmu hukum, bagian ini merupakan konsep dasar yang wajib dipahami.
Dalam mempelajari ilmu hukum, seorang mahasiswa tidak dituntut untuk menghafal istilah-istilah yang terdapat dalam ilmu hukum, melainkan untuk memahami konsep yang terkandung dalam suatu pembelajaran tentang ilmu hukum.
Istilah tindak pidana dipakai sebagai terjemahan dari istilah Strafbaar feit atau Delict. Para pakar asing hukum pidana menggunakan istilah “Tindak Pidana”, “Perbuatan Pidana”, atau “Peristiwa Pidana” dengan istilah:
a.       Strafbaar feit adalah peristiwa pidana;
b.       Strafbare handlung diterjemahkan dengan perbuatan pidana yang digunakan oleh para sarjana hukum pidana Jerman;
c.        Criminal act diterjemahkan dengan istilah “Perbuatan Kriminal”.
Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu Straf, baar dan feit. Yang masing-masing memiliki arti:
a.       Straf diartikan sebagai pidana dan hukum;
b.       Baar diartikan sebagai dapat dan boleh;
c.        Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan.
Jadi, istilah strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).
Andi Hamzah memberikan definisi delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana).
Moeljatno mengartikan Strafbaarfeit adalah suatu kelakukan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
Jonkers mengartikan Strafbaarfeit sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum (wederrchttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pompe mengartikan Strafbaarfeit adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau pun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum.
Simons mengartikan Strafbaarfeit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
Harlinton Simanjuntak (Penulis) mengartikan Strafbaarfeit adalah suatu keadaan yang mana telah telah ada sejak permulaannya melanggar suatu ketentuan dalam peraturan yang hidup dalam masyarakat yang olehnya dapat dipertanggungjawabkan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum (pidana).
Referensi:
Tomalili, Rahmanuddin. 2019. Hukum Pidana. Yogyakarta : Penerbit Deepublish.
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Dalam mempelajari Ilmu Hukum, kita pasti akan melihat terlebih dahulu apa-apa saja yang dimaksud dalam sebuah istilah hukum dalam suatu pengertian dasar. Hal ini sangat penting sebagai pondasi bagi setiap orang yang mempelajari ilmu hukum agar memiliki konsep dasar yang jelas tentang suatu pembelajaran ilmu hukum.
Berikut ini adalah pengertian hukum pidana menurut para ahli dan pengertian hukum pidana menurut pendapat penulis:
1. Menurut Soedarto : Hukum pidana berpangkal dari dua hal pokok, yaitu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu; dan pidana. Perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Sementara yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
2. Menurut Lamaire : Hukum pidana yaitu norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus.
3. Menurut Moeljanto : Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hokum yang berlaku di suatu Negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut; menentukan kapan dan hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan; menentukan dengan cara bagaimana pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
4. Menurut Simon : Hukum pidana adalah keseluruhan larangan atau perintah yang oleh Negara diancam dengan nestapa, yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati; keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana, dan keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.
5. Menurut Van Hamel : Hukum pidana merupakan keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh Negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hokum, yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hokum (onrecht) dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut.
Menurut Harlinton Simanjuntak, S.H. (Penulis) : Hukum pidana merupakan keseluruhan peraturan yang hidup dalam masyarakat mengenai larangan dan atau perintah untuk ditaati dan dilaksanakan, bilamana peraturan tersebut dilanggar diancam pidana bagi yang melakukannya.
Referensi :
Tomalili, Rahmanuddin. 2019. Hukum Pidana. Yogyakarta : Penerbit Deepublish.
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Text
BANTUAN HUKUM: CITA-CITA LUHUR DALAM PRINSIP NEGARA HUKUM
Oleh : Harlinton Simanjuntak, S.H.
Setiap Negara pasti memiliki konstitusi nya masing-masing sebagi hukum dasar dan dasar hukum dalam melaksanakan sistem pemerintahan dan sistem kenegaraannya. Demikian hal nya dengan Indonesia, Indonesia sebagai sebuah Negara yang berbentuk republik juga memiliki konstitusi. Dalam konstitusinya Indonesia menganut negara hukum hal ini tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi negara Indonesia adalah negara hukum.
Dalam Bab XA Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 disebutkan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Pasal ini berkaitan dengan hak asasi manusia yang merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Oleh karena konstitusi menyebutkan kualifikasi hak akan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, hal ini memberikan konsekuensi langsung terhadap negara sebagai pemegang kewajiban utama dalam pemenuhan hak konstitusional tersebut.
Oleh karenanya, negara hadir untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum agar terpenuhinya hak konstitusional setiap warga negara. Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap individu termasuk hak atas bantuan hukum. Pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum yang selanjutnya disebut UU Bantuan Hukum.
UU Bantuan Hukum merupakan dasar hukum bagi negara untuk melaksanakan perlindungan dan pengakuan terhadap hak asasi manusia dalam konteks bantuan hukum. Hadirnya UU Bantuan Hukum sebagai perwujudan tanggung jawab negara dalam melaksanakan amanat konstitusi merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan (access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law).
Penyelenggaraan bantuan hukum berdasarkan UU Bantuan Hukum saat ini diberikan kepada orang atau kelompok orang miskin, dalam artiannya bahwa UU Bantuan Hukum ini hadir untuk memberikan perlindungan hukum terhadap orang atau kelompok orang yang tidak mampu memperoleh akses terhadap keadilan karena keterbatasan ekonomi.
Penyelenggaraan bantuan hukum berdasarkan UU Bantuan Hukum bertujuan untuk:
1.       menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan;
2.       mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum;
3.       menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
4.       mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian penyelenggaraan bantuan hukum memiliki tujuan untuk mewujudkan akses keadilan dan persamaan hukum bagi masyarakat miskin serta penyelenggaraan sistem peradilan yang efektif, efisien, dan akuntabel. Dan tanggung jawab penyelenggaraan bantuan hukum ini tidak hanya menjadi beban pemerintah pusat melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam mewujudkan keadilan dan kepastian hukum.
Bantuan hukum merupakan upaya untuk mendorong pelaksanaan hak konstitusional warga negara dalam menjalani proses hukum. Bantuan hukum didorong untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak konstitusi individu yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun instrumen hukum internasional. Pengaturan bantuan hukum dalam undang-undang yang berdiri sendiri merupakan penegasan terhadap hak warga negara atas bantuan hukum dan pengaturan lebih lanjut jaminan hak konstitusional warga Negara.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.
Dalam rangka peningkatan layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin, Advokat atau organisasi bantuan hukum harus terus bergerak maju dan berinovasi dalam mengembangkan program-program bantuan hukum bagi masyarakat miskin. Meskipun UU Bantuan Hukum tidak secara eksplisit menyebutkan Advokat sebagai Pemberi Bantuan Hukum tetapi dalam praktik, pribadi Advokat merupakan pilar utama bagi Pemberi Bantuan Hukum dalam melaksanakan penyelenggaraan bantuan hukum.
Kolaborasi harus terus dibangun antara Advokat dengan organisasi bantuan hukum agar terus membangun sinergitas dalam penyelenggaraan bantuan hukum. Sehingga cita-cita luhur dalam penyelenggaraan bantuan hukum dapat terwujud-nyatakan.
Saat ini telah banyak lahir organisasi bantuan hukum dan para Advokat muda yang memiliki semangat yang mulia dalam penegakan keadilan dalam sistem hukum di Indonesia. Fakta positif ini harus terus didukung oleh negara dalam mewujudnyatakan penyelenggaraan sistem hukum yang berkeadilan dan menyeluruh.
Referensi :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum;
3.  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat;
4. Jurnal Penelitian Hukum De Jure : Peningkatan Akses Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Miskin (Intensify Access of Law Aids To the Poor) oleh Oki Wahju Budijanto.
0 notes
richjustitialegalaccess · 5 years ago
Photo
Tumblr media
1 note · View note