Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Kopi dan sudut jendela
Sudut jendela dan embun di pagi hari aku, dan kamu di suatu belahan bumi Dimana waktu masih belum mempertemukan kami kuseruput pahitnya kopi selalu ada hal manis dibalik pahit ini membayangkan seperti apa rupamu kelak dari kepulan panas kopi pagi hari ah… kuharap kita bisa bercengkrama pagi-pagi bersama disini bicara tentang hidup, dan mimpi
Solo, 29/06/16 | © resamayaavicena
0 notes
Text
Toko Roti
Dua gelas es kopi bersama gulanya, sepotong kue dengan piring dan garpu kecil, kamera, dan seloyang penuh cerita disiang yang terik sekali. Dingin, lembut, dan beragam rasa kehidupan jadi satu bingkai yang menyenangkan. Disini, disebuah toko roti, dan kita bicara dari hati ke hati.
Jogja, 02/06/16 | © resamayaavicena
0 notes
Text
Kepada Pohon Pinus
Kepada ujung pohon pinus tertinggi yang berjumpa langit. Sampaikan salamku kepada seisi bumi. Bila suatu hari seorang ksatria berkuda putih bersandar dikakimu. Katakanlah, ada seorang wanita yang sedang menunggu untuk dibawanya lari. Lari dari dunianya yang tak abadi. lari dari pikirannya yang rumit sendiri.
Jogja, 01/06/16 | © resamayaavicena
0 notes
Text
hanya untuk membuatnya mudah
Seolah-olah menempatkan dirimu kembali ke masa itu. Melalui lorong waktu dalam kotak ingatan dikepalamu. Bahwasannya masa lalu tidak harus melulu dikatakan biarlah berlalu. Terkadang sebuah rasa hanya perlu diluapkan begitu saja, hanya untuk membuatnya mudah.
Solo, 07/05/16 | © resamayaavicena
0 notes
Text
Rintik Hujan
Ada satu titik dimana hati manusia merasakan sakit meski hanya terhujan rintik hujan. Mengantarkan pada rasa kesedihan, yang teramat.. dan medalam.
Akan ada waktunya untukku mengeluarkan rintik hujan tersebut dari mata. Entah karena emosi yang menjerat, entah karena melihat dirimu menyeka air mata, entah hanya karena untaian nada yang mencekat asa.
Solo, 06/05/16 | © resamayaavicena
0 notes
Text
Adalah Cinta
Adalah cinta yang kemudian menetap,
pada setiap jarak kita bertatap.
Adalah cinta yang kemudian mendekap,
ketika waktu saling menyekap.
Solo, 19/02/16 | © resamayaavicena
0 notes
Text
di foodcourt
Hujan turun dengan derasnya. Siang menjelang sore yang cukup ramai. Ramai suara hujan maksudku. Aku sedang duduk disebuah foodcourt dilantai 2 suatu minimarket. Dengan desain semi outdoor aku memilih meja dan kursi dengan view terbaik menurutku. Yaitu, suguhan hamparan atap, mulai dari genting tanah liat, atap dak cor-coran, asbes, pelat seng alumunium yang karatan hingga seng plastik yang sudah menguning, membaur menjadi gradasi warna coklat yang eksotis. Beberapa kali aku perlu mendorong kursi dan mejaku menghindari cipratan air hujan yang menggebu. Hujannya semakin menggila atau talang foodcourt ini yang tak terpasang tapi sehingga cipratannya menyebar begitu merata dimeja dan kursiku yang tepat dibawah talang air. Sampai akhirnya aku menyerah dan berpindah. Baiklah, kalian menang. Didampingi dengan sebotol air mineral dan sebatang coklat. Beberapa jam yang sudah berlalu nampak sia-sia dengan otakku yang buntu memandangi tugas akhir mahasiswa tingkat akhir ini.
Dihadapanku saat ini sepasang muda mudi yang asyik ber-ngemil time di sore hari. Bercengkrama dengan tenang meski yang kudengar benar-benar hanya suara hujan saja. Sedikitpun tak terdengar suara mereka. Mungkin bercengkrama dari hati ke hati, bisa jadi. Aku kembali mengalihkan pandanganku, menoleh kebelakang, kepada awan-awan sedih dilangit. Kepada hujan yang semakin deras dan aku tetap terkena cipratan dari arah mejaku semula. Kepada pemuda-pemuda lainnya yang asyik berkoneksi liar denga internet.
Dua jam berlalu, awan yang gelap berwarna abu-abu itu bergerak menghilang disapu angin. Cahaya biru yang membaur dengan kekuningan mulai mempersiapkan diri tampil dihadapan semesta meski gerimis ternyata masih enggan pergi. Gerimis halus selama lima menit menjadi transisi yang menyenangkan bagi siapa saja yang sejak tadi menunggu termenung dipinggir jalan karena tidak membawa payung ataupun jas hujan. Sampai-sampai dipikirannya hanya ada hujan, jalanan, dan lalu lalang kendaraan yang merdeka menerjang basah. Hanya itu. Sampai mereka sendiri yang merdeka.
Sekarang justru cahaya kekuningan itu menghilang tergantikan lampu foodcourt yang juga bercahaya senada yang sudah dinyalakan tepat diatas mejaku. Pertanda hari akan semakin gelap. Sepertinya terlalu mendung bagi senja mengatraksikan guratan kerennya dilangit sendu itu. Atau dia terlalu asyik berbincang dengan mentari yang juga tak nampak menyilaukan mata dilangit sore seperti biasanya. Seperti asyiknya muda-mudi yang kini disampingku. Aku memutar posisi agar oandanganku lebih leluasa. Leluasa kembali melihat hamparan atap, bukan muda-mudi itu jika aku menoleh.
Solo, 01/02/16 | © resamayaavicena
0 notes
Text
disudut-sudut sepi
Deru suara sepeda motor menemani hariku. Hempasan angin setiap hari beradu dengan tubuhku yang melesat kencang mengejar lampu hijau yang akan berubah jadi merah itu. Atau menghitung detik lampu lalu lintas yang pas sehingga kakiku tak perlu menginjak aspal dan kemudian membuat diriku sendiri bangga! Dan tertawa, dibalik pelindung kepala sekaligus polusi yang tetap saja tak bisa dihindari.
Seperti menghindari mimpi-mimpi yang takkan berhenti. Terus membuai dan menyuruhku terus menggali. Mengaisnya lebih dalam dari berjalan di pantai hingga lautan lepas. Lebih dalam dari lautan di Samudra Pasifik. Bahkan lebih dalam lagi dari jarak pijakan kakiku diatas tanah hingga inti bumi.
Pada sang ksatria bertopeng baja yang kini berhasi singgah dibelantara perasaanku yang semrawut ini. Mencabik-cabik rerumputan tinggi, dan masuk ke liang hati. Menungguku dan berkemah disana meski angin selalu meruntuhkan tendanya. Terus kembali meski ia berkelana kesana-kemari.
Dan kini aku dalam irama angin yang menyejukkan. Berdesir diseluruh urat nadi, dari ujung kepala hingga kaki. Cahaya matahari sore menyelinap diantara dedaunan pohon-pohon yang rindang nan tinggi. Berharap dirimu, menemaniku disini, disudut-sudut sepi…
Solo, 19/01/16 | © resamayaavicena
0 notes
Text
jemputlah malam, pagi| biar mimpi indah ini berlari| supaya angan itu nyata kumiliki||
Bekasi, 15/11/15 | © resamayaavicena
0 notes
Text
Awan Mendung
awan mendung..
mungkin isi hati dan kepalaku seperti dirimu
yang suatu saat akan kutumpahkan seluruh isinya di muka bumi
yang suatu saat, akan ada yang menggenggam kedua tanganku,
tuk menjadi awan cerah nan lembut di langit selanjutnya
dan melupakan waktu, yang berputar mundur itu..
Bekasi, 10/11/15 | © resamayaavicena
0 notes
Text
Kelabu
kelabu parasmu dilangit biru
seperti membiarkan angan-angan tuk berlalu
kemudian pikirku mulai memutar waktu
rintik darimu menyapa bumi membuka kotak masa lalu
bayang-bayang itu, tak henti-hentinya melintasi kepalaku
pada siapa akan kulepas?
waktu yang kupikirkan, yang selalu berputar mundur
Bekasi, 10/11/15 | © resamayaavicena
0 notes
Text
Koma
KOMA. Tak ada hidup tanpa jeda. Bahkan untuk mencintai seseorang saja, selalu ada jeda untuk berpikir matang. Bahwa cinta itu tiada akhir, meski seseorang yang bersamamu sekarang bukanlah takdir. Bahwa ternyata, cinta itu tidak harus memiliki, meski seseorang yang bersamamu sekarang masih menyapa setiap pagi. Namun cinta tetaplah cinta, tiada titiknya.
Bekasi, 06/11/15 | © resamayaavicena
1 note
·
View note
Text
Kelabu
Kelabu| abu-abu| rindu||
Senja Utama, 18/09/15 | © resamayaavicena
1 note
·
View note
Text
Senandung Asa
Senandung asa| untaian luka| bait hampa||
Solo, 16/09/15 | © resamayaavicena
1 note
·
View note
Text
Pinggir Kanan
kupikir rasa cinta harus aku dulu yang merasakannya
kupikir rasa suka kepada seseorang harus aku dulu yang memulainya
kupikir dalam sebuah perjalanan aku harus selalu berada dipaling pinggir, dipinggir kanan
kupikir, yang kupikirkan itu adalah salah
Solo, 2015 | © resamayaavicena
0 notes
Text
Coklat Panas
dingin menyeruak dalam tubuh
secangkir coklat panas baru saja kuseduh
pipiku memerah, hangat mengepul dalam pekat
pahit, dengan sedikit manis
jiwa-jiwa manusia dalam diorama kehidupan melankolisme pun hadir
akan kukatakan, manisnya hidup adalah sedikit pahit
dan pahitnya hidup adalah sedikit manis
selesai
Solo, 22/08/15 | © resamayaavicena
0 notes
Text
Biarkan
biarkan hujan menyapu pilu di hati
biarkan setiap bibir berbicara seperti yang diinginknnya sendiri
toh, tiap manusia tetap punya kata ‘wajar’ nya masing-masing yang tak mau disalip kompromi
Solo, 20/04/15 | © resamayaavicena
0 notes