Text
Di malam hari yang penuh dengan keheningan, ada satu manusia yang menyelami dalamnya pikiran. Bertanya-tanya mengapa hanya Ia yang menderita dalam kenangan, memutar otak untuk keluar dari labirin yang terlalu berdampingan.
Lalu, pertanyaan berikutnya adalah... bagaimana bisa Ia berjalan bersama seseorang sedangkan hatinya entah dimana? Kembali lagi Ia berpikir, apakah Ia manusia baik atau manusia jahat. Karena Ia tidak sekalipun melihat bahwa seseorang yang bersamanya telah mencurahkan dan menyerahkan segala hidupnya untuk dia seorang.
Semua pemikiran dan pertanyaan itu bergema, bergaung, menggantung di penjuru akal sehatnya. Malam hari yang seharusnya digunakan untuk beristirahat, menjadi waktu yang "tepat" untuk menemukan segala kejanggalan dan pertanyaan.
Namun, apakah berhasil? Tentu saja, Ia semakin tenggelam dalam kegelisahannya. Semakin ingin menghilang dan tidak ingin ditemukan oleh siapapun.
8 notes
·
View notes
Text
Aku tau, bagian dari perjalananku kali ini sangatlah sulit. Sudah terhitung dari dua tahun lalu aku berjalan terseok-seok, mengumpulkan tenaga untuk bangkit. Namun hanya ada penyesalan dan rasa sakit hati yang ku temui, ditambah dengan menemukan mereka berbahagia tanpa menoleh padaku yang selalu sekarat. Siapapun, tolong aku...
0 notes
Text
Kamar gelap ini menjadi saksi betapa rapuhnya aku jika dalam kesendirian, sudah pernah ku katakan bahwa aku mati berulang kali dan hidup kembali untuk menebus karma satu persatu. Namun kenyataannya, aku masih saja kewalahan untuk menyelesaikannya. Betapa bodohnya aku, mengulang kesalahan demi kesalahan dan menumpuk karma di waktu mendatang. Jika saja tugasku sudah selesai, aku tidak perlu bersusah payah menjadi kuat padahal rapuh bak kayu dimakan rayap; sekali kamu pukul, berkepinglah kayu itu.
Sudah beratus kali aku mengangkat bendera putih, tetapi sang punya kehidupan tidak menghiraukanku sama sekali. Ia acuh dan membiarkanku tetap di bumi seakan menegaskan bahwa jika tugasku belum selesai, maka aku tidak akan beranjak untuk menebus karma selanjutnya. Wahai Engkau sang pemilik kehidupan, tidakkah Kau iba melihatku merengek dan memasrahkan diri untuk segera mati? Bukan tidak ingin menyelesaikan misi, hanya saja... bisakah beranjak ke misi selanjutnya? Lelah ini seperti tidak bisa ditawar.
Semenjak keinginanku untuk mati lebih sering terucap, seseorang pernah berkata "Hiduplah agar kebaikanmu menuai hasil dikemudian hari" tetapi aku tidak peduli, karena yang ku pedulikan sekarang hanyalah beristirahat dan menghilang dari kehidupan bangsat ini.
1 note
·
View note
Text
"Aku pernah terluka, namun aku bangkit dengan sgala prahara. Terima kasih Tuhan, karena Engaku masih setia menemani walau ujudMu tidak terlihat."
1 note
·
View note
Text
Ada yang belum tuntas dari masa lalu, perlahan, Ia mengetuk pintu berulang kali. Mulanya, ketukan itu terdengar pelan dan lama kelamaan menjadi sebuah gebrakan maha dahsyat. Malam itu menjadi saksi bahwa aku menjadi seseorang yang sangat lemah, semua pahit dari masa lalu kembali menyeruak tanpa ampun dan tanpa memberi jeda.
Ini bukanlah perkara seseorang, tetapi inilah aku yang terbentuk dari pesakitan sekian tahun. Rasanya ingin sekali memeluk amarah, berdamai dengan "aku" yang sepertinya tidak bisa diajak berbicara. "Aku" menolak untuk berdampingan menghadapi dunia yang tidak semata hanya kesenangan, namun apalah aku yang tidak tahu akan berlabuh kemana dan kepada siapa.
Sudah pernah ku temukan pulau untuk singgah, sempat kuputuskan tinggal agar tak lagi berkelana. Sayangnya, kapal milikku sudah siap berlayar tetapi aku lupa menaikkan jangkar. Disinilah aku, merasa terjebak padahal bisa melarikan diri dengan bebas.
0 notes
Text
Akulah orang yang patut disalahkan ketika kamu pergi membawa luka, adalah aku orang paling jahat yang menyebabkan pipimu basah pada malam itu. Akulah satu-satunya orang yang tidak ingin menyakiti walau pada kenyataannya, akulah pelakunya.
0 notes
Text
Hanya menunggu waktu agar ia kembali meledak, menuruni setiap tangga kepedihan dan tenggelam dalam trauma. Sekeras apapun ia memeluk kemarahannya, sedalam itu pula ia tenggelam dan sulit berenang untuk mencapai permukaan. Ia sudah mati sejak dahulu kala namun mencoba hidup untuk menebus samsara.
1 note
·
View note
Text
Nantinya...
Sayang, maaf jika kamu menganggap bahwa hadirmu adalah sebuah pelampiasan. Tidak, kamu hadir utuh dan aku sadar dengan penuh bahwa memutuskan berjalan bersamamu adalah sebuah keputusan besar. Berikan aku jeda untuk menjadi diriku sendiri, biarkan aku berkelahi dengan sisi lain diriku. Bersamamu adalah petualangan baru yang tidak pernah terbayangkan olehku walaupun hanya satu detik.
Perjalananku masih sungguh sangat panjang, tidak apa jika kamu ingin singgah. Aku paham bahwa persinggahan akan memberikanmu dua pilihan; pergi atau menetap. Tidak apa jika nantinya kamu memutuskan setelah beristirahat di kedai kopi itu, memikirkan bagaimana masa depan diantara kita. Aku sudah memperingatkan kamu perkara hal yang tidak bisa aku hindari dan aku akan membawanya sampai nanti.
Sayang, maaf jika hadirku belum utuh untukmu. Berusaha untuk seluruhnya bersamamu masih sangat sulit untukku, maaf aku masih belum bisa menyerahkan segala kepercayaanku untukmu. Bagiku, kepercayaan seperti jelaga yang siap dibersihkan. Menunggu hari dimana tiap noda itu hilang tanpa jejak dan ketika saat itu tiba, aku kembali berkeping.
0 notes
Text
Ah, lalu ini menjadi kebenaran.
Berulang kali aku berpikir bahwa diantara kalian masih ada yang belum selesai, dan berulang kali pula kau memilih diam dibanding menunjukan bahwa antara kau dan dia sudah selesai sejak enam tahun yang lalu.
1 note
·
View note
Text
Aku menyadari bahwa cinta mengenal rasa tetapi terkadang melupakan rupa, bahwa setiap rupa perlu dicerna hingga akhirnya memutuskan untuk tetap mencinta.
Kecupan di kening membuatku sadar, mencinta bukan sekedar menjadi teman berbicara namun juga sebagai pelengkap diriku yang sudah utuh kembali. Terima kasih sudah hadir disaat aku muak menghadapi esok hari dengan bayangannya yang tak kunjung memudar.
0 notes
Text
Tahukah kau betapa mencintaimu adalah sebuah candu? Kuberikan segala rasa yang terlampau penuh dan pada akhirnya ku mati berpeluh.
Aku tidak pernah menyesalinya, hanya nengutuki hadirku yang tidak pernah tepat pada sebuah waktu. Sesungguhnya matiku hanyalah sebuah pertanda bahwa kau sudah kembali bahagia dengan nyata.
Terima kasih pernah singgah, terima kasih untuk kasih yang pernah tumpah ruah. Aku menyayangimu, dahulu, saat ini, maupun sampai kau mati.
1 note
·
View note
Text
Aku berencana mengutuk semesta
Tapi sebelum itu terjadi
Hantaman keras mendarat dalam amigdala
Menyebabkan pipiku basah tanpa memberi tanda
Salahku membuka lembaran usang
Mengulang tiap memori dengan sadar
Membuka lagi pandora
Mengitari labirin
Tanpa ampun
Tanpa tameng
Tanpa pelindung
Aku, berkeping lagi
Catatan dari 25 Januari 2020
0 notes
Text
Hai Nona, apa kabarmu? Sudah lama sekali tidak melihat kedua matamu menyipit ketika tersenyum, rasanya sudah bertahun-tahun aku kehilangan hal itu. Bagaimana kotamu? Sudahkah turun hujan di penghujung tahun ini?
Aroma tubuhmu masih melekat dengan pekat, masih ku ingat aroma napasmu yang seringkali membuatku ingin segera bergelung bersamamu. Ruang ini penuh dengan kamu, Nona. Pandanganku tetap tertuju padamu bahkan imajiku tak mampu menghapus atau sekedar melupakanmu dalam sehari. Aku masih limbung, masih bertahan sekuat tenaga untuk tetap berdiri, menyiapkan raga untuk menyambut kepulanganmu.
Tetapi... persiapanku akan sia-sia, bukan? Sepengetahuanku, kamu sudah tidak ingin kembali pulang dan seingatku kamu sudah menemukan rumah baru. Tidak apa ya, aku masih menunggumu di beranda rumah ini. Barangkali kamu rindu dan ingin kembali menetap. Oh Nona, aku beritahu sesuatu... halaman depan kita sudah dipenuhi tumbuhan layu, cangkir-cangkir yang biasa kita gunakan untuk menyeduh teh atau kopi semakin usang tetapi masih baik jika digunakan lagi. Anak-anak kucing kita sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah melahirkan lalu cucunya (anaknya kucing kita) sudah ku berikan kepada orang lain. Sayangnya kamu tidak sempat melihat dan bersenda gurau dengan mereka, ya.
Nona... Aku tahu seberapapun aku mengatakan rindu, kamu akan tetap berpaling dan bersikap seolah aku tak pernah mengatakannya. Tetapi biarkanlah aku menyimpan kenangan ini di amigdala terdalam agar suatu saat akan dengan mudah kupanggil kenangan-kenangan ini, jika disimpan dalam kotak pandora tentu saja yang pertama menyemburku adalah kenangan tidak menyenangkan.
Nona... Aku tahu maafku tidak lagi menembus dinding pertahananmu, tetapi biarkanlah aku memelihara rasa ini sampai aku tak mampu. Janjiku tetap sama, menunggumu di beranda rumah ini. Jika nantinya kamu kembali, kamu akan menemukanku duduk di kursi itu seraya memberikan senyum terbaik milikku. Semoga keinginanku untuk mati terlambat datang dan kamu tiba lebih cepat. Sampaikan salamku pada perempuan yang menggengammu saat ini, jaga dia baik-baik agar kamupun mendapatkan karma yang baik.
Nona... Kamu perlu tahu bahwa aku masih mencintaimu, masih mendoakan kebaikan untukmu dan masih menjaga namamu dari coretan buruk yang berkata semaunya. Jaga diri baik-baik karena suatu saat kamu akan bertemu lagi denganku tetapi tidak dengan perempuan yang bersamamu. Aku bahagia untukmu, tetapi maaf... aku tak mampu melihatmu bersamanya.
Jakarta, 24 Desember 2019.
0 notes
Text
Pada Tuhan yang satu, ku ucap bait doa agar kita bersatu. Pada Tuhan yang satu, ku ganti namamu menjadi namanya. Pada Tuhan yang satu, harapku masih sama seperti yang lalu.
Jakarta, 15 Desember 2019.
0 notes
Text
Aku jatuh cinta, pada Ia yang tak ingin membalasnya. Aku jatuh cinta, pada ketiadaan yang dipaksakan ada. Aku jatuh dan mencinta, pada dunia yang ku ciptakan dengan samsara.
1 note
·
View note
Text
Pada Tuhan yang satu, ku titip doa terbaik agar harimu menyenangkan dan senatiasa berbahagia. Pada Tuhan yang satu, ku berdoa dalam hening agar hariku menyenangkan dan senatiasa berbahagia. Pada Tuhan yang satu, ku tancapkan harap agar aku dan kamu kembali pada garis yang satu.
Jakarta, 10 Desember 2019.
2 notes
·
View notes